Anda di halaman 1dari 14

TUGAS METOPEL

KUALITATIF

DOSEN PENGAMPU : Muhd. AR. Imam Riauan., M.I.Kom

Septian Febrianto
179110248
5G

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Penegasan Judul
Penelitian ini berjudul “ Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan  Kepribadian dan Integrasi
Kelompok ”, penelitian ini akan membahas berbagai hal tentang pengaruh pengajian terhadap individu
dalam kelompok tersebut dilihat dari berbagai perspektif. Penelitian ini dilakukan di dua kelompok yang
berbeda yaitu kelompok pemuda yang usianya berkisar antara 19-25 tahun dan kelompok pengajian yang
anggotanya umumnya berumur 40 keatas. Hasil penelitian ini akan dikomparasikan untuk saling
melengkapi dalam rangka melakukan pembacaan terhadap kelompok keagamaan.
        1. Pengajian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengajian berarti pengajaran (agama Islam). Dapat
didefinisikan, pengajian merupakan usaha untuk menanamkan nilai-nilai islam dimana dalam pengajian
ini terdapat interaksi antara ustadz (guru) sebagai agen sosialisasi dan jamaah (anggota) sebagai objek
sosialisasi. Pengajian merupakan salah satu proses pentransferan (sosialisasi) nilai atau norma-norma
kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan oleh anggota baru tersebut
yang nantinya dijadikan standar  pedoman dan perilaku.
       2. Kepribadian
Kepribadian adalah integrasi dari keseluruhan kecenderungan seseorang untuk berperasaan,
berkehendak, berpikir, bersikap, dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu.[1] Jadi kepribadian
adalah kecenderungan psikologi seseorang untuk melakukan sesuatu menurut standar dan pedoman
perilaku yang dianut oleh individu. Kepribadian ini timbul karena adanya sosialisasi yang diberikan oleh
kelompok sosial kepada anggota baru yang merupakan proses yang berjalan secara intensif dan dalam
waktu yang lama.
        3. Integrasi
Integrasi adalah penyatuan menjadi suatu keasatuan yang utuh. Jika kita melihat dalam buku
Muqaddimah ibnu Khaldun solidaritas atau integrasi merupakan suatu proses adaptasi untuk
mempertahankan diri dari keadaan alam yang sulit, hidup yang berat, mempertahankan diri dari serangan
bangsa lain ataupun untuk melindungi kelompok mereka. Menurut pengamatan Emile Durkheim pada
revolusi industri, solidaritas mekanik terjadi dalam masyarakat tradisional dimana integrasi (Ashabiyah)
ditentukan oleh primordial yaitu berupa silsilah kekerabatan, agama dan komunitas. Sedangkan solidaritas
organis terjadi dimasyarakat modern, dimana solidaritas mekanis diganti oleh pembagian kerja yang
kompleks, namun dalam kenyataannya solidaritas mekanik tersebut tidak hilang sepenuhnya melainkan
melangkapi kekompleksan solidaritas organik.
        
