Anda di halaman 1dari 68

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN Referat

REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN November 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KONSEP ICF PADA LOW BACK PAIN

Disusun Oleh:

Andi Nur Azizah


Ramadhani C014222111

Supervisor Pembimbing :
dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp.KFR.K.R (K), AIFO-K

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK & REHABILITASI
MEDIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSA
R 2023
Halaman Pengesahan

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa


Andi Nur Azizah Ramadhani C014222111
Dengan judul referat :
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Keodokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, November 2023


Supervisor
Pembimbing

dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp.KFR.K.R (K), AIFO-K

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................3

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................7

2.1 ICF.......................................................................................................................7

2.1.1 Definisi ICF..................................................................................................7

2.1.2 Tujuan ICF....................................................................................................7

2.1.3 Prinsip ICF....................................................................................................8

2.1.4 Contoh dan Aplikasi ICF............................................................................10

2.2 Low Back Pain...................................................................................................14

2.2.1 Definisi Low Back Pain..............................................................................14

2.2.2 Epidemiologi..............................................................................................14

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang....................................................20

2.2.4 Klasifikasi Low Back Pain.........................................................................21

2.2.5 Faktor risiko................................................................................................22

2.2.6 Patogenesis Nyeri Punggung Bawah............................................................24

3
2.2.7 Diagnosis....................................................................................................25

2.2.8 Tatalaksana Nyeri Punggung Bawah............................................................27

2.3 Konsep ICF pada Low Back Pain......................................................................32

2.3.1 Contoh Kasus...............................................................................................31

BAB III KESIMPULAN...................................................................................22

Daftar Pustaka....................................................................................................23

4
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kronis adalah salah satu sumber penderitaan manusia yang paling mahal dan

lazim, terutama di, tetapi tidak terbatas pada, masyarakat industri modern. Low back pain

biasanya dianggap sebagai nyeri, ketegangan otot atau kekakuan yang terlokalisasi di bawah

batas kosta dan di atas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa linu panggul (nyeri

menjalar ke kaki dari punggung bawah). Hampir setiap orang mengalami episode nyeri

punggung bawah yang singkat dan akut selama hidup mereka. Meskipun banyak orang

dengan nyeri punggung sembuh dalam 1 tahun, beberapa akan berkembang menjadi kondisi

kronis dengan nyeri yang berfluktuasi atau menetap dengan intensitas rendah atau sedang,

terganggu oleh periode tanpa nyeri atau eksaserbasi nyeri (Vlaeyen et al.,2018).

Hal-hal yang dapat mempengaruhi timbulnya LBP adalah kebiasaan duduk, bekerja

membungkuk dalam waktu yang relatif lama, mengangkat dan mengangkut beban dengan

sikap yang tidak ergonomis, vertebra yang tidak normal, atau akibat penyakit tertentu seperti

penyakit degeneratif. Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian LBP meliputi

karakteristik individu misalnya usia, jenis kelamin, body mass index (BMI), tinggi badan,

kebiasaan olahraga, dan lama kerja (Gaya, 2016).

Low back pain (LBP) merupakan salah satu kondisi kesehatan yang paling umum

dengan biaya perawatan yang relatif mahal. LBP juga termasuk dalam kondisi

muskuloskeletal paling umum yang diobati oleh fisioterapis. Sebagai fenomena

biopsikososial yang kompleks, penerapan model medis untuk menggambarkan LBP tidak

hanya dari segi medis, namun secara komprehensif dari segi disabilitasnya dapat

membantu klinisi untuk


5
merancang terapi rehabilitatif yang tepat bagi pasien, tidak hanya itu dengan menggunakan

6
International Classification atau ICF, dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar sektor,

tidak hanya kesehatan, sarana umum, kebijakab, pendidikan, ketenagakerjaan, dan lain-lain,

agar populasi dengan disabilitas dapat diberikan sarana dan fasilitas yang sesuai dengan

kebutuhan mereka (de Souza et al., 2021; Rundell et al., 2009).

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF)

2.1.1 Definisi ICF

ICF yaitu The International Classification of Functioning, Disability, and

Health, merupakan kerangka kerja WHO dalam mengukur kesehatan dan

disabilitasi pada tingkat individu dan populasi. ICF pertama kali disahkan oleh

191 negara anggota WHO pada World Health Assembly ke- 54 yang

diselenggarakan pada 22 Mei 2001, dimana ICF digunakan sebagai standar untuk

mengukur kesehatan dan disabilitas. ICF pada dasarnya serupa dengan ICD

(International Classification of Disease) dan ICHI (International Classification of

Health Interventions), ketiganya memiliki kode yang sama sehingga

memudahkan pencatatan dengan lebih detail (WHO. 2013).

2.1.2 Tujuan ICF

ICF merupakan sistem klasifikasi yang dirancang untuk berbagai bidang

dan sektor, misalnya edukasi, transportasi, kesehatan, dan komunitas serta dapat

digunakan di berbagai negara dan kultur. Tujuan dari ICF ialah :

1. Menyediakan dasar ilmiah untuk memahami dan mempelajari Kesehatan dan

bidang terkait, hasil, determinan, dan perubahan dalam status kesehatan dan

fungsi;

2. Membangun bahasa yang dapat digunakan bersama dalam menggambarkan

kesehatan dan bidang yang terkait guna meningkatkan komunikasi antara

8
pengguna yang berbeda, seperti pekerja kesehatan, peneliti, pembuat

kebijakan, dan

9
masyarakat, termasuk orang dengan disabilitas;

3. Memungkinkan perbandingan data antar negara, tenaga kesehatan, layanan,

dan waktu; dan Menyediakan skema pengkodean sistem informasi kesehatan

yang sistematis.

ICF telah diterima sebagai salah satu klasifikasi sosial oleh Perserikatan

Bangsa-Bangsa serta dapat menjadi alat yang tepat untuk pelaksanaan mandat

hak asasi manusia. Oleh karena itu, ICF memberikan kerangka kerja berharga

untuk memantau aspek hak-hak penyandang disabilitas, serta dalam perumusan

kebijakan nasional dan internasional (WHO, 2013; CDC, 2011)

2.1.3 Prinsip ICF

Terdapat 4 prinsip mengenai ICF yaitu :

a. Universalitas. Klasifikasi fungsi dan disabilitas harus berlaku untuk semua

orang tanpa memandang kondisi kesehatan dan dalam semua konteks fisik,

sosial, dan budaya. ICF dapat mencapai ini dan mengakui bahwa siapa pun dapat

mengalami disabilitas. Hal ini menyangkut fungsi dan disabilitas semua orang,

dan tidak dirancang, juga tidak seharusnya digunakan, untuk memberi label pada

orang dengan disabilitas sebagai kelompok sosial terpisah.

b. Paritas dan netralitas etiologikal. Dalam mengklasifikasikan fungsi dan

disabilitas, tidak ada perbedaan eksplisit atau implisit antara kondisi kesehatan

yang berbeda, baik 'mental' atau 'fisik'. Dengan kata lain, disabilitas tidak

dibedakan berdasarkan etiologi. Dengan memindahkan fokus dari kondisi

kesehatan ke fungsi, ini menempatkan semua kondisi kesehatan pada tingkat yang

1
sama, memungkinkan

1
perbandingan dengan menggunakan metrik yang sama. Lebih lanjut, ini

menjelaskan bahwa kita tidak dapat menyimpulkan partisipasi dalam kehidupan

sehari-hari hanya dari diagnosis saja.

c. Netralitas. Definisi domain dirumuskan dalam bahasa netral, sehingga

klasifikasi dapat digunakan untuk mencatat aspek positif dan negatif dari fungsi

dan disabilitas.

d. Pengaruh Lingkungan. ICF mencakup faktor-faktor lingkungan dalam

pengakuan peran penting lingkungan dalam fungsi individu. Faktor-faktor ini

mencakup beragam hal, mulai dari faktor fisik (seperti iklim, medan, atau desain

bangunan) hingga faktor sosial (seperti sikap, institusi, dan hukum). Interaksi

dengan faktor-faktor lingkungan adalah aspek penting dalam pemahaman ilmiah

tentang 'fungsi dan disabilitas' (CDC, 2011).

