ekologi
uswat un khasanah Arifin
Abstrak
Struktur sungai pada hakekatnya merupakan komponen (elemen) atau bagian dari morfologi
sungai, yang meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai.
Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor penyebab terbentuknya sungai, karena pengaruh
besaran curah hujan, jenis batuan, dan ketinggian tepat, yang berpengaruh terhadap lingkungan
bio-fisiknya. Hujan sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian tempat, sangat
berpengaruh terhadap tatanan kehidupan komunitas vegetasi spesifik riparian.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Permukaan bumi, seperti yang diungkapkan oleh Chorley (1984), secara alami
mengalami erosi begitu muncul ke permukaan. Salah satu faktor penting penyebab erosi yang
bekerja secara terus menerus untuk mengkikis permukaan bumi, hingga sama dengan
permukaan laut adalah air.
Air adalah benda cair, yang senantiasa bergerak kearah tempat yang lebih rendah,
yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985),
dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya
terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang
disebut dengan istilah alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran
sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan
tanggul sungai.
Saluran air kecil dan atau besar yang saling ketemu membentuk pola aliran sungai
tertentu, yang dipengaruhi oleh jenis batuan dan bentuk morfologi medan (Thornbury, 1954;
Barstra, 1982). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa jenis batuan dan morfologi
medan badan sungai, selain mempengaruhi kerapatan aliran sungai, juga dapat mencirikan
karakteristik sungai yang meliputi perkembangan profil, pola aliran dan genetis sungainya.
Di daerah yang tersusun oleh batuan intrusif, dengan tekstur kasar, menunjukkan
kerapatan aliran sungai yang rendah. Namun sebaliknya pada aliran sungai yang didominansi
oleh batuan sedimen, memperlihatkan kerapatan yang tinggi (Zuidam, 1983 dan Sandy,
1985).
1). Makalah Sidang-II (Geografi Fisik), Seminar dan Konggres Geografi Nasional. Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 -- 29 Oktober 2002.
2). Staf Pengajar Jurusan Geografi FMIPA-UI.
Mencermati atas uraian di atas, paparan dalam tulisan ini ingin mencoba untuk
menelaah secara lebih mendalam bentuk morfologi dan lingkungan fisik sungai.
A B C B A
>< >< >< ><
Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari bentuk luar sungai
secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari sungai, yang sering disebut dengan
istilah struktur sungai. Struktur sungai dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai),
alur sungai, bantaran sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:
3. Bantaran sungai
Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran sungai merupakan bagian
dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai,
mulai dari tebing sungai hingga bagian yang datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai
penyaring (filter) nutrien, menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi.
Bantaran sungai merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu
tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim
penghujan dan kemarau.
4. Tebing sungai
Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai dengan tanggul sungai
disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai umumnya membentuk lereng atau sudut
lereng, yang sangat tergantung dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar
sudut lereng yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi
riparian, kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk cadas.
Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat
diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai.
B. Kerapatan sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy (1985) adalah bagian
dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan semua air yang jatuh mengalir kedalam
sungai, dan keluar pada satu outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah
ratio (perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah Aliran Sungai.
C. Karakteristik sungai
Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan
genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut;
1. Profil sungai
Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957 dan
Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda,
terdapat di daerah hulu sungai, yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri
spesifiknya terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang
kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai,
sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu
Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai,
yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang
berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang
relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di
beberapa tempat mulai terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan
yang mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode tua, di
daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi erosi tegak, dan daya
angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut
di bagian muara sungai sering menyebabkan delta.
2. Pola Aliran
Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran sungai, dipengaruhi
antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan dan
lipatan, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola
sungai.
Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang
dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950),
dan Sandy, 1985). Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:
(1). Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat di
struktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.
(2). Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti
struktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus
(3). Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini
terpadapt perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen.
(4). Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang
merupakan asal mula sungai konsekwen.
3. Genetik Sungai
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai dibedakan menjadi empat yaitu:
(a). Sungai konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir mengikuti kemiringan
lapisan batuan yang dilaluinya. Contoh S. Cipanas, Sungai Cacaban.
(b). Sungai Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan yang lunak, dan
biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap sungai konsekwen.
(c). Sungai Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan kemiringan lapisan
batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan dengan sungai konsekwen.
(d). Sungai antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya teras,
air. Level rataan dasar sungai pengukurannya dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang
berbeda yaitu di bagian tengah dan kanan kirinya.
Debit sungai
Debit sungai adalah besaran volume air yang mengalir per satuan waktu. Volume air
dihitung berdasarkan luas penampang dikalikan dengan tinggi air. Sumber air sungai
terbesar berasal dari curah hujan, di bagian hulu umumnya curah hujannya lebih tinggi,
dibanding di daerah tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari aliran bawah tanah, yang
dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan air bawah tanah (base flow).
Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber dari air hujan., yang masuk
melalui peristiwa infiltrasi perkolasi. Air perkolasi menuju ke lapisan air tanah dalam
(ground water), namun sering ada yang keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran
samping ini sering keluar pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda
dengan aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau.
Suhu air
Secara umum, temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi oleh ketinggian
tempat (elevasi). Sandy (1985), mengemukakan bahwa di daerah-daerah hulu air sungai
relatif dingin, sedangkan di bagian tengah dan hilir semakin tinggi suhunya. Akan tetapi Cole
(1979), menyatakan bahwa selain pemanasan bersumber dari matahari, suhu air sungai juga
sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas bumi.
Tinggi rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh terhadap kehidupan
(biota) perairan sungai.
Salinitas
Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang dipengaruhi oleh
salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya salinitas air sungai di daerah hilir,
disebabkan oleh pengaruh pasang surut air laut. Namun demikian Lebeck (1939),
menyatakan bahwa salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh
pengaruh air laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.
Padatan Tersuspensi
Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985) sangat
dipengaruhi oleh musim. Pada cwaktu musim penghujan kadungan lumpur relatif lebih tinggi
karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air
sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
1. Struktur Sungai
Mencermati atas Gambar-I (Profil Sungai), dapat ditelusuri bahwa struktur sungai
pada hakekatnya merupakan komponen (elemen) atau bagian dari morfologi sungai, yang
meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai. Bagian dari badan
sungai dapat diketahui gradien sungainya. Permukaan bumi menunjukkan adanya relief, baik
dalam sekala besar maupun kecil yang memungkinkan terjadinya aliran dari hulu ke hilir.
Bentuk dan lingkungan fisik sungai secara alamiah terlihat sejak munculnya bumi keper
mukaan. Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor penyebab terbentuknya sungai yang
dipengaruhi oleh besaran curah hujan, jenis batuan, dan ketinggian tepat. Curah hujan
sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap
bentuk komunitas vegetasi bantaran sungai, serta berpengaruh terhadap temperatur air
sungai, salinitas, dan tingkat kekeruhannya.
Mencermati atas uraian profil sungai, dimana ada tiga taraf dalam proses
pengembangnnya (periode muda, dewasa dan tua), nampaknya apabila ditelusuri lebih jauh,
akan memperlihatkan bentuk struktur yang berbeda antara periode yang satu dengan lainnya.
Hal ini terlihat dari kenampakan seperti mengapa meader terjadi di bagian tengah atau dekat
ke hilir, delta selalu berada di daerah hilir, dan gerusan dasar sungai lebih cenderung terjadi di
gradien yang lebih besar presentase kelerengannya. Demikian halnya terhadap pola aliran air
yang nampaknya secara spesifik juga akan memperlihatkan struktur yang berbeda antara pola
yang satu dengan lainnya. Hal ini mengingat bahwa terbentuknya pola aliran sungai sangat
dipengaruhi oleh dominansi batuan pembentunya (batuan beku dan atau batuan sedimen).
waktu musim penghujan dan kemarau. Jasa lain, vegetasi riparian yaitu kemampuan vegetasi
dalam merubahan besaran unsur-unsur hara mineral dan atau sifat fisik-kimia baik air maupun
tanahnya.
Daftar Pustaka
Barstra, G.J; 1978. The riverlaid strata near Trinil, site of Homo Erectus, Java, Indonesia. Mod.Quat. Res. In SE
Asia, Vol 7.
Bemmelen, R>W, 1949. Geology of Indonesia, Vol IA. The Hague Martinus Nijhoff.
Chorley, R.J., 1984. Geomorphology, Menthunsen & Co. Ltd; London.
Cotton, C. A; 1940. Classifikation and correlation of River Terrasces. Jour Geomorphology, Vol 3. New York: Grw
Hill.
Forman; Richard and Michel Gordon. 1983. Lansdcape Ecology. John Wiley & Son; New York.
Katili, J.A; 1950. Geologi. Jakarta; Departemen Urusan Riset Nasional.
Lebeck, A.K,. 1939. Geomorphologi. New York: Grw Hill.
Pannekoek, A.J.Dr. 1949. Outline of the Geomorphology of Java. TKNA, Genootsch. LXVI.
Sandy, IM, 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna Tanah Departemen Dalam
Negeri (Publikasi 437).
Thornbury, William, D; 1973. Principle of Geomorphologi. New York: Grw Hill.
Waryono. Tarsoen; 1985. Analisis Vegetasi Riparian (Studi Kasus DAS Mahakam Bagian Hilir). Litbang
Departemen Kehutanan Samarinda.
_______________; 2002. Struktur Lansekap Bantaran Sungai di DKI Jakarta. Program Studi Biologi Konservasi
FMIPA Universitas Indonesia.