Anda di halaman 1dari 22

Referat

IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA

Pembimbing :

dr. Diah Astika Rini, Sp. A

Disusun Oleh :

Tresya Pratiwi Dwiwanto (21360092)

Gita Amalia (21360148 )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
DI RSUD JEND. AHMAD YANI METRO
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Paper:

Idiopatic Trombositopenia Purpura

Oleh:

Tresya Pratiwi Dwiwanto (21360092)

Gita Amalia (21360148)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan

klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jendreal Ahmad Yani Metro Fakultas

Kedokteran Universitas Malahayati tahun 2022

Metro, Agustus 2022

dr. Diah Astika Rini, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

saya panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga dapat menyelesaikan paper ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Diah Astika Rini, Sp.A selaku

pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan paper ini, serta

semua pihak yang telah membantu hingga selesainya tugas ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan paper ini

disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang

akan datang. Semoga ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Metro, Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kategori ITP menurut International Working Group ................................ 7

Tabel 1.2 Terapi ITP lini pertama standar …………………………………… ........... 11

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan .......................................................................................................................... 2
1.2.2. Manfaat ....................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi .......................................................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ................................................................................................................. 5
2.3 Etiologi ………............................................................................................................... 6
2.4 Gejala Klinis …............................................................................................................. 7
2.5 Diagnosis …................................................................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................................ 9

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trombositopenia di definisikan sebagai jumlah trombosit didalam sirkulasi

darah di bawah normal. Trombositopenia disebabkan antara lain oleh kegagalan

produksi trombosit, peningkatan konsumsi trombosit, distribusi trombosit

abnormal, dan peningkatan destruksi trombosit (Gupta, et al, 2019).

Trombositopenia autoimun atau Immune Thrombositopenic (ITP), merupakan

salah satu penyakit autoimun yang ditandai dengan jumlah trombosit kurang dari

100.000/μL (berdasarkan konsensus panel International Working Group (IWG),

2018) (Bergmann, et al, 2018).

Insiden ITP adalah 100 kasus per 1 juta orang pertahun dan setengah dari

kasus ini terjadi pada anak-anak. (Faried, et al, 2016) Angka kejadian ITP

meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data World Health Organization

(WHO), angka kejadian ITP dilaporkan 1.8 kasus/1000 persalinan di Finlandia. Di

Indonesia, Insiden ITP akut pada anak, 4 – 5,3 kasus per 100.000 per tahun,

distribusi hampir sama antara pria (52%) dan wanita (48%). Sekitar 7 – 28%

anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi ITP kronik, sehingga

diperkirakan terjadi pada 3 – 4 dari 100.000 kasus ITP dewasa per tahun

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2017). Insiden ITP

meningkat pada dewasa seiring dengan bertambahnya umur, antara umur 18

sampai 65 tahun dan pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria (2,6 : 1).

(Hashemi, et al, 2015).

1
Di Asia, 12 HPA dikelompokkan menjadi enam bineal (HPA1α/1β, 2α/2β,

3α/3β, 4α/4β,5α/5β, dan 15α/15β). (Kunichi TJ, 2017) Hasil penelitian

Rachmawati M., Mansyur A., 2019, pada populasi donor di Makassar,

menunjukkan frekuensi HPA-1α (100%), HPA-2α (100%), HPA-2β (80,83%),

HPA-3α (75,83%), HPA-3β (57,5%), HPA-4α (99,17%), dan HPA-5α (39,17%)

sampel penelitian mewakili semua suku (Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja) di

Makassar. Salah satu tes untuk mendeteksi konsentrasi Imunoglobulin-G anti-

Human Platelet Antigen (Ig-G anti-HPA) dapat dilakukan dengan metode Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Tes ini mendeteksi konsentrasi Ig-G anti-

HPA, sensitif mendeteksi Ig-G yang terikat pada trombosit tetapi kurang spesifik,

karena trombosit dari pasien dengan trombositopenia imun serta nonimun dapat

meningkatkan konsentrasi Ig-G anti-HPA. Meskipun nilai spesivisitas tidak tinggi

tetapi metode ini dapat diaplikasikan dalam pelayanan pasien, karena lebih mudah

dan lebih sederhana pelaksanaanya. (Alvina, 2011).

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas

demi memenuhi kewajiban dalam kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di

RSUD Ahmad Yani Metro tahun angkatan 2021-2022.