2.1.4 Model ICF

Dalam ICF, fungsi dan disabilitas adalah konsep multi-dimensi yang

berkaitan dengan:

a. Fungsi dan anatomi tubuh, serta gangguan yang terjadi (fungsi pada tingkat

tubuh);

b. Aktivitas individu (fungsi pada tingkat individu) dan batasan aktivitas yang

dialami;

c. Partisipasi atau keterlibatan individu dalam semua aspek kehidupan, dan

pembatasan aktivitas yang mereka alami (fungsi individu sebagai anggota

masyarakat);

1
d. Faktor lingkungan yang memengaruhi (dan apakah faktor tersebut menjadi

1
fasilitator atau penghambat).

ICF mengkonseptualisasikan tingkat fungsi seseorang sebagai interaksi

dinamis antara kondisi kesehatannya, faktor lingkungan, dan faktor personal. Ini

adalah model disabilitas biopsikososial, didasarkan pada integrasi model sosial

dan medis tentang disabilitas. Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 1,

disabilitas bersifat multi-dimensi dan interaktif. Semua komponen disabilitas

penting dan salah satunya dapat berinteraksi dengan yang lain. Faktor lingkungan

harus dipertimbangkan karena dapat memengaruhi segala hal serta dapat

diintervensi.

Meskipun faktor personal diakui dalam model interaktif yang ditunjukkan

dalam Gambar 1, saat ini mereka tidak diklasifikasikan dalam ICF. Faktor-faktor

tersebut memengaruhi bagaimana disabilitas dialami oleh individu, dan beberapa

di antaranya, seperti usia dan jenis kelamin, biasanya dimasukkan dalam

pengumpulan data.

ICF dapat memberikan atau menjadi dasar profil deskriptif pola fungsi

individu, bukan jawaban 'ya' atau 'tidak' apakah seseorang mengalami disabilitas.

Keputusan tentang di mana menarik batasan antara 'tanpa disabilitas' dan

'disabilitas' tergantung pada tujuan yang ada. Pengukuran individu, survei, dan

aplikasi lainnya harus didasarkan pada pemahaman ini serta pengetahuan bahwa

ada banyak dimensi disabilitas, dan mungkin ada banyak sudut pandang yang

harus dipertimbangkan. Tujuan pengukuran atau kebijakan yang berbeda dapat

menghasilkan keputusan yang berbeda tentang aspek disabilitas yang akan

difokuskan dan ambang batas yang relevan - dan akibatnya menghasilkan

1
pengukuran dan perkiraan yang berbeda pada tingkat individu atau populasi.

1
Tabel 1.1 menjabarkan mengenai definisi komponen ICF yang terdiri dari

kondisi kesehatan, anatomi dan fungsi tubuh, aktivitas, partisipasi serta faktor

yang mempengaruhi baik personal ataupun lingkungan. Tabel 1.2 menjabarkan

domain- domain yang dimiliki tiap komponen yang disusun berdasarkan

hierarkinya, kemudian gambar 1.1 menunjukkan interaksi antara komponen ICF

tersebut (WHO, 2021).

Fungsi tubuh : Fungsi fisiologis bagian tubuh

Anatomi tubuh : Bagian anatomi dari badan seperti organ, beserta komponennya

Gangguan : Masalah baik dari segi fungsi ataupun anatomis tubuh yang sifatnya

signifikan sehingga menyebabkan deviasi ataupun gangguan.

Aktivitas : Eksekusi/pelaksanaan suatu aktivitas oleh individu

Partisipasi : Keterlibatan dalam situasi kehidupan

Limitasi aktivitas : Kesulitan yang dialami seseorang dalam mengeksekusi aktivitas

Restriksi partisipasi : Masalah yang dihadapi seseorang saat berpartisipasi

Faktor lingkungan : Lingkungan fisik, sosial, dan sikap dimana seseorang hidup dan

berpartisipasi, dapat menjadi hambatan ataupun pendukung.

Functioning/fungsi : Istilah umum yang merujuk pada fungsi tubuh, anatomi tubuh,

aktivitas, dan partisipasi. Istilah ini mencerminkan aspek positif atau aspek netral dari

interaksi antara kondisi kesehatan seseorang dan faktor kontekstual individu (faktor

lingkungan dan personal)

1
Disability/disabilitas : Istilah umum yang merujuk pada gangguan, limitasi aktivitas,

dan restriksi partisipasi. Istilah ini mencerminkan aspek negatif dari interaksi antara

kondisi kesehatan seseorang dan faktor kontekstual individu (faktor lingkungan dan

personal).
Tabel 1.1 Definisi Komponen ICF (WHO, 2021)

Fungsi Tubuh : Aktivitas dan partisipasi :

 fungsi mental  Kegiatan belajar dan

 fungsi sensoris dan nyeri mengaplikasikan ilmu pengetahuan

 suara dan fungsi  Tugas dan kewajiban umum

 fungsi kardiovaskular,  Komunikasi

hematologi, immunologi, dan  Perawatan diri

sistem respirasi  Kehidupan rumah tangga

 fungsi digestif, metabolik, dan sistem  Interaksi interpersonal dan hubungan

endokrin  Kehidupan masyarakat, sosial, dan

 genitourinari dan fungsi reproduktif sipil

 neuromuskular dan fungsi

terkait gerakan

 fungsi kulit dan struktur yang berkaitan


Anatomis tubuh : Faktor lingkungan :

 Struktur sistem saraf mata, telinga, dan  Produk dan teknologi

struktur yang berkaitan  Lingkungan alam dan perubahan

 Struktur yang berkaitan dalam buatan manusia pada lingkungan

produksi suara dan berbicara  Dukungan dan hubungan

1
 Struktur kardiovaskular, imunologi,  Sikap

dan respirasi  Layanan, sistem, dan kebijakan

 Struktur berkaitan dengan

digestif, metabolik, dan endokrin

 Struktur genitourinaria, dan sistem

reproduktif

 Struktur berkaitan dengan gerakan

 Kulit dan struktur yang berkaitan

Tabel 1.2 Domain-domain komponen ICF (WHO,


2021)

Gambar 1.1 Model Interaksi Komponen ICF (WHO,2021)

1
2.1.5. Contoh dan Aplikasi ICF

Gambar 1.2 Contoh ICF (WHO, 2021)

Kegunaan ICF dalam sistem informasi dan statistik amat berpengaruh,

dengan adanya sistem klasifikasi yang menggunakan konsep dan bahasa yang

konsisten maka,
1
ICF dapat digunakan sebagai perbandingan data, penyediaan informasi, dan

2
pengetahuan. Dengan adanya satu kesepakatan mengenai definisi dari disabilitas

diharapkan dapat memberikan hasil yang baik bagi anggota komunitas dengan

disabilitas, serta menambah kualitas data yang konsisten dari berbagai sumber,

seperti lingkup pelayanan dan lingkup populasi.

Sistem ICF merupakan bagian dari WHO-FIC (WHO Family of International

Classification), dan bersifat melengkapi ICD (International Statistical Classification

of Diseases and Related Health Problems). Masalah kesehatan yang dialami

individu diklasifikasikan dengan ICD, versi terbaru ialah ICD-10, yang

menyediakan kode untuk penyakit, gangguan, ataupun masalah kesehatan lainnya,

yang kemudian jika dilengkapi dengan klasifikasi ICF yang menggambarkan fungsi

dan disabilitas berkaitan dengan masalah kesehatan yang dialami seseorang, maka

ICD-10 dan ICF menyediakan gambaran yang lebih berarti dan lengkap mengenai

kebutuhan kesehatan individu dan populasi.

