Laporan-2020-Pusat 2-Uji Klinis Adaptif F
Laporan-2020-Pusat 2-Uji Klinis Adaptif F
TIAN
UjiKlinisAdaptifFaseIVaksi nyang
Berasaldar iSelDendr i
ti
kAut ologyang
Sebel umnyaDi inkubasidenganSpi ke
Pr otei
nSever eAcut eRespiratory
SyndromeCor onavirus-2( SARS-CoV-2)
padaSubj ekyangTi dakTeri
nfeksi
COVI D-19danTi dakTer dapatAntibodi
Ant iSARS-CoV- 2
MuhammadKar
yanadkk.
Pusl
it
bangSumberDayadanPel ayananKesehat
an
BadanPenel
it
iandanPengembanganKesehatan
Kementer
ianKesehatanRI
2020
LAPORAN PENELITIAN
Uji Klinis Adaptif Fase I Vaksin yang berasal dari Sel Dendritik Autolog yang
Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) pada Subjek yang Tidak Terinfeksi
COVID-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2
Dokumen ini bersifat rahasia dan hanya untuk dibagikan kepada tim peneliti pada judul
yang tertera pada dokumen, narasumber, komisi etik, atau komisi ilmiah. Dokumen
initidak dapat dibagikan kepada pihak lain tanpa izin tertulis dari pihak Balitbangkes.
09 Maret 2021
Uji Klinis Adaptif Fase I Vaksin yang berasal dari Sel Dendritik Autolog yang
Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS- CoV-2) pada Subjek yang Tidak Terinfeksi COVID-19 dan Tidak
Terdapat Antibodi Anti SARS- CoV-2.
JUDUL SINGKAT
IDENTITAS PENGUSUL
PENELITI UTAMA I
Nama : dr. Djoko Wibisono, Sp.PD – KGH
Asal Institusi : Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta
Alamat Kantor : Jl. Abdul Rahman Saleh Raya No.24, RT.10/RW.5, Senen, Kec.
Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10410
Telepon : +6281310406767
PENELITI UTAMA II
Nama : dr. Muhammad Karyana, M.Kes
Asal Institusi : Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan,
Balitbangkes
Alamat Kantor : Gedung Pusat 3 Jl. Percetakan Negara no. 29
Telepon : +62816789817
Email : mkaryana@gmail.com
PENELITI UTAMA SITE:
Nama : Dr. dr. Muchlis Achsan Udji Sofro, Sp.PD, K-PTI, FINASIM
Asal Institusi : RSUP Dr Kariadi
Telepon : +628122916803
Email : muchlis.aus@gmail.com
Balitbang
I Kemenkes-RS Dr.Karyadi
2
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
DAFTAR ISI
SURAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN .................................................................. II
ETHICAL APPROVAL .................................................................................................. XI
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG................................................ XII
JUDUL PENELITIAN ..................................................................................................... 2
JUDUL SINGKAT .......................................................................................................... 2
IDENTITAS PENGUSUL ................................................................................................ 2
DATA SAFETY MONITORING BOARD ........................................................................... 2
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... 6
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... 7
RINGKASAN UJI KLINIK ............................................................................................... 8
1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 16
13.4 Asuransi.......................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Balitbang
I Kemenkes-RS Dr.Karyadi
6
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
DAFTAR GAMBAR
Judul Uji Klinik : Uji Klinis Adaptif Fase I Vaksin yang berasal dari Sel Dendritik
Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) pada
Subjek yang Tidak Terinfeksi COVID-19 dan Tidak Terdapat Antibodi
Anti SARS-CoV-2
Judul Singkat : Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
Peneliti Utama : dr. Djoko Wibisono, Sp.PD – KGH
dr. Muhammad Karyana, M.Kes
Produk Investigasi : AV-COVID-19
Merupakan produk vaksin pencegahan infeksi COVID-19 yang
dibuat subjek spesifik. Hal ini dikarenakan produk ini terdiri dari sel
dendritic yang diambil dari sel peripheral blood mononuclear cell
(PBMC) dari subjek yang kemudian diinkubasi bersama SARS-CoV-2
recombinant S-protein.
Dalam perjalanan penelitiannya, belum bisa ditentukan obat yang terbukti efektif dalam
membunuh SARS-CoV-2, sehingga vaksin yang efektif masih menjadi satu-satunya harapan untuk
dapat mengakhiri pandemi COVID-19 ini. Salah satu metode vaksin yang tengah dikembangkan
saat ini adalah vaksin berbasis sel dendritik yang ditujukan untuk merangsang respon imun
terhadap antigen Spike (S) dari SARS-CoV-2. Vaksin berjenis dendritik ini adalah vaksin yang
bersifat spesifik terhadap individu dan berasal dari sel dendritik autologus yang merupakan
komponen dari sel mononuklear darah perifer (PBMC), di-loading dengan antigen protein Spike-
rekombinan dari SARS-CoV-2. Setelah diinjeksikan kedalam tubuh, vaksin tersebut akan bekerja
sebagai sel presentasi antigen (Antigen Presenting Cells/APC), dengan Protein Spike sebagai
epitope yang akan dikemas dalam Major Histocompatibility Complex (MHC). Selanjutnya,
kompleks antigen tersebut akan memicu respon imun humoral dan selular, yang diharapkan
mampu untuk melindungi resipien vaksin dari infeksi COVID-19 di masa yang akan datang. Untuk
augmentasi respon imun, perkembangan dan maturasi sel dendritik, sertadiferensiasi dan
aktivasi makrofag, studi pre-klinis menunjukkan bahwa penambahan Granulocyte-
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) adalah adjuvant yang baik dalam vaksinasi
berbasis sel dendritik ini.
Beberapa studi in-vitro dan in-vivo (model hewan) telah dilakukan untuk menguji efikasi dan
keamanan dari vaksin berbasis sel dendritik. Beberapa penyakit menular, seperti Herpes Simplex
Virus, Influenza Virus, dan HIV telah diuji secara preklinis dengan hasil yang cukup menjanjikan.
Beberapa uji klinis awal fase 1 dan 2 juga telah dilakukan untuk menguji efektivitas dan
keamanan vaksin ini sebagai terapi sel kanker, seperti kanker hepar, ginjal, kulit, ovarium dan
glioblastoma dengan profil keamanan yang baik dan hasil efikasi yang menjanjikan. Beberapa
efek samping ringan yang muncul dalam studi vaksin tersebut diantaranya terkait dengan
adjuvant GM-CSF, yang biasanya timbul sebagai reaksi lokal injeksi, pegal-pegal atau gejala mirip
flu (sakit kepala, letih, nyeri otot/sendi dan demam).
Vaksinasi berbasis sel dendritik juga sedang dikembangkan untuk COVID-19, yang bernama AV-
COVID-19. Dalam proses pengembangannya, penting untuk diteliti lebih lanjut tentang seberapa
banyak/kadar efektif inkubasi sel dendritik dengan antigen protein spike serta apakah pemberian
adjuvant GM-CSF berkorelasi dengan efektivitas yang meningkat, atau malah hanya akan
menambah ongkos produksi dan menimbulkan efek samping. Walaupun profil keamanan vaksin
sel dendritik cukup baik untuk beberapa penyakit menular dan kanker, namun untuk AV-COVID-
19, masih diperlukan adanya studi fase 1 dan 2 untuk menilai profil keamanan dan mencari dosis
yang efektif untuk menimbulkan respon imun yang diharapkan terhadap SARS-CoV-2. Tujuan
Penelitian
Tujuan Primer
Balitbang
I Kemenkes-RS Dr.Karyadi
9
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
Tujuan Sekunder
Menilai profil keamanan, produk investigasi dalam berbagai dosis, setelah hari ke-7 pada
berbagai waktu pengamatan sampai dengan 1 tahun pasca penyuntikan.
Menilai imunogenisitas yang dibentuk terhadap SARS CoV-2 dalam berbagai dosis dan pada
berbagai waktu pengamatan.
Menilai GM-CSF sebagai adjuvant dalam meningkatkan respon imun yang dibentuk terhadap
SARS CoV-2.
Hipotesis : Uji klinis fase I ini tidak menguji hipotesis apapun
Desain Penelitian : Penelitian ini merupakan uji klinik fase I, unblinded pada
orang dewasa yang belum pernah terpapar oleh SARS-CoV-2.
Terdapat 9 intervensi dengan 3 kuantitas Spike Protein SARS-
CoV-2 untuk diinkubasi bersama sel dendritik autologous yang
berkisar antara 0,5 sampai 8 juta sel (hasil studi pre-klinik
tergantung dari aktivitas biologis masing-masing individu).
Kemudian 3 kuantitas tersebut dapat/tidak ditambahkan GM-
CSF sebagai adjuvant. Kuantitas S-Protein tersebut didapatkan
dari hasil uji pre-klinik.
Populasi : Populasi pada penelitian ini adalah individu dewasa sehat yang
belum pernah terpapar COVID-19.
Jumlah Sampel yang : Pada penelitian fase I ini, perhitungan besar sampel tidak
direncanakan
berdasarkan hipotesis apapun. Telah ditetapkan bahwa
sebanyak 27 subjek akan direkrut pada fase 1 ini.
Perlakuan
Kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2
Screening eligibilitas subjek dilakukan untuk menilai kesesuaian kriteria inklusi dan
Follow up melalui telepon untuk kondisi subjek pasca vaksinasi H-7 (M-1)
Penilaian kondisi subjek melalui wawancara
Pengambilan darah dan urine untuk menilai keamanan
Pengambilan darah untuk imunogenisitas
Penilaian kondisi subjek melalui wawancara
Balitbang
I Kemenkes-RS Dr.Karyadi
11
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
masuk akal.
Jika subjek menunjukkan Reaksi lokal tingkat 4 (grade 4 local reaction) lihat lampiran atau
terjadi gejala sistemik yang dinilai peneliti mungkin terkait, atau tidak ada penyebab lain
o
Jika subjek menderita demam > 40,0 C untuk setidaknya 1 pengukuran harian setelah
vaksinasi yang dinilai peneliti mungkin terkait, atau tidak ada penyebab lain (alternatif)
Hasil Penelitian :
Jumlah subyek berdasarkan jenis kelamin ada 16 laki-laki dan 12 perempuan. Rentang umur
pada laki-laki berkisar umur 18-61 tahun dan pada perempuan di rentang umur 23-60 tahun.
Preskrining pada
106 calon subyek
sehat ≥ 18 tahun
Kriteria inklusi :
Tidak bersedia : 33
Ada riwayat penyakit : 1
Obesitas : 1
Pendonor : 1
Kriteria Eksklusi:
Hipertensi : 2
62 calon subyek Bergejala Covid-19 : 6 org
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium
Kriteria eksklusi :
Bergejala Covid-19: 1 orang
Terdiagnosa konfirmasi pos covid-19 :
6 org
Rapid tes antibodi : 5
Abnormalitas parameter laboratorium:
19
Hamil/menyusui : 1
DM:1
Mengundurkan diri : 1
28 subyek Fase 1
Terdapat 4 subjek yang mengalami gejala lokal, dengan keluhan terbanyak nyeri pada titik suntik
Balitbang
I Kemenkes-RS Dr.Karyadi
13
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
(45%). Keluhan terbanyak didapatkan pada hari pertama (33%). Didapatkan 11 (39%) subyek
mengalami keluhan sistemik . Mual dan sakit kepala merupakan kejadian keluhan sistemik
tersering (35%). Sebagian besar keluhan adalah grade 1-2, dan membaik tanpa perawatan/
pengobatan. Pada hari ketujuh sudah tidak disapatkan keluhan lokal namun masih didapatkan 1
keluah sistemik berupa mual ringan. Sebanyak 5 subyek yang menunjukkan abnormalitas nilai
laboratorium grade 3 pada parameter laboratorium yaitu 1 orang yang mengalami kenaikan
kadar kolesterol dan ureum, ada 2 orang mengalami perubahan kadar ureum dan 2 orang
mengalami kenaikan kadar kolesterol. Namun sebagian besar subyek (55,6 %) berada di grade
normal sampai grade 1 / derajat ringan.
Kesimpulan :
1. Sebanyak 106 calon subyek yang terdaftar dan ada 28 subjek yang eligibel.
2. Hanya terdapat 4 subjek yang mengalami gejala lokal ringan meliputi nyeri lokal, kemerahan,
pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik membaik tanpa obat/perawatan.
3. Sebanyak 11 subyek mengalami reaksi sistemik ringan. Pada 24 jam pertama keluhan
terbanyak pada nyeri sendi/otot serta sakit kepala. Namun sampai hari ke 7 hanya ada
keluhan mual.
4. Sebagian besar subyek (65,6 %) berada di keluhan grade 1 / derajat ringan.
5. Tidak didapatkan kejadian serious adverse event pada seluruh subjek fase 1.
6. Pada monitoring minggu ke 4 didapatkan dosis 0,33 mcg antigen dan 500 GM-CSF mengalami
kenaikan titer antibodi IgG SARS-CoV-2 yang paling tinggi dengan seroprotective rate sebesar
66,67% dan seroconversion rate sebesar 66,67% diiringi dengan peningkatan sel T absolut,
CD4 dan CD8 serta kenaikan persentasi Neutralizing Antibodi 10,4 dan 39,5 kali lipat.
1. PENDAHULUAN
Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh beta-corovirus yang baru, bernama SARS-CoV-2
masih terus berlangsung dan merupakan salah satu tantangan terbesar yang pernah dihadapi
dalam ilmu kedokteran medis modern. Pandemi ini pertama kali dimulai dari 4 kasus pneumonia
atipikal di Wuhan, yang dikaitkan dengan Pasar Hewan “Huanan Seafood Market” saat bulan
Desember 2019 yang lalu (Li et al., 2020). Namun sampai dengan saat ini, tercatat hampir seluruh
negara di dunia sudah dijangkau oleh virus ini dengan total kasus global menyentuh angka 61 juta
kasus dan merenggut nyawa sebanyak 1,4 juta kasus di seluruh dunia, pada akhir November 2020.
Kasus wabah virus korona sebelumnya yang disebabkan oleh virus SARS dan MERS nampaknya
tidak cukup membantu dalam hal penanganan pandemi saat ini, terbukti dengan masih
meluasnya angka penyebaran kasus and ketidaksiapan otoritas dalam terkait dalam
menanggulangi dampak akibat virus baru ini (Hu et al., 2020).
Secara virologi, struktur SARS-CoV-2 hanya memiliki kemiripan sebesar 79.6% dibanding
pendahulunya, SARS-CoV-2 (Zhou et al., 2020). Demikian juga dengan pathogenesis yang
ditimbulkan, walaupun belum sepenuhnya dipahami, virus yang berikatan dengan reseptor ACE2
dalam tubuh ini, didapati memiliki efek patologis yang luas dengan berbagai spektrum klinis, dari
ringan sampai berat. Kejadian berat COVID-19 terutama terjadi pada golongan orang-orang yang
memiliki faktor resiko seperti usia lanjut, dengan komorbid penyakit metabolik, serta respon imun
yang terganggu (Jordan et al., 2020).
SARS-CoV-2 adalah virus baru, yang artinya populasi manusia belum pernah ada yang
terpapar oleh virus ini. Oleh karenanya, tidak ada imunitas kawanan (herd immunity) yang ada
untuk mencegah penyebaran dan transmisi lebih lanjut dari virus ini. Strategi untuk membentuk
kekebalan kawanan secara alami dinilai sangat berisiko dan telah terbukti gagal untuk
menghentikan pandemik, seperti pada kasus di negara Swedia (Orlowski & Goldsmith, 2020).
Studi tentang penggunaan obat yang ada (repurposed drugs) untuk mengobati COVID-19 juga
tidak membuahkan hasil yang dinilai signifikan, kecuali penggunaan steroid pada pasien COVID-19
yang parah (Dyer, 2020). Dengan demikian, penemuan vaksin yang efektif masih menjadi satu-
satunya harapan untuk dapat mengakhiri pandemi COVID-19 ini.
rata-rata menghabiskan waktu 15 tahun atau lebih, dimulai dengan menentukan desain vaksin
serta pengujian pre-klinis serta uji toksisitas yang cukup memakan waktu yang lama. Setelah itu,
diikuti dengan uji klinis fase 1, fase 2 dan fase 3. Jika hasil uji klinis fase 3 yang melibatkan banyak
subjek memberikan hasil (endpoint) yang signifikan, maka vaksin tersebut boleh didaftarkan untuk
Biologics License Application (BLA), untuk ditelaah oleh regulator dan baru kemudian diberikan
izin edar. Setelah itu, vaksin kemudian diproduksi dan diedarkan secara masal dengan terus
memantau hasil uji post-marketing. Berdasarkan tingkat kegagalan, sekitar 62% vaksin potensial
gagal dalam tahap pre-klinis karena kegagalan uji antigenisitas dan keamanan pada tahap ini. Lalu
sekitar 8% akan gagal pada tahap uji klinis fase 1 karena adanya toksisitas yang tidak bisa
ditoleransi, 21 % gagal pada tahap uji klinis fase 2 karena efikasi yang tidak terbukti, 2% gagal
pada fase 3 dimana uji klinis ini melibatkan proses randomisasi dengan plasebo pada jumlah
subjek yang besar. Setelah itu, sebanyak 1% vaksin yang lolos uji klinis fase 3 juga ditemukan gagal
saat proses pengajuan izin edar.
Namun, pada kasus pandemik COVID-19, berbekal dari pengetahuan sebelumnya dari proses awal
pengembangan vaksin untuk SARS dan MERS-CoV, pengembangan vaksin dirancang untuk dilakukan
dengan singkat, dengan menggabungkan beberapa tahap uji klinis dan produksi skala besar secara
parallel, untuk memenuhi kebutuhan akan vaksin yang efektif, aman dan cepat. Pengembangan pre-
klinis dapat dilakukan dengan singkat, bahkan dengan teknologi baru, seperti vaksin mRNA, proses
pembuatan vaksin dapat dilakukan segera setelah sekuens materi genetik SARS-CoV-2 pertama kali
diumumkan pada bulan Januari 2020. Fase 1-2 dilakukan secara parallel, serta fase 3 bisa dimulai
setelah hasil interim fase 2 menunjukkan efikasi yang menjanjikan, disertai dengan dimulainya
produksi masal vaksin, walaupun masih ada resiko kegagalan pada saat fase 3, sehingga diharapkan
vaksin COVID-19 akan mulai tersedia pada akhir 2020 – awal 2021. Jika berhasil, maka pengembangan
vaksin 1-1,5 tahun ini akan menjadi rekor pengembangan vaksin tercepat yang pernah ada, setelah
rekor sebelumnya dipegang oleh vaksin Mumps (penyebab Gondong) yang membutuhkan waktu 4
tahun untuk mendapatkan lisensi edar (Krammer, 2020).
SARS-CoV-2, sebagaimana tipe coronavirus yang lain, adalah virus RNA untai tunggal positif,
yang memiliki 4 protein struktural, yakni Spike (S) protein, Envelope (E) protein, Membrane (M)
protein, dan nucleocapsid (N) protein. Secara umum, S protein memilik peran krusial untuk
aktivitas imunogenik virus. Protein S adalah protein trimeric yang memiliki 2 subunit, S1 dan S2
yang masing-masing memiliki peranan untuk berikatan dengan reseptor dan fusi membran. Pada
subunit S1, terdapat fragment yang disebut sebagai Receptor Binding Domain (RBD) yang secara
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
17
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
spesifik mampu untuk berikatan dengan reseptor ACE-2 pada sel manusia. Ikatan protein S
dengan ACE-2 akan menyebabkan transformasi perubahan konformasi pre-fusi menjadi post-fusi,
dengan melibatkan struktur N-linked glycans yang diduga menjadi salah satu mekanisme virus
untuk menghindari respon imun. Berdasarkan pengetahuan dari pengembangan vaksin SARS,
gene S adalah target utama untuk pengembangan vaksin SARS- CoV-2, karena RBD mampu
menginduksi pembentukan antibody neutralisasi (NAbs) dan juga respon sel-T yang spesifik.
Antibodi spesifik RBD juga telah dibuktikan terdapat pada serum pasien COVID-19 yang telah
sembuh, dan titernya antibody spesifik RBD (IgG, IgM dan IgA) juga berkorelasi dengan titer
antibody netralisasi. Dengan demikian, saat ini RBD adalah target utama yang digunakan dalam
desain vaksin SARS-CoV-2. Namun, selain RBD, beberapa protein lain seperti N, M, protein non-
struktural dan protein asesori juga diduga dapat menjadi epitope / antigen yang menjanjikan.
Beberapa protein virus dan interaksinya dengan sel host akan menyebabkan gangguan
pengenalan sistem imun, seperti low type Interferon I dan III, serta meningkatnya sitokin
inflamasi, yang menjadi pathogenesis COVID-19 kasus berat. Respon IFN -1 yang buruk merupakan
ciri khas dari COVID-19 yang berat, karena idealnya IFN-1 akan menimbulkan innate immune
response dengan aktivasi efektor IFN-stimulated genes (ISG) dan membangkitkan respon imun
sekitar untuk memblok replikasi virus. Coronavirus mempunyai mekanisme evasi/penghindaran
deteksi innate yang baik karena virus ini mampu untuk menyembunyikan RNA nya dan pathogen-
associated molecular pattern (PAMP) pada membrane intracellular spaces, sehingga tidak bisa
diteksi oleh host pattern recognition receptor (PRRs), terutama TLRs dan RIG-1 receptor. Deteksi
oleh PRR akan mengaktivasi IFN tipe 1. Sebaliknya, IFN tipe 2 akan menguasai respon innate pada
pasien dengan COVID-19 yang berat. Respon IFN type 2 ini akan merekrut neutrophil non spesifik
dan monosit yang akhirnya memproduksi cytokine proinflamasi secara berlebihan, dibandingkan
dengan rekrutment sel T pada induksi IFN tipe 1. Orang usia lanjut biasanya memiliki respon
innate yang imbalans (type 1 dan type 2), serta naïve T cell yang sedikit pada kelompok usia ini,
sehingga membuat kelompok geriatri rentan terhadap COVID-19 yang berat (Krammer, 2020).
Selain itu, open-reading-frame ORF-8 SARS-CoV-2 diduga menyebabkan down regulasi dari
major histocompability complex kelas 1 (MHC-1) yang menyebabkan gangguan presentasi antigen
virus oleh Antigen Presenting Cell (APC) kepada Sel-T sitolitik (CTLs). N protein- specific T cell juga
diduga berkorelasi dengan antibody neutralisasi, ditambahkan data mengenai sekuens genome N
yang stabil dari berbagai spesies/strain Coronavirus, menjadikan antigen N menjadi salah satu
target yang menarik untuk dieksplor lebih lanjut untuk vaksin Coronavirus secara general. Namun
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
18
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
dari berbagai studi, terdapat bukti bahwa antibody terhadap N malah dapat menyebabkan
perburukan penyakit, sertas M dan E protein juga didapatkan tidak terlalu bermanfaat dalam
pembentukan NAbs. Dengan demikian, fokus pengembangan vaksin COVID-19 terutama adalah
untuk menginduksi immunogenisitas berupa NAbs dan induksi sel T spesifik terhadap S-RBD
(Krammer, 2020).
Sampai dengan saat ini, tercatat sudah ada 180 lebih kandidat vaksin SARS-CoV-2 yang telah
didata oleh WHO, dengan 38 vaksin sedang menjalani proses fase 1, 17 vaksin sedang diuji di fase
2, 13 vaksin yang sedang menjalani fase 3, dan 6 kandidat yang sudah diberikan izin penggunaan
terbatas di beberapa negara, dan belum ada vaksin yang telah dinyatakan lolos uji klinis dan resmi
diberikan izin edar. Beberapa platform vaksin dapat dibagi menjadi pendekatan tradisional
(inactivated dan live-attenuated), platform baru yang sudah pernah terlisensi untuk beberapa
vaksin (Vaksin Protein Rekombinan dan Vektor Virus), dan platform baru yang belum pernah
diterapkan di vaksin manapun (vaksin DNA dan vaksin RNA). (Dong et al., 2020; Sharma et al.,
2020).
Vaksinasi adalah proses pembentukan sistem imun adaptif yang menimbulkan respon imun
memori. Antigen Presenting Cell (APC), terutama Dendritic Cell (DC), adalah fase pertama dari
respon imun adaptif, berfungsi untuk mempresentasikan antigen pada vaksin kepada sel T CD4+
dan CD8+ untuk membentuk imunitas humoral dan selular yang efektif untuk melawan virus
SARS-CoV-2. Beragam platform vaksin (figure 5) memiliki beragam strategi untuk menimbulkan
respon imun terhadap S-protein untuk dapat dikenali oleh APC, baik itu dengan menyuntikan virus
utuh yang sudah dilemahkan/inaktivasi, mRNA dari S-gene, DNA yang mengandung kode genetic
terhadap protein S, injeksi protein S atau rekombinannya, atau melalui vector (Dong et al., 2020).
Berbagai tantangan diantaranya adalah untuk menentukan kuantitas dari antigen yang dapat
menginduksi sistem imun, maupun penggunaan adjuvant yang non-toxic namun efektif untuk
meningkatkan respon imun. Pendekatan alternatif yang sedang dikembangkan diantaranya adalah
dengan menciptakan vaksin yang tidak harus melewati (bypass) proses inisial pengenalan antigen
secara in vivo oleh APC di area injeksi vaksin. Perusahaan AIVITA saat ini tengah mengembangkan
vaksin yang berbasis inkubasi S- protein SARS-CoV-2 dengan DC secara ex vivo dengan DC yang
didapatkan secara autologous bernama AV-COVID-19.
AV-COVID-19 ini adalah vaksin yang bersifat spesifik terhadap individu dan berasal dari sel
dendritik autologus yang berasal dari komponen dari sel mononuklear darah perifer (PBMC)
subjek vaksin. Selama proses kultur, monosit akan berdiferensiasi menjadi DC imatur, yang
kemudian akan diinkubasikan dengan antigen protein Spike-rekombinan dari SARS-CoV-2 (9- 25
asam amino fragment peptide). Setelah diinjeksikan kedalam tubuh, vaksin tersebut akan
langsung bekerja sebagai sel presentasi APC yang sudah matur, dengan Protein Spike sebagai
epitope yang akan dikemas dalam major histocompatibility complex (MHC) tipe 1 dan 2, sehingga
akan memicu respon imun humoral dan selular, dan diharapkan mampu untuk melindungi
resipien vaksin dari infeksi COVID-19 di masa yang akan datang (Saadeldin et al., 2020). Dari hasil
uji preklinis, AV-COVID-19 (DC yang diinkubasi dengan S-protein) yang diinkubasi dengan
lymphocyte autologous, didapatkan sekresi dari IL-2, IL-6, IL-10, interferon- gamma (IFN-γ) dan
Tumor Necrosis Factor- Alpha (TNF-α) yang merupakan penanda dari teraktivasinya sistem imun
berupa Limfosit T dan respon TH1. Selain itu, terdapat peningkatan signifikan T-bet positive cells
(limfosit yang teraktivasi) dan tidak adanya FOXp3 (tolerating) lymphocytes.
Beberapa studi in-vitro dan in-vivo (model hewan) telah dilakukan untuk menguji efikasi dan
keamanan dari vaksin berbasis sel dendritik. Beberapa penyakit menular, seperti Herpes Simplex
Virus, Influenza Virus, dan HIV telah diuji secara preklinis dengan hasil yang cukup menjanjikan
(García et al., 2013; Konduri et al., 2013; Leplina et al., 2016). Beberapa uji klinis awal fase 1 dan 2
juga telah dilakukan untuk menguji efektivitas dan keamanan vaksin ini sebagai terapi sel kanker,
dimana DC autologous diinkubasi dengan antigen tumor autologous (ATA) secara ex vivo, seperti
kanker hepar, ginjal, kulit, ovarium dan glioblastoma dengan profil keamanan yang baik dan hasil
efikasi yang menjanjikan (Dillman et al., 2019; Perez & De Palma, 2019; Wang et al., 2015). Untuk
augmentasi respon imun, perkembangan dan maturasi sel dendritik, serta diferensiasi dan aktivasi
makrofag, studi terdahulu menunjukkan bahwa penambahan Granulocyte-Macrophage Colony
Stimulating Factor (GM-CSF) adalah adjuvant yang baik dalam vaksinasi berbasis sel dendritik ini,
diberikan sejumlah 500 mcg sesaat sebelum injeksi vaksin (van de Laar et al., 2012). Sipuleucel-T
(Provenge Dendreon Corporation) adalah terapi vaksin DC pertama yang disetujui pada April 2010
oleh Food and Drug Administration (FDA) AS untuk pengobatan kanker prostat metastatic. Vaksin
ini berhasil meningkatkan kelangsungan hidup rata-rata sekitar empat bulan. Namun, uji klinis
tidak menunjukkan pengurangan ukuran tumor yang signifikan, atau menghentikan
perkembangan tumor. Penurunan kadar antigen spesifik prostat (PSA) menjadi setengahnya, 2,6%
pasien yang menerima Sipuleucel-T dibandingkan dengan 1,3% yang menerima plasebo, membuat
produk ini masih dipandang sebagai efek signifikan oleh FDA karena terbatasnya pilihan
pengobatan (Kantoff et al., 2010). Pada beberapa efek samping ringan yang muncul dalam
berbagai studi vaksin dendritic, diantaranya terkait dengan adjuvant GM-CSF, yang biasanya
timbul sebagai reaksi lokal injeksi, pegal-pegal atau gejala mirip flu (sakit kepala, letih, nyeri
otot/sendi dan demam) (Boudewijns et al., 2016).
Pada berbagai studi klinis mengenai penggunaan vaksin DC, setidaknya sebanyak 200 pasien
kanker telah menerima 1100 injeksi secara subkutan dari 1-30 juta DC autologous yang di campur
dengan GM-CSF. Setiap pasien menerima sampai dengan 8 dosis dalam waktu 6 bulan. Adanya
rentang dosis DC tersebut dikarenakan adanya variabilitas biologis jumlah monosit autologous
yang berdiferensiasi menjadi DC. Tidak ada efek hubungan dose-response antara jumlah sel DC
dengan toksisitas maupun efikasi. Pada studi yang dilakukan, injeksi vaksin DC berkaitan dengan
peningkatan respon imun dan survival. Pada vaksin AV-COVID- 19, jumlah sel DC autologous
diperkirakan antara 0,5 juta sampai dengan 8 juta sel, yang dikarenakan sel DC didapatkan dari
darah heparin 40 mL dan bukan prosedur leukapheresis seperti yang dilakukan pada studi vaksin
DC pendahulunya. Selain itu, aspek keamanan dari imunisasi dengan S-protein sebagai antigen
telah ditunjukkan di beragam studi vaksin COVID-19. Dengan demikian, mengingat sel DC berasal
dari autologous subjek itu sendiri, serta pertimbangan studi sebelumnya, untuk AV-COVID-19,
studi fase 1 khusus mengenai eskalasi dosis untuk menentukan maximum tolerated dose (MTD)
dan dose-limiting toxicities (DLT) tidak diperlukan. Namun, studi untuk menentukan kuantitas
protein S SARS-CoV-2 yang diinkubasi dengan DC autologous, serta perlu atau tidaknya
menambahkan GM-CSF (apakah berkorelasi dengan efektivitas yang meningkat, atau malah hanya
akan menambah ongkos produksi dan menimbulkan efek samping) akan dilakukan dalam
rangkaian uji klinis AV-COVID-19.
Sebagai kesimpulan, vaksin berbasis DC adalah salah satu alternatif dari pengembangan
vaksin COVID-19 yang cukup menjanjikan, mengingat potensi induksi imunitas secara langsung
dengan inkubasi antigen protein-S pada DC autologous secara ex vivo. Namun demikian, belum
ada vaksin preventif untuk penyakit infeksi yang sudah terlisensi dengan menggunakan metode
ini. Selain itu, sebagaimana pengembangan vaksin dengan platform yang berbeda, masih belum
diketahui sampai berapa lama imunitas dari vaksin akan bertahan, serta apakah booster dan
adjuvant diperlukan untuk meningkatkan imunogenisitas dari vaksin ini. Pentingnya pengamatan
terhadap induksi sel T spesifik juga perlu ditelaah lebih lanjut disamping pengukuran kadar
antibody neutralisasi akibat vaksin. Serta adanya potensi resiko Enhanced Disease, ADE, serta
dinamika mutasi SARS-CoV-2 perlu selalu diperhatikan dalam pengembangan dan uji vaksin.
Vaksinasi berbasis sel dendritik sedang dikembangkan untuk COVID-19, yang bernama AV-
COVID-19. Dalam proses pengembangannya, penting untuk diteliti lebih lanjut tentang seberapa
banyak/kadar efektif inkubasi sel dendritik dengan antigen protein spike serta apakah pemberian
adjuvant GM-CSF berkorelasi dengan efektivitas yang meningkat, atau malah hanya akan
menambah ongkos produksi dan menimbulkan efek samping. Walaupun profil keamanan vaksin
sel dendritik cukup baik untuk beberapa penyakit menular dan kanker, namun untuk AV- COVID-
19, masih diperlukan adanya studi fase 1 dan 2 untuk menilai profil keamanan dan mencari dosis
yang efektif untuk menimbulkan respon imun yang diharapkan terhadap SARS- CoV-2.
Studi ini akan merekrut subjek sehat dengan hasil pemeriksan COVID-19 negatif dan belum
mempunyai antibodi terhadap SARS-CoV-2. Dikarenakan produk vaksin AV-COVID-19 adalah
produk autologus, maka sebanyak 40-mL darah heparin akan diambil dari setiap subjek, lalu
dikirimkan ke fasilitas pembuat vaksin, dimana sampel PBMC akan diproses dan didiferensiasi
menjadi sel dendritik melalui proses kultur dengan atau tanpa GM-CSF selama 5 hari. Selanjutnya,
sel DC akan di inkubasi selama 2 hari bersama dengan protein S dari SARS-CoV- 2 sebagai antigen
yang akan menempel pada sel dendritik. Selanjutnya, vaksin spesifik-individu tersebut akan di
kriopresipitat (disimpan dalam suhu -800C) sebelum akhirnya sampai ke resipien untuk
diinjeksikan secara sub kutan di lengan bawah bagian volar segera setelah vaksin cair.
Dikarenakan heterogenitas biologi dari setiap orang, hasil proses diferensiasi sel dendritik akan
menimbulkan jumlah sel dendritik yang bervariasi, sehingga dosis minimal sel dendritik tidak
diidentifikasikan, namun berkisar antara 0,5 sampai 8 juta sel per dosis vaksin. Luaran primer dari
studi fase 1 dan fase 2 ini adalah untuk mengkonfirmasi profil keamanan vaksin AV-COVID-19, dan
luaran sekunder berupa observasi efikasi vaksin (pengukuran kadar IgG dan IgM spesifik SARS-
CoV-2), dosis optimal untuk SARS-CoV-2 antigen, dan efek vaksinasi AV-COVID-19 dengan atau
tanpa adjuvant GM-CSF.
(https://www.clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04386252?term=av+covid+19&draw=2&rank=1)
Berdasarkan proses yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, subjek penelitian ini
mempunyai risiko ketika pengambilan darah, yaitu berupa rasa tidak nyaman, perdarahan, memar
pada daerah yang terkena jarum suntik dan sekitarnya, dan dapat juga pingsan. Biasanya subjek
akan segera sadar dan keadaan ini dapat diatasi dengan baik. Kemudian saat pemberian vaksin
secara sub kutan dapat menimbulkan risiko infeksi pada daerah yang disuntikan (namun dapat
dicegah dengan cara pensterilan area injeksi yang sesuai) dan juga menimbulkan
ketidaknyamanan.
Risiko lain dapat timbul karena efek samping dari produk AV-COVID-19 itu sendiri
diantaranya adalah:
Kontaminasi produk yang mengakibatkan infeksi dan menimbulkan rasa tidak enak pada
tubuh, hal ini dapat diminimalisasi dengan mensterilkan proses pembuatan produk
investigasi, kemudian kendali mutu laboratorium yang ketat.
Reaksi imunitas tubuh terhadap sel asing dapat bermanifestasi sebagai flu like symptoms
seperti demam, menggigil, sakit kepala, kulit kemerahan, rasa leleah, gatal, nyeri otot dan
sendi yang dapat berlangsung selama beberapa hari, namun hal ini dapat diminimalisasi
karena dendritik sel yang digunakan berasal dari subjek sendiri.
Pada pasien kanker yang diberikan vaksin dendritik dan efek samping yang paling sering
ditemukan adalah reaksi disekitar tempat injeksi (ringan sampai dengan sedang).
Terlepas dari risiko yang kemungkinan dihadapi oleh subjek, penelitian ini memungkinkan
subjek untuk mendapatkan keuntungan yaitu pencegahan terhadap infeksi COVID-19. Namun
yang perlu diinget adalah perlindungan ini masih perlu dibuktikan. Namun demikian, selama
dalam penelitian, subjek mendapatkan akses terhadap diagnosis COVID-19 dan berkesempatan
untuk berkontribusi dalam penelitian dalam masa pandemik COVID-19.
2. MANFAAT PENELITIAN
Memberikan bukti berbasis ilmiah untuk rekomendasi bagi para pemegang kebijakan
dalam hal pencegahan COVID-19.
3. TUJUAN DAN HIPOTESIS
Menilai profil keamanan, produk investigasi dalam berbagai dosis, setelah hari ke-7 pada
berbagai waktu pengamatan sampai dengan 1 tahun setelah penyuntikan.
Menilai imunogenisitas yang dibentuk terhadap SARS CoV-2 dalam berbagai dosis dan
pada berbagai waktu pengamatan.
Menilai GM-CSF sebagai adjuvant dalam meningkatkan respon imun yang dibentuk
terhadap SARS CoV-2.
3.3 Hipotesis
Penelitian pada fase I ini tidak berdasarkan hipotesis apapun.
4. METODE
Sel dendritic sebagai Antigen Presenting Cell (APC) diketahui berperan dalam response imun.
Dengan menginkubasi sel dendritic dengan antigen dari spike protein SARS-C0V-2, diharapkan
akan merangsang MHC class I dan II yang akan dikenali oleh T-Helper I (CD4+T Cell) dan II (CD8+T
Cell) yang merangsang cytokine release dan akan berperan dalam response immune seluler
maupun humoral (gambar 1).
Pada studi fase 1 dari AV-COVID-19 ini, 3 jenis kuantitas spike protein dari SARS-CoV-2 (0,1
mcg, 0,33 mcg, 1,0 mcg) dengan (250 mcg, 500 GM-CSF) atau tanpa adjuvant yang diinkubasi
bersama sel dendritik autologous. Berbagai intervensi tersebut akan dilihat keamanannya.
Penelitian ini merupakan uji klinik fase I, acak, tersamar (phase 1 double blind randomized
clinical trial) pada dewasa yang belum pernah terpapar oleh SARS CoV-2. Terdapat 9 intervensi
dengan 3 kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 untuk diinkubasi bersama sel dendritik autologous
yang berkisar antara 0,5 sampai 8 juta sel (hasil studi pre-klinis tergantung dari aktivitas biologis
masing-masing individu). Kemudian 3 kuantitas tersebut dapat/tidak ditambahkan GM-CSF
sebagai adjuvant. Kuantitas S-Protein tersebut didapatkan dari hasil uji pre-klinis. Selengkapnya
dapat dilihat dibawah ini. Selengkapnya dapat dilihat dibawah ini.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 0,1 mcg ditambahkan adjuvant
250 mcg GM-CSF.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 0,1 mcg ditambahkan adjuvant
500 mcg GM-CSF.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 0,33 mcg.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 0,33 mcg ditambahkan adjuvant
250 mcg GM-CSF.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 0,33 mcg ditambahkan adjuvant
500 mcg GM-CSF.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 1,0 mcg.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 1,0 mcg ditambahkan
adjuvant 250 mcg GM-CSF.
AV-COVID-19 dengan kuantitas Spike Protein SARS-CoV-2 1,0 mcg ditambahkan adjuvant
500 mcg GM-CSF.
Setelah ditentukan keamanan AV-COVID-19 ini dalam setiap intervensi tersebut, maka akan
berlanjut ke intervensi selanjutnya.
Sebelum masuk ke randomisasi, akan dilakukan simulasi study untuk menilai keamanan
produk uji dan GM -CSF pada 3 subjek dengan dosis terendah (0.1 mcg, 0.1 mcg + GM-CSF 250
mcg, 0,1 mcg + GM-CSF 500 mcg). Hasil dari simulasi studi ini akan dilaporkan untuk dilakukan
tinjauan dalam menentukan kelanjutan studi.
Uji klinik ini fase I ini akan dilakukan di RSUP Dr. Kariadi sebagai rumah sakit rujukan vertikal
sebagai site penelitian. Termasuk inkubasi dan pemeriksaan laboratorium akan dilakukan di RSUP
Dr. Kariadi dan laboratorium lain jika RSUP Dr. Kariadi tidak dapat mengerjakan.
Lama subjek berpartisipasi dalam penelitian adalah selama 1 tahun untuk tujuan primer dan
sekunder sejak produk investigasi disuntikkan. Namun untuk tujuan primer, penelitian akan
berlangsung selama 7 hari sejak produk investigasi disuntikkan. Penelitian akan dimulai pada
bulan Desember 2020.
ditetapkan bahwa sebanyak 28 subjek akan direkrut pada fase 1 ini, sehingga pada masing-masing
kelompok intervensi terdapat 3 subjek dan ada 1 arm berisi 4 subyek.
Subjek pada penelitan ini tidak diperkenankan untuk mengikuti uji klinik lainnya selama masa
follow up penelitian.
PeneIitian ini juga menggunakan instrumen yang digunakan untuk pengukuran yang
dilakukan pada saat kunjungan subjek (alat pemeriksaan fisik seperti stetoskop, timbangan, dan
alat laboratorium lainnya).
Sebelum penelitian dimulai, akan dilakukan sosialisasi mengenai perekrutan subjek vaksin
dendritik fase I melalui media cetak (leaflet atau poster) dan elektronik (e-poster) yang akan
dipublikasikan di tempat dimana target subjek dari penelitian atau uji klinik ini berada seperti
perkantoran, universitas, fasilitas umum, sosial media, dan sebagainya. Format poster untuk
perekrutan subjek kami sertakan pada lampiran protokol ini.
Tim peneliti di site dengan berbagai upaya berusaha untuk menjalankan prosedur penelitian
sesuai dengan yang tertera pada protokol, namun demikian jika berkaitan dengan isu
kesejahteraan dan keselamatan subjek maka tim peneliti harus mengambil semua langkah yang
dibutuhkan untuk memastikan kesejahteraan dan keselamatan subjek. Jika ada prosedur yang
terlewat akan dicatatkan sebagai protokol deviasi dan dilaporkan kepada sponsor secara berkala.
Alasan atas deviasi protokol, koreksi dan pencegahan agar tidak terulang dikemudian hari wajib
didokumentasikan dalam pelaporan tersebut.
Sebelum subjek memberikan persetujuan untuk mengikuti penelitian, tim peneliti site yang
diberikan delegasi dan tercatat dalam Authorized Signature and Delegation Log (ASDL) studi
vaksin dendritic fase I wajib memberikan penjelasan mengenai prosedur studi. Jika subjek tidak
dapat membaca, saat penjelasan wajib dihadirkan seorang saksi yang memastikan bahwa
potensial subjek sudah mendapatkan informasi yang adekuat dan setuju untuk berpartisipasi
dalam uji klinik. Ketika subjek memberikan persetujuan setelah penjelasan, maka subjek harus
menandatangani lembar formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) begitu juga jika ada saksi
yang dilibatkan dan peneliti yang memberikan penjelasan. Subjek mendapatkan 1 lembar Salinan
dari PSP dan 1 salinan lainnya diarsipkan oleh peneliti di site penelitian. Persetujuan ini harus
didapat sebelum subjek menjalani prosedur dalam penelitian, termasuk prosedur pre- screening
dan screening.
Tim peneliti dapat melakukan pre-screening calon subjek dengan melakukan wawancara atau
pemeriksaan dokumen untuk menegakkan kriteria inklusi dan eksklusi seperti berikut:
Memeriksa identitas (KTP/SIM) untuk memastikan umur, jenis kelamin.
Menanyakan riwayat medis (penyakit imunodefisiensi, autoimune, kanker, thromboemboli,
bleeding time memanjang, alergi)
Serta hal lain yang dibutuhkan dalam menilai apakah subjek dapat memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Jika ternyata subjek tidak memenuhi kriteria dari uji klinik/penelitian maka dianggap
pre-screening failure dan partisipasi tidak diteruskan. Namun jika memenuhi persyaratan maka
dilanjutkan ke proses screening.
Pada proses ini penilaian eligibilitas subjek dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang laboratorium, seperti di bawah ini:
Mengukur tanda vital (frekuensi nadi atau denyut jantung, tekanan darah, suhu
tubuh, saturasi)
Mengukur tinggi dan berat badan.
Pemeriksaan fisik lengkap.
Pengambilan darah untuk pemeriksaan parameter laboratorium (sebanyak kira-kira 15 mL)
yang akan digunakan untuk pemeriksaaan darah rutin, hitung jenis leukosit, tes fungsi hati,
tes fungsi ginjal, elektrolit, parameter koagulasi (PPT, PTTK), kolesterol total, gula darah
sewaktu, lipase.
Pengambilan urine untuk perempuan yang mempunyai potensi kehamilan.
Pengambilan urine untuk parameter keamanan
Pemeriksaan rapid test antibodi terhadap SARS-CoV-2
Screening eligibilitas subjek dilakukan untuk menilai kesesuaian kriteria inklusi dan eksklusi
secara menyeluruh. Selain pemeriksaan tersebut, peneliti dapat mengkonfirmasi kembali
diperoleh saat wawancara.
Pada subjek juga akan diambil sebanyak 40 mL darah dalam tabung heparin yang akan
diproses menjadi vaksin dendritik jika subjek dinyatakan eligibel. Kunjungan ini dilakukan segera
setelah subjek dinyatakan lolos screening (maksimal 2 hari) sejak screening dilakukan. Pada
kesempatan ini juga disampaikan untuk mulai menggunakan kontrasepsi, terutama untuk wanita
yang memilih untuk menggunakan kontrasepsi hormonal. Untuk pemakaian kontrasepsi mekanik
seperti kondom atau diafragma sebaiknya dilakukan 4 hari sebelum penyuntikan.
Pada fase I penarikan sampel tidak berdasarkan hipotesis statistik apapun. Sebanyak 27
subjek akan direkrut pada fase 1 ini, sehingga pada masing-masing kelompok intervensi terdapat 3
subjek. Setelah subjek lolos screening, randomisasi akan dilakukan dengan rasio 1:1 terhadap
semua kelompok intervensi. Tabel randomisasi akan digunakan dan diberikan kepada tim peneliti
Penelitian ini menggunakan metode tersamar. Hanya orang yang memegang kode
randomisasi dan farmasi yang mencampur produk uji yang mengetahui kode ketersamaran
(unblinding). Klinisi dan subjek tidak mengetahui berada dalam kelompok yang mana.
Pada kunjungan ini dilakukan wawancara, terkait gejala COVID-19, pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan tanda vital dan saturasi perifer. Enam belas mililiter darah akan diambil untuk
pemeriksaan imunogenesitas meliputi titer antibodi IgG Protein S SARS-CoV-2 dan respon sel T
terhadap antigen spesifik. Spesimen darah juga akan digunakan untuk pemeriksaan IL-2, IL-6, IL-
10, TNF-alfa, IFN-Gama, CD4, dan CD8. Akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan
pengambilan darah untuk pemeriksaan imun monitoring. Pada kunjungan ini juga dilakukan
pengulangan pemeriksaan rapid antibodi SARS-COV-2 dan pengulangan pemriksaan urin untuk
kehamilan pada subjek wanita. Jika ada hasil pemeriksaan yang menunjukan adanya
kontraindikasi untuk penyuntikan vaksin maka tim peneliti dapat menunda atau membatalkan
pemberian vaksin dan melakukan pemeriksaan lain yang diperlukan. Jika tidak ada kondisi yang
menghambat pemberian vaksin, maka vaksin dapat disuntikkan. Subjek yang tidak mendapatkan
produk uji secara otomatis berhenti dari partisipasi studi.
Setelah penyuntikan vaksin, subjek akan diobservasi minimal selama 3 jam untuk melihat
kemungkinan reaksi akut yang timbul. Setiap 45 menit tim peneliti melakukan pemeriksaan
terhadap subjek dan mencatatkan hal berikut:
Tanda-tanda vital
Gejala dan tanda adanya efek samping baik yang berhubungan atau tidak berhubungan
dengan produk intervensi.
Jika setelah 3 jam observasi tidak ada gejala maupun tanda yang mengindikasikan observasi
harus dilanjutkan maka subjek dapat kembali ke rumah dan jika ada keluhan subjek dapat
menhubungi tim peneliti site untuk dilakukan follow up lebih lanjut sesuai dengan keputusan tim
peneliti. Peneliti menjamin akses subjek kepada tim peneliti selama penelitian berlangsung. (lihat
pada tabel 2)
Observasi terhadap min ke-0 min ke -45 min ke-90 min ke-135
Penyuntikan
Tanda vital
Keluhan
Gejala lokal/sistemik
Setelah observasi selesai, tim peneliti akan mengambil keputusan terbaik sesuai kondisi
subjek saat itu dengan mempertibangkan keselamatan subjek.
Follow Up H-1 sampai dengan H-2. Kunjungan ini dilakukan dengan cara menghubungi subjek
melalui telepon. Melalui kunjungan ini akan ditanyakan gejala dan tanda yang berhubungan
dengan AE yang terdapat dalam SDW.
parameter keamanan dan imunogenesitas. Akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan
pengambilan specimen urine, darah sebanyak 15 mL untuk pemeriksaan parameter laboratorium
yaitu darah rutin, hitung jenis leukosit, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, elektrolit, kolesterol total,
gula darah sewaktu, lipase dan urin rutin. Sedangkan 16 mL darah akan diambil untuk
pemeriksaan imun monitoring. Enam belas mL darah akan diambil untuk pemeriksaan
imunogenesitas meliputi titer antibodi IgG Protein S SARS-CoV-2 dan respon sel T terhadap
antigen. Spesimen darah juga akan digunakan untuk pemeriksaan CD4,CD8 dan Neutralizing
antibodi. Pada kunjungan ini juga akan dicatatkan AE yang terdapat dalam SDW. Toleransi
pergeseran jadwal follow up (window period) +1 hari.
Follow up tambahan adalah follow up yang tidak direncanakan yang terjadi antara follow up
H- O dengan follow up B-12. Follow up ini dilakukan kapanpun dalam periode tersebut jika ada
dugaan infeksi COVID-19. Sebisa mungkin pada follow ini didapatkan data gejala, hasil
pemeriksaan laboratorium.
Penghentian subjek awal secara permanen dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan
seperti dibawah ini:
Subjek mengundurkan diri atau menolak untuk melakukan follow up lanjutan
Subjek pindah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan follow up
Lost to follow up
Meninggal
Pertimbangan dari peneliti
Subjek tidak mendapatkan vaksin.
Deviasi protokol yang dinilai sponsor dapat membuat follow up subjek dihentikan
lebih awal.
Walaupun tidak ada kewajiban untuk menginformasikan, jika subjek menolak untuk
melakukan follow up lanjutan tim peneliti sedapat mungkin untuk mengetahui alasan dari
withdrawal. Jika subjek withdraw dari penelitian, maka subjek berhak untuk meminta
pemusnahan spesimen yang tersisa. Prosedur penelitian dan pengumpulan data pada subjek
tersebut dihentikan, namun sponsor dapat menggunakan data yang dikumpulkan sebelum
withdrawal.
Kunjungan yang tidak dilakukan karena alasan penghentian awal subjek, tidak dianggap
deviasi dari protokol.
Jika subjek tidak datang atau tidak dapat dilakukan follow up pada kunjungan wajib
penelitian, maka tim peneliti di site wajib mengusahakan pasien untuk datang ke RS atau mencari
status alasan pasien saat itu dan melaporkan ke tim pusat. Missed visit ini akan dianggap deviasi
protokol penelitian. Sehingga sedapat mungkin tim peneliti RS mengusahakan subjek untuk dapat
dilakukan follow up.
6. PRODUK INVESTIGASI
AV-COVID-19 diciptakan sebagai vaksin pencegahan infeksi COVID-19 yang dibuat subjek
spesifik. Hal ini dikarenakan produk ini terdiri dari sel dendritic yang diambil dari sel peripheral
blood mononuclear cell (PBMC) dari subjek yang kemudian diinkubasi bersama SARS-CoV-2
recombinant S-protein. Proses diferensiasi PBMC menjadi sel dendritic dilakukan di laboratorium
RSUP Dr. Kariadi. Laboratorium RSUP Dr. Kariadi dalam pengerjaannya akan didampingi secara
teknis oleh AIVITA Biomedical US.
Sebanyak 40 mL darah akan diambil dari subjek untuk proses ini. Pendekatan dengan SARS-
CoV-2 recombinant S-protein adalah untuk menghindari adanya risiko dari menyuntikan virus
hidup atau yang dilemahkan. Percobaan in vitro telah menunjukkan bahwa inkubasi DC dengan
0,1 hingga 10 mcg SARS-CoV-2 S-protein menghasilkan produk vaksin DC yang efektif, tetapi perlu
untuk menentukan formulasi produk yang optimal secara in vivo. Sementara GM-CSF sebagai
adjuvant diperlukan untuk perkembangan dan maturasi sel dendritic sendiri. Satu vial GM-CSF
mempunyai dosis 250 mcg.
AV-COVID-19 berbentuk sel suspensi, cairan putih tidak berwarna sedikit ke abu-abuan atau
coklat. AV-COVID-19 tersimpan dalam kemasan 2 mL cryovial. Label yang digunakan untuk uji
klinik terlampir. Produk ini disimpan pada freezer -80°C dan ditransportasikan dalam wadah
khusus yang bisa mempertahankan AV-COVID-19 dalam keadaan beku selama 48 jam.
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
37
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
Cryovial yang berisi AV-COVID-19 dikirimkan bersama dengan preparation kit, isi dari
preparation kit terlampir pada protokol ini. Sebelum pemberian produk, peneliti harus memeriksa
apakah produk yang dipersiapkan sudah sesuai dengan nomor subjeknya. Kemudian lakukan
prosedur seperti di bawah ini:
Mencairkan cryovial AV-COVID-19 pada suhu ruangan selama 10 menit.
Campurkan larutan saline 0,9% dan GM-CSF (jika mendapat intervensi GM-
CSF) sesuai dosis.
Setelah itu masukan secara perlahan kedalam syringe larutan AV-COVID-19,
Dan setelah selesai berikan label untuk subjek.
Vaksin ini diberikan melalui injeksi sub kutan (di bawah kulit) sebanyak 1x pemberian (tanpa
pengulangan dosis). Sebelum diberikan, cocokan antara label produk Produk yang telah
dipersiapkan mempunyai volume 1,5 – 2,5 mL, dan diinjeksikan secara subkutan pada permukaan
volar lengan kiri atau lengan kanan. Setelah dicairkan produk investigasi harus diberikan dalam
waktu maksimal 5 jam.
Peneliti utama site bertanggung jawab terhadap akuntabilitas produk investigasi. Namun
demikian untuk membantu, Peneliti Utama dapat memberikan delegasi tugas tersebut kepada
farmasi atau tim peneliti lain yang terdapat padsa ASDL. Peneliti yang didelegasikan wajib
memelihara segala catatan produk (log & form) yang digunakan dalam penelitian ini.
