Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAKS

DISUSUN OLEH:

NAMA: SESILIA GRATIA HAMBUR


NIM: 19201059

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIKA SANTU PAULUS RUTENG
2021/2022
BAB I
KONSEP DASAR PNEUMOTHORAX

1. PENGERTIAN PNEUMOTHORAX
Pneumothorax adalah kondisi medis darurat ketika udara terperangkap
di rongga pleura antara paru-paru kiri dan kanan. seluruh bagian dari paru-
paru dapat kolaps sehingga dapat menyebabkan penurunan fungsi jantung dan
organ tubuh lain. Kondisi ini akan sangat berbahaya ketika udara terus
menerus masuk ke dalam rongga pleura akan dapat menekan paru-paru dan
jantung sehingga dapat menyebabkan henti jantung (Malik, 2020).
Pneumotoraks adalah akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga dada. Biasanya
pneumotoraks merupakan hasil dari kebocoran udara dari dalam paru-paru. (Winni GB,
2017).
Pneumotoraks adalah kumpulan udara atau gas yang abnormal di ruang pleura yang
memisahkan paru-paru dan dinding dada. Dibedakan tingkat keparahan berdasarkan jenis,
lokasi dan penyebab. Pneumotoraks menimbulkan beberapa dampak yang dialami
penderita, ialah dampak fisiologi, fisik serta ekonomi. Setiap dampak tersebut memilki
permasalahan yang berbeda. (Darmawan, 2015).

2. KLASIFIKASI PNEUMOTORAKS

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan


berdasarkan penyebabnya. Pada keadaan normal ronggapleura tidak berisi
udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan dan traumatik.
a. Pneumotraks Spontan

Pneumotorak spontan merupakan pneumothoraks yang terjadi


tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik),
terbagi menjadi dua yaitu:
b. Pneumotoraks spontan primer (PSP): terjadi tanpa disertai penyakit paru
sebelumnya.
c. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS): terjadi karena adanya penyakit
paru yang mendasarinya seperti tuberkulosis paru, PPOK, pneumonia,
asma bronkial, tumor paru, dan sebagainya.
d. Pneumotoraks traumatik berdasarkan kejadian:
 Pneumotoraks traumatik non iatrogenik : terjadi karena jejas
kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka
maupun tertutup, barotrauma.
 Pneumotoraks traumatik iatrogenik : terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis
e. Pneumotorak berdasarkan fistulanya:
 Pneumotoraks tertutup : tekanan udara di rongga pleura sedikit
lebih tinggi di bandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks
kontralateral tetapi tekanan masih lebih rendah dari tekanan
atmosfer.
 Pneumotoraks terbuka: terjadi karena luka terbuka pada dinding dada,
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut.
 Tension pneumotoraks: terjadi karena mekanisme chekvalve yaitu pada
saat inspirasi udara masuk ke rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi
udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.

3. ETIOLOGI PNEUMOTORAKS
Adapun etiologi Tension Pneumothoraks, antara lain:
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada
orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi dalam
ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru,
emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB),
Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi thoracentesis,
trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan, ventilasi mekanik
tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera
tumpul atau menembus. (Siswanto, Chanyaningtyas: 2020).

Penyebab lain tension pneumothoraks, antara lain :


a. Penyakit paru – paru, seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik),
infeksi paru – paru atau cystic fibrosis
b. Cidera pada dada, misal luka tembak atau tulang rusuk yang patah
c. Pecahnya kavitas pada paru – paru. Kavitas merupakan kantung abnormal
yang terbentuk didalam paru – paru akibat infeksi (TBC) atau tumor yang
dapat pecah.
d. Menggunakan alat bantu pernafasan atau ventilator. Penggunaan ventilator
dapat menjadikan tekanan udara dalam paru – paru menungkat dan beresiko
menyebabkan robeknya kantung udara di paru – paru. (Farly, 2019).