1.2.2 Manfaat

Manfaat penulisan referat ini adalah sebagai sumber bacaan tambahan

untuk tenaga medis pada umumnya dan untuk anak co-asst stase anak pada

khususnya, dengan harapan bahwa apa yang ditulis penulis dalam makalah ini

2
akan bermanfaat dan menambah wawasan pembaca mengenai idiopatik

trombositopenia purpura pada umumnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) adalah kelainan autoimun

yang ditandai dengan trombositopeni yang menetap (di darah tepi angka

trombosit < 150 x 109 /l) disebabkan karena ikatan antara antibodi dengan

antigen trombosit yang akan menyebabkan destruksi yang mengakibatkan

timbulnya ptekie, purpura, dan per-darahan mukokutan maupun perdarahan lain

(Emillia, 2020).

ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.

Idiopatik artinya penyebab yang tidak diketahui. Trombositopenia didefinisikan

sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 . Jumlah trombosit yang

rendah dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya

penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada menifestasi klinis hingga

jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-

keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukemia atau

penyakit hati (Price & Wilson, 20019).

Dikatakan juga bahwa ITP adalah keadaan trombositopenia (jumlah

trombosit yang rendah dengan hasil pemeriksaan darah lengkap lain serta apusan

darah tepi normal) pada pasien tanpa ada gejala klinis yang dihubungkan dengan

kondisi atau faktor yang menyebabkan trombositopenia (seperti infeksi human

immunodeficiency virus (HIV), systemic lupus erythematosus,

lymphoproliferative disorders, myelodysplasia, agammaglobulinemia, terapi

4
dengan obat tertentu, alloimmune thrombocytopenia, dan trombo-sitopenia

kongenital atau heriditer) (Emillia, 2020).

2.2 Epidemiologi

Insiden ITP adalah 100 kasus per 1 juta orang pertahun dan setengah dari

kasus ini terjadi pada anak-anak. (Faried, et al, 2016) Angka kejadian ITP

meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data World Health Organization

(WHO), angka kejadian ITP dilaporkan 1.8 kasus/1000 persalinan di Finlandia.

Di Indonesia, Insiden ITP akut pada anak, 4 – 5,3 kasus per 100.000 per tahun,

distribusi hampir sama antara pria (52%) dan wanita (48%). Sekitar 7 – 28%

anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi ITP kronik, sehingga

diperkirakan terjadi pada 3 – 4 dari 100.000 kasus ITP dewasa per tahun

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2017). Insiden ITP

meningkat pada dewasa seiring dengan bertambahnya umur, antara umur 18

sampai 65 tahun dan pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria (2,6 :

1). (Hashemi, et al, 2015)

Insiden ITP pada anak-anak antara 4 – 5,3 per 100.000. Biasanya terjadi

secara akut, sering meng-ikuti infeksi virus atau imunisasi. Sebagian besar anak-

anak tidak membutuhkan pengobatan dan 80-85% kasus akan membaik dalam 6

bulan. Sebanyak 15-20% akan menjadi bentuk ITP kronik. Insiden ITP kronik

pada anak-anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak-anak per tahun dan

prevalensinya 4,6 per 100.000 anak-anak pada suatu waktu tertentu (Price &

Wilson, 20019).

5
2.3 Etiologi

Berdasarkan etiologi, ITP dapat dikategorikan menjadi ITP primer dan

sekunder. ITP primer merupakan jenis ITP terbanyak, tidak ditemukan adanya

kondisi atau penyakit yang mendasari terjadinya ITP (Mcrae, 2017). ITP primer

paling banyak disebabkan karena autoantibodi IgG (Swinkles, 2018). IgG

sendiri berikatan dengan glikoprotein GPIIbIIIa di permukaan trombosit dan

GPIbIX-V yang banyak terdapat pada permukaan megakariosit (Zufferey, 2017).

Trombosit yang berikatan dengan IgG dapat dikenali oleh sel fagosit yang

membawa reseptor FcΎ, sehingga terjadi proses fagositosis dan destruksi

trombosit yang dimediasi oleh antibodi; terutama terjadi di limpa (Swinkles,

2018).

Selain itu, autoantibodi yang berikatan dengan megakariosit dapat

menghambat maturasi dan menyebabkan destruksi megakariosit. Destruksi yang

berlebihan menyebabkan trombopoietin tubuh tidak mampu menormalisasi

jumlah trombosit (Swinkles, 2017). ITP yang memiliki faktor yang mendasari

disebut ITP sekunder. ITP sekunder dapat disebabkan oleh infeksi, seperti virus

hepatitis C (HCV), human immunodeficiency virus (HIV), dan Helicobacter

pylori. Pada kasus infeksi, proses terjadinya ITP mungkin disebabkan antigen

virus yang mirip antigen trombosit, disebut juga molecular mimicry, yang

kemudian meningkatkan autoantibodi antiplatelet (Swinkles, 2017). Gangguan

autoimun dan limfoproliferatif juga dapat mendasari terjadinya ITP seperti

systemic lupus erythematosus (SLE) dan leukemia limfositik kronis.

Etiologi ITP primer masih belum jelas, faktor lingkungan dan genetik

berperan penting dalam pathogenesisnya. (Liu, et al, 2014) Diduga peningkatan

6
rasio sel T Helper, menyebabkan terbentuknya autoantibodi spesifik yang

mengikat trombosit dan megakaryosit sehingga trombosit mengalami percepatan

lisis dan bersihan di limpa dan hati. Autoantibodi tersebut pada tahap awal,

mengikat antigen yang melimpah yang ditemukan pada permukaan trombosit

yaitu pada Human Platelet Antigen (HPA)-αIIbβ3 (glikoprotein GP-IIb/IIIa).

Trombosit yang berikatan dengan antibodi, kemudian dikenali oleh Antigen

Precenting Cell (APC) melalui faktor kristalin reseptor mengaktifkan makrofag.

Trombosit kemudian mengalami internalisasi dan degradasi.

Proses yang terjadi selanjutnya, APC merangsang pembentukan

autoantibodi tidak hanya terhadap HPA-αIIbβ3 tetapi juga pada HPA-GP-Ib/IX.

Aktivasi APC dibantu oleh kostimulator (interaksi antara Cluster

Differentiation/CD154 dan CD40) mengekpresikan protein pada permukaan

makrofag. Protein yang dipresentasikan selanjutnya mengaktivasi sel T

menghasilkan sitokin dan mengaktifkan sel B untuk melepaskan antibodi

terhadap glikoprotein trombosit. (George and Rascob, 1998)(Johnsen, 2016).

2.4 Gejala Klinis

Perdarahan merupakan manifestasi klinis yang paling sering. Perdarahan

dapat terjadi pada mukokutaneus seperti rongga mulut dan kulit. Perdarahan

kulit dapat berupa purpura tanpa penyebab yang jelas, pada mukosa dapat

7
berupa mimisan, gusi berdarah, dan perdarahan saluran gastrointestinal

(Kistanguri, 2013). Perdarahan intrakranial dan saluran cerna sangat jarang

namun sangat berbahaya. Perdarahan intrakranial memiliki insidens kurang dari

0,2% dan terjadi pada jumlah trombosit kurang dari 10.000/µL (Kistanguri,

2013). Keluhan lain yang sering diabaikan adalah kelelahan (fatigue). Gejala ini

bisa terjadi pada pasien ITP dengan trombosit di bawah 10.000/ µL, perdarahan,

serta terapi steroid. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa rasa lelah dapat

dipengaruhi oleh meningkatnya sitokin inflamasi seperti IL-2 dan IFN-Ύ.2

Pasien ITP memiliki risiko tromboemboli disebabkan peningkatan

antiphospholipid antibodies (APLA) (Kistanguri, 2013).

2.5 Diagnosis

Diagnosis melalui beberapa pemeriksaan dasar seperti anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi, dan pemeriksaan sumsum tulang

belakang. Anamnesis untuk riwayat keluarga, riwayat perdarahan, riwayat

penyakit sebelumnya, serta penggunaan obatobatan. Pemeriksaan fisik lengkap

terutama pada bagian-bagian tubuh yang sering mengalami perdarahan seperti

mukokutan dan persendian; namun pada sebagian besar pasien ITP tidak

didapati kelainan pada pemeriksaan fisik (Stasi, 2012). Pada pasien ITP juga

perlu dicari adanya limfadenopati atau splenomegali untuk menyingkirkan

keganasan seperti gangguan limfoproliferatif (Mcrae, 2017). Pada pasien

dewasa perlu dilakukan pemeriksaan HCV dan HIV untuk menyingkirkan

kemungkinan ITP sekunder (Neunet, 2017). Pemeriksaan laboratorium apusan

darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang sangat penting. ITP

8
ditandai dengan menurunnya jumlah trombosit terisolasi kurang dari

100.000/µL (Neunet, 2017).

Trombositopenia terisolasi didefinisikan sebagai trombositopenia tanpa

gangguan morfologi serta jumlah eritrosit dan leukosit (Stasi, 2012). Menurut

American Society of Hematology, pemeriksaan sumsum tulang belakang tidak

perlu karena pemeriksaan apusan darah tepi yang cermat sudah dapat

menegakkan diagnosis ITP (Neunert, 2017). Pada pemeriksaan sumsum tulang

belakang, dapat ditemukan jumlah megakariosit meningkat atau normal, dapat

terjadi peningkatan jumlah megakariosit imatur (Kistanguri, 2013).

2.6 Penatalaksanaan

Pasien anak yang baru didiagnosis ITP dan tidak memiliki gejala

perdarahan atau perdarahan ringan (misalnya perdarahan kulit) tidak

membutuhkan terapi spesifik dan disarankan istirahat total (bed rest) (Neunet,

2017). Pasien dewasa yang baru terdiagnosis ITP dengan jumlah trombosit di

bawah 30x109 /L membutuhkan terapi walaupun tanpa perdarahan mukosa

(Neunet, 2017). Angka morbiditas dan mortalitas pasien dewasa meningkat

sehingga membutuhkan tatalaksana yang lebih kompleks dibandingkan pasien

anak. Hal ini karena banyak pasien ITP dewasa berkembang menjadi kasus

kronis dan risiko perdarahan menjadi lebih besar (Kistanguri, 2013). Target

trombosit agar mencapai kondisi hemostatik adalah 20-30x109 /L (Kistanguri,

2013).

Apabila jumlah trombosit di atas 50x109 /L, terapi tidak lagi diperlukan.

Pada ITP sekunder yang disebabkan infeksi HCV, eliminasi infeksi dengan

obat antivirus dapat meningkatkan trombosit dan menurunkan kadar titer

9
autoantibodi, namun interferon juga dapat menyebabkan trombositopenia.

Apabila terjadi perdarahan, IVIg dapat menjadi lini pertama.1 Pada ITP

sekunder yang berhubungan dengan HIV, terapi antiviral dapat langsung

diberikan; terapi ITP jika diperlukan adalah IVIg, kortikosteroid, dan anti-D

immunoglobulin (Zufferey, 2017).

Apabila penyebab ITP adalah H.pylori, dapat dilakukan eradikasi

H.pylori. Pada ITP primer, terapi lini pertama terdiri dari kortikosteroid, IVIg,

dan IV anti-D, sedangkan terapi lini kedua terdiri dari splenektomi dan

tindakan medis lain (Zufferey, 2017).

Terapi lini pertama

Kortikosteroid oral menjadi pilihan utama karena efek samping tidak

parah, dan tidak membutuhkan infus intravena, terdiri dari dua regimen, yaitu

prednison dan deksametason. Terapi prednison standar dengan dosis 1-2

mg/kgBB/hari, diberikan hingga terlihat respons, kemudian dosis dapat

diturunkan (tapered off). Deksametason diberikan per oral 40 mg/hari selama 4

hari berturut-turut dan dapat diulang hingga 3 siklus; dosis tersebut adalah

dosis tinggi. Pada penelitian Wei Y, et al, pengobatan ITP dewasa yang baru

terdiagnosis lebih menguntungkan dengan deksametason dosis tinggi

dibandingkan dengan prednisone (Wey Y, 2016).

Pada penelitian tersebut, keuntungan yang didapat adalah berkurangnya

gejala perdarahan terutama pada stadium awal ITP dan dosis tinggi

deksametason setara dengan pemberian prednison konvensional sehingga dapat

mengurangi efek samping penggunaan steroid jangka lama. Immunoglobulin

10
Intravena (IVIg) dapat digunakan jika membutuhkan peningkatan trombosit

secara cepat, terutama pada kasus perdarahan yang mengancam jiwa (Neunert,

2017).

Dosis IVIg adalah 0,8 – 1,0 g/kgBB dosis tunggal. Kontraindikasi

penggunaan kortikosteroid juga dapat menjadi dasar penggunaan IVIg.4 Terapi

IVIg memiliki beberapa kekurangan, misalnya biaya mahal, tidak nyaman saat

pemberian, serta efek samping yang dapat berupa trombosis, insufisiensi renal,

nyeri kepala, dan reaksi anafilaksis pada pasien defisiensi IgA. Anti-D

imunoglobulin merupakan terapi alternatif pasien ITP dengan Rho(D)-positif

dan belum menerima tindakan splenektomi. Dosis Anti-D imunoglobulin 50 –

75 µg/ kgBB intravena selama 2–5 menit. Anti – D imuoglobulin memiliki

efek samping hemolisis sehingga tidak boleh diberikan pada hemoglobin

kurang dari 10 g/dL, atau pada pasien dengan penurunan fungsi sumsum tulang

belakang. Terapi ini tidak efektif pada pasien Rh-negatif atau pasien yang telah

splenektomi (Zufferey, 2017).

11
Terapi Lini Kedua

Terapi lini kedua dapat digunakan pada pasien ITP yang resisten

terhadap kortikosteroid, IVIg, atau anti–D immunoglobulin, terdiri dari

rituximab, splenektomi, dan thrombopoietin receptor agonist. Belum ada

konsesus pilihan terapi lini kedua yang terbaik, splenektomi menghasilkan

waktu remisi yang lebih panjang daripada terapi lini kedua lain, namun

penggunaannya kini telah berkurang. Rituximab merupakan antibodi

monoklonal CD20. CD20 banyak terdapat pada permukaan sel B dan berperan

dalam perkembangan sel B. Rituximab menyebabkan apoptosis dan destruksi

sel B di limpa (Zufferey, 2017).

Deplesi sel B ini sendiri menghambat pembentukan anti-GPIIbIIIa dan

GPIb-IX-V antibodies. Rituximab biasanya digunakan sebagai terapi

antineoplastik pada limfoma.5 Untuk terapi ITP dapat digunakan dosis 375

mg/m2 sekali seminggu selama 4 minggu. Terapi ini memiliki beberapa

kelemahan seperti reaksi infus, serum sickness, dan aritmia. Rituximab

dikontraindikasikan pada pasien Hepatitis B. Thrombopoietin receptor agonist

(TRA) digunakan apabila terapi lini pertama serta splenektomi tidak berhasil

baik. Obat ini tidak mengurangi destruksi trombosit, tetapi meningkatkan

produksi trombosit dengan cara menstimulasi produksi megakariosit serta

berikatan dengan reseptor trombopoietin. Obat kelas ini yang tersedia adalah

romiplostim dan eltrombopag. Romiplostim merupakan fusi protein atau

peptiody yang menstimulasi produksi trombosit dengan mekanisme yang mirip

trombopoietin endogen. Obat ini diberikan satu kali tiap minggu sebagai

12
injeksi subkutan dengan dosis 1 – 10 µg/kg untuk menjaga jumlah trombosit di

atas 50.000/µL (Zufferey, 2017).

Eltrombopag adalah obat oral, memiliki molekul thrombopoietin receptor

agonist yang kecil dan memiliki mekanisme yang sama dengan romiplostim.2

Dalam penelitian Cheng, et al, eltrombopag berhasil meningkatkan jumlah

trombosit selama 6 bulan penelitian. Obat ini efektif pada pasien yang sudah

ataupun belum splenektomi dengan dosis 50 mg sehari sekali. Fungsinya sama

seperti romiplostim yaitu menjaga agar jumlah trombosit tetap di atas

50.000/µL.11 Splenektomi Limpa merupakan tempat destruksi trombosit,

sehingga splenektomi dapat mengembalikan jumlah trombosit fisiologis pada

pasien ITP.7,13 Tindakan ini efektif hingga saat ini (Johnsen, 2016).

Penderita yang telah menjalani spelenektomi akan membutuhkan plasma

enam kali lipat lebih banyak untuk mengalami trombositopenia. Sebanyak 66%

pasien yang telah menjalani splenektomi mengalami remisi komplit, yaitu

jumlah trombosit normal tanpa terapi lain selama observasi rata-rata 29 bulan

(Johnsen, 2016).