Beberapa contoh nyata dari aplikasi sistem ICF ialah :

- Penggunaan ICF dalam sistem registrasi dan jaminan sosial penduduk Amerika Latin

- Dalam penggunaan klinis, ICF dapat digunakan sebagai kerangka kerja dalam

merencanakan terapi rehabilitasi

- Di Swiss, ICF digunakan dalam bidang pendidikan untuk mengorganisir bantuan

dan dukungan bagi individu dengan disabilitas di sekolah/kampus

- Di Italia, implementasi ICF dalam sektor ketenagakerjaan dan pendidikan

menunjukkan hasil yang baik.

2
2.2 Low Back Pain

2.2.1 Definisi Low Back Pain

Low back pain merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai

abnormalitas, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui; dan

didefinisikan berdasarkan lokasinya, yaitu di antara costa XII dan lipatan gluteal.

Nyeri ini seringkali disertai dengan nyeri pada salah satu maupun kedua kaki dan

berkaitan dengan gejala neurologis pada ekstremitas inferior. Kondisi ini

seringkali berkomorbid dengan kondisi lain seperti keadaan psikologis, sosial dan

biofisika sehingga berdampak pada proses penghantaran nyeri dan pengalaman

nyeri individual (Knezevic, 2021).

Low back pain mencakup spektrum berbagai jenis nyeri, yaitu nyeri

nosiseptif, nyeri neuropatik (radikular) yang menjalar ke kaki, dan dalam beberapa

kasus, nyeri nosiseptik, yang disebabkan oleh penguatan nyeri di SSP, sering kali

jatuh pada low back pain non-spesifik. Subtipe nyeri ini seringkali tumpang

tindih (misalnya, pasien dengan herniasi diskus yang mengalami nyeri punggung

dapat mengalami nyeri radikular dan gejala difus di luar pola patoanatomi)

(Knezevic, 2021).

2.2.2 Epidemiologi Low Back Pain

Low back pain (LBP) merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di

masyarakat. Dari tahun 1990 hingga 2017, LBP selalu menjadi masalah global.

Diperkirakan sekitar 7,5% dari total populasi mengalami LBP (Wu A et al.,

2020). Sekitar 50 – 80% dari setiap individu pernah mengalami NPB selama

masa hidupnya. Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point

2
prevalence rata-rata 30%. Di Indonesia diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa

2
Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi

pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6% (P. Meilani et.al., 2015)

Telah terjadi peningkatan baik jumlah pengidap LBP maupun prevalensi

LBP pada semua kelompok umur dari tahun 1990 hingga 2017. Meskipun

prevalensi LBP meningkat seiring bertambahnya usia hingga 80-89 tahun, jumlah

penderita LBP terbesar secara global saat ini dalam kelompok usia 50-54 tahun.

Peningkatan beban LBP secara keseluruhan kemungkinan didorong oleh penuaan

dan peningkatan populasi, namun mungkin ada faktor lain yang berkontribusi

akan hal tersebut (Wu A et al., 2020).

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

Columna vertebralis merupakan penyusun rangka axial yang paling utama,

umunya tersusun oleh 26 tulang yang masing masing terbagi menjadi 5 regio

yaitu, regio cevicalis, 12 regio thorakalis, 5 lumbalis, 1 sacralis dan 1 tulang

coccygeus. Pada orang dewasa umumnya memiliki tinggi sekitar 76 cm, dimana

seperempatnya merupakan bantalan yang disebut dengan diskus intervertebralis.

Sudut yang terbentuk antara bagian yang paling caudal dari vertebrae lumbalis

dengan tulang sacral disebut angulus lumbosacral (Netter, 2014)

Columna vertebralis berfungsi untuk menyanggah dan memberi stabilitas

pada kepala, gelang bahu, ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui

gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior dan merupakan

pilar utama tubuh. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi

spinales dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis.

Struktur kolumna ini fleksibel karena kolumna ini bersegmen segmen dan

2
tersusun atas vertebra, sendi

2
sendi dan bantalan fibrocartilage yang disebut diskus intervertebralis (Netter,

2014). Diskus intervertebralis berfungsi sebagai penyangga beban serta berfungsi

pula sebagai peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus fibrosus yang

merupakan anyaman serat fibroelastik hingga membentuk struktur mirip gentong.

Tepi atas dan bawah melekat pada "end plate" vertebra, sedemikian rupa hingga

terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi nukleus

pulposus yaitu suatu bahan

mukoplisakarida kental yang banyak mengandung air (Netter, 2014).

gambar 2.1 Anatomi kolumna vertebralis (Netter, 2014)

Persendian yang ada di columna vertebralis yaitu diskus

intervetebralis, persendian yang ada di arkus vertebralis (zygopaseal

joint/facet joint), articulation sacroiliaca, articulation atlantooccipitalis,

articulatio atlantoaxial, articulation dan articulatio costovertebrae, Tiga

Persendian yang disebut utama ada di bagian lumbosacral. Ligamenta yang

2
memperkuat persendian di columna vertebralis region lumbal meliputi

beberapa bagian antara lain

2
Ligamentum longutidunale anterior, Ligamentum longitudinale posterior,

Ligamentum flavum, Ligamentum interspinosus, Ligamentum

supraspinosus, Ligamentum Interspinosus (Netter,2014).

2.2.4 Etiologi Low Back Pain

Low back pain dapat disebabkan oleh karena kondisi infeksi, kondisi

degeneratif, neoplasma, trauma, gangguan kongenital, penyakit metabolik, dan

autoimunitas (Tabel 1). Dari berbagai etiologi tersebut, penyebab tersering low

back pain adalah penyebab mekanik seperti trauma pada vertebra, diskus maupun

jaringan lunak di sekitarnya. Penyebab kedua terbesar adalah akibat proses

degeneratif seperti osteoartritis dan osteoporosis. Faktor risiko terjadinya low

back pain antara lain aktivitas fisik yang berlebihan dalam jangka waktu yang

panjang, stres dan ansietas, mengangkat beban berat secara regular, overweight

dan obesitas, serta duduk dalam jangka waktu yang lama.

Penyakit degeneratif vertebra

Stenosis spinal dengan atau tanpa klaudikasio neurogenik Penyempitan

foramina intervertebralis atau recessus lateralis Kompleks diskus-osteofit

Hipertrofi facet

Protrusi diskus lateralis

Spondilosis dan spondilolistesis

Infeksi vertebra

Osteomielitis vertebralis

Abses spinal epidural

Septic disk

2
Meningitis

Lumbar arachnoiditis

Neoplasma - Metastasis, hematologi, tumor primer tulang

Trauma

Strain and sprain

Whiplash Injury

Penyakit metabolis

Osteoporosis

Esteosklerosis (Paget's disease)

Kongenital/perkembangan

Spondilolisis

Penyebab lain

Nyeri alih dari penyakit viseral (aneurisma aorta abdominalis) Postural

Sindrome psikiatri, nyeri kronis dan maligger

Tabel 1.3 Etiologi Low Back Pain (Wong et al., 2017)

Di antara perubahan struktur vertebra lumbal, degenerasi kartilago diskus

intervertebralis akibat usia merupakan penyebab utama low back pain pada lanjut

usia. Degerasi diskus umum terjadi pada wanita berusia 60 tahun atau lebih dan

biasanya berhubungan dengan hipertrofi faset. Dapat pula disebabkan oleh

stenosis canalis vertebra lumbal yang merupakan degenerasi terkait usia dari

badan vertebral, lengkungan tulang belakang, dan diskus intervertebralis, yang

terdiri dari kanal tulang belakang.

Mengingat perubahan hormonal post menopause, wanita lanjut usia lebih

2
rentan mengalami LBP dan osteoporosis. Berkurangnya massa tulang pada

individu lanjut usia dapat mengakibatkan perkembangan osteoporosis dan

peningkatan risiko fraktur tulang belakang non-traumatik osteoporosis. Rasa sakit

akibat patah tulang osteoporosis muncul secara tiba-tiba dan parah. Fraktur

biasanya sembuh, dan rasa sakitnya berkurang dalam 2 atau 3 bulan (Wong et al.,

2017; Yammoto, 2003).

2.2.5 Patogenesis Low Back Pain

LBP bersifat multifaktorial dan terdapat beberapa etiologi yang berkontribusi

terhadap patogenesis low back pain,

A. Degenerasi diskus

Struktur yang membentuk vertebra lumbalis yaitu otot, fasia, ligamen,

tendon, facet joint, elemen neurovaskular, vertebra, dan diskus

intervertebralis, yang semuanya rentan terhadap stresor biokimia,

degeneratif, dan traumatis. Diskus, yang mengandung 70-80% air, terdiri

dari anulus fibrosus luar dan nukleus pulposus dalam. Diskus intervertebralis

menyerap kejutan, mempertahankan gerakan vertebra, dan mendistribusikan

gaya aksial dan torsional. Selama penyembuhan, neovaskularisasi terjadi dan

saraf sensorik dapat menembus anulus dan nukleus pulposus yang

terganggu, dan menyebabkan sensitisasi mekanik dan kimia, dimana

karakteristik nyeri yang timbul yaitu nyeri diskogenik dapat meluas ke kaki

bagian atas dan kadang- kadang bagian bawah pada pola non-kulit

(Knezevic et al., 2021).

3
B. Radicular Pain

Low back pain yang meluas ke kaki, biasanya di bawah lutut (nyeri

3
radikuler), dapat terjadi akibat kompresi radiks saraf mekanik dan iritasi

kimiawi dari berbagai mediator inflamasi yang keluar dari diskus akibat

proses degenerasi. Tidak seperti nyeri alih dari sendi, otot, dan diskus, nyeri

biasanya menyebar dalam distribusi dermatomal. Hernia nukleus pulposus

adalah penyebab paling umum dari nyeri radikular, namun pada usia >60

tahun, penyebab tersering dari LBP adalah stenosis vertebra, paling sering

terjadi pada L4-L5 dan dapat terjadi akibat hipertrofi facet joint dan

ligamentum flavum, pedikel kongenital yang pendek, dan spondylolisthesis.

Stenosis vertebra dapat menyebabkan kompresi mekanis kronis yang

mengakibatkan cedera aksonal atau iskemia radiks saraf. Namun, perlu

diperhatikan bahwa hernia nukleus pulposus dan stenosis vertebra adalah

diagnosis radiologis, dan tidak semua orang dengan stenosis dan herniasi

mengalami nyeri (Knezevic et al., 2021).

C. Facet arthropathy

Facet joint (zygapophyseal joint) yang menghubungkan vertebra yang

berdekatan selalu berperan dalam membatasi gerakan vertebra, tetapi seiring

bertambahnya usia dan terjadi proses degenerasi pada diskus

intervertebralis, maka sendi ini juga berperan dalam menahan beban tubuh.

Facet joint rentan terhadap perubahan degeneratif, paling sering osteoartritis.

Nyeri facet joint pada daerah lumbal memiliki presentasi yang bervariasi;

level lumbal atas dikaitkan dengan nyeri non-dermatomal yang menonjol ke

aspek pinggul, panggul, dan lateral paha atas, yang berbeda dengan nyeri

yang dirasakan di aspek lateral atau posterior paha yang diamati dengan

3
level yang lebih rendah. Zygapophyseal joint L4-L5 dan L5-S1 yang paling

sering terkena terkadang

3
dapat menimbulkan gejala pseudoradikular yang meluas ke tungkai bawah

(Knezevic et al., 2021).

D. Nyeri myofasia

Otot, fasia, dan ligamen juga dapat menjadi sumber nyeri. Otot yang

berpotensi berkontribusi terhadap low back pain yaitu otot intrinsik yang

letaknya lebih profunda (misalnya, m. multifidus atau m. rotatores) dan m.

longissimus, m. semispinalis, dan m. iliocostalis yang lebih superfisial,

secara kolektif disebut sebagai otot erector spinae. Otot punggung

merupakan bagian integral dari kekakuan dan fungsi vertebra yang normal,

dan low back pain kronis dapat dikaitkan secara paradoks dengan atrofi dan

peningkatan aktivitas mioelektrik, yang konsisten dengan penelitian yang

menunjukkan peningkatan dan penurunan aktivasi tergantung pada konteks.

Patologi otot merupakan sumber low back pain yang sering salah

didiagnosis sebagai non-spesifik, dan sering muncul sebagai akibat dari

patologi primer lainnya. Nyeri myofascial dapat terjadi akibat penggunaan

berlebihan, cedera regangan akut atau robekan, dan spasme otot difus atau

lokal (misalnya, trigger point).

E. Nyeri Sacroiliac Joint

Sacroiliac joint dilingkupi dengan ligamen yang luas baik di bagian

dorsal maupun ventral, dan kapsul sendi di bagian anterior, sepertiga bagian

bawah dari sacroiliac junction. Meskipun nyeri sacroiliac joint paling sering

muncul di bokong, lebih dari dua pertiga individu akan mengalami nyeri

lumbal; pada sekitar 50% kasus, nyeri menjalar ke kaki, kadang-kadang di

3
bawah lutut. Ligamen maupun kapsul fibrosa dipenuhi dengan nosiseptor

yang

3
dapat menjadi sumber nyeri. Pada pasien lanjut usia, patologi intra-artikular

lebih sering menjadi penyebab nyeri sacroiliac joint, sedangkan pada

individu yang lebih muda lebih sering mengarah ke patologi ekstra-artikular

dengan penyebab trauma.

F. Spondiloarthropati

Spondiloarthropati mengacu pada penyakit reumatik inflamasi familial

yang mencakup ankylosing spondylitis dan psoriatic arthritis. Kondisi sistemik

ini biasanya mencakup beberapa sendi, dengan ankylosing spondylitis dan

axial spondyloarthritis mempengaruhi punggung bawah. Selain artritis facet

joint dan sacroiliac joint, manifestasi vertebra lainnya meliputi entesitis dan

autofusi. Prevalensi spondyloarthropathies bervariasi dari 0,2%-0,5% untuk

ankylosing spondylitis hingga 0,05%-0,25% untuk artritis aksial enteropatik.

2.2.6 Diagnosis Low Back Pain

A. Anamnesis

Sekitar 85% pasien datang dengan keluhan nonspesifik yang menyebabkan

kausa dari nyeri tidak dapat diketahui pada saat pasien pertama kali datang.

Terdapat beberapa karakteristik low back pain yang harus digali, seperti

(Cahya et al., 2021)

• Durasi (akut, subakut, dan kronis)

• Lokasi dan radiasi nyeri (aksial atau radikular)

• Keparahan nyeri (VAS maupun skala numerik)

• Karakteristik nyeri (terbakar, perih, nyeri tumpul, kekebasan, dan rasa seperti

3
tersengat listrik)

• Hal-hal yang memperingan/memperparah nyeri, serta hal-hal yang

menginisiasi nyeri

• Faktor sosial (pekerjaan dan kebiasaan)

• Riwayat nyeri sebelumnya

• Derajat fungsi hidup pasien

• Red flag (nyeri dada, demam dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan, disfungsi kandung kemih atau usus, riwayat karsinoma,

kesehatan yang buruk atau adanya penyakit medis lainnya, defisit

neurologis progresif, gaya berjalan terganggu, anestesi sadel, usia awitan

<20 tahun atau >55 tahun)

• Yellow flag (sikap negatif bahwa sakit punggung berbahaya atau

berpotensi melumpuhkan, perilaku menghindari rasa takut dan tingkat

aktivitas berkurang, harapan bahwa pengobatan pasif, daripada aktif, akan

bermanfaat, kecenderungan depresi, moral rendah, dan penarikan social,

masalah sosial atau keuangan)

• Keadaan psikologis pasien

Hal-hal di atas dapat membantu proses penegakan diagnosis terutama pada

pasien dengan keluhan non-spesifik. Sedangkan pasien dengan keluhan low

back pain yang spesifik yang disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti fraktur

vertebrae, malignansi, infeksi vertebra, spondiloartritis aksial, dan sindroma

kauda equina seringkali datang dengan red flags. Pasien yang dicurigai

memiliki sindroma kauda equina harus dirujuk ke spesialis bedah saraf dengan

3
segera, namun pada

3
pasien dengan kecurigaan abses maupun kanker masih dapat dilakukan

beberapa prosedur diagnostik untuk menegakkan diagnosis etiologic (Cahya et

al., 2021)

B. Pemeriksaan Fisis Umum

Pemeriksaan umum sudah dimulai pada saat penderita masuk ruang

pemeriksaan. Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda vital

dilengkapi dengan pemeriksaan head to toe sesuai dengan keluhan.

Adapun hal-hal yang diperhatikan pada pemeriksaan fisik umum antara

lain (Harsono, 2009) :

 Inspeksi

Klinisi melakukan inspeksi terhadap kurvatura yang berlebihan,

pendataran arkus lumbaris, adanya angulasi, pelvis yang asimetris,

muskulatur paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tubuh

yang abnormal. Observasi punggus, pelvis, dan tungkai selama

bergerak (berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring dan bangun dari

berbaring), ada tidaknya hambatan selama melakukan pergerakan.

Selain itu, pemeriksa juga memperhatikan ada tidaknya atrofi otot.

Bila kurang jelas, maka dapat dilakukan pengukuran diameter otot

dengan patokan tertentu seperti kaput fibula dan hasilnya

dibandingkan antara yang kiri dan kanan. Perlu pula diperhatikan

adanya fasikulasi, edema, dan perubahan warna kulit.

 Palpasi dan Perkusi

Palpasi terlebih dahulu diraba pada daerah yang tidak nyeri

3
kemudian menuju ke area yang terasa paling nyeri. Ketika meraba

4
kolumna vertebralis perlu dicari kemungkinan adanya deviasi lateral

atau antero-posterior.

 Pemeriksaan Range of Motion

Dilakukan baik secara aktif, yaitu pasien sendiri yang melakukan

gerakan dengan instruksi pemeriksa, ataupun pasif dimana pemeriksa

yang menggerakkan bagian tubuh tertentu pasien, sambil diamati

adanya nyeri dan/atau keterbatasan gerak, spasme, kelemahan ataupun

atrofi otot. Tabel 1.3 menyediakan gerakan dari vertebra pars

thoracolumbal.

Flexi thoracolumbal 0°-90°

Extensi thoracolumbal 0°-30°

Left lateral flexion 0°-30°

Right Lateral flexion 0°-30°

Left lateral rotation 0°-30°

Right Lateral Rotation 0°-30°

Tabel 1.3. Range of Motion Vertebra pars


thoracolumbal (Anindhita et al., 2017)

 Pemeriksaan Sensoris pada Extremitas

Modalitas yang diperiksakan yaitu nyeri, temperatur, vibrasi,

dan proprioseptif, pada tes sensorik nyeri digunakan jarum steril, vibrasi

dengan menggunakan garpu tala, kapas untuk raba halus, dan

proprioseptif dengan menggerakkan jari-jari kaki kaki atau tangan.

Adanya gangguan sensorik dapat mengindikasikan gangguan baik pada

4
sistem saraf pusat ataupun sistem saraf perifer, dimana lesi pada

medulla spinalis akan

4
muncul sebagai gangguan sensoris, radikulopati memberikan gambaran

gangguan sensoris sesuai dengan dermatom, dan neuropati memilki

distribusi glove and stocking.

T10 – setinggi umbilicus

T12, L1,2,3 – area pada bagian anterior paha diantara ligament

inguinalis dan lutut

L4 – medial tungkai bawah

L5 – lateral tungkai bawah dan bagian punggung kaki

S1 – malleolus lateral dan bagian lateral dan plantar

kaki S2,3,4 – sekitar anus

Gambar 2.2 Peta Dermatom Tubuh (Netter,2014)

C. Pemeriksaan Fisis Khusus

Pemeriksaan fisik harus mencakup inspeksi, palpasi, rentang gerak,

4
pengujian kekuatan, manuver provokatif, dan penilaian neurologis

(kekuatan tungkai, sensasi, dan refleks tendon dalam). Beberapa latihan

provokatif membantu menunjukkan atau mengurangi kecurigaan

terhadap proses yang berbeda.

• Straight Leg Raise (SLR)

SLR dilakukan dengan mengekstensikan kaki pasien 30°-70°.

Nyeri kaki ipsilateral <60° menunjukkan tes positif untuk herniasi

diskus lumbal. Reproduksi gejala pasien saat gerakan pasif diantara

30°-60° dianggap sebagai tanda positif dan menunjukkan keterlibatan

radiks L4 sampai S1. Jika pasien tidak merasakan nyeri dengan

manuver SLR maka pemeriksa dapat melanjutkannya dengan bragard

test dengan melakukan dorsofleksi pada pergelangan kaki, sehingga

terjadi peregangan pada radiks lumbosacral, bragard test dianggap

positif jika muncul nyeri menjalar di bawah lutut (Berry et al., 2019;

Casiano, 2021)

 Manual Muscle Test

Metode yang paling umum diterima untuk mengevaluasi

kekuatan otot adalah menggunakan Medical Research Council

Manual Muscle Testing Scale. Metode ini melibatkan pengujian otot-

otot kunci dari ekstremitas atas dan bawah terhadap resistensi

pemeriksa dan menilai kekuatan pasien pada skala 0 sampai 5 sesuai

(Naqvi & Sherman,2021) :

0 Tidak ada aktivasi otot

4
1 Lacak aktivasi otot, seperti kedutan, tanpa mencapai
rentang gerak penuh
2 Aktivasi otot dengan gravitasi dihilangkan, mencapai
rentang gerak penuh
3 Aktivasi otot melawan gravitasi, rentang gerak penuh
4 Aktivasi otot melawan beberapa resistensi, rentang
gerak penuh
5 Aktivasi otot melawan resistensi penuh pemeriksa,
rentang gerak penuh
Tabel 2.2 Interpretasi manual muscle test (Naqvi & Sherman,2021)

• Patrrick test dan kontrak patrick test

Tes Patrick atau tes FABER (fleksi, abduksi dan eksternal rotasi)

dilakukan dengan pasien berbaring terlentang di atas meja

pemeriksaan. Pemeriksa membawa sendi panggul ke posisi FABER.

Satu lutut ditekuk 90°, dan kaki sisi yang terkena diistirahatkan pada

lutut sisi yang berlawanan. Selanjutnya, pemeriksa menekan

kontralateral anterior superior iliac spine (ASIS) ke meja dan

mendorong lutut yang ditekuk ke bawah ke arah meja. Tes ini

dianggap positif jika pasien merasakan nyeri pada Sacroiliac joint di

sisi tempat lutut berada tertekuk. Pada titik ini, nyeri di bokong

menunjukkan disfungsi Sacroiliac joint sedangkan nyeri di daerah

inguinal bisa mengindikasikan patologi pinggul atau dicurigai terkena

coxitis (Nejati et al., 2020; Raj et al., 2021)

Tes kontra Patrick dilakukan dengan melakukan fleksi pada lutut

kemudian rotasi internal hip dan adduksi sendi lutut. Dikatakan

4
positif jika timbul rasa nyeri pada garis sendi sakroiliaka dapat berarti

terdapat

4
suatu keadaan patologis (arthritis), baik berupa nyeri yang menjalar

sepanjang tungkai maupun yang terbatas pada daerah gluteal atau

sacral saja (Fadhila, 2017).

• Sicard test

Tes ini merupakan pemeriksaan straight leg raising test yang

ditambahkan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki. Modifikasi yang

dilakukan adalah pada modified Sicard test adalah bila sudut fleksi

panggul yang dilakukan sebelumnya sudah mencapai 70°, ibu jari

kaki kemudian di dorsofleksikan, bila nyeri menjalar di bawah lutut

maka pemeriksaan ini akan dianggap positif. Dorsofleksi ibu jari

mempunyai sensitivitas 33% dan spesifisitas 83% untuk mendeteksi

radikulopati L5, serta mempunyai sensitivitas 15% dan spesifisitas

76% untuk mendeteksi radikulopati S1 (Iversen et al., 2013)

• Gaenslen Test

Pasien berbaring terlentang, dengan kaki sisi yang diuji

tergantung di tepi meja dan kaki lainnya tertekuk ke dada. Pemeriksa

memberikan tekanan kuat pada lutut yang tertekuk, dan tekanan balik

diterapkan pada lutut kaki yang menggantung. Prosedur ini kemudian

diulang pada sisi yang berlawanan. Tes dianggap positif jika pasien

merasakan nyeri pada sisi kaki yang menggantung menandakan

adanya disfungsi sendi sakroiliaka (Nejati et al., 2020; Raj ma et al.,

2021)

D. Pemeriksaan Penunjang

4
 Laboratorium

4
Evaluasi laboratorium dapat dilakukan jika ditemukan red flag.

Penanda inflamasi seperti protein C-reaktif (CRP) dan laju

sedimentasi eritrosit (ESR) dapat menjadi tes yang berguna. Selain

itu, darah rutin (CBC) dan kultur darah dapat membantu dalam

diagnosis etiologi inflamasi, infeksi, atau keganasan. Pemeriksaan

laktat dehidrogenase (LDH) dan asam urat dapat membantu dalam

mendiagnosis suatu kondisi supresi sumsum tulang, misalnya pada

leukemia12. Analisis cairan serebrospinal adalah tes lain yang

berguna untuk dugaan neoplasma atau penyebab infeksi atau jika

ditemukan gejala radikulopati. Rekomendasi untuk pungsi lumbal

adalah gejala neurologis progresif, neuroimaging negatif atau non-

diagnostik, tanpa kanker primer yang diketahui, dan kegagalan

perbaikan segera setelah terapi.

 Radiografi

Foto polos tulang belakang lumbal memiliki kemampuan yang

terbatas dalam evaluasi etiologi radikulopati. Foto polos dapat

dilakukan pada pasien dengan kecurigaan fraktur vertebrae maupun

malignansi, dapat dilakukan foto posisi AP dan lateral pada

vertebrae lumbalis. Resolusi spontan dapat terjadi pada sebagian

besar gejala nyeri punggung bawah sehingga pencitraan

ekstensif biasanya tidak diperlukan pada

pasien dengan nyeri punggung bawah dengan durasi kurang dari

empat sampai enam minggu. (Alexender &Varacallo, 2021) Jika nyeri

4
punggung bawah gagal sembuh dalam satu hingga dua

5
bulan, MRI dianggap sebagai baku emas dalam mengevaluasi nyeri

punggung bawah radikular. Modalitas pencitraan yang optimal untuk

evaluasi radikulopati adalah MRI tulang belakang lumbar tanpa

kontras, yang dapat menunjukkan kompresi akar saraf. MRI dengan

kontras mungkin berguna atau diindikasikan dalam kasus di mana

tumor, infeksi, atau riwayat operasi tulang belakang sebelumnya.

2.2.7 Tatalaksana Low Back Pain

Tujuan dari terapi nyeri pinggang bawah adalah untuk menghilangkan nyeri,

menghambat progresivitas dan meningkatkan aktivitas maupun mobilitas untuk

meningkatkan fungsi hidup pasien serta disabilitas yang dapat ditimbulkan oleh

kondisi ini. Seluruh modalitas terapi harus didasari dengan rekomendasi untuk

tidak melakukan bed rest, tetap aktif dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti

biasanya. Pendekatan nonfarmakologis dapat dimulai dengan latihan fisik. Latihan

fisik yang direkomendasikan untuk nyeri pinggang bawah adalah dengan durasi

>12 minggu yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan mencegah

perburukan disabilitas. Tidak ada rekomendasi khusus terkait latihan fisik ini

sehingga latihan fisik yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan

individual, preferensi pasien dan kemampuan pasien untuk melakukannya.

Beberapa rekomendasi praktik tidak merekomendasikan terapi pasif seperti

manipulasi spinal atau mobilisasi spinal, masase dan akupunktur. Modalitas fisik

lain seperti ultrasonografi, TENS, dan lain-lain juga secara umum tidak

direkomendasikan. Terapi psikologis seperti relaksasi progresif, CBT dan

5
mindfulness-based stress reduction juga

5
direkomendasikan dilakukan pada pasien dengan nyeri pinggang bawah persisten

maupun pada pasien dengan nyeri radikular yang tidak merespon dengan baik

pada pengobatan sebelumnya (Foster et al., 2018).

Terapi farmakologis dilakukan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan

dengan terapi nonfarmakologis. Obatobatan yang direkomendasikan saat ini

adalah NSAID yang dapat digunakan pada pasien nyeri pinggang bawah akut,

maupun kronis, terlepas dari efek sampingnya terhadap sistem gastrointestinal,

hepar dan cardiorenal. Relaksan otot skeletal seperti diazepam, baclofen dan

gabapentin dapat dilakukan jangka-pendek; begitu pula dengan analgesik opioid.

Terapi intervensional dengan injeksi glukokortikoid untuk herniasi diskus dengan

radikulopati dikatakan bermanfaat pada keadaan kronis (Foster et al., 2018).

3.1 Konsep ICF pada Low Back Pain

Tabel 3.1 menyediakan kode ICD 10 berkaitan dengan masalah dan kondisi nyeri

punggung bawah, serta pada tabel 3.2 tertera kode ICF fungsi tubuh, anatomis tubuh,

aktivitas, dan partisipasi yang berkaitan dengan nyeri punggung bawah (Delitto et al.,

2023)

Kode ICD 10
Acute and Subacute Low Lumbosacral
Back Pain with Mobility M99.0 segmental/somatic
Deficits dysfunction
Acute, Subacute, and
Chronic Low Back Pain
M53.2 Spinal instabilities
with Movement
Coordination Impairments

5
M40.3 Flatback syndrome
Other specified
Acute Low Back Pain
intervertebral disc
with Related (Referred)
M51.2 displacement (lumbago
Lower Extremity Pain
due to displacement of
intervertebral disc)
Lumbar radiculopathy
Acute, Subacute, and M54.1
(neuritis or radiculitis)
Chronic Low Back Pain
Lumbago with sciatica
with Radiating Pain M54.4

M54.5 Low back pain


Acute or Subacute Low
Disorder of central
Back Pain with Related
nervous system, specified
Cognitive or Affective G96.8
as central nervous system
Tendencies
sensitivity to pain
M54.5 Low back pain
Disorder of central
Chronic Low Back Pain nervous system, specified
G96.8
with Related as central nervous system
Generalized Pain sensitivity to pain
Persistent somatoform
F45.4
pain disorder
Tabel 3.1 Kode ICD 10 Low back pain (Delitto et al., 2023)