7.1 Endpoint
TUJUAN ENDPOINT
Tujan Primer
Mengevaluasi profil keamanan Reaksi lokal (bengkak, nyeri
produk investigasi (AV-COVID-19), pada daerah injeksi)
termasuk reaktogenisitas melalui Gejala sistemik
pemantauan kejadian tidak Abnormalitas laboratorium
diinginkan (KTD)/Adverse Event (AE) Adverse Events
selama 7 hari. Serious Adverse Events
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
38
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
TUJUAN ENDPOINT
Tujuan Sekunder
Menilai profil keamanan, produk reaksi lokal (bengkak, nyeri
investigasi dalam berbagai dosis, pada daerah injeksi)
setelah hari ke-14 pada berbagai gejala sistemik
waktu pengamatan sampai dengan 1 Abnormalitas laboratorium
tahun pasca penyuntikan. Adverse Events
Serious Adverse Events
Menilai imunogenisitas yang Seropositive rate
dibentuk terhadap SARS CoV-2 Seroconversion rate
dalam berbagai dosis dan pada Geometric mean titers (GMTs) pada
berbagai waktu pengamatan. berbagai waktu pengamatan
Geometric mean fold rise (GMFR)
sebelum vaksin diberikan sampai
dengan berbagai waktu
pengamatan
Geometric mean concentrations
(GMCs) pada berbagai waktu
pengamatan (Kadar antibodi dari
S-Receptor Binding Domain (RBD))
Geometric mean ratio (GMR)
SARS-CoV-2 neutralizing titers
(antibody)
Menilai GM-CSF sebagai adjuvant Seropositive rate
dalam meningkatkan respon imun Seroconversion rate
yang dibentuk terhadap SARS CoV-2 Geometric mean titers (GMTs) pada
berbagai waktu pengamatan
Geometric mean fold rise
(GMFR) sebelum vaksin
diberikan sampai dengan
berbagai waktu pengamatan
Geometric mean concentrations
(GMCs) pada berbagai waktu
pengamatan (Kadar antibodi dari
S-Receptor Binding Domain (RBD))
Geometric mean ratio (GMR),
SARS-CoV-2 neutralizing titers
(antibody)
Sebagai pertimbangan dalam melanjutkan fase 2, penilaian safety parameter sampai hari ke-
7 seperti pada tujuan primer.
Aturan penghentian ini berlaku untuk semua subjek fase I, berdasarkan data tinjauan efek
samping dan data reaktogenisitas, hingga 7 hari setelah dosis vaksin/intervensi studi. Data ini akan
dipantau secara berkelanjutan oleh tim peneliti yang berkualifikasi dan sponsor untuk segera
mengidentifikasi dan menandai peristiwa apa pun yang berpotensi berkontribusi pada stopping
rules. Data akan diulas secara formal oleh Data Safety Monitoring Board (DSMB). DSMB akan
meninjau data dari 3 subjek pertama setelah pengumpulan data termasuk hasil lab darah satu
minggu setelah injeksi vaksin, sebelum menyuntikkan vaksin kepada 27 subjek selanjutnya. DSMB
akan meninjau data untuk 27 subjek selanjutnya setelah pengumpulan data termasuk hasil lab
darah satu minggu setelah penyuntikkan vaksin, sebelum penyuntikkan 153 subjek selanjutnya
(fase 2). Jika dianggap perlu, ketersamaran akan dibuka (unblinding) untuk dapat menilai apakah
stopping rules telah dipenuhi pada subjek sesuai dengan intervensi yang diberikan. Setelah
sponsor menentukan individu memenuhi kriteria stopping rules maka sponsor akan meminta Data
Safety Monitoring Board (DSMB) dan komisi etik untuk melakukan peninjauan terhadap hal ini.
Sementara tinjauan dilakukan maka penyuntikan subjek akan dihentikan sementara, sampai ada
keputusan akhir. Untuk peserta yang sudah disuntik maka kegiatan follow up tetap berlangsung.
Kriteria Stopping Rules minimal memenuhi salah satu dari point dibawah ini:
Berdasarkan 3 subjek pertama, studi akan dihentikan sementara untuk peninjauan oleh
DSMB jika salah satu dari kriteria berikut terjadi dan menurut penilaian peneliti kejadian tersebut
mungkin terkait dengan vaksin atau tidak ditemukan penjelasan alternatif lain bahwa kejadian
tidak berhubungan dengan vaksin:
SAE pada subjek (pada kelompok intervensi manapun)
Jika salah satu subjek mengalami reaksi lokal tingkat 4 (grade 4 local reaction) lihat
lampiran atau gejala sistemik atau kelainan pemeriksaan darah tingkat 4
Jika 2 atau lebih subjek mengalami gejala sistemik tingkat 3 atau kelainan pemeriksaan darah
tingkat 3
o
Jika subjek menderita demam > 40,0 C untuk setidaknya 1 pengukuran harian setelah
vaksinasi
Studi dan vaksinasi selanjutnya akan dihentikan jika terjadi SAE (termasuk kematian) atau
salah satu kriteria diatas terjadi yang timbul akibat vaksin atau kemungkinan akibat vaksin, yang
tidak ditemukan penjelasan alternatif bahwa kejadian tidak berhubungan dengan vaksin.
Berdasarkan 27 subjek pada fase I, studi akan dihentikan sementara untuk peninjauan oleh
DSMB jika salah satu dari kriteria berikut terjadi dan menurut penilaian peneliti kejadian tersebut
mungkin terkait dengan vaksin atau tidak ditemukan penjelasan alternatif lain bahwa kejadian
tidak berhubungan dengan vaksin:
SAE pada subjek (pada kelompok intervensi manapun)
Jika salah satu subjek mengalami reaksi lokal tingkat 4 (grade 4 local reaction) lihat
lampiran atau gejala sistemik atau kelainan pemeriksaan darah tingkat 4
Jika 2 atau lebih subjek mengalami gejala sistemik tingkat 3 atau kelainan pemeriksaan
darah tingkat 3
o
Jika subjek menderita demam > 40,0 C untuk setidaknya 2 pengukuran harian setelah
vaksinasi.
Untuk setiap intervensi vaksin spesifik, randomisasi subjek tambahan ke salah satu intervensi
spesifik akan dihentikan jika ditemukan SAE (termasuk kematian) atau salah satu kriteria diatas
terjadi yang timbul akibat vaksin atau kemungkinan akibat vaksin, yang tidak ditemukan
penjelasan alternatif bahwa kejadian tidak berhubungan dengan vaksin. Hal ini akan diputuskan
oleh peninjauan unblinded oleh DSMB. Jika satu atau lebih intervensi vaksin dihentikan, subjek
yang tersisa akan di randomisasi di antara intervensi vaksin yang tersisa dari 9 intervensi vaksin
awal.
Percobaan akan dihentikan jika tidak satupun dari 9 intervensi vaksin cukup aman untuk
dilanjutkan. Hal ini akan ditentukan melalui peninjauan unblinded oleh DSMB. Bahkan setelah
bagian fase I dari 27 subyek ini selesai, sebagai bagian dari pharmacovigilance, semua SAE akan
segera dilaporkan ke sponsor, dan DSMB akan segera melakukan analisis unblinded jika beberapa
SAE terjadi dan menurut penilaian peneliti kejadian tersebut mungkin terkait dengan vaksin atau
tidak ditemukan penjelasan alternatif lain bahwa kejadian tidak berhubungan dengan vaksin.
Berdasarkan penilaiannya, DSMB dapat merekomendasikan penghentian randomisasi untuk
intervensi vaksin tertentu.
Dalam penelitian ini, total sebanyak ±229 mL darah akan diambil pada subjek. Volume darah
yang tidak mencukupi untuk pemeriksaan dikarenakan adanya masalah yang tidak dapat
diantisipasi sebelumnya dalam pengambilan specimen darah, tidak akan dianggap deviasi atau
penyimpangan terhadap protokol penelitian. Pengambilan darah untuk prosedur penelitian sebisa
mungkin dilakukan dengan menghindari ketidaknyamanan subjek terhadap proses pengambilan
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
41
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
darah. Tim laboratorium yang ditunjuk oleh masing-masing penanggung jawab di site penelitian
bertanggungjawab terhadap seluruh proses pengambilan spesimen pemrosesan, pelabelan,
transportasi, dan penyimpanan specimen penelitian. Jumlah volume darah yang diambil pada
masing-masing kunjungan tertera tabel berikut:
Selain spesimen darah, diambil juga spesimen urine untuk pengukuran parameter keamanan.
Spesimen yang telah dikumpulkan pada penelitian ini menjadi milik bersama antara semua
peneliti dan institusi yang terlibat. Akses terhadap spesimen dan penggunaannya akan diberikan
melalui persetujuan bersama.
9. MANAJEMEN DATA
Data yang di kumpulkan dibawah protokol ini akan dikumpulkan dalam e-CRF dan dikode
dengan kode unik serta tidak mengandung informasi yang dapat terhubung pada identitas subjek.
Kode yang dapat menghubungkan terhadap data subjek akan disimpan di tempat yang hanya bisa
di akses oleh orang yang di tugaskan menyimpan kode tersebut. Data dikumpulkan dalam SDW
yang secara berkala dikirimkan secara daring (online) kepada sekretariat penelitian di Puslitbang
Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Balitbangkes. Setelah mengisi SDW, tim peneliti di RS
memasukan data ke dalam e-CRF, sesuai dengan timeline yang ditentukan dalam petunjuk entry
data. Peneliti Utama site bertanggung jawab terhadap kelengkapan, akurasi data, dan
memastikan data di kirimkan sesuai timeline yang disepakati oleh site dan Balitbangkes. Jika
terdapat data yang memerlukan klarifikasi tim data manajemen Balitbangkes akan menghubungi
Peneliti Utama site atau orang yang ditunjuk.
Kepemilikan data adalah kepemilikan bersama semua peneliti dan institusi yang terlibat.
Namun akses terhadap data selama penelitian berlangsung akan dimiliki hanya oleh Balitbangkes.
Balitbangkes akan melaporkan kemajuan pengumpulan data secara kumulatif dan berkala.
Permintaan terhadap penggunaan data akan dikelola oleh Balitbangkes melalui surat permintaan
resmi terhadap Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Publikasi dengan
menggunakan data penelitian ini wajib mencantumkan acknowledgement terhadap semua
institusi yang terlibat dan Balitbangkes.
Subjek akan dimonitor ketat untuk mendeteksi sedini mungkin munculnya reaksi atau
adverse event (AE) atau Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pasca pemberian vaksin.
Tim peneliti melaporkan semua Serious Adverse Event (SAE)/ Kejadian Tidak Diinginkan
Serius (KTDS) dalam Uji Klinik ini kepada Kordinator Rumah Sakit Balitbangkes, segera setelah saat
pertama diketahui. Bila ada kejadian susulan, pelaporan dilakukan secepatnya sampai rangkaian
kejadian berakhir.
Penanggung Jawab melaporkan semua KTDS dalam Uji Klinik ini termasuk kematian kepada
Komite Etik Penelitian Balitbangkes dalam waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak pertama
diketahui dengan data yang lengkap, bila ada kejadian susulan, pelaporan harus dilakukan
secepatnya sampai rangkaian kejadian berakhir.
Conference on Harmonization (ICH) untuk Good Clinical Practice (GCP), dan segala persyaratan
peraturan dan etika yang berlaku. Tim Monitor Independen akan mengembangkan Rencana
Pemantauan (MP) dan memantau pelaksanaan penelitian sesuai dengan rencana tersebut. Tujuan
untuk mengawasi kemajuan penelitian dan memastikan bahwa penelitian dilakukan, dicatat, dan
dilaporkan sesuai dengan protokol, Good Clinical Practice (GCP), dan segala persyaratan peraturan
atau etika yang berlaku. Monitoring dapat dilakukan dari jarak jauh (remote monitoring) maupun
datang langsung di site penelitian, dengan menerapkan protokol pencegahan COVID-19.