B. Latar Belakang

Kelompok sosial merupakan representasi dari individu, karena pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan manusia lain (gregeriousness) dan memiliki
hasrat menjadi satu dengan lingkungan alamnya. Jika kita melihat sejarah islam di abad klasik maupun di
abad pertengahan kelompok keagamaan memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan
falsafah islam maupun membangun peradaban. Melalui diskusi-diskusi atau pengajaran mereka 
menghasilkan berbagai intelektual muslim, membangun ilmu pengetahuan dan peradaban islam.
Di era modern ini kelompok keagamaan bukan hanya sekedar membahas masalah keagaman,
tetapi juga membahas ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Hal itu dibuktikan dengan sejarah Indonesia
yang digerakkan atas nama kelompok agama yang merupakan bentukan dari diskusi-diskusi ataupun
pengajian keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok tersebut. Selain itu juga terdapat segi negatif
dari munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan tersebut yaitu radikalisasi keagamaan yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok islam garis keras.
Pengajian menempati posisi sentral dalam berjalannya suatu kelompok sosial, karena pengajian
merupakan salah satu proses pentransferan (sosialisasi) nilai atau norma-norma kelompok terhadap para
anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan oleh anggota baru tersebut yang nantinya dijadikan
standar  pedoman dan perilaku. Pengajian dapat meningkatkan assobiyah (solidaritas) anggota karena
berbagai persamaan baik itu idologi, cita-cita,  maupun musuh bersama.
Namun dewasa ini fungsi pengajian tidak hanya sebatas itu, tetapi terdapat juga fungsi laten
lainnya, seperti fungsi ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Pengajian tidak lagi mutlak sebagai tempat
penyaluran atau bentuk tindakan rasionalitas nilai dari anggotanya. Hal inilah yang nantinya akan kami
kami bahas dalam penelitian kami, yaitu bagaimana proses berlangsungnya kajian keagamaan dan
pengaruhnya terhadap integrasi dan pembentukan kepribadian anggota, dan juga fungsi laten dari
pengajian tersebut.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses berlangsungnya penanaman nilai-nilai islam dalam kelompok tersebut?
2. Bagaimanakah interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial keagamaan tersebut?
3. Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan apakah faktor-faktor
pemersatu itu?
4. Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan karakter anggota?
5. Apa motivasi anggota pengajian bergabung dengan kelompok sosial keagamaan tersebut?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana proses sosialisasi nilai-nilai islam, yang meliputi aspek
osialisasi,  internalisasi, eksternalisasi, objektifikasi.
2. Bagaimana pola interaksi yang terjadi antara agen sosialisasi (ustaz/ustazah) dan objek
sosialisasi (anggota pengajian).
3. Mengetahui dampak dari pengajian tehadap pembentukan kepribadian dan intensitas integrasi.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai bahan pembelajan mahasiswa untuk lebih
mengetahui bagaimana kelompok keagaman menjalankan aktivitasnya, baik proses interaksi, sosialisasi,
maupun integrasinya dilihat dari berbagai perspektif teori. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai pengayaan sosiologi islam yang nantinya digunakan sebagai pembangunan konsep sosiologi
islam di UIN Sunan Kalijaga. Secara praxis dapat digunakan sebagai pengembangan dan pembangunan
pengajian-pengajian islam dalam rangka meningkatkan kualitas umat islam secara umum.

F. Hipotesis
Kelompok pengajian agama mempengaruhi pembentukan kepribadian anggota kelompok dan
integrasi antar anggotanya, dimana pengaruh tersebut memiliki karakteristik berbeda dari kelompok sosial
nonagama, misalnya kelompok pertemanan, ataupun kelompok profesi.
 
 
 
 
 
 
BAB II
LANDASAN TEORI
 
Teori yang kami gunakan dalam mengkaji kelompok sosial keagamaan ini adalah teori Integrasi
Emile Durkheim, untuk pembentukan kepribadian anggota kelompok sendiri akan kami gunakan teori
kelompok social. Teori lain yang kami gunakan untuk mendukung analisis data penelitian kami adalah
teori tindakan sisoal Max Weber.
A.    Integrasi Sosial
Integration (integrasi) memiliki beberapa pengertian : (1)salah satu masalah kekal sosiologi
klasik adalah bagaimana berbagai elemen masyarakat menjaga kesatuan, bagaimana mereka berintegrasi
dengan satu sama lain. Dua pemikiran penting adalah: integrasi karena nilai-nilai bersama sesuai teori
fungsionalisme (functionalism) dan integrasi karena saling ketergantungan sesuai teori pembagian kerja
(divition of labour). Konsep ini dikritik karena seakan-akan menyiratkan pandangan tentang masyarakat
yang terlalu terpadu dan mengabaikan kemungkinan konflik. Perkembangan konsep integrasi sosial dan
sistem (social and system integration) adalah upaya untuk memajukan diskusi tentang bagaimana elemen-
elemen masyarakat menjaga atau tidak menjaga kesatuan. (2) Integrasi juga merujuk pada proses yang
mana berbagai ras yang berbeda menjadi lebih erat secara sosial, ekonomi, dan politik.
 
B.     Kelompok Sosial
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama,
karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal
balik yang saling memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong. (Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar. 2010)
Kelompok sosial memiliki banyak klasifikasi. Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-
kelompok yang terorganisasi dengan baik sekali seperti negara, sampai pada kelompok-kelompok yang
hampir-hampir tak terorganisasi misalnya kerumunan. Dalam hal ini, kelompok sosial keagamaan yang
kami teliti yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok sosial paguyuban
(gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat
oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah
rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat
dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok pengajian. Tonnies
mengatakan suatu paguyuban memilki ciri-ciri pokok, yaitu:
Intimate, yaitu hubungan yang menyeluruh dan mesra.
Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja.
Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang-orang di luar “kita”.
Dalam paguyuban terdapat suatu kemauan  bersama (common will), ada suatu
pengertian (understanding) serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok
tersebut. Kelompok sosial paguyuban juga terbagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama, paguyuban karena
ikatan darah (gemeinschaft by blood), contohnya keluarga, kelompok kekerabatan. Tipe ke dua,
paguyuban karena jiwa-pikiran (gemeinschaft by mind). Dan tipe terakhir adalah paguyuban karena
tempat (gemeinschaft by place), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan tempat
tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong, contohnya rukun tetangga, rukun warga. Termasuk
contoh  paguyuban karena jiwa pikiran adalah pengajian. Karena hubungan yang terjadi antaranggota
pengajian sangat erat (khusunya pengajian ibu-ibu yang kami teliti). Hubungan antaranggota pengajian
sangat intim, bahkan bisa dikatakan mereka telah mengenal secara baik sesama anggota.
C.    Tindakan Sosial
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan tindakan sosial. Weber
bahkan menjadika tindakan sosial sebagai objek kajian sosiologi. Tapi yang dimaksud dengan tindakan
sosial di sini adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat tipe:
Zwerk Rational atau tindakan sosial rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya
sekadar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentuka nilai dari tujuan itu
sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya instrumen, kepentingan, atau tujuan tertentu. Contohnya
kegiantan ekonomi dan politik.
Werkrational action atau tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan
akhir itu sendiri. Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam tindakan ini, aktor tidak
mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat, ataukah lebih tepat
untuk mencapai tujuan yang lain. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya
sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
Affectual action atau tindakan afektual. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk
menunjukkan emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si
aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional.
Traditional action atau tidakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan
dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan (given).
Tindakan sosial yang dilakukan kelompok pengajian termasuk dalam tindakan sosial werkrational
action atau rasionalitas nilai. Namun dalam kasus kami, anggota kelompok pengajian yang kami teliti
tidak hanya memiliki motif tindakan rasionalitas nilai atau hanya semata-mata mengharapkan pahala dari
Allah. Meskipun sebagian anggota memilki motif tersebut, namun ada beberapa tindakan lainnya yang
dilakukan oleh para anggota pengajian dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial keagmaan
tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Yaitu pendekatan yang berusaha
menangkap kenyataan sosial secara keseluruhan, utuh, dan tuntas sebagai suatu kesatuan kenyataan.
Menurut pendekatan ini, objek penelitian dilihat sebagai kenyataan hidup yang dinamis. Sehingga dengan
penelitian ini data yang diperoleh tidak berupa angka-angka, tetapi lebih banyak deskripsi, ungkapan, atau
makna-makna tertentu yang ingin disampaikan. Adapun penambahan sedikit tabel hanya kami gunakan
sebagai pelengkap data deskriptif saja. Dalam pendekatan ini kami menggunakan penelitian deskriptif.
Deskriptif dimaksud untuk mendeskripsikan suatu situasi. Pendekatan deskriptif juga berarti untuk
menjelaskan fenomenaatau karakteristik individual, situasi, atau kelompok sosial secara akurat.
B.     Penentuan Populasi Sampel
Subjek dalam penelitian kami adalah kelompok sosial keagamaan yang diambil dari dari dua
kelompok keagamaan yang berbeda yang pertama adalah kelompok pengajian usia lanjut yang berumur
40 tahun keatas dan kelompok pengajian mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang kebanyakan anggotanya
berasal dari organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).  Dari sini nanti akan
kami komparasikan diantara keduanya sehingga menghasilkan sintesis yang lebih akurat dalam mengkaji
kelompok keagamaan tersebut.
C.    Metode Pengumpulan Data
Data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Yaitu data yang didapat
langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini data primer didapat dengan cara observasi dan wawancara
(interview).
1. Metode Interview
Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan subjek penelitian yang bersifat
dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu disistematisasi sesuai dengan tema penelitian,
pertanyaan secara fleksibel dapat berubah sesuai dengan arah pembicaraan agar tidak menimbulkan
kecanggungan subjek kajian.
2. Metode observasi
Observasi adalah teknik penelitian dengan melakukan pengamatan subjek kajian secara langsung turun
kelapangan, untuk mengkaji subjek kajian dengan menelaah perilaku dan interaksi subjek kajian secara
spontan dan alamiah. Teknik ini menggunakan verstehen (pemahaman) secara mendalam terhadap subjek
kajian, melalui inilah peneliti berusaha menjelaskan realitas dengan berusaha memperkecil atau bahkan
menghilangkan subjektifitas peneliti.
D.     Analisis DataAnalisis yang kami pakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
(penggambaran), karena data yang kami kumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif. Dimana hasil
tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung terhadap objek penelitian yang
dilakukakan secara sistematis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Gambaran Umum Pengajian


           1.      Kelompok Pengajian Siswa
Kelompok pengajian yang kami teliti adalah salah satu kelompok pengajian siswa yang ada di daerah
Perawang, Siak. Atau kelompok siswa rohis yang ada di Perawang.
Jika dilihat dari latar belakang anggota pengajian umumnya mereka sejak kecil telah mendapat
pengajaran islam yang kuat, jika dilihat secara latar belakang akademik mereka berasal dari sekolah-
sekolah islam sehingga mereka tidak merasa canggung lagi dengan ajaran-ajaran islam yang didiskusikan
dalam pengajian tersebut. Ketika ditanya tentang motivasi mereka mengikuti kelompok pengajian,
mereka menjawab secara normatif misalnya karena menuntut ilmu agama, mengharap ridha Allah, dan
lain sebagainya. Tetapi jika ditelaah terlebih dalam lagi ternyata hal tersebut tidak lepas dari riwayat
pendidikan para anggota yang memang telah diajarkan nila-nilai keagamaan sejak kecil.
Adapun data riwayat pendidikan mereka sebagai berikut.

Riwayat Pendidikan dan Pengalaman


Nama
keagamaan

Rival Alfariz SD ,MDA , SMP ( Ketua Rohis )

Hirman Pondok dan Sekolah

Muzaki Hartawan Sekolah

M. Akbar MTS Muhammadiyah

Arif Suyanto MA

Fadli SD, MTS, MA

Pengajian ini diwali dengan tahfidz (hafalan) ayat-ayat al-qur’an kemudian dilangsungkan dengan
ceramah singkat yang dibawakan oleh anggota pengajian. Adapun pembagian kerja para anggota telah
ditentukan terlebih dahulu misalnya pembawa acara, ceramah singkat anggota dan lain sebagainya. Untuk
tempat sendiri pengajian ini tidak hanya dilakukan disatu tempat melainkan berpindah-pindah sesuai
dengan keadaan, kadangkala dilakukan di masjid-masjid ataupun kadangkala dilakukan dikediaman
anggota. Untuk pendanaan kegiatan mereka melakukan infak atau iuran disetiap pertemuannya, uang
tersebut digunakan sebagai alat untuk memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam ibadah,
olahraga, buka bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu anggota  kelompok tersebut jika
terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar mutaba’ah) yang
dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan keilmuan islam, misalnya berapa kali solat
jamaah, sunah, puasa dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun terdapat interaksi yang
sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau diagung-agungkan seperti halnya islam
tradisional. Karena latar belakang pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang
sesuatu, dari hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap guru dalam
kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada dasarnya masing-masing dari kami
masih memiliki berbagai kekurangan sehingga kami saling melengkapi”
Dalam proses pengajian yang kami observasi kami menelaah suatu fakta yang cukup menarik,
yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola ketimpangan komunikasi yang
diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh
ustadz, karena pemahaman mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan
oleh ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan mudah diinternalisasi
anggota. Sehingga jika ruang doktrinasi ini disalah gunakan untuk menanamkan idiologi radikal maka
akan dengan mudah diinternalisasi anggota dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut.
Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang dihadapi, misalnya
masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui pembicaraan itulah mereka memecahkan
masalah-masalah yang ada pada setiap anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada
masalah tersebut. Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar forum
pengajian tersebut misalnya, olahraga bersama, jalan-jalan (rihlah), bahkan kegiatan seperti out
bound dan pramuka.
Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu pengumuman, dan tausyiah-
tausyiah yang disampaikan semuanya menggunkan bahasa Indonesia. Karena anggota pengajian
kebanyakan orang-orang, jadi untuk mempermudah pemahaman dan pengajian terasa lebih santai serta
tidak kaku, maka digunakan bahasa indonesia . Selama pengajian berlangsung, mereka mendengarkan
tausyiah dengan seksama, dan terlihat sangat patuh pada si pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara,
diedarkan kaleng infaq. Selain infaq mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut nantinya
bisa dipinjam oleh anggota pengajian bila membutuhkan uang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang mayoritas mbah-
mbah memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian diantaranya alsan  “standar”,
maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu
mencari pahala dan ridho Allah (tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para
anggota adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antarwarga, terutama warga
Sapen. Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka dalam berbagai
hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak dipungkiri sedikit membantu mereka dalam
perekenomian, misalnya saja mereka bisa meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang.
Kami melihat selama observasi, anggota pengajian sangat mendengarkan apa yang dikatakan oleh
si ustazah yang memberikan ceramah. Dengan kata lain, ustazah yang memberikan tausyiah dalam
pengajian tersebut dapat dikatakan sebagai ketua kelompok yang mampu memegaruhi para anggotanya,
bahkan bisa dikatakan dia mempunyai kendali atas anggota-anggota kelompok pengajian tersebut, yang
kata-katanya akan didengar dan dipatuhi oleh anggotanya. Kelompok pengajian tersebut membentuk
karakter anggotanya melalui tausyiah-tausyiah. Pada intinya anggota kelompok pengajian tersebut
mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian tersebut. Jika suatu kelompok memiliki seorang ketua
yang dipatuhi atau disegani, maka kelompok tersebut akan mudah diorganisir. Dalam penelitian kami
mengenai kelompok pengajian ini, teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut sesuai. Ustazah
yang meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian dalam artian mereka benar-benar
mengaplikasikan apa yang mereka dapat di pengajian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun
tidak semua yang mereka dapat realisasikan. Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah
dibahas di atas, integrasi di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena adanya
pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama.
B.     Motivasi Anggota Pengajian Mengikuti Kelompok Sosial Keagamaan (Pengajian)
1. Motivasi Siswa Rohis
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Pada kelompok pengajian mahasiswa, sebagian besar
anggotanya memiliki motivasi atau alasan normatif dalm mengikuti pengajian tersebut, alasan untuk
mendapatkan ilmu dan memperdalam ilmu agama. Namun hal itu tidak lepas dari sosialisai keagamaan
yang telah terlebih dulu ditanamkan sejak kecil sehingga mereka lebih mudah dalam melakukan adaptasi
terhadap kelompok.
Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti pengajian tersebut.
Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan kepentingan yang ada di antara anggota
kelompok tersebut. Perbedan kepentingan itu juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi
pengajian. Ada saja siswa yang ikut pengajian hanya karena di sekitarnya mengikuti pengajian tersebut
(ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-alasan lainnya. Alasan-alasan ini adalah
implikasi dari fungsi laten pengajian tersebut, misalnya saja, pengajian selain sebagai sarana
mendapatkan ilmu agama, juga menjadi sarana sosialisasi antar anggota.
Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat alasan ini, dapat
dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial keagamaan tersebut adalah tindakan
rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang ada dalam pengajian kelompok siswa tersebut, ada banyak
kegiatan misalnya mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam oleh
anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi alasan anggota pengajian
tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan ekonomi. Ini terkait dengan para anggota ekonomi
memandang apa sebenarnya fungsi pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan
oleh ibu-ibu anggota pengajian tersebut  beragam, namun tetap mayoritas mengikuti pengajian tersebut
dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah).
C.    Proses Berlangsungnya Penanaman Nilai-Nilai Islam dalam Kelompok Pengajian
Dalam pengajian tersebut terdapat pengajaran atau transfer mengenai ilmu keislaman. Ilmu-ilmu
ditransfer oleh si pengajar atau ustaz (murabbi). Dalam proses pentransferan itulah terdapat proses
penanaman nilai-nilai. Nilai-nilai yang ditanamkan tentu saja nilai-nilai keislaman. Jika melihat
menggunkan kaca mata orang islam, dengan pandangan subjektif, maka kita akan mengatakan bahwa
nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang terdapat dalam islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan.
Proses penanaman nilai-niai yang dilakukan oleh si pengajar (agen sosialisasi) dilakukan dalam tausyiah-
tausyiah yang diberikan kepada para anggota. Bahkan dengan sedikit doktrin keagamaan, yang akan
menciptakan kepatuhan mutlak pada anggotanya. Namun hal tesebut juga berdampak baik, karena jika
anggota kelompok sosial keagamaan tersebut telah mengerti dan telah tertanamkan nilai-nilai dalam
dirinya, dan selanjutnya dengan mudah mengaplikasikannya. Jadi pada intinya proses penanaman nilai-
nilai keislaman pada anggota pengajian tersebut melalui transfer ilmu atau “ceramah” dari si ustaz.
Dengan bahasa lain, dakwah si ustaz pada anggota pengajian adalah proses penanaman nilai-nilai islam.
D.    Pengaruh Pengajian Terhadap Integrasi dan Faktor- Faktor Pemersatu Antar Anggota
1.      Pengaruh Integrasi Siswa

Agama merupakan salah satu alat integrasi dalam suatu masyarakat, karena dengan agama inilah mereka
mengindentikan dirinya sesuai dengan kelompok tersebut, bahkan adakalanya kedudukan agama itu lebih
tinggi sehingga sebagian besar konflik di Negara Indonesia umumnya mengatas namakan agama. Dalam
kelompok mahasiswa yang kami teliti interaksi antar anggotanya bersifat intensif artinya mereka saling
mengenal secara dalam atau dalam sosiologi dapat dikelompokkan sebagai kelompok primer.
Mereka saling mengetahui latar belakang anggota mereka mulai dari asal hingga hingga kegiatan teman-
teman mereka. Setelah melakukan wawancara mereka dapat menjawab pertanyaan seputar agenda
ataupun riwayat kehidupan teman-teman mereka. Diluar pengajian mereka masih melakukan interaksi
secara intensif, dimana mereka disatukan dalam organisasi yang sama sehingga mereka sering bertemu
untuk membahas berbagai agenda organisasi. Dalam kehidupan sehari-haripun sebagian dari mereka
tinggal bersama teman-temannya, sehingga secara emosional semakin mendekatkan hubungan integrasi
antar anggotanya.
Faktor agama  merupakan faktor yang paling besar dalam melakukan identifikasi diri anggotanya, bagi
mereka sesama umat islam dianggap sebagai saudara sehingga mereka menginterpretasikan persatuan
mereka sebagai suatu kewajiban yang mutlak bagi mereka. Jika ditelusuri dari segi interaksinya mereka
saling memberi antara satu sama lain misalnya dalam konsumsi pengajian, uang konsumsi bukanlah uang
yang dipakai dari infak, melainkan makanan yang dibawa para anggotanya untuk dimakan secara
bersama-sama hal itu bukanlah merupakan suatu perintah ataupun saran dari ustadz. Bahkan kadang kala
mereka saling bertukar hadiah kepada sesama anggota mulai dari buku ataupun barang-barang lainnya.
Para anggota tersebut sudah menganggap mereka itu sebagai keluarga sendiri ditanah perantauan, dan
mereka saling membantu jika terjadi suatu hal, misalnya pinjam-meminjam uang, membantu
permasalahan teman dan sebagai tempat berkeluh kesah bagi para anggota. Karena sebagaimana
pembahasan diatas mereka diajarkan untuk bersifat terbuka kepada anggota yang lain dan membicarakan
masalah-masalah anggota yang kemudian mereka pecahkan bersama. Proses integrasi ini kemudian
meminimalisir kepentingn pribadi yang cenderung egoistik dan lebih mengutamakan kepentingan
kelompok dan yang dianggap sama dengan golongan mereka.
2.      Pengaruh Integrasi Ibu-Ibu
Seperti yang telah dibahas sekilas di atas. Anggota pengajian memiliki rasa kesatuan yang tinggi karena
merasa memilki ideologi, pemikiran, dan yang terpenting bagi ummat islam rasa ukhuwah antar ummat
muslim sangat kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh doktrin agama, yang mengatakan bahwa ummat islam
seperti satu bangunan. “bangunan” inilah yang dinamakan integrasi dalam kehidupan ummat islam. Bagi
para anggota pengajian yang telah intensif menerima pengajaran serta ilmu-ilmu keislaman, maka tidak
diragukan lagi, rasa ukhuwah yang mereka miliki terutama sesama anggota akan semakin kuat. Dalam hal
ini jelas sekali terlihat pengaruh pengajian yang mereka ikuti dengan pembangunan rasa solidaritas dan
pengukuhan integrasi antara mereka. Ditambah dengan peran seorang ketua dalam kelompok sosial
keagamaan tersebut, yang bisa membentuk pribadi dan mengorganisir anggota kelompoknya, maka
integrasi ataupun penyatuan yang dilakukan akan semakin mudah.
Jadi bisa dikatakan bahwa faktor yang menjadi pemersatu anggota kelompok pengajian tersebut adalah
karena adanya rasa ukhuwah sesama ummat islam, terlebih mereka dalam satu kelompok pengajian. Dan
peran pengajian terhadap integrasi kolompok dapat dilihat melalui ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di
pengajian, terlebih karena adanya doktrin agama yang mereka dapatkan dalam pengajian tersebut.
E.     Interaksi yang Terjadi dalam Kelompok Sosial Keagamaan
Interaksi yang berlangsung antara anggota pengajian sebagaimana biasanya interaksi individu-
individu dalam suatu kelompok. Dalam kelompok pengajian yang berlangsung secara intensif ini
membangun interaksi yang semakin intim antar anggotanya. Namun dalam hal ini interaksi yang
dimaksudkan adalah interaksi yang terjalin melalui komunikasi antar ketua kelompok pengajian (ustaz)
dengan anggota kelompok pengajian. Namun berdasarkan data yang kami peroleh, terdapat perbedaan di
antara kedua kelompok pengajian yang kami teliti, yakni kelompok pengajian mahasiswa dengan
kelompok pengajian ibu-ibu. Pada kelompok mahasiswa, kami menilai bahwa sikap para anggota
terhadap si ustaz sebagai pemimpin kelompok terkesan biasa saja. Tidaka ada kepatuhan mutlak dari para
anggota, tidaka ada doktrin yang kuat dari sang ustaz, karena dalam berbagai hal anggota kelompok
pengajian yang terdiri dari siswa bisa kapan saja mengajukan pertanyaan, bahkan mengkritik doktrin
agama yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena latar belakang mereka adalah seorang mahasiswa
yang notabene, mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, dan
secara otomatis selalu berifat kritis dalam segala hal yang mereka temui, termasuk dalam ilmu agama
yang mereka dapat.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian siswa. Karena anggotaya terdiri dari  siswa sekolah.
Maka ajaran agama yang disampaikan lebih mudah, mereka lebih mudah terdoktrin karena, siswa tersebut
tidak memiliki rasa kritis seperti mahasiswa tadi. Sehingga interaksi yang terjadi antara ustaz dengan
anggota pengajian bisa dikatakan sepihak, yakni anggota pengajian memiliki kepatuhan yang lebih kuat
kepada pemimpin kelompoknya.
F.     Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Karakter Anggota
1.         Karakter siswa
Pembentukan kepribadian bermula dari semenjak kelahiran indivu, dimana secara normal
kelompok primerlah yang mengajarkan pertamakali dan selanjutnya kelompok-kelompok skunder yang
kemudian menamkan pola-pola perilaku berikutnya. Dalam pengajian yang kami teliti, sebagaimana telah
diterangkan diatas bahwa sejak kecil para anggota telah mendapatkan pengajaran keislaman sehingga
kepribadian mereka sudah terbentuk sejak kecil.
Pengajian berpengaruh kepada karakter anggota-anggotnya. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa
dalam pengajian terdapat proses penanaman nilai-nilai kepada anggotanya. Niali-nilai yang ditanamkan
nantinya akan membentuk kesadaran anggotanya sebagai orang yang “beragama”. Sehingga mereka akan
senantiasa melaksanakan ajaran agama. Penanaman nilai itu bersifat intens, sehingga semakin membentuk
kesadaran anggotanya. Selanjutnya anggota pengajian tersebut akan mengaplikasikan nilai-nilai yang
mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter ini juga dibentuk melalui latihan-latihan dan perhatian yang cukup dari ustadz mereka.
Misalnya dalam setiap minggu dilakukan evaluasi amal harian sebagai tolak ukur keberhasilan pengajian
berdayarkan amalan harian seperti, berapa jus membaca al-Qur’an dalam seminggu, solat jamaah, solat
sunah, dan pertanyaan seputar ibadah dan amal sosial. Jadi didalam pengajian tersebut para anggota
dituntut untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari, dan anggotanyapun diwajibkan mengikuti kelompok studi ataupun organisasi untuk
mengembangkan diri para anggotanya.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha menanamkan nilai-nilai islam dalam
kehidupannya misalkan dalam bergaul, ketika mereka saling bertemu mereka mengucapkan salam dan
saling bersalaman menurut tradisi islam. Dalam pemangilan nama misalnya mereka memanggil nama
teman mereka dengan spaan  “akhi (saudaraku)” untuk laki-laki, dan ukhti (saudara perempuanku). Untuk
pola pikir sendiri mereka cenderung bersifat islam normatif misalnya dalam bergaul dengan yang bukan
muhrimnya mereka memberikan batasan-batasan tertentu dan menjaga tingkah laku mereka berdasarkan
norma yang diajarkan islam.
Sebagaimana telah diterangkan dalam ranah integrasi kelompok diatas, mereka dilatih untuk saling tolong
menolong kepada sesama umat islam yang implikasinya tentu juga meningkatkan pola prilaku dari para
anggota. Perilaku keindividuan ini ditekan dengan kepentingan kelompok sehingga mereka melakukan
pembatasan-pembatasan atas suatu hal yang diangap tidak baik.
2.      Karakter Siswa Pengajian
Dari proses penanaman nilai-nilai keislaman yang terjadi dalam pengajian tersebut secara tidak
langsung membentuk karakter anggotanya. Dalam pengajian siswa rohis, isi taisyiah yang disampaikan
juga mengenai tata cara bergaul dengan tetangga atau sedikit menyinggung tentang lingukangan sekitar
mereka. Terkhusus mereka adalah pengajian warga Sapen, jadi mereka juga membicarakan apa yang
terjadi dalam lingkungan mereka, juga problem-problem yang sedang diibicarakan oleh warga sekitar.
Karakter di sini maksudnya adalah, tingkah laku yang menjadi kebiasaan mereka. Tentunya karena telah
mendapatkan penanaman nilai-nilai keislaman secara intens, makan karakter mereka akan mengikuti
nilai-niai yang telah ditanamkan tersebut. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun pada kenyataannya juga, banyak yang tidak mengaplikasikan apa yang telah
mereka dapatkan di pengajian tersbut.
BAB V
PENUTUPAN

A.    Simpulan
     Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kami dapat
mengambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan seperti pengajian memiliki peran yang besar
daam pembentukan ingtrasi antar anggota kelompok, juga memiliki peran yang besar dalam pembentukan
krakter anggota kelompok. Namun di samping fungsi manifest yang terdapat pada kelompok pengajian
ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu sebagai wadah sosialisasi dan interaksi antar anggota.

Anda mungkin juga menyukai