Kode ICF (Nyeri punggung bawah akut disertai gangguan mobilitas)

b28013 Nyeri punggung

Fungsi Tubuh Nyeri di bagian tubuh yang spesifik, seperti nyeri


b28018
pada pantat, selangkangan, dan paha

5
b7101 Mobilitas beberapa sendi

Fungsi mobilitas sendi, yang spesifik sebagai


b7108
mobilitas pada segmen vertebral

s76001 Kolumna vertebra thorakal

Anatomis tubuh s76002 Kolumna vertebra lumbalis

s7401 Sendi pada daerah pelvis

Aktivitas dan
d4108 Membungkuk
Partisipasi

5
Kode ICF (Nyeri punggung bawah subakut diserti gangguan mobilitas)

b28013 Nyeri punggung

Nyeri di bagian tubuh yang spesifik, seperti nyeri pada


b28018
pantat, selangkangan, dan paha
Fungsi Tubuh
b7101 Mobilitas beberapa sendi

Fungsi mobilitas sendi, yang spesifik sebagai mobilitas


b7108
pada segmen vertebral

s76001 Kolumna vertebra thorakal

s76002 Kolumna vertebra lumbalis

s7401 Sendi pada daerah pelvis


Anatomis
s7402 Otot pada daerah pelvis
tubuh
s75001 Sendi hip

s75002 Otot paha

s75003 Ligamen dan fasia daerah paha

Aktivitas dan
d4108 Membungkuk
partisipasi

Kode ICF (Nyeri punggung bawah akut disertai gangguan koordinasi)

b28013 Nyeri punggung

Fungsi tubuh b28015 Nyeri pada ekstrimitas inferior

b7601 Kontrol volunter gerakan-gerakan kompleks

5
s7601 Otot-otot trunkus

Anatomis tubuh s7602 Ligamen dan fasia trunkus

s7402 Otot pada daerah pelvis

d4106 Memindahkan pusat gravitasi tubuh

Mempertahankan posisi tubuh, yaitu


Aktivitas dan
menjaga keselarasan trunkus, pelvis, dan
partisipasi d4158
ekstremitas inferior sehingga kolumna

vertebralis

segmen lumbal berada dalam posisi netral.


Tabel 3.2 ICF Low Back Pain (Delitto et al., 2023)

3.1.1. Contoh Kasus

Pasien berumur 53 tahun, berjenis kelamin perempuan, datang dengan

keluhan utama nyeri punggung bawah yang telah ia alami selama 28 tahun

terakhir, nyeri punggung bawah ini muncul tiba-tiba dan bersifat progresif,

namun nyeri terasa sama 3 tahun terakhir, dengan pengukuran skala nyeri

berdasarkan numeric rating scale pada saat pemeriksaan yaitu 5/10, jika dalam

kondisi paling nyeri dapat mencapai 10/10, dan 3/10 disaat terbaiknya.

Aktivitas yang memperparah keluhan yaitu seperti mengangkat beban,

membungkuk, dan duduk selama 15-20 menit. Pasien menjelaskan bahwa

intensitas gejala yang ia alami berubah-ubah setiap harinya, namun cenderung

memburuk pada sore/malam hari, pasien juga mengeluhkan 50% dari tidurnya

terganggu akibat nyeri punggung bawah yang ia alami. Hal yang dapat

memperingan nyeri seperti saat pasien dipijat, terapi panas, dan konsumsi obat

anti nyeri ibuprofen. Gejala yang berkaitan berupa rasa nyeri pada otot-otot
5
paraspinal yang disertai nyeri

5
dengan karakteristik berdenyut yang menjalar dari lateral pinggang menuju paha

bagian depan, pasien juga mengeluhkan adanya rasa kebas pada kedua kakinya

pada saat bangun tidur. Pasien tidak mengeluhkan saddle parasthesia,

inkontinensia, ataupun kelemahan dan inkoordinasi pada ekstrimitas bawahnya.

Riwayat medis lain yang dimiliki pasien ialah riwayat appendektomi,

tonsilektomi, histerektomi, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan depresi. Obat-

obatan yang ia konsumsi adalah sebagai anti depresi ; bupropion hidrokloride

dengan dosis 2x150 mg, lisinopril 1x10 mg dan hidroklortiazide (1x25 mg)

untuk hipertensi, metoclopramide 1x10 mg untuk GERD, serta lamotrigine

1x200 mg sebagai penstabil mood. Dalam pekerjaannya pasien mengangkat dus

berisi file-file pekerjaan dan duduk di depan komputer, hobinya adalah

berkebun, pasien ingin bisa mengerjakan pekerjaan dan hobinya dengan tingkt

nyeri 4/10

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, dengan menggunakan

kuesioner Oswestry Low Back Disability Questionnaire (ODQ) didapatkan

hasil 18/50 dan Beck Depression Index (BDI) 8/63 mengindikasikan bahwa

pasien memiliki gejala depresif yang minimal, selain itu berdasarkan Fear

Avoidance Belief Questionnaire (FABQ) didapatkan hasil 2/42, bahwa pasien

hampir tidak memiliki perilaku menghindar terhadap pekerjaan yang ia

lakukan akibat nyeri, namun berdasarkan kuesioner FABQ physical activity

dimana pasien cenderung menghindari aktivitas fisik diluar pekerjaan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis diamati, kurvatur lumbal tampak

berkurang, pelvic tilt ke arah posterior, dan hyperlordosis cervical. Selama

5
penilaian gerakan berjalan, tercatat bahwa terdapat pengurangan ekstensi

pinggul pada fase terminal stance di kedua sisi. Refleks patellar +1 pada kedua

sisi, dan refleks Achilles tidak dapat diinduksi. Fungsi miotomal dan

dermatomal normal. Pengukuran ROM lumbal saat berdiri didapatkan nyeri di

sisi kiri saat melakukan fleksi, gerak Ekstensi, miring ke kanan dan kiri tidak

menimbulkan nyeri. Pada saat dilakukan SLR timbul nyeri baik kanan kiri

dalam posisi 60°. Hasil pemeriksaan manual muscle test menunjukkan bahwa

kekuatan otot gluteus medius bilateral 3/5 dan kekuatan otot gluteus maximus

adalah 3/5 (Rundell et al., 2009).

Berdasarkan skenario yang telah dijabarkan diatas dapat dibuat hipotesis

bahwa penurunan kekuatan otot dan perbedaan panjang menyebabkan

instabilitas segmental dari vertebra yang terdampak, menyebabkan limitasi

dalam aktivitas seperti mengangkat, membawa benda, serta mempertahankan

posisi tubuh. Limitasi aktivitas ini diduga berpengaruh terhadap partisipasi

pasien dalam bidang pekerjaan, serta rekreasi dan waktu luang. Sehingga

karena adanya restriksi partisipasi menyebabkan kerusakan otot, penurunan

fungsi, dan penurunan mobilitas sendi yang lebih parah, tabel 3.3 menjabarkan

komponen ICF dari fungsi dan anatomis tubuh, limitasi aktivitas, dan restriksi

partisipasi yang dialami pasien pada kasus diatas (Rundell et al., 2009).

6
Fungsi dan anatomis
Aktivitas Partisipasi
tubuh
Perspektif Nyeri punggung yang Tidak bisa
Mengangkat beban
pasien menjalar hingga paha berkebun
Penurunan
Rasa Kebas Membungkuk
aktivitas
Duduk selama 30 menit Tidur terganggu
Perspektif 1. Penurunan fungsi
1. Mengangkat dan 1. Pekerjaan
Rehabilitasi dan kekuatan otot
membawa objek (d430) (d850)
Medik (b730)
2. Penurunan 2. Rekreasi dan
2. Mempertahankan posisi
mobilitas fungsi sendi waktu luang
tubuh (d410)
(b710) (d920)
3. Gait pattern (b770)
Faktor konstektual
- Wanita, 53 tahun
Personal
- Perilaku menghindari aktivitas fisik diluar pekerjaan
Pendukung :
- Desain bangunan dan teknologi bangunan untuk penggunaan pribadi
Lingkungan (e155)
- Produk dan teknologi dalam pekerjaan (e135)
- Sistem, layanan, dan kebijakan ketenagakerjaan (e5950)
Tabel 3.3 Komponen ICF Sesuai Kasus (Rundell et al., 2009)

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Low back pain merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai

abnormalitas, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui; dan

didefinisikan berdasarkan lokasinya, yaitu di antara costa XII dan lipatan

gluteal. Low back pain dapat disebabkan oleh karena kondisi infeksi, kondisi

degeneratif, neoplasma, trauma, gangguan kongenital, penyakit metabolik,

dan autoimunitas. Dari berbagai etiologi tersebut, penyebab tersering low back

pain adalah penyebab mekanik seperti trauma pada vertebra, diskus maupun

jaringan lunak di sekitarnya. Penyebab kedua terbesar adalah akibat proses

degeneratif seperti osteoartritis dan osteoporosis. Penegakan diagnosis LBP

mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik khusus

ekstremitas bawah (pemeriksaan sensoris, motoris, refleks, provokasi), dan

pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.

Model WHO-ICF merupakan kerangka kerja yang bersifat

bidireksional oleh domain-domain yang disusun berdasarkan hierarki. Model

WHO-ICF dapat memberikan kerangka kerja yang efektif bagi fisioterapis

untuk lebih memahami pengalaman setiap individu terkait dengan

disabilitasnya dan membantu dalam memprioritaskan pemilihan perawatan.

Kondisi kesehatan LBP, merupakan kondisi berbasis gejala daripada

patologi berbasis jaringan


6
yang spesifik. Model WHO-ICF membantu dalam mengidentifikasi defisit

6
struktur dan fungsi tubuh serta pembatasan aktivitas. Intervensi yang

ditujukan pada kecacatan ini, faktor-faktor kontekstual, dan keterbatasan

tampaknya memengaruhi kondisi kesehatan dan tampaknya memengaruhi

aktivitas dan partisipasi.

6
Daftar Pustaka

Wu A, March L, Zheng X, Huang J, Wang X, Zhao J, Blyth FM, Smith E,

Buchbinder R, Hoy D. Global low back pain prevalence and years lived with

disability from 1990 to 2017: estimates from the Global Burden of Disease

Study 2017. Ann Trans Med 2020; 8(6): 299-313.

Gaya LL. Pengaruh Aktivitas Olahraga, Kebiasaan Merokok dan Frekuensi Duduk

Statis dengan Kejadian Low back pain. Jurnal Agromed Unila. 2015; 2(2):

186- 189

Patrianingrum, Meilani. Oktaliansah, Ezra. Surahman, Eri. Prevalensi dan Faktor

Risiko Nyeri Punggung Bawah di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah

Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. [JAP. 2015;3(1): 47–56]

Pergolizzi, J. V., Jr, & LeQuang, J. A. (2020). Rehabilitation for Low Back Pain: A

Narrative Review for Managing Pain and Improving Function in Acute and

Chronic Conditions. Pain and therapy, 9(1), 83–96.

https://doi.org/10.1007/s40122-020-00149-5

Shahrokhi M, Asuncion RMD. Neurologic Exam. [Updated 2023 Jan 16]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.

Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557589/

Rundell, S. D., Davenport, T. E., & Wagner, T. (2009). Physical therapist

management of acute and chronic low back pain using the World Health

Organization's International Classification of Functioning, Disability and

Health. Physical therapy, 89(1), 82–90. https://doi.org/10.2522/ptj.20080113

6
Wong AYL, Karppinen 2,3, Samartzis D. low back pain in older adults: risk

factors,management options and future directions. Scoliosis and Spinal

Disorders. 2017; 12(14): 1-23

de Souza, I.M.B.; Merini, L.R.; Ramos, L.A.V.; Pássaro, A.d.C.; França, J.I.D.;

Marques, A.P. Prevalence of Low back pain and Associated Factors in Older

Adults: Amazonia Brazilian Community Study. Healthcare 2021, 9, 539.

Vadala G, Russo F, Salvantore SD, Cortina G, Albo E, Paplia R, et al. Physical

activity for the treatment of chronic low back pain in elderly patients: a

systematic review. Journalof Clinical Medicine. 2020; 9(1023): 1-18 Hallisy

KM. Management of geriatric low back pain with tai chi. Journal of Geriatric

Medicine. 2020; 2(2): 31-38

Gaya LL. Pengaruh Aktivitas Olahraga, Kebiasaan Merokok dan Frekuensi Duduk

Statis dengan Kejadian Low back pain. Jurnal Agromed Unila. 2015; 2(2):

186- 189

Cahya SA, santoso WM, Husna M, Munir B, Kurniawan SN. Low back pain. Journal

of Pain, vertigo and headache; 2021: 1(1): 11-15

Knezevic NN, Candida KD, Vlaeyen JWS, Zundert JV, Cohen SP. Low back pain.

Lances. 2021; 398: 78-92

Negrini S, Zaina F, Romano M, Atanasio S, Fusco C, Trevisan C. Rehabilitation of

lumbar spine disorders: an evidence-based clinical practise approach. In

DeLisa's physical medicine & rehabilitation 5th ed. Wolters Kluwer. 2010:

850- 859

10. Netter, Frank H. Atlas of human anatomy 25th edition. Jakarta: EGC,. 2014

6
Yamamoto H. Low back pain due to degenerative disease in elderly patients.

JMAJ. 2003: 46(10); 433-438

Casiano ve, dydyk am, varacallo m. Back pain. (2021). In: statpearls [internet].

Treasure island (fl): statpearls publishing; Available

from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk538173/

Homayouni, k.,jafari, s. H. Dan yari, h. (2018). Sensitivity And Specificity Of

Modified Bragard Test In Patients With Lumbosacral Radiculopathy Using

Electrodiagnosis As A Reference Standard. Journal Of Chiropractic

Medicine., 17, 36-43.

Delitto, A., George, S. Z., Van Dillen, L., Whitman, J. M., Sowa, G., Shekelle, P.,

Denninger, T. R., Godges, J. J., & Orthopaedic Section of the American

Physical Therapy Association (2012). Low back pain. The Journal of

orthopaedic and sports physical therapy, 42(4), A1–A57.

https://doi.org/10.2519/jospt.2012.42.4.A1

Airaksinen O, Brox JI, Cedraschi C, et al. Chapter 4. European guidelines for the

management of chronic nonspecific low back pain. Eur Spine J. 2006;15 suppl

2:S192-300. http://dx.doi.org/10.1007/ s00586-006-1072-1

Albaladejo C, Kovacs FM, Royuela A, del Pino R, Zamora J. The efficacy of a short

education program and a short physiotherapy program for treating low back

pain in primary care: a cluster randomized trial. Spine (Phila Pa 1976).

2010;35:483-496. http://dx.doi.org/10.1097/ BRS.0b013e3181b9c9a7

Altman R, Alarcon G, Appelrouth D, et al. The American College of Rheumatology

criteria for the classification and reporting of osteoarthritis of the hip. Arthritis

6
Rheum. 1991;34:505-514.

Andersson GB. Epidemiological features of chronic low-back pain. Lancet.

1999;354:581-585. http://dx.doi.org/10.1016/ S0140-6736(99)01312-4 9.

Arab AM, Salavati M, Ebrahimi I, Ebrahim Mousavi M. Sensitivity, specificity and

predictive value of the clinical trunk muscle endurance tests in low back pain.

Clin Rehabil. 2007;21:640-647. http://dx.doi.

org/10.1177/0269215507076353

Foster NE, Anema JR, Cherkin D, Chou R, Cohen SP, Gross DP, et al. Prevention

and treatment of low back pain: Evidence, challenges, and promising

directions. The Lancet. Lancet Publishing Group; 2018. 391:2368–83.

Shahdevi NK, Made AHS, Sri BR, Masruroh R. Complex Regional Pain Syndrome

(CRPS) diagnosis : A case report. Journal of Pain, Headache and Vertigo

(JPHV); 2020. 1(1):1-3. DOI : https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2020.001.01.1

Anda mungkin juga menyukai