13
BAB III

KESIMPULAN

ITP adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan jumlah trombosit terisolasi

kurang dari 100.000/µL, dapat tanpa gejala. Anamnesis, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan apusan darah tepi berperan penting untuk diagnosis. Terapi steroid menjadi

terapi lini pertama, di samping IVIg dan anti-D; bila tidak berespons baik, dapat

digunakan terapi lini kedua. Pasien dengan trombosit di atas 30.000/µL tanpa gejala

tidak perlu diterap.

14
1. Gupta, V., V. Tilak, and B. D. Bhatia. 2008. “Immune Thrombocytopenic

Purpura.” Indian Journal of Pediatrics 75(7): 723–28.

2. Bergmann, Anke K., Rachael F. Grace, and Ellis J. Neufeld. 2018. “Genetic

Studies in Pediatric ITP: Outlook, Feasibility, and Requirements.” Annals of

Hematology 89(SUPPL. 1).

3. Faried, Jamila, Nasreen Gul, Waqar-ur-rehman Qureshi, and Muhammad Idris.

2016. “Original Article Clinical Presentations In Immune Thrombocytopenic

Purpura Address for Correspondence:” 24(2): 39– 40.

4. Hashemi A, Kargar F, Souzani A, Hazar N. 2015. “Acute Immune

Thrombocytopenic Purpura in Infants Key Words.” Iranian Journal of Pediatric

Hematology oncology 1(3): 104–9.

5. Liu, Chuan Chuan et al. 2014. “B Cells Facilitate Platelet Production Mediated

by Cytokines in Patients with Essential Thrombocythaemia.” Thrombosis and

Haemostasis 112(3): 537–50.

6. Johnsen, Jill. 2016. “Pathogenesis in Immune Thrombocytopenia: New

Insights.” Hematology / the Education Program of the American Society of

Hematology. American Society of Hematology. Education Program 2012: 306–

12.

7. Kunichi TJ., Nugent DJ. 2017. Churchill livingstone Elsevier Human Platelet

Alloantigens. Blood Banking and Transfusion Medicine. Basic Principle and

Practice.

8. Alvina. 2016. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura : Laboratory diagnosis and

management. 30 ;126-34.

15
9. Emilia G., Morselli M., Luppi M., et al. 2020. Longterm salvage therapy with

cyclosporin A in refractory idiophatic thrombocytopenic purpura. The American

Society of Hematology.

10. Price & Wilson. 2019. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran:EGC

11. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg Jr L, Crowther MA. The American

Society of Hematology 2017 evidence-based practice guideline for immune

thrombocytopenia. Blood. 2017;117:4190-207.

12. Kistanguri G, Mc Crae K. Immune thrombocytopenia. Hematol Oncol Clin North Am.

2013;3: 495-520.

13. Swinkels M, Rijkers M, Voorberg J, Vidarsson G, Leebeek F, Jansen A. Emerging

concepts in immune thrombocytopenia. Frontiers in Immunology. 2018;9:880

14. Neunert C. Management of newly diagnosed immune thrombocytopenia: Can we

change outcomes? Blood Advances. 2017;1(24):2295-301.

15. McCrae K. Immune thrombocytopenia: No longer 'idiopathic'. Cleve Clin J Med.

2017;78(6):358-73.

16. Michel M. Immune thrombocytopenic purpura: Epidemiology and implications for

patients. Eur J Haematol Suppl. 2009;71:3-7

17. Zufferey A, Kapur R, Semple JW. Pathogenesis and therapeutic mechanisms in immune

thrombocytopenia (ITP). J Clin Med. 2017;6(2). pii: E16. doi: 10.3390/ jcm6020016.

18. Neunert CE. Current management of immune thrombocytopenia. American Society of

Hematology. 2013;2013:276-82.

19. Stasi R. How to approach thrombocytopenia. Am Soc of Hematol. 2012;2012(1): 191-7

16
20. Wei Y, Ji XB, Wang YW, Wang Jx, Yang EQ, Wang ZC, et al. High-dose dexamethasone

vs prednisone for treatment of adult immune thrombocytopenia: A prospective

multicenter randomized trial. Blood. 2016; 127(3):296-302; quiz 370.

21. Bohn JP, Steurer M. Current and evolving treatment strategies in adult immune

thrombocytopenia. memo. 2018;11:241-6 12. Roorprai JK, Khamisa K. Is there a role

for biweekly romiplostim in the management of chronic immune thrombocytopenia

(ITP)? A report of three cases. Case Rep Hematol. 2018;2018:6037494.

17

Anda mungkin juga menyukai