Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH PELATIHAN

“Transfer of Learning”

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Anisa Nabila (181301003)


Anggi Shafira (181301015)
Zul Aulia Fitrah (181301019)
Ananda Alifiah Siregar (181301059)
George Aldie Tobing (181301139)
Yevin Rayda Haria (181301143)
Andre Hanedi P. Hasugian (181301175)

Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEMESTER GANJIL
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat dan Karunia-Nya, kita masih dapat diberikan kesempatan untuk belajar
dalam topik perkuliahan meskipun situasi yang masih dalam Pandemi sekarang
ini. Adapun topik makalah yang kelompok telah rangkum berjudul “Transfer of
Learning”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas presentasi kelompok
setiap pertemuan dalam mata kuliah Pelatihan Kelas C. Kami juga berterima kasih
kepada dosen pengampu pada mata kuliah Pelatihan Kelas C yang telah
membantu dan memberi tugas yang terkait, yaitu :
1. Dr. Desvi Yanti Mukhtar, M.Si., Psikolog
2. Dian Ulfa Sari, M. Psi., Psikolog
3. Tarmidi, M. Psi., Psikolog
Kami juga memahami bahwa makalah yang kami susun jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran akan dibutuhkan dalam pertemuan
kuliah baik itu mengenai presentasi kelompok maupun makalah itu sendiri untuk
mendukung kemajuan perkuliahan kedepannya. Demikian yang dapat kelompok
sampaikan, semoga materi ini membawa manfaat bagi kita semua sebagai
pembacanya. Terima kasih.

Medan, September 2020

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
Daftar Isiii
BAB I PENDAHULUAN1
BAB II ISI3
2.1 LEARNING AND TRANSFER OF TRAINING 3
2.1.1 WHAT IS LEARNING? WHAT IS LEARNED? 4
2.1.2 LEARNING THEORIES6
2.1.3 TRANSFER OF TRAINING THEORY 18
2.1.3.1 Theory of Identical Elements (Teori Elemen Identik)19
2.1.3.2 Stimulus Generalization Approach (Pendekatan Generalisasi
Stimulus)22
2.1.3.3 Cognitive Theory of Transfer (Teori Kognitif tentang Transfer) 23
2.1.4 THE LEARNING PROCESS24
2.1.5 INSTRUCTIONAL EMPHASIS FOR LEARNING OUTCOMES50
2.2 ENCHANCING TRANSFER OF LEARNING 50
2.2.1 Training Transfer 50
2.2.2 Learning Transfer Systems 52
2.2.3 Diagnosing Learning Transfer System Problems 53
2.2.4 Intervening to Improve Learning Transfer Systems 58
2.2.5 Menutup Celah Transfer 64
BAB III KESIMPULAN65
DAFTAR PUSTAKA67

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, pelatihan (training) dan


pembelajaran (learning) merupakan hal yang penting untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan serta skill karyawan ataupun anggota suatu
organisasi. Training yang tidak baik biasanya akan berisi ceramah/pemberian
materi yang membosankan, kurangnya konten yang bermakna dalam e-learning,
pelatihan yang tidak memberikan karyawan kesempatan untuk berlatih dan
menerima umpan balik (feedback) antar trainee maupun trainer, semua peserta
didemotivasi dan mempersulit mereka untuk belajar dan menggunakan apa yang
mereka pelajari dalam pekerjaan. Namun, banyak perusahaan menggunakan
metode pengajaran yang inovatif untuk membuat pelatihan lebih menarik dan
untuk membantu peserta pelatihan belajar dan menerapkannya pada pekerjaan
mereka. Contohnya Feedback (umpan balik) tentang program pembelajaran di
Mindtree Limited, sebuah perusahaan solusi teknologi informasi global,
menyarankan agar peserta pelatihan tidak mentransfer pembelajaran ke pekerjