Anda di halaman 1dari 3

B.

Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme

1. Saudagar dan Penguasa Lokal Nusantara


Posisi geografis Nusantara berada di dalam jalur perdagangan internasional antara negara
India dan Cina. Dengan posisi yang menguntungkan, saudagar dan penguasa lokal tidak menyia-
nyiakan kesempatan untuk turut andil secara aktif di dalam tatanan perdagangan internasional.
Selat Malaka juga menjadi penghubung antara dunia Arab dan India di sebelah barat laut
Nusantara dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara.
Dengan kondisi rute pelayaran yang ramai sejak awal abad II mendorong munculnya kota-
kota pelabuhan penting di sekitar jalur Selat Malaka, yaitu Malaka, Samudera Pasai, Sumatera
Timur, Jambi, Banten, Lasem, Tuban, Gresik, Makassar dan lainnya.
Kekuatan politik (kerajaan) di Nusantara lahir dari pertumbuhan jaringan perdagangan
internasional antar pulau. Kekuatan politik yang dimaksudkan salah satunya berada Sumatra
selatan yaitu Kerajaan Sriwijaya. Diperkirakan pada saat itu terdapat beberapa kerajaan besar di
tiga wilayah, yaitu Kalingga (Jawa Tengah), Tarumanegara (Jawa Barat), terakhir Singasari dan
Majapahit (Jawa Timur).
Hubungan politis antara kerajaankerajaan besar dengan kerajaan-kerajaan kecil atau
saudagar-saudagar yang berada di bawah kekuasaannya hanya sebatas mendapatkan hak dan
menjalankan kewajiban yang saling menguntungkan satu sama lain.
Keuntungan yang diperoleh dari kerajaan lokal yang lebih kecil adalah perlindungan, rasa
aman dan bernilai prestise atau rasa bangga karena memiliki hubungan dengan kerajaan-
kerajaan besar. Apabila dirasa sudah tidak mampu memberikan rasa aman, adalah hal yang
lumrah jika mereka membangkang dan berpindah kepada naungan kekuasaan kerajaan besar
lain yang dianggap lebih kuat. Keuntungan yang
dirasakan oleh kerajaan-kerajaan besar adalah pengakuan simbolik, kesetiaan dan
pembayaran upeti dan komoditi yang dipergunakan untuk perdagangan berskala internasional.
Kondisi hubungan seperti ini memperlihatkan bahwa di Indonesia sudah ada dinamika antar
saudagar dan penguasa lokal dalam gambaran jaringan perdagangan internasional pada masa
abad penjelajahan

2. Perang Antar Negara Eropa dan Upaya Menegakkan Hegemoni di Nusantara


Tahukah kalian bahwa peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia tidak
dapat terpisahkan dari interkoneksi dan kerjasama global? Berikut ini
adalah beberapa peristiwa sejarah global yang memiliki dampak pada jalan sejarah di Indonesia.
Perjanjian Tordesillas (7 Juni 1494) antara Spanyol dan Portugis di bawah perwalian Paus
Paulus Alexander VI merupakan satu titik awal dari ekspansi bangsa Portugis dan Spanyol
dalam melakukan penjelajahan dunia.
Tahun 1511 pelayaran Portugis yang dipimpin oleh D’Albuquerque berhasil menaklukan
Malaka, kemudian tahun 1512 sampai di Maluku. Tahun 1521 pelayaran Spayol yang dipimpin
Magelhans (yang kemudian digantikan oleh Yuan Sebastian Delcano) sampai di Maluku. Di
Maluku Portugis dan Spanyol terlibat perselisihan. Portugis bersekutu dengan Ternata
sedangkan Spanyol bersekutu dengan Tidore. Permusuhan diakhiri dengan perjanjian Saragosa
tahun 1526 yang menetapkan maluku menjadi kekuasaan Portugis.
Pada tahun 1596 Belanda yang di pimpin Cornelis De Houtman tiba di pelabuhan Banten.
Meskipun pada mulanya mengalami kegagalan, pelayaran-pelayaran berikutnya berhasil
membawa membawa barang dagangan dari Indonesia, bahkan tahun 1602 di bentuk VOC,
yang tujuannya untuk menghindari persaingan antar sesame pedagang Belanda dan
menggalang kekuatan untuk menghadapi persaingan dengan pedagang Eropa lainnya.
Sebagai kongsi dagang VOC dibekali hak-hak istimewa atau hak Oktroi oleh pemerintah
kerajaan Belanda. Hak-hak itu adalah:
1) Memonopoli perdagangan dari Tangjung Harapan ke timur sampai selat
Magelhaens
2) Mengangkat pegawai termasuk Gubernur Jendral
3) Menerbitkan mata uang sendiri
4) Membentuk angkatan perang
5) Mengadakan perang dengan raja-raja setempat
6) Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat
Pada akhir abad 18 VOC mengalami kemunduran dan pada tgl 31 Desember 1799 VOC
dibubarkan. Sebagai gantinya Belanda membentuk Pemerintahan Kolonial Hindia Belanada.

3. Melawan Kuasa Negara Kolonial


Apakah kalian pernah mendengar kalimat “Indonesia dijajah selama 350 Tahun?”.Apakah itu
benar? Jawabannya tidak sepenuhnya benar. Mengapa?
Sebelum abad 20, perlawanan terhadap klonialisme bersifat kedaerahan dipimpin oleh tokoh
tokoh daerah yang disegani termasuk Sultan. Umumnya perlawanan tidak terorganisiri dengan
baik, sedangkan penjajah seringkali menggunakan strategi devide et impera (politik adu domba)
sehingga tidak jarang bumi putera menderita kekalahan.
Perjuangan rakyat Indonesia sebelum abad 20 yang dipimpin oleh penguasa-penguasa lokal
dalam melawan kolonialisme dapat digolongkan
menjadi dua periode yakni
a. periode sebelum abad ke-19 dimana rakyat menghadapi VOC (yang dibubarkan pada
akhir tahun 1799)
b. periode setelah abad ke-19, menghadapi pemerintah Hindia

a. Periode Sebelum Abad Ke-19


 Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa
Dalam hal ini VOC mengadu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya
yang bernama Sutan Haji.
Setelah berhasil menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji menandatangi
perjanjian dengan VOC yang memuat :
1) Banten Menyerahkan Cirebon kepada VOC.
2) Banten harus menyerahkan monopoli perdagangan lada kepada VOC dan
menyingkirkan pedagang dari Persia, Cina dan India.
3) Banten harus membayar 600.000 ringgit jika melanggar janji.
4) Pasukan Banteng yang menguasai wilayah pantai dan pedalaman harus ditarik
kembali
 Perlawanan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram.
VOC di Batavia seringkali menghalangi kapal-kapal Mataram yang akan ke Malaka, hal
tersebut yang mendorong Mataram beberapakali mengirim penyerangan terhadap VOC
ke Batavia
 Perlawanan dari kesultanan Goa dan Tallo yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin
VOC bersekutu dengan Raja Bone, Arung Palakka.
Perjanjian Bongaya adalah perjanjian yang mengakhiri perlawanan Kesultanan Gowa-
Tallo dengan VOC.

b. Periode Setelah Abad Ke-19

Pada akhir tahun1799 VOC dibubarkan dan digantikan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda. Pada saat itu di Eropa terjadi Revolusi Perancis dan Belanda menjadi Negara
Boneka Perancis. Pada 1806 Napoleon Bonaparte kemudian mengangkat adiknya, Louis
Napoleon sebagai penguasa di Belanda.
Louis Napoleon mengangkat Herman William Daendels sebagai gubernur Jenderal di
Indonesia(1808-1811) dengan tugas mempertahankan pulau Jawa (indonesia) dari
serangan Inggris. Pada saat Daendels berkuasa rakyat sangat menderita yang luar biasa
terutama pada saat pembuatan Jalan Raya Post(Groote Post Weg) sepanjang ± 1000 km
dari Anyer hingga Panarukan. Karena tindakannya yang sangat kejam Daendels lalu di
gantikan oleh Janssens. masa pemerintahan Janssens inilah Jawa (Indonesia) jatuh ke
tangan Inggris di tandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Tuntang antara Inggris
dengan Belanda. Thomas Stamford Raffles dipercaya oleh Inggris untuk menjabat sebagai
gubernur jendral tahun 1811-1816. Keberadaan Inggris di Indonesia tidak lama karena
terjadinya perubahan politik di Eropa, yaitu kekalahan Napoleon Bonaparte (Perancis).
Akibatnya Belanda mendapatkan tanah jajahannya kembali yang diserahkan oleh Inggris
sesuai dengan isi Convention of London tahun 1814.
Kedatangan kembali Belanda tidak diterima baik oleh rakyat Indonenia, melainkan
disambut dengan perlawanan. Perlawanan itu antara lain :
1) Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Patimura
2) Perlawanan rakyat di Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro
3) Perlawanan rakyat di Sumatra (Palembang) yang dipimpin oleh Sultan Mahmud
Badaruddin
4) Perlawanan rakyat di Sumatra Barat (perang Padri) yang dipimpin oleh Imam
Bonjol
5) Perjuangan rakyat Tapanuli yang dipimpin oleh Sisingamangaraja
6) Perlawanan rakyat Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik
7) Perang Banjar (kalimantan) yang dipimpin Pangeran Antasari

Anda mungkin juga menyukai