Anda di halaman 1dari 4

Alasan Koruptor Kian Menjamur: Mungkin Mereka Melihat Sisi Super Hero dari Perilaku

Korupsi
Artikel Mini Dari Segi Hermeneutika Dekontruksi
Oleh : Ahmad Hisyam Dimas Satrio Aji - 20105010002

Gunung kekenyangan timbulah erupsi. Jabatan dikandung lahirlah korupsi. HAHAHA, Klise
banget, kayak stiker panggilan tukang sedot WC di tiang-tiang listrik. Jauh lebih mulia
seseorang yang membersihkan tinja untuk diambil keuntungannya, dibanding para pedebah
yang membersihkan jejak-jejak hitam untuk menjaga keberuntungannya. Besok-besok KPK
mending panggil tukang sedot WC aja deh! Tinjanya ga cuma di WC, tapi di kursi-kursi
negara. HAHA
Jika ada penghargaan novel dengan alur plot twist terbaik, babak cerita yang dinamis,
tokoh utama yang tidak diduga-duga, ide cerita yang tidak habis-habis, mungkin penghargaan
itu akan jatuh kepada novel terbitan asli negara Indonesia, dengan judul “Korupsi”, yang
tokohnya antara lain adalah Anas Urbaningrum, Gayus Tambunan, Muhammad Nazaruddin,
dan kawan-kawan seperjuangannya.
Perilaku korupsi bukan suatu barang baru, melainkan suatu barang lama yang pada tiap
periode sejarah selalu memunculkan nama-nama baru. Yang berkuasa memang punya “kuasa”.
Yang menjadi tanda tanya adalah “mengapa kelahiran koruptor tidak kunjung menemui
kepunahan?”. Di berbagai macam media berita di layar kaca dapat disaksikan, satu – dua – tiga
– puluh – puluh pelaku terciduk oleh KPK. Sepertinya tidak menimbulkan efek jera bagi calon-
calon penyandang gelar koruptor. What happen aya naon ini euy?!
Kecurigaan saya menimbulkan asumsi yang “mungkin”, mungkin ini menjadi
penyebab para oknum ambisius meraih gelar koruptor. Menjadi koruptor adalah tindakan
heroik, dan orang yang melakukan tindakan heroik adalah super hero.
Mengapa saya bisa berpikir seperti itu? mengutip dari laman detik.com, pengertian
korupsi adalah semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasa untuk
mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Di Indonesia, tindak korupsi diatur
dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.
Berdasarkan undang-undang tersebut, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Praktik korupsi memiliki jenis-jenisnya tersendiri, seperti:
1. Penyuapan
Penyuapan adalah pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang diberikan
atau diambil dalam hubungan korupsi. Dengan demikian, dalam konteks penyuapan,
korupsi adalah tindakan membayar atau menerima suap. Penyuapan biasanya
dilakukan dengan tujuan untuk memuluskan atau memperlancar urusan terutama
ketika harus melewati proses birokrasi formal.
2. Penggelapan atau Pencurian
Penggelapan atau pencurian merupakan tindakan kejahatan menggelapkan atau
mencuri uang rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, pegawai sektor swasta,
atau aparat birokrasi.
3. Penipuan
Penipuan atau fraud dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi berwujud
kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan
ekonomi yang terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat.
Dengan begitu, kegiatan penipuan relatif lebih berbahaya dan berskala lebih luas
dibandingkan penyuapan dan penggelapan.
4. Pemerasan
Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis korupsi yang melibatkan aparat
dengan melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa
pelayanan yang diberikan. Pada umumnya, pemerasan dilakukan from above, yaitu
dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap warga.
5. Favoritisme
Favoritisme dikenal juga dengan pilih kasih merupakan tindak penyalahgunaan
kekuasaan yang melibatkan tindak privatisasi sumber daya.

(dikutip dari detik.com)


Melihat pemaparan di atas, hematnya korupsi adalah M-A-L-I-N-G. Em-a-ma-el-i-li-
eng, maling. Mengambil sesuatu yang bukan haknya. Secara arti umum, korupsi memiliki
konotasi yang negatif. Tanpa perlu usaha yang keras untuk memahami, bahwa korupsi sudah
memiliki citra makna yang tidak baik, dan tidak heran para koruptor mendapat respon dan cap
yang sangat buruk oleh masyarakat.
Kembali kepada asumsi kemungkinan saya. Bagaimana, jika ternyata para pelaku dan
calon pelaku korupsi ini memiliki pemaknaan yang berbeda dari korupsi? Yang kemudian
mereka simpulkan bahwa korupsi adalah tindakan yang bermanfaat bagi orang lain, bermanfaat
bagi orang lain adalah sikap heroik, dan orang yang memiliki sikap heroik adalah super hero.
Tentu ini sangat aneh, bahkan menjijikan. Dari mana rumusnya korupsi menjadi suatu
citra yang positif, menjadi super hero pula? Nah, dari sini, saya mencoba eksperimen yang
buajilak. Dari mana rumus korupsi adalah super hero? Jawabannya adalah rumus
“hermeneutika deskontruksi”. Hehe
Dalam hemat pemahaman saya, hermeneutika deskontruksi menerangkan, bahwa tidak
ada satu keputusan yang terhadap makna atas suatu definisi dan tidak ada kepastian makna
mana yang paling mendekati kebenaran. Dalam dekonstruksi adalah “terdapat makna ini,
makna itu, dan makna yang ini” tidak ada suatu keputusan kebenaran makna.
Hermeneutika dekonstruksi juga bisa dikatakan sebagai upaya membangun makna
yang asli, kemudian mengembangkan kepada suatu makna yang lain, atau belum terpikirkan.
Tokoh yang erat dengan dekonstruksi adalah Jacquess Derrida.
Contoh yang bisa saya buat adalah seperti ini, sikap “jujur” adalah suatu sikap yang
tergolong baik. Karena dia mengatakan secara apa adanya. Menyampaikan sesuatu dengan
sebenar-benarnya. Tidak ada upaya menutup-nutupi atau menyembunyikan sesuatu. Oleh
karenanya jujur disebut sebagai tindakan yang baik.
Hal yang saya terangkan di atas adalah pemaknaan jujur yang secara umum diketahui
oleh khalayak. Bagaimana jika jujur dapat dimaknai sebagai sesuatu yang buruk? Jujur
dikatakan tidak baik karena dapat menimbulkan renggangnya hubungan pertemanan, ketika
ada seorang teman yang berkata jujur ketika orang tua temannya bertanya ia merokok atau
tidak. Berlaku jujur bisa menimbulkan perselisihan di rumah tangga, ketika suami yang
mengatakan bahwa masakan istrinya tidak enak atau tidak sedap.
Pemahaman simple mengenai deskontruksi adalah seperti ini, pertama-tama adalah
membangun makna aslinya, kemudian mengembangkan makna yang sama sekali baru. Atau
bahkan, membangun makna aslinya, kemudian menghancurkan daripada makna aslinya, dan
mencoba untuk membangun makna yang baru. Kurang lebihnya seperti itu untuk memahami
deskontruksi secara simple.
Sekarang, mari kita tarik kepada “korupsi” dengan model pemaknaan yang berbeda.
Korupsi adalah suatu upaya mulia yang mengajarkan kepada sebagian besar khalayak untuk
menimbulkan rasa atau sikap “pemaaf”, agar terbentuk pribadi yang cakap. Upaya anggaran
yang besar-besaran untuk suatu proyek adalah suatu hal yang boros, maka disinilah korupsi
bekerja, dimana ia akan mengambil Sebagian porsi anggaran, yang kemudian akan menjadi
suatu warning bahwa anggaran tidak perlu digembor-gemborkan secara banjir bandang.
Koruptor adalah hero dengan model anti hero. Memang yang tampak adalah citra yang
negatif. Namun barangkali mereka adalah penyelamat dari uang-uang yang akan dihisap oleh
oknum perusahaan asing. Ditangkap secara OTT oleh KPK merupakan suatu prestasi yang
patut dibanggakan. Tak heran jika para koruptor kerap kali melempar senyum kepada media
berita. Karena mereka (baca: koruptor) berhasil membuktikan kepada masyarakat bahwa
hukum di Indonesia masih berjalan dengan sebagaimana harusnya.
Layaknya super hero yang memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat, koruptor
pun juga seperti itu. Ia datang memberikan pekerjaan terhadap orang-orang yang berkaitan.
Dimulai dari penyidik, lembaga kejaksaan, dan kepolisian. Koruptor muncul memberikan
kebahagiaan rezeki terhadap orang-orang.
Mungkin, mungkin ya mungkin, itu adalah pemakanaan korupsi yang dilakukan oleh
koruptor. “Menjadi mulia dengan cara yang berbeda” adalah suatu keyakinan yang dipegang
teguh oleh pelaku korupsi. Jadi, pelajarannya adalah :
“Mencoba mengubah pandangan orang-orang atas kesalahan dirimu adalah
pecundang. Kamu hanya mencoba membenarkan dirimu atas ketidakmampuanmu melakukan
perubahan”
Haha. Yang namanya korupsi, ya jelas “bodoh”.

Anda mungkin juga menyukai