Dapat dilakukan oleh Independent Data Monitoring Committee (IDMC) atau Data Safety
Monitoring Board (DSMB), Komite Etik Penelitian, dan BPOM, maupun PMI. IDMC atau DSMB
dapat melakukan interim analisis secara berkala maupun ketika dicurigai terdapat masalah
keamanan.
KTDS dilaporkan kepada sponsor paling lambat 24 (dua puluh empat) jam dan ke Komisi Etik
paling lambat 3 (tiga) hari kalender setelah KTDS diketahui oleh peneliti.
Merupakan respon terhadap suatu produk uji yang merugikan dan tidak diinginkan. Semua
efek samping produk uji akan dibuat di ringkasan laporan yang kemudian akan dilaporkan ke
BPOM pada saat pelaporan berkala berlangsung.
Merupakan efek samping produk uji yang mengakhibatkan kematian, mengancam jiwa,
memerlukan perawatan di rumah sakit atau perpanjangan perawatan di rumah sakit,
mengakibatkan cacat/ketidakmampuan yang menetap dan bermakna atau mengakibatkan cacat
bawaan/ cacat lahir.
Efek samping produk uji yang serius akan dilaporkan ke BPOM paling lambat 7 (tujuh) hari
kalender untuk yang mengancam jiwa dan /atau kematian; dan 15 (lima belas) hari kalender untuk
efek samping serius lainnya.
Analisa data akan dilakukan berupa analisa desktiptif untuk setiap endpoint baik primer
maupun sekunder. Pada semua endpoint dengan skala pengukuran kategorik, hasil akan
dilaporkan berupa angka kejadian serta proporsi di setiap kelompok dosis dan adjuvant.
Sementara untuk endpoint lainnya dengan skala pengukuran kontinyu, hasil akan dilaporkan
berupa rerata di setiap kelompok dosis dan adjuvant. Tabel berikut mencantumkan analisis
deskriptif untuk setiap endpoint.
TUJUAN ENDPOINT ANALISIS
DEFINISI OPERASIONAL
Tujan Primer
Mengevaluasi profil reaksi lokal (bengkak, nyeri Angka kejadian,
keamanan, termasuk pada daerah injeksi) proporsi
reaktogenisitas, produk Merupakan reaksi yang timbul
investigasi (AV-COVID-19) pada dan sekitar tempat
melalui pemantauan kejadian suntikan.
tidak diinginkan (KTD)/Adverse
Tujan Sekunder
Menilai profil keamanan, Reaksi lokal (bengkak, nyeri pada Angka kejadian,
produk investigasi dalam daerah injeksi) proporsi
berbagai dosis, setelah hari Merupakan reaksi yang timbul
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
46
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
DSMB dapat melakukan interim analisis secara berkala maupun ketika dicurigai terdapat
masalah keamanan. Namun demikian interim analisis dapat dilakukan jika terdapat kriteria dari
stopping rules.
Laporan Hasil penelitian secara keseluruhan disampaikan pada saat penelitian telah dinyatakan
selesai. Pelaporan hasil penelitian akan mengikuti Consolidated Standards of Reporting Trials
(CONSORT), International Committee of Medical Journal Editors (ICMJE) maupun The Committee
on Publication Ethics (COPE).
13.3 Kompensasi
Penelitian ini akan memberikan penggantian transportasi untuk kunjungan penelitian yaitu
sebanyak 12 kali. Jumlah penggantian transportasi yang diberikan adalah sebesar Rp. 200.000,-per
kunjungan yang mengharuskan subjek datang ke RS.
13.4 Asuransi
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
49
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
Penelitian ini akan menanggung biaya pengobatan yang dibutuhkan jika terdapat kejadian
(efek samping) AE, SAE yang memerlukan pengobatan.
13.5 Kerahasiaan
Semua rekaman data penelitian ini akan dirahasiakan dan hanya bisa diakses oleh orang yang
ditunjuk. Semua spesimen laboratorium, laporan, pengumpulan data studi, proses, dan formulir
administrasi akan diidentifikasi oleh nomor unik untuk menjaga kerahasiaan subjek. Peneliti di RS
diwajbkan untuk menyimpan nama dan ID subjek secara rahasia di lokasi masing-masing. Semua
database lokal akan diamankan dengan sistem akses yang dilindungi kata sandi. Formulir, daftar,
buku catatan, buku janji temu, dan daftar lainnya yang menautkan nomor ID subjek dengan
informasi pengenal lainnya akan disimpan dalam file yang terpisah dan terkunci di area dengan
akses terbatas.
Studi tidak akan menyediakan produk uji diluar jadwal pemberian produk uji. Jika vaksin
terbukti efektif, maka dosis ulangan akan mengikuti kebijakan yang dibuat pemerintah.
Setiap anggota peneliti wajib mengikuti pelatihan terkait penelitian yang diberikan oleh Tim
Balitbangkes, termasuk pelatihan GCP atau Good Laboratory Practice (GLP). Sertifikat pelatihan
GCP diberikan kepada koordinator Balitbangkes untuk diarsipkan. Salah satu syarat dari aktivasi
site atau RS penelitian adalah tim peneliti melengkapi semua training yang disyaratkan oleh
penelitian. Selain GCP, pelatihan yang diberikan terkait dokumen-dokumen penelitian, protokol
penelitian, perekrutan subjek, data entry, dan manajemen produk investigasi.
Site Regulatory Binder atau SRB adalah binder yang berisi semua informasi terkait studi dan
dokumentasi mengenai studi. Binder ini berfungsi untuk memuat atau mengorganisir dokumen-
dokumen penting dari penelitian (essential document), dan memudahkan akses bagi monitor atau
pengawas Uji Klinik, Inspektor dari BPOM, komisi etik ke dokumen-dokumen penting studi. SRB
harus disimpan ditempat yang mudah diakses oleh tim peneliti, tetapi tidak dapat diakses oleh
orang lain di luar tim peneliti tanpa sepengetahuan tim. Peneliti utama di RS wajib memelihara
dan melakukan pembaharuan (update) terhadap SRB jika diperlukan. Salah satu training atau
pelatihan yang harus dijalankan oleh setiap tim peneliti adalah mengenai Site Regulatory Binder.
Peneliti utama RS akan menerima email dari Balitbangkes mengenai aktivasi site penelitian
setelah RS melengkapi dokumen terkait persyaratan site penelitian dan menyelesaikan pelatihan
terkait penelitian.
15.1 Skrining/penapisan
Kegiatan preskrining dilanjutkan dengan skrining pada 106 calon subyek yang dilakukan pada
beberapa hari. Pengambilan darah pada saat skrining untuk data baseline pada 28 orang dan
dilakukan pada ± 7 hari setelah penetapan responden yang sesuai kriteria (eligible). Jumlah
subyek berdasarkan jenis kelamin ada 16 laki-laki dan 12 perempuan. Rentang umur pada laki-laki
berkisar umur 18-61 tahun dan pada perempuan di rentang umur 23-60 tahun.
Preskrining pada
106 calon subyek
sehat ≥ 18 tahun
Kriteria inklusi :
Tidak bersedia : 33
Ada riwayat penyakit : 1
Obesitas : 1
Pendonor : 1
Kriteria Eksklusi:
Hipertensi : 2
62 calon subyek Bergejala Covid-19 : 6 org
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium
Kriteria eksklusi :
Bergejala Covid-19: 1 orang
Terdiagnosa konfirmasi pos covid-19 :
6 org
Rapid tes antibodi : 5
Abnormalitas parameter laboratorium:
19
Hamil/menyusui : 1
DM:1
Mengundurkan diri : 1
28 subyek Fase 1
Sejumlah 28 subyek penelitian dilakukan random alokasi untuk menentukan jenis intervensi
yang diberikan. Berdasarkan hasil random alokasi terbagi menjadi 3 jenis intervensi dengan
beberapa dosis spike protein SARS-CoV-2 (Gambar 6). Pemberian intervensi dilakukan beberapa
titik yaitu :
Tanggal 23 Desember 2020 ada 15 subyek
Tanggal 28 Desember 2020 ada 4 subyek
Tanggal 4 Januari 2021 ada 4 subyek
Tanggal 6 Januari 2021 ada 5 subyek
Pemantauan dilakukan setiap 7 hari sejak intervensi diberikan selama 1 bulan berturut-turut.
Pemantauan keamanan terkait kejadian tidak diinginkan yang sifatnya sistemik dan lokal.
Randomized alokasi
(n= 28 )
0,1 0,33 1,0 mcg 0,1 mcg 0,33 1,0 mcg 0,1 mcg 0,33 1,0 mcg
Dalam Dalam pengamatan selama 7 hari terhadap 27 subyek terhadap dosis dan efek
samping adalah sbb:
Sebanyak 11 dari 27 subyek mengalami efek samping.
Dosis antigen 1 + GM SCF 250 paling banyak mengalami efek samping ( 3 subyek)
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
54
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
Semua efek samping adalah ringan dan membaik tanpa perawatan/ pengobatan lebih lanjut.
Tabel 5. Reaksi Lokal Selama 7 Hari Setelah Penyuntikan Berdasarkan Jumlah Kejadian
Tabel 6. Reaksi Sistemik Selama 7 Hari Setelah Penyuntikan Berdasarkan Jumlah Kejadian
Nyeri
Nyeri
otot Nyeri
otot
tempat otot
tempat
suntikan tempat
suntikan
kanan, suntikan
22 ID1-00062-E*S Tidak derajat 2 derajat 2 interpre Tidak Tidak Tidak
interpre
interpre tasi EA
tasi EA
tasi EA derajad
derajad
derajad 2 karena
2 karena
2 karena vaksin)
vaksin)
vaksin)
23 ID1-00063-AAP Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Nyeri
Nyeri otot
otot seluruh
seluruh badan,
badan, derajat
24 ID1-00064-H*M derajat 1 2, Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
( EA interpre
derajad tasi EA
1 karena derajad
vaksin ) 2 karena
vaksin)
25 ID1-00070-H** Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
26 ID1-00072-ASS Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Nyeri
punggun
g
derajad
1
27 ID1-00073-A*S interpre Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
tasi EA
derajad
1 bukan
karena
vaksin)
Jumlah Subjek
Dosis GMCSF
No Antigen yang mengalami Efek samping
(microgram)
efek samping
1 0,1 500 1 Nyeri lokal
Nyeri otot
Nyeri kepala
2 0,33 0 1 Nyeri otot
Nyeri kepala
3 0,33 250 1 Nyeri sendi
Nyeri otot
Nyeri kepala
Kesemutan
4 0,33 500 1 Nyeri lokal,
Gatal lokal
Kemerahan lokal
Pembengkakan lokal
Penebalan lokal
Nyeri kepala
Nyeri sendi
Mual
Lemas
5 1 0 2 Nyeri otot
Nyeri kepala
6 1 250 3 Nyeri kepala
Nyeri sendi
Menggigil
7 1 500 2 Nyeri lokal
Nyeri otot
Ptechiae
Lemas
Tabel 10. Abnormalitas hasil lab
Potensi
Ringan Sedang Berat Mengancam
Parameter
(Grade I) (Grade II) (Grade III) Jiwa
(Grade IV)
Hiponatremia 0 0 0 0
Hipernatremia 3 0 1 0
Hipokalemia 3 2 0 0
Hiperkalemia 0 0 0 0
Hiperglisemia
3 1 0 0
(sewaktu)
BUN 4 1 2 0
Kreatinin 1 0 0 0
Hipofosfatemia 2 0 0 0
Hipoprotein 1 0 0 0
Peningkatan
0 0 0 0
Alkaline Fosfat
Peningkatan
1 0 0 0
ALT
Peningkatan
0 0 0 0
AST
Kholesterol 6 3 3 0
Abnormalitas nilai laboratorium pada 7 hari paska vaksinasi yang menunjukkan derajat berat
/grade 3 yaitu ada perubahan peningkatan kadar kolesterol, BUN dan natrium dibandingkan data
baseline. Perubahan nilai laboratorium setelah 7 hari vaksinasi didapatkan :
Normal ada 6 orang
Grade 1 ada 9 orang
Grade 2 ada 7 orang
Grade 3 tidak ada
Grade 4 tidak ada
Terdapat 2 orang mengalami perubahan kadar ureum dan 2 orang mengalami kenaikan kadar
kolesterol. Namun sebagian besar subyek (66,7%) berada di normal sampai grade 1 / derajat
ringan.
15.4 Imunogenisitas
Imunogenitas dinilai berdasarkan titer antibodi IgG SARS-CoV-2 dan kadar sel T, CD4 dan CD8.
Kelompok dosis 0,33 mcg antigen dan 500 mcg GM-CSF mengalami peningkatan titer antibodi IgG
SARS-CoV-2 paling tinggi. Pada dosis tersebut juga diiringi dengan kenaikan sel T absolut, CD4 dan
CD8. Data dapat dilihat pada tabel 10 dan tabel 11.
Tabel 12. GMT, Seroprotection rate, dan seroconversion rate dari titer IgG
n = jumlah subjek
% SP = seroportection rate
% SC = seroconversion rate
GMT = geometric mean titer
mIU = milli-international unit
GMFR = geometric mean folding rate
Kenaikan sel T
Kenaikan CD4 Kenaikan CD8
Subject ID Dose GM-CSF absolut
BL-M4 BL-M4
BL-M4
ID1-00008-S** 0,1 0 1,01 0,98 1,11
ID1-00043-DNP 0,1 0 0,80 0,85 0,76
ID1-00062-E*S 0,1 0 1,12 1,10 1,12
ID1-00025-I*N 0,1 250 0,83 0,84 0,83
ID1-00026-RSP 0,1 250 0,94 1,02 0,83
ID1-00061-F*A 0,1 250 0,90 0,91 0,90
ID1-00023-S** 0,1 500 0,77 0,91 0,63
ID1-00047-RNH 0,1 500 0,69 0,62 0,76
ID1-00063-AAP 0,1 500 0,86 0,89 0,76
ID1-00018-S** 0,33 0 0,86 0,91 0,80
ID1-00052-ESB 0,33 0 0,92 0,90 0,93
ID1-00070-H** 0,33 0 1,00 1,00 0,98
ID1-00032-MNR 0,33 250 0,87 0,83 0,93
ID1-00059-D*F 0,33 250 1,22 1,31 1,07
ID1-00064-H*M 0,33 250 1,01 0,98 1,08
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
66
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
Titer IgG N Ab
GM-
Subject ID Antigen Kenaikan Kenaikan
CSF BL M-4 BL M-4
(kali lipat) (kali lipat)
ID1-00008-S** 0,1 0 0,4 0,4 1 2 25 12,5
ID1-00043-DNP 0,1 0 0,4 0,4 1 16 27 1,7
ID1-00062-E*S 0,1 0 0,4 0,4 1 20 32 1,6
ID1-00025-I*N 0,1 250 0,4 0,4 1 22 46 2,1
ID1-00026-RSP 0,1 250 0,4 0,4 1 4 24 6,0
ID1-00061-F*A 0,1 250 0,4 0,4 1 18 30 1,7
ID1-00023-S** 0,1 500 0,4 0,4 1 8 20 2,5
ID1-00047-RNH 0,1 500 0,4 0,4 1 18 26 1,4
ID1-00063-AAP 0,1 500 0,4 0,4 1 21 35 1,7
ID1-00018-S** 0,33 0 0,4 0,4 1 6 26 4,3
ID1-00052-ESB 0,33 0 0,4 0,4 1 7 16 2,3
ID1-00070-H** 0,33 0 0,4 0,4 1 29 32 1,1
ID1-00032-MNR 0,33 250 0,4 0,4 1 9 26 2,9
ID1-00059-D*F 0,33 250 0,4 0,4 1 14 27 1,9
ID1-00064-H*M 0,33 250 0,4 0,4 1 23 30 1,3
ID1-00002-H*W 0,33 500 0,4 55,73 139 7 73 10,4
ID1-00012-JBS 0,33 500 0,4 51,29 128 2 79 39,5
ID1-00040-R** 0,33 500 0,4 0,4 1 13 22 1,7
ID1-00003-A*S 1 0 7,61 61,32 8 14 75 5,4
ID1-00013-A*T 1 0 0,4 0,4 1 2 28 14,0
ID1-00022-I*W 1 0 0,4 0,4 1 7 12 1,7
ID1-00027-WNF 1 250 0,4 0,4 1 10 23 2,3
ID1-00051-F*M 1 250 0,4 0,4 1 5 10 2,0
ID1-00058-G** 1 250 0,4 0,4 1 9 16 1,8
ID1-00001-P*H 1 500 0,4 0,4 1 1 21 21,0
ID1-00011-A*B 1 500 0,4 0,4 1 2 23 11,5
ID1-00072-ASS 1 500 0,4 0,4 1 21 30 1,4
ID1-00073-A*S 1 500 0,4 0,4 1 5 48 9,6
15.5 Kesimpulan
1. Sebanyak 106 calon subyek yang terdaftar dan ada 28 subjek yang eligibel.
2. Terdapat 4 (14,2%) subjek yang mengalami gejala lokal ringan meliputi nyeri lokal, kemerahan,
pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik membaik tanpa obat/perawatan. Pada
hari ke 7 sudah tidak didapatkan gejala lokal.
Balitbang Kemenkes-RS Dr.Karyadi
68
Laporan Uji Klinik Vaksin Dendritik Fase I
tanggal 9 Maret 2021
3. Sebanyak 11 (39,2%) subyek mengalami reaksi sistemik ringan. Pada 24 jam pertama keluhan
terbanyak adalah nyeri sendi/otot serta sakit kepala. Namun sampai hari ke 7 hanya ada keluhan
mual.
4. Sebanyak 65,6% efek samping pada subyek adalah keluhan grade 1 / derajat ringan.
5. Tidak didapatkan kejadian serious adverse event pada seluruh subjek fase 1.
6. Pada monitoring minggu ke 4 didapatkan titer antibodi IgG pada kelompok dosis 0,33 mcg
antigen dan 500 GM-CSF yang paling tinggi dengan seroprotective rate sebesar 66,67% dan
seroconversion rate sebesar 66,67% diiringi dengan peningkatan sel T absolut, CD4 dan CD8
serta kenaikan persentasi Neutralizing Antibodi 10,4 dan 39,5 kali lipat.
8. Dengan melihat hasil monitoring keamanan yang baik serta didapatkannya kelompok dosis yang
potensial (terlihat memberikan hasil peningkatan konsisten di semua panel pemeriksaan)
sehingga perlu dilanjutkan dengan uji klinik fase 2 dengan jumlah subyek yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Boudewijns, S., Westdorp, H., Koornstra, R. H. T., Aarntzen, E. H. J. G., Schreibelt, G., Creemers,
J. H. A., Punt, C. J. A., Figdor, C. G., de Vries, I. J. M., Gerritsen, W. R., & Bol, K. F. (2016).
Immune-related Adverse Events of Dendritic Cell Vaccination Correlate With Immunologic
and Clinical Outcome in Stage III and IV Melanoma Patients. Journal of Immunotherapy
Dillman, R. O., Cornforth, A. N., McClay, E. F., & Depriest, C. (2019). Patient-specific dendritic
cell vaccines with autologous tumor antigens in 72 patients with metastatic melanoma.
Melanoma Management, 6(2), MMT20–MMT20. https://doi.org/10.2217/mmt-2018-0010
García, F., Plana, M., Climent, N., León, A., Gatell, J. M., & Gallart, T. (2013). Dendritic cell based
vaccines for HIV infection: the way ahead. Human Vaccines & Immunotherapeutics, 9(11),
2445–2452. https://doi.org/10.4161/hv.25876
Hu, B., Guo, H., Zhou, P., & Shi, Z.-L. (2020). Characteristics of SARS-CoV-2 and COVID-19.
Nature Reviews Microbiology. https://doi.org/10.1038/s41579-020-00459-7
Jordan, R. E., Adab, P., & Cheng, K. K. (2020). Covid-19: risk factors for severe disease and
death. BMJ, 368, m1198. https://doi.org/10.1136/bmj.m1198
Konduri, V., Decker, W. K., Halpert, M. M., Gilbert, B., & Safdar, A. (2013). Modeling dendritic
cell vaccination for influenza prophylaxis: potential applications for niche populations. The
Journal of Infectious Diseases, 207(11), 1764–1772. https://doi.org/10.1093/infdis/jit087
Leplina, O., Starostina, N., Zheltova, O., Ostanin, A., Shevela, E., & Chernykh, E. (2016). Dendritic
cell- based vaccines in treating recurrent herpes labialis: Results of pilot clinical study.
Li, Q., Guan, X., Wu, P., Wang, X., Zhou, L., Tong, Y., Ren, R., Leung, K. S. M., Lau, E. H. Y., Wong, J.
Y., Xing, X., Xiang, N., Wu, Y., Li, C., Chen, Q., Li, D., Liu, T., Zhao, J., Liu, M., … Feng, Z.
(2020). Early Transmission Dynamics in Wuhan, China, of Novel Coronavirus–Infected
Perez, C. R., & De Palma, M. (2019). Engineering dendritic cell vaccines to improve cancer
immunotherapy. Nature Communications, 10(1), 5408. https://doi.org/10.1038/s41467-
019- 13368-y
Saadeldin, M. K., Abdel-Aziz, A. K., & Abdellatif, A. (2020). Dendritic cell vaccine
immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19. A hypothesis. Medical
Hypotheses, 110365. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.mehy.2020.110365
Van de Laar, L., Coffer, P. J., & Woltman, A. M. (2012). Regulation of dendritic cell development
by GM- CSF: molecular control and implications for immune homeostasis and therapy.
Blood, 119(15), 3383–3393. https://doi.org/10.1182/blood-2011-11-370130
Wang, X., Bayer, M. E., Chen, X., Fredrickson, C., Cornforth, A. N., Liang, G., Cannon, J., He, J.,
Fu, Q., Liu, J., Nistor, G. I., Cao, W., Chen, C., & Dillman, R. O. (2015). Phase I trial of active
specific immunotherapy with autologous dendritic cells pulsed with autologous irradiated
tumor stem cells in hepatitis B-positive patients with hepatocellular carcinoma. Journal of
Surgical Oncology, 111(7), 862–867. https://doi.org/10.1002/jso.23897
Zhou, P., Yang, X.-L., Wang, X.-G., Hu, B., Zhang, L., Zhang, W., Si, H.-R., Zhu, Y., Li, B., Huang, C.-
L., Chen, H.-D., Chen, J., Luo, Y., Guo, H., Jiang, R.-D., Liu, M.-Q., Chen, Y., Shen, X.-R., Wang, X.,
… Shi, Z.-L. (2020). A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable
bat origin. Nature, 579(March). https://doi.org/10.1038/s41586-020-2012-7