4. PATOFISIOLOGI PNEUMOTORAKS
Tension pneumothorax terjadi apabila udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru disebelahnya. Dari tempat ruptur
pleura udara dapat masuk ke rongga pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Pada
saat inspirasi udara memasuki rongga pleura namun tidak dapat dikeluarkan pada saat
ekspirasi dikarenakan tertutup oleh tempat yang ruptur. Tekanan udara akan melampaui
udara birometrik dikarenakan saat inspirasi akan terdapat lebih banyak lagi udara yang
masuk. Peningkatkan udara ini menyebabkan atelectasis kompresi karena udara akan
mendorong paru dalam keadaan recoiling.
a. Udara yang menekan mediastinum akan mengakibatkan kompresi dan
pergesaran jantung dan pembuluh darah besar. Udara yang semakin menumpuk
dan tekanan yang meningkat dapat mengakibatkan kolaps paru. Pada foto polos
thorax akan tampak adanya lesi diparenkim paru yang normal, yang dibatasi
oleh membrane fibrous yang tipis dan irregular. Pada keadaan infeksi selain
terdapat udara juga dapat berisi cairan. Udara yang terus menumpuk dan
tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang
tertekan dan aliran balik vena menurun. Selain dapat mengakibatkan obstruksi
pada jaringan pulmo yang berdekatan juga dapat mengakibatkan tekanan pada
pulmo kontralateral serta jantung, trakea, esophagus, dan pembuluh darah besar
berpindah ke sisi yang sehat sehingga dapat mengganggu fungsinya. . (Aziz,
2017).
5. PATHWAY

Pneumothoraks

p. tertutup p. p. terbuka
tension

Cedera Kelanjutan dari Trauma dada


tumpul pneumothoraks penetrasi
tertutup, trauma
Rusuk yang dada penetrasi
Terputusnya fraktur (menusuk Udara
kontuinitas tulang dan merobek
Udara memasuki terisap ke
dan jaringan membrane ruang pleura dalam ruang
pleura) intra pleural
(pada saat
Nosiseptor inspirasi) dan
mengeluarkan zat tidak dapat keluar
Peningkatan Peningkatan
kimia bradikidin pada saat
tekanan intra tekanan
pleural dan intrapleural
Menurunnya mengempiskan Akumulasi udara
ambang nyeri paru dalam rongga dada
Paru menjadi
(tekanan positif)
kolaps
Terjadi kolaps
Nyeri
pada alveolus- - Pergeseran
alveolus mediastinum Penurunan Pola napas
- Kompresi ekspansi paru tidak efektif
organ-organ
mediastinum

Resiko infeksi Insersi WSD Mobilitas terbatas

Kurang Pasien dan keluarganya Gangguan mobilitas fisik


Cemas menerim sering bertanya
a

(Sumber: Aziz A.H, 2017)


6. MANIFESTASI KLINIS
Tension Pneumothorax dapat diketahui atau dicirikan oleh beberapa atau semua
tanda dan gejala berikut seperti:
a. Nyeri dada
b. Air hunger yang berupa sensasi tidak bisa bernafas pada udara yang cukup atau
memerlukan oksigen yang lebih banyak dari biasanya sehingga menghasilkan
pernapasan yang dalam, cepat dan sesak napas
c. Tachypnea
d. Distress pernapasan
e. Tachycardia
f. Hipotensi
g. Pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit (deviasi
trakhea)
h. Tidak adanya suara napas unilateral
i. Peningkatan hemithoraks tanpa gerakan pernapasan
j. Distensi vena leher/jugularis
k. Sianosis
7. KOMPLIKASI

Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya


pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga
dapat terkena dampaknya.

Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian


menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran
ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension
pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah.

Tension Pneumotoraks terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks dan dapat


mengakibatkan kegagalan respirasi, piopheneumothorak, hidropneumotoraks, henti
jantung dan paru bahkan kematian. (Farly, 2019).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penujang pada Tension Peumotoraks, antara lain:
a. Foto Toraks PA :
 pleural line / garis pleura (+)
 hiperlusens
 jantung dan mediastinum terdorong ke arah paru sehat
 diafragma terdorong ke bawah
b. Analisa Gas Darah
c. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT-scan)
d. Pemeriksaan Endoskopi (torakostomi), pemeriksaan enoskopi ini dibagi
menjadi 4 derajat, yaitu:
• DERAJAT I
• DERAJAT II
• DERAJAT III
• DERAJAT IV
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
 Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
 Pemeriksaan EKG
 Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
 Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
 Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
 Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
 Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %
b. Penatalaksanaan Medis
 Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau
balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik
bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik, namun
plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita
selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan
terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan
mengembang.
 Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan
jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus
dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat
mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk mengurangi tekanan
intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin
memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan.
Termasuk dukungan ventilasi mekanik. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi
poskerolateral dan skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi,
subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic
Surgery (VATS). (Farly, 2019).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Demografi
Biodata pasien yang meliputi :
1) Identitas pasien
- Nama
- Umur
- Jenis Kelamin
- Agama
- Status perkawinan
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Tanggal Masuk
- No. Register
- Diagnosa medis

B. RIWAYAT KESEHATAN
1) Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali dating mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan,
dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah
da riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
2) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru dimana sering  terjadi pada pneumothoraks spontan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker
paru, asma, TB paru, dan lain-lain.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala  : Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.
2) Sirkulasi
Tanda     :
- Takikardia.
- Frekuensi tak teratur/disritmia.
- Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).
- Tanda Homman.
- TD: hipertensi/ hipotensi.
- DVJ
3) Integritas Ego
Tanda  : Ketakutan, gelisah.
4) Makanan/Cairan
Tanda  : Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus tekanan.
5) Nyeri/kenyamanan
Gejala     :
- Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.
-  Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumothorak
spontan).
- Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi pleural).
Tanda     :
- Berhati-hati pada area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
- Mengkerutkan wajah.
6) Pernapasan
Gejala     :
- Kesulitan bernapas, lapar napas.
- Batuk (mungkin gejala yang ada).
- Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru
(empiema/effusi), penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan.
- Pneumothorak spontan sebelumnya.
Tanda     :
- Pernapasan:peningkatan frekuensi/takipnea.
- Peningkatan kerja napas, penggonaan otot aksesori pernapasan pada dada dan
leher, retraksi interkotal, ekspirasi abdominal kuat.
- Bunyi napas menurun atau tidak ada.
- Fremitus menurun.
- Perkusi dada: Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak), bunyi
pekak diatas area yang terisi cairan (hemotoraks).
- Observasi dan palpasi dada: Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila
trauma atau kempes, penurunan pengembangan thoraks (area yang sakit).
- Kulit: Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.
- Mental: Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
- Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/terapi PEEP.
7) Keamanan
Gejala     :
- Adanya trauma dada.
- Radiasi/kemoterapi untuk keganasan.    
8) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala     :
- Riwayat faktor resiko keluarga; tuberculosis, kanker.
- Adanya bedah intratorakal/biopsi paru.
- Bukti kegagalan membaik

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan denagan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Resiko infeksi dan trauma pernapasan b/d tindakan invasif sekunder
pemasangan selang WSD
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (neoplasma)
4. Intoleransi akitivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Luaran Perencanaan


Keperawatan Keperawatan Keperawatan

Pola nafas tidak Setelah perawatan 1x2 jam 1. Manajemen Jalan Napas
efektif yang diharapkan pola napas membaik Observasi:
berhubungan dengan kriteria hasil:
- Monitor pola napas (frekuensi,
dengan - Dyspnea menurun kedalaman, usaha napas)
menurunnya dengan nilai 3 - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
ekspansi paru - Penggunaan otot bantu Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
sekunder terhadap napas menurun dengan kering)
peningkatan nilai 3 - Monitor sputum (jumlah, warna,
tekanan dalam - Pemanjangan fase aroma)
rongga pleura. ekspirasi dengan nilai 3
Terapeutik:
- Frekuensi napas menurun
dengan nilai 3 - Pertahankan kepatenan jalan napas

- Kedalaman napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-

menurun dengan nilai 3 thrust jika curiga trauma servikal)


- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan lender <15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi:

- Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi:

- Kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2. Pemantauan Respirasi

Observasi:

- Monitor frekuensi, irama,


kedalaman, upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik:

- Atur intervensi pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Resiko infeksi dan Setelah diberikan perawatan 1x2 1. Pencegahan Infeksi:


trauma pernapasan jam diharapkan tingkat infeksi Observasi
b/d tindakan invasif menurun dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi
sekunder - Demam menurun dengan local dan sistemik
pemasangan selang nilai 3 Terapeutik
WSD - Kemerahan berkurang - Batasi jumlah pengunjung

dengan nilai 3 - Berikan perawatan kulit pada area

- Nyeri berkurang dengan edema

nilai 3 - Cuci tangan sebelum dan sesudah

- Bengkak berkurang kontak dengan pasien dan

dengan nilai 3 lingkungan pasien


- Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang
benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi,
bila perlu.
2. Perawatan Selang:
Observasi
- Identifikasi indikasi pemasangan
selang
- Monitor kepatenan selang
- Monitor jumlah, warna dan
konsistensi drainase selang
- Monitor kulit di sekitar insersi
selang (mis. Kemerahan dan
kerusakan kulit)
Terapeutik
- Lakukan kebersihan tangan sebelum
dan setelah perawatan selang
- Berikan selang yang cukup panjang
untuk memaksimalkan mobilisasi
- Kosongkan kantong penampung,
sesuai indikasi
- Sambungkan selang dengan alat
penghisap, jika perlu
- Ganti selang secara rutin, sesuai
indikasi
- Lakukan perawatan kulit pada
daerah insersi selang
- Motivasi peningkatan aktivitas fisik
secara bertahap
- Klem selang saat mobilisasi
- Berikan dukungan emosional
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan selang
- Ajarkan cara perawatan selang
- Ajarkan mengenali tanda-tanda
infeksi.

Nyeri akut Setelah diberikan perawatan 1x2 1. Manajemen Nyeri


berhubungan jam diharapkan tingkat nyeri Observasi:
dengan agen cedera menurun dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis - Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(neoplasma) dengan nilai 3 nyeri
- Meringis berkurang - Identifikasi skala nyeri
dengan nilai 3 - Identifikasi respons nyeri non verbal
- Gelisah berkurang - Identifikasi faktor yang
dengan nilai 3 memperberat dan memperingan
- Kesulitan tidur berkurang nyeri
dengan nilai 3 - Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Identifikasi respon nyeri terhadap
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresue, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Intoleransi Setelah diberikan perawatan 1x2 1. Manajemen Nyeri


akitivitas jam diharapkan toleransi Observasi:
berhubungan aktivitas meningkat dengan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
dengan kriteria hasil: yang mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbangan - Keluhan lelah menurun - Monitor kelelahan fisik dan
antara suplai dan dengan nilai 3 emosional
kebutuhan oksigen. - Dispnea saat aktivitas - Monitor pola dan jam tidur

menurun dengan nilai 3 - Monitor lokasi dan

- Dispnea setelah aktivitas ketidaknyamanan selama melakukan

dengan nilai 3 aktivitas


Terapeutik:
- Sediakan limgkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenanngkan
- Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
Edukasi:
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat,
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan atau implementasi merupakan tahap keempat dalam proses


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan yang telah direncanakan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikais, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman dalam hak-hak
pasien dan perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan ada tiga tindakan
yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.

b. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan


bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan.
c. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang.
d. Kolaboratif : tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama. (Aziz, 2017).
G. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi terbagi
atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa
keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, AH. 2017. Bab II Tinjaun Pustaka Dokumentasi Keperawatan. Diakses tanggal 1
Oktober 2020.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta


PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta

Siswanto, A. H., Setyawan, & Chanyaningtyas, M. E. (2020). Gambaran Pengetahuan


Perawat Dalam Penanganan Awal Tension Pneumothorax di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kabupaten Karanganyar. 34, 1–16.

Winnie GB. Pneumothorax. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
textbook of pediatric. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders elsevier; 2007.1835-37.

Darmawan, A. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Pneumotoraks Di Ruang.

Intensive Care Unit Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Karya Tulis Ilmiah, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai