https://www.sos-antibacterial.com/read/tips/Waspada-Masker-Palsu-Ini-Kriteria-
Masker-Medis-yang-Perlu-Kamu-Tahu
Masker adalah kebutuhan pokok untuk semua orang di masa pandemi ini.
Idealnya masker yang kita gunakan untuk beraktivitas sehari-hari diganti setiap
4 jam sekali, atau ketika masker sudah terasa lembap. Namun banyaknya
masker yang beredar di pasaran juga mengharuskan kamu untuk berhati-hati.
Sebab nyatanya, tidak semua masker memenuhi standar kelayakan yang
sudah ditetapkan. Agar kamu tetap waspada pada ‘masker palsu’, kenali
kriteria masker medis yang perlu kamu tahu!
1. Tes visual
Ketika mengklaim bahwa masker tersebut adalah masker 3 lapis, secara logika
masker itu memang harus punya 3 lapisan. Buka atau robek salah satu masker
dan seharusnya Anda melihat 3 lapisan yang jelas. Masker 3 lapisan biasanya
terdiri dari kepingan Translucent (atas), lapisan putih (tengah), dan kepingan
berwarna (biasanya bagian yang berwarna seperti hijau, biru, atau bahkan
putih).
2. Uji air
Masker bedah, tidak hanya melindungi orang lain dari batuk dan bersin, tetapi
juga memberikan perlindungan terhadap orang lain. Karena itu, lapisan luarnya
didesain tahan air. Lipat masker sehingga bagian luarnya membentuk corong.
Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Jika masker tersebut asli maka, masker
akan menahan air.
3. Uji bakar
Sekalipun ada 3 lapis masker, pastikan lapisan tengahnya adalah masker,
bukan kertas. Oleh karena itu, jika Anda membakarnya dengan api, filter itu
seharusnya tidak terbakar.
Sekretaris Utama BSN, Puji Winarni dalam pembukaan Webinar "Bestan Daring #3:
Masker Medis dalam Perspektif Standar dan Regulasi" pada Rabu (26/08/2020)
melalui aplikasi zoom dan live streaming via Youtube dan Facebook @bsn_sni
mengatakan dengan adanya penetapan SNI tersebut diharapkan dapat memberi
manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Penetapan ketiga SNI tersebut tambah Direktur Pengembangan Standar Agro,
Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito yang juga menjadi
narasumber dalam Webinar bahwa tiga SNI itu adalah adopsi identik dari standar
internasional yakni ASTM dan EN. “Dokumen SNI masker medis ini menjelaskan
konstruksi, desain, persyaratan kinerja dan metode pengujian untuk masker medis
yang dimaksudkan untuk membatasi penularan agen infeksi dari staf ke pasien
selama prosedur pembedahan dan pengaturan medis lainnya dengan persyaratan
serupa. Masker medis dengan penghalang mikroba yang sesuai juga dapat efektif
dalam mengurangi emisi agen infektif dari hidung dan mulut carrier asimptomatik
atau pasien dengan gejala klinis,” papar Wahyu.
Persyaratan mutu pada masker medis juga dilihat dari bacterial filtration efficiency
(BFE); microbial cleanliness; differential pressure; infective agent, splash resistance,
serta PFE (sub-micron Particulate Filtration Efficiency) efisiensi filtrasi partikulat sub
micron.
Yang dimaksud BFE adalah efektivitas material masker medis dalam mencegah
lewatnya bakteri aerosol serta dinyatakan dalam persentase dari jumlah diketahui
yang tidak menembus material masker medis pada laju alir aerosol yang ditetapkan.
Sementara, differential pressure, menunjukkan tingkat permeabilitas udara dari
masker, diukur dengan menentukan perbedaan tekanan di masker dalam kondisi
aliran udara, suhu dan kelembaban tertentu. Differential pressure merupakan
indikator "kemampuan bernapas" dari masker. “Dengan kata lain, differential
pressure adalah indikator seseorang nyaman bernafas atau tidak menggunakan
masker juga dihitung dalam standar ini,” jelas Wahyu.
Terkait persyaratan mutunya, indikator untuk pengujian BPE adalah pada tipe I,
≥95%, pada tipe II ≥98%, tipe IIR ≥98% dengan tipe pengujian sesuai dengan SNI
EN 14683 Annex B. Dengan demikian, masker medis memiliki daya filtrasi yang
lebih tinggi dibanding masker kain.
Sebagaimana diketahui, saat ini masker yang beredar di pasaran ada 3 jenis yakni
masker kain, masker medis, dan masker N95. Berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan RI, jumlah produksi masker sebelum dan sesudah pandemi Covid-19
meningkat.
“Khusus untuk masker medis, sesuai dengan data sampai pada tanggal 24 Agustus
2020 bahwa, tahun 2019 jumlah izin edar berjumlah 104, pada tahun 2020 sebanyak
275 dengan jumlah industri pada tahun 2019, 28 industri dan tahun 2020 berjumlah
138. Untuk produk impor, izin edar yang dikeluarkan Kemenkes berjumlah 31, pada
tahun 2020 berjumlah 40 dengan jumlah industri pada tahun 2019 berjumlah 15, dan
tahun 2020 berjumlah 27. Sementara, masker KN95 (serupa N95) jumlah izin edar
tahun 2019 belum ada, di tahun 2020 sebanyak 5 dengan jumlah industri pada tahun
2019 belum ada dan tahun 2020 berjumlah 4 industri. Untuk produk impor KN95,
jumlah izin edar berjumlah 1, tahun 2020 berjumlah 22, dengan industri berjumlah 1
serta di tahun 2020 sebanyak 17 industri,” ungkap Wirabrata.
Sementara, masker kain tidak perlu ijin edar. “Jika membeli di toko, ini bisa dipakai
sesuai dengan anjuran Gugus Tugas Covid-19 pada saat awal Pandemi Covid-19
melanda Indonesia. Memang pada penggunaannya, droplet bisa diatasi dengan
masker kain yang kita gunakan. Namun filtrasinya akan berbeda dengan masker
medis dan N95. Hal ini dikarenakan masker kain tidak perlu diuji, tidak memiliki
standar khusus, dan tidak memiliki izin edar,” ujar Wirabrata.
Webinar juga diisi oleh narasumber Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Kementerian Kesehatan RI, Sodikin Sadek
yang dimoderatori oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kerja Sama, dan
Layanan Informasi BSN, Zul Amri. (nda-humas)