Anda di halaman 1dari 21

Makalah

Penerapan Metode Metode Pengendalian Modern


Mata Kuliah : Sistem Pengendalian Manajemen

KELAS : MANAJEMEN A MALAM


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang PENERAPAN
METODE METODE PENGENDALIAN MODERN Selain sebagai tugas Kelompok mata
kuliah Sistem Pengendalian Manajemen, makalah yang kami buat ini bertujuan memberi
informasi kepada para pembaca tentang lembaga keuangan lainnya lebih khususnya koperasi
simpan  pinjam.

Terima kasih disampaikan kepada yang telah membimbing dan memberikan materi
kuliah demi lancarnya tugas makalah ini. Dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
materi, serta sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam melakukan pembelajaran. Dengan
demikian tidak akan tertinggal informasi mengenai lembaga keuangan lainnya. Dalam
kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang
telah membantu. Menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami  butuhkan agar ke depannya kami
mampu menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca
terutama teman-teman sekalian.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah


1.3. Tujuan

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manajemen Modern (Manajemen Korporate)


2.2. Kelebihan Manajemen Modern

2.3. Kelemahan Manajemen Modern


2.4. Sistem Pengendalian Modern

2.5. Penerapan Metode – Metode Pengendalian Modern

2.5.1. Just In Time

2.5.1.1. Pengertian Just In Time

2.5.1.2. Pembelian Just In Time

2.5.1.3. Produksi Just In Time

2.5.1.4. Pemanufakturan JIT dan penentuan

2.5.2. Total Quality Management

2.5.2.1. Pengertian TQM

2.5.2.2. Prinsip-Prinsip TQM

2.5.2.3. Manfaat TQM

2.5.2.4. Implementasi TQM

2.5.3. Balance ScoreCard


2.5.3.1. Pengertian BSC

2.5.3.2. Karakteristik BSC

2.5.4. Coorporate Social Responsibility

2.5.4.1. Pengertian CSR

2.5.4.2. Tahapan-Tahapan CSR

2.5.4.3. Kebijakan Perusahaan Dalam CSR

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan hidup dalam lingkungan yang berubah cepat,dinamik,dan rumit.


Perkembangan lingkungan teknologi dalam sektor : Teknologi transportasi,teknologi
informasi,dan teknologi pemanufakturan mendorong perusahaan - perusahaan di Indonesia
menghadapi persaingan global. Dalam menghadapi persaingan global, perusahaan harus
dapat mempertahankan keunggulan jangka panjang. Agar perusahaan mampu bersaing,
manajemen tidak boleh cepat puas diri. Mereka harus dapat menggunakan strategi untuk
mempertahankan atau meningkatkan posisi pasarnya. Strategi untuk menaikkan harga jual
dan mendasarkan profitabilitas jangka pendek tidak dapat digunakan alat untuk bersaing
global.
Perusahaan lebih baik menekankan pada perbaikan berkesinambungan dalam bidang
produksi dan penjualannya untuk mencapai keunggulan persaingan global. Dalam bidang
produksi, manajemen harus memiliki komitmen untuk menggunakan teknologi
pemanufakturan maju ( advanced Manufacturing Thecnology ).
Pemanufakturan fleksibel mendasarkan konsep penyederhanaan pengotomasian –
pengintegrasian. Globalisasi dan teknologi pemanufakturan maju merupakan tantangan bagi
bangsa indonesia dalam usahanya mencapai bangsa yang unggul. Untuk itu, bangsa
indonesia tidak boleh cepat puas diri, namun harus secara sadar merencanakan masa
depannya agar dapat mencapai keunggulan dalam persaingan global. Sumber daya, tenaga
kerja, kebijakan infestasi, teknologi maju, dan pendidikan perlu dipersiapkan untuk
memperoleh keunggulan dalam persaingan global.

1.2. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Apa itu Manajemen Modern?


2. Memahami Kelemahan dan Kekurangan Manajemen Modern?
3. Memperlajari Apa itu Sistem Pengendalian Modern?
4. Memperdalam Ilmu Penerapan Pengendalian Metode – Metode Modern?

