Anda di halaman 1dari 2

GESTOK: ‘MADURA CONNECTION’ DI LINGKARAN PASUKAN PENCULIK JENDERAL

Jumat subuh, 1 Oktober 1965, tepat 57 tahun yang lalu, adalah malam yang sibuk sekaligus
menegangkan bagi anggota resimen Tjakrabirawa yang bertugas sebagai eksekutor lapangan dalam
misi penculikan sekelompok jenderal yang diduga akan mengkudeta Presiden Soekarno.

Sore sebelumnya, sekitar jam 15.00 WIB, pasukan yang secara keseluruhan dipimpin Letnan Kolonel
Untung itu, di-brief di kawasan Halim Perdanakusuma. Lalu mereka dikumpulkan kembali pada jam
20.00 WIB dan pada dini hari sekitar jam 03.00 WIB untuk eksekusi operasi.

Pasukan dibagi menjadi tujuh regu untuk masing-masing target yang juga berjumlah tujuh:

1. Letjen Ahmad Yani;


2. Mayjen Raden Suprapto;
3. Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono;
4. Mayjen Siswondo Parman;
5. Brigjen Donald Isaac Panjaitan;
6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo; dan
7. Jenderal Abdul Harris Nasution

Setelah itu, Gestok pun pecah; dan kita tahu, malapetaka 65 baru saja dimulai.

Adalah fakta bahwa hampir semua serdadu yang ditugasi menculik itu berdarah Madura.

Ada Sersan Mayor Boengkoes, salah satu eksekutor penculikan yang bertugas menjemput Mayjen
Mas Tirtodarmo Haryono. Bintara Tjakrabirawa berdarah Madura itu berhasil menembak Mayjen Mas
Tirtodarmo Haryono dan menyerahkan mayatnya kepada pimpinan lapangan penculikan di Lubang
Buaya, yaitu Letnan Satu Doel Arif yang juga berdarah Madura.

Ben Anderson dalam papernya berjudul The World of Sergeant-Mayor Bungkus, menemukan fakta
bahwa ternyata Boengkoes telah mengenal akrab Dul Arief sejak 1947 ketika mereka sama-sama
tergabung dalam Batalion Andjing Laut di Bondowoso. Keduanya kerap berbincang dalam bahasa
Madura. Bahkan dalam wawancaranya bersama Ben Anderson, Boengkoes menyebut Dul Arief
sebagai kawan sehidup-semati.

Selain Boengkoes dan Doel Arief, ada anggota Tjakrabirawa lain yang berdarah Madura. Ia adalah
Djahurup yang gagal membawa Jenderal Abdul Harris Nasution. Djahurup ini, bersama Boengkoes
dan Doel Arief, pernah berada dalam satu batalion 448 Kodam Diponegoro. Fakta itu dikemukakan
oleh Heru Atmodjo, seorang Letnan Kolonel Udara (Purnawirawan) yang juga berdarah Madura dan
oleh Letnan Kolonel Untung diikutkan dalam Dewan Revolusi.
Daftar Rujukan
➔ Benedict R. O'G. Anderson, “The World of Sergeant-Mayor Bungkus”, Jurnal Indonesia, Nomor 78,
Oktober 2004.
➔ Laporan khusus Koran Tempo berjudul “Tjakrabirawa, Dul Arief dan ‘Madura Connection’” (5
Oktober 2009).
➔ “Struktur Pasukan dan Komando G30S di Bawah Pimpinan Letkol Untung”, Tempo.co, (Kamis, 30
September 2021).

Anda mungkin juga menyukai