1.3. Tujuan Makalah

1. Defenisi Penilaian Kinerja


2. Alasan diperlukannya penilaian kinerja
3.  Manfaaat Penilain Kinerja
4.  Proses Penilaian Kinerja
5. Metode Penilaian Kinerja
6. Beberapa Permasalahan dan Kondisi-kondisi yang Terjadi Dalam Penilaian Kinerja 
7. Solusi Dalam Menyelesaikan Permasalahn dalam Penilaian Kinerja
8. bagi teman – teman yang membaca dan memahami isi makalah
BAB II
PEMBAHASAN

8.1. Pengertian Manajemen Moderen (Manajemen Kontemporer)

Manajemen modern mulai berkembang sejak tahun 1940- an dan banyak


menggunakan manajemen sains atau manajemen operasi atau riset operasi sebagai pendekatan ilmu
manajemen, yang banyak menggunakan ilmu matematika, fisika, untuk memecahkan masalah
oprasional. Pada awalnya ilmu manajemen operasi digunakan dalam ilmu kemiliteran dalam hal-hal
operasional militer. Tujuan dari  manajemen sains / manajemen ilmu adalah untuk memberikan
landasan kuantitatif dalam pengambilan keputusan (Gibson, Donelly, Ivancevich, 1996).
Manajemen modern adalah manajemen yang pada periodenya ditandai dengan sudah
dipelajari manajemen sebagai ilmu yang mempunyai dasar-dasar logika ilmiah, sehingga banyak
melibatkan ahli manajemen maupun ahli ekonomi untuk melakukan penelitian tentang manajemen
yang menghasilkan berbagai teori maupun aliran manajemen. Teori-teori ini pertama kali dirintis
oleh; Robert Owen, Adam Smith, Charles Babbage dan Max Weber.
Manajemen modern dalam pengembangannya dibagi menjadi dua, pertama aliran
hubungan manusiawi (perilaku organisasi), dan kedua berdasar pada manajemen ilmiah atau
manajemen operasi.

Dalam manajemen modern, konsep manajemen dibagi menjadi :

1) Manajemen berdasarkan hasil.
2) Manajemen berdasarkan tanggungjawab sosial.
3) Manajemen berdasarkan sasaran.
4) Manajemen berdasarkan pengecualian.
5) Manajemen terapan.

8.2. Kelebihan Manajemen Modern

 Banyak variabel yang bisa diolah dengan teori ini seperti penganggaran modal,
perencanaan produk, dsb.
 Pergerakan lebih dinamis dan fleksibel karena pusat komando bisa disesuaikan dengan
kondisi organisasi maupun perkembangan dunia

8.3. Kelemahan Manajemen Modern

 Konsep manajemen modern sulit dipahami karena perhitungannya yang sulit.


 Masih dinilai kurang dalam pengelolaan aspek sosial SDM.

8.4. Sistem Pengendalian Modern

Beberapa strategi Pengendalian modern diantaranya adalah :


 LQG –Linear Quadratic Gaussianmerupakan sistem pengendali LQR –Linear Quadratic
Regulator+ Filter Kalman, model pengendali ini digunakan untuk input dan pengukuran
terdapat noise.
 Nonlinier feedback control(Teknik Linierisasi Feedback –FLT) dalam strategi
pengendalian ini sinyal umpan balik yang didasarkan pada pengukuran atau model
analitik dari plant diaplikasikan untuk mengkompensasi efek non linier.
 Pengendali adaptif merupakan strategi dari sebuah pengendali (misalkan PID) dimana
gain –gain pengendalinya diatur sesuai dengan kriteria performansi. Strategi ini untuk
sistem non linier.
 Mode Sliding Pengendali, atau pengendali switching merupakan sistem pengendalian
dengan sinyal pengendali di switch antara hukum pengendali untuk mendorong respon
menuju daerah yang diharapkan (sliding surface). Strategi ini untuk sistem non linier.
 Pengendali H~, sebuah sistem pengendalian dengan cara meminimumisasi kriteria
performansi, dan ini digunakan untuk sistem linier

8.5. Penerapan Pengendalian Metode – Metode Modern

8.5.1. Just In Time ( JIT )

8.5.1.1. Pengertian Just In Time

Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu Filosofi tepat waktu yang memusatkan pada
aktivitas yang diperlukan oleh segmen & segmen internal lainnya dalam suatu organisasi. JIT
mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut :
 Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasaharus di eliminasi.
Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu,misalnya
persediaan sedapat mungkin nol.
 Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi sehingga produk
rusak dan cacat sedapat mungkin nol, tidak memerlukan waktu dan biaya untuk
pengerjaan kembali produk cacat, dankepuasan pembeli dapat meningkat.
 Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan ( Continous Improvement )
dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
 Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap
aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti misalnya pembelian,
produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.

8.5.1.2. Pembelian JIT

Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian
rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas
pembelian dengan cara :
 Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi Sumber & sumber
yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
 Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
 Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
 Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
 Mengurangi waktu dan biaya untuk program & program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada system akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut :
 Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
 Perubahan cost pools yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
 Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya
tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
 Mengurangi perhitungan dan penyajian inforrmasi mengenai selisih harga beli secara
individual
 Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.

8.5.1.3. Produksi JIT

Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat
waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau
sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara :
 Mengurangi atau meniadakan barang dalam pr$ses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
 Mengurangi atau meniadakan “lead time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu
nol).
 Secara berkesinambungan berusaha sekeras & kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin & mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (work station)
 Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang Lead
Time ( waktu tunggu ) pemanufakturan
 Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
 Waktu perpindahan
 Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
 Ruangan pabrik
 Biaya mutu
 Pembelian bahan
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada system akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut :
 Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
 Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (Cost Pools) untuk aktivitas tidak
langsung
 Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan inforrmasi selisih biaya tenaga kerja
dan overhead pabrik secara individual.
 Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”

8.5.1.4. Pemanufakturan JIT dan Penentuan

Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang


ditemui dalam pemanufakturan tradisional. Penggunaan system pemanufakturan JIT mempunyai
dampak pada :
 Meningkatkan Keterlaakan (Ketertelusuran) biaya.
 Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
 Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa ( departemen jasa )
 Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
 Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

8.5.2. Total Quality Management (TQM)

8.5.2.1. Pengertian TQM

Total Quality Management ( Manajemen kualitas total ) adalah strategi manajemen yang
ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai
dengan definisi dari ISO, TQM adalah “suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi
yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta member keuntungan untuk semua
anggota dalam organisasi serta masyarakat”.
Definisi pendeknya, TQM adalah Costumer Focus dan Company -wide dengan melakukan
 Aktivitas pendekatan system
 Aktivitas pendekatan ilmiah
Sehingga untuk menjadi perusahaan yang terunggul sebuah perusahaan memberikan
kepuasan konsumen melalui produk yang dihasilkan dan jasa kemudian hasilnya untuk
meningkatkan unjuk kerja perusahaan.
Filosofi dasar dari TBM adalah “sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah organisasi
dapat mengalami kesuksesan”. Kendaraan yang digunakan dalam TQM :
 Manajemen Harian
 Manajemen Kebijakan
 Manajemen Cross-Fungsional
 Gugus Kendali Mutu
TQM telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan, dan
industri jasa, bahkan program & program luar angkasa dan ilmu pengetahuan NASA.
Flandy Tjipto 1996, mendefinisikan bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Total Quality Management didefinisikan sebagai konsep perbaikan yang dilakukan secara
terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai
kualitas yang “excellent” dalam semua aspek organisasi melalui proses manajemen
(Dipietro,1993;Greg et al,1994)
Pengertian TQM secara rinci (Handoko,1998) :
1. Pengertian Total
Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi organisasional menyeluruh
yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan. Setiap orang terlibat
dalam proses TQM. Lebih lanjut, kata “Total” berarti bahwa TQM mencakup tidak hanya
pengguna akhir dan pembeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok bahkan
personalia yang mendukung.
2. Pengertian Kualitas
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan pelayanan
kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau manajer departemen
pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung
pada latar belakang sosial ekonomis dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi
penting : kualitas bagi seseorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan
TQM
adalah menyayikan kualitas bagi pelanggan.
3. Pengertian Manajemen
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan
teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan TQM sangat berorientasi pada manajemen
orang. Implementasi TQM mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total
dan fundamental, yang mencakup misi, visi, orientasi strategi, dan berbagai praktek manajemen
vital lainnya.

8.5.2.2. Prinsip - Prinsip TQM

Prinsip & prinsip TQM harus bersumber dari atas ke bawah dan beroperasi dari bawah ke
atas, bila diinginkan berjalan secara efektif, ini bisa dicapai bila organisasi menganut sistem
Desentralisasi.

8.5.2.3. Manfaat TQM

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM, khususnya bagi pelanggan,
perusahaan maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut didasarkan pada sistem kerja dari
program TQM yang berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan. Hal ini
akan mengurangi berbagai bentuk pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua
faktor itu pada akhirnya akan meningkatkan profit.

Manfaat TQM bagi perusahaan adalah :


 Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
 Staf lebih termotifasi
 Produktivitas meningkat
 Biaya turun (Cost Reduction)
 Produk cacat berkurang
 Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat
 Membantu terciptanya teamwork
 Membuat perusahaan lebih sensitive terhadap kebutuhan pelanggan
 Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Manfaat TQM bagi customer :
 Pelanggan lebih diperhatikan
 Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk ataupun pelayanan
 Kepuasan pelanggan terjamin

8.5.2.4. Implementasi TQM

Jika perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan program TQM, maka


perencanaanya harus dilakukan oleh manajemen puncak dan informasikan kepada seluruh
karyawan. Pimpinan puntak harus menetapkan tujuan yang harus dicapai dari implementasi
program TQM, seperti, apa yang harus diubah, apakah tujuannya ingin berdayakan
Karyawan, apakah ingin meningkatkan loyalitas pelanggan. Tujuan yang diterapkan secara jelas,
menunjukkan bahwa pimpinan mengetahui apa yang dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat
mengorganisasikan program TQM mencapai tujuannya. Agar implementasi porgran TQM
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, diperlukan persyaratan sebagai berikut :
 Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari manajemen puncak
 Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
 Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas
 Memilih Coordinator (Fasilisator) program TQM
 Melakukan bechmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
 Merumuskan nilai (Value), Visi (Vision), dan misi (Mission)
 Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
 Merencanakan investasi program TQM
 Mengambil pelajaran dari kegagalan program TQM
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah diakui oleh pelaku
bisnis di dunia maupun oleh para akademisi terkemuka, menunjukkan suatu bukti bahwa TQM
merupakan salah satu system manajemen kualitas yang dapat diandalkan untuk meningkatkan
daya saing sampai saat ini.. Jepang sebagai contoh Negara yang berhasil memanfaatkan TQM
walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya TQM. Keberhasilan Jepang tersebut tentu saja
dilandasi oleh komitmen dan keterlibatan secara penuh dari seluruh karyawan dalam
penerapannya, tidak setengah & setengah dan bersi8at kemanusiaan, yaitu mengikutsertakan,
memberi inspirasi dan memberlakukan karyaqan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Memang diakui bahwa tidak semua perusahaan maupun organisasiyang menerapkan
TQM sekarang ini dapat bekerja dengan baik dan bahkan beberapa perusahaan sama sekali tidak
dapat menghasilkan perbaikan kinerja yang memadai, dengan kata lain telah gagal dalam
penerapannya. Kegagalan penerapan TQM ini telah membuat banyak kritik yang dilontarkan
oreng terhadap TQM.

8.5.3. Balance ScoreCard ( BSC )

8.5.3.1. Pengertian BSC

BSC adalah sebuah kertas kerja yang digunakan untuk mengatur proyek yang dikerjakan
mengukur kinerja dari staf maupun tim, dan memberikan hasil kepada managerial dalam
pengambilan keputusan yang nantinya keputusan ini akan mempengaruhi visi dan misi serta
objektif dari perusahaan.

8.5.3.2. Karakteristik BSC

Menurut John Sterling pada jurnalnya yang berjudul “Using The Balanced Scorecard In
A Sophisticated Law Firm” tahun 2007, terdapat 9 tempat. karakteristik dalam kertas kerja BSC
ini, yaitu:
 Pengukuran Finansial : pengukuran ini mendefinisikan kebutuhan dari stakeholders dan
ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa kalangan, BSC dianggap sebagai reaksi
berfokus terhadap nilai pemegang saham. Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis
hanya mendefinisikan kebutuhan manajemen untuk mengukur unsure & unsur lain dari
strategi dan operasi jika hal itu dipandang akan memberikan hasil keuangan yang lebih
baik.
 Pengukuran terhadap pelanggan : pengukuran ini lebih berfokus bagaimana perusahaan
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan
pelanggan. Beberapa yang diukur adalah fleksibilitas, inovasi, tanggung jawab, dan
lainnya yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
 Pengukuran terhadap pengembangan dan pembela6aran: pengukuran ini lebih berfokus
pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan dalam organisasi dan
mengembangkan sektor & sektor yang masih perlu peningkatan.
 Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan: pengukuran ini berfokus pada bagaimana
perusahaan meningkatkan bisnis proses terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis
perusahaan dapat berjalan dengan baik dan meningkat.

8.5.4. Coorporate Social Responsibility ( CSR )

8.5.4.1. Pengertian CSR

CSR yang kini kian marak diimplementasikan berbagai macam perusahaan, mengalami
evolusi dan metamorphosis dalam rentang waktu yangcukup lama. Konsep ini tidak lahir begitu
saja, akan tetapi melewati berbagai macam tahapan terlebih dahulu. Gema CSR mulai terasa
pada tahun 1950-an. Pada saat itu, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula
terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Buku yang bertajuk
Social Responsibility of the Businessman karya Howard R.Bowen yang ditulis pada tahun 1953
merupakan literatur awal yang menjadi tonggak sejarah modern CSR. Bowen dijuluki “Bapak
CSR” karena karyanya tersebut. Setelah itu, gema CSR diramaikan dengan terbitnya “Silent
Spring” yang ditulis oleh Rachel Carson, ia mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa
betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan.

Tingkah laku perusahaan perlu dicermati terlebih dahulu sebelum berdampak menuju
kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan
mendapat perhatian yang luas. Pemikiran mengenai CSR dibahas lagi pada tahun 1966 dalam
“The Future Capitalism” yang ditulis Lester Thurow, dilanjutkan pada tahun 1970-an terbitlah
“The Limits to Growth” yang merupakan buah pemikiran cendekiawan dunia yang tergabung
dalm Club of Rome, buku ini terus diperbaharui hingga saat ini (Wibisono, 2007).
Menurut Wibisono (2007), sejalan dengan bergulirnya wacana tentang kepedulian
lingkungan kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan Philanthropy
serta Community Development (CD). Pada era 1980- an makin banyak perusahaan menggeser
konsep Philanthropy kearah Community Development. Pada dasawarsa 1990-an adalah
dasawarsa yang diwarnai dengan beraneka ragam pendekatan, seperti pendekatan integral,
pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society. Pada tataran global, tahun 1992
diselenggarakan KTT Bumi di Rio de Jenario Brazil, pertemuan ini menegaskan konsep
pembangana berkelanjutan (Sustinable Development) yang didasarkan pada perlindungan
lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang mesti dilakukan.
Terobosan terbesar CSR dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (Profit, People dan
Planet) yang dituangkan dalm buku

Definisi CSR telah banyak dikemukakan berbagai pihak. Konsep CSR yang banyak
dijadikan rujukan oleh berbagai pihak sebagaimana yang dikemukakan oleh Teguh S. Pambudi
dalam tulisannya di majalah SWA edisi Desember 2005 adalah pemikiran Elkington, yakni
tentang tripel bottom line. Menurutnya CSR adalah segitiga kehidupan stakeholder yang harus
diberi atensi oleh korporasi di tengah upayanya mengejar keuntungan atau profit, yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial. Hubungan itu diilustrasikan dalam bentuk segitiga. Sejalan dengan itu,
Wibisono (2007) mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemangku
kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak
positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Sementara Nursahid (2006) mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab moral suatu
organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik
secara langsung ataupun tidak langsung dari operasi perusahaan. Sukada, dkk (2006)
mendefinisikan CSR sebagai segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar pilar ekonomi, sosial dan lingkungan,
dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar.
Sementara itu, The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
menjelaskan bahwa CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus bertindak etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas
komunitas lokal dan masyarakat secara luas.

8.5.4.2. Tahapan-Tahapan CSR

Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan CSR, yaitu:

 Tahap perencanaan.

Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assessement,
dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah utama membangun
kesadaran pentingnya CSR dan komeitmen manajeman, upaya ini dapat berupa seminar,
lokakarya, dan lain-lain. CSR Assessement merupakan upaya memetakan kondisi perusahaan
dan mengidentifikasikan aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-
langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR
secara efektif.

Langkah selanjutnya membangun CSR Manual Building, dapat melalui bencmarking,


menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola
tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif
dan efisian.

 Tahap implementasi.

Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang penting diperhatikan, yaitu penggorganisasian
(organizing) sumber daya, penyusunan (staffing), pengarahan (direction), pengawasan atau
koreksi (controlling), pelaksanaan sesuai rencana, dan penilaian (evaluation) tingkat pencapaian
tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan
internalisasi.

 Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur
sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

 Pelaporan.

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan inforrmasi material dan relevan
mengenai perusahaan.

8.5.4.3. Kebijaksanaan Perusahaan dalam CSR

Menurut Steiner (1997) dalam Mulyadi (2007) kebijakan umumnya dianggap sebagai
pedoman untuk bertindak atau saluran untuk berfikir. Secara lebih khusus kebijakan adalah
pedoman untuk melaksanakan suatu tindakan. Kebijakan mencakup seluruh bidang tempat
tindakan atau yang dilakukan. Kebijakan biasanya berlangsung lama serta cenderung memiliki
jangka waktu yang lama tanpa peninjauan dan penyempuranaan. Kebijakan menjelaskan
bagaimana cara pencapaian tujuan dengan menentukan petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan
dirancang untuk menjamin konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan yang
berwawasan sempit dan berdasarkan kelayakan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

lmu manajemen mulai berkembang diawali dengan teori klasik kemudian disusul dengan
teori Neo-klasik. Lalu, seiring perkembangan kebutuhan yang serba cepat, praktis dan efisien,
muncul teori baru yaitu teori manajemen modern yang lebih menekankan pada aliran kuantitatif
dan merupakan gabungan dari Operation Research dan Management Science.

Sebagaimana terdapat kelemahan pada teori ini, biasanya para manajer akan
menggabungkan lebih dari satu teori manajemen dalam implementasi di dalam perusahaannya.

3.2. Saran

Tugas ini sudah kami kerjakan sesuai dengan prosedur yang telah diberikan dan apabila
ada kekurangan dalam penulisan ataupun materi yang kami berikan kami mohon maaf sebesar-
besarnya karena keterbatasan wawasan. Dan jika ada yang kekurangan mohon di diberi saran
kan kritikan yang membangun bagi kelompok kami.

DAFTAR PUSTAKA

Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan , Management Control System, 12th Edition,  McGraw-
Hill,  Boston, 2007.
Abdul Halim, Achmad Tjahjono, Muh. Fakhri Husein, Sistem Pengendalian Manajemen, UPP AMP
YPKN Yogyakarta, Cetakan Kedua 2003
http://hallaanggraeni.blogspot.co.id/
http://bisnismaestro.blogspot.co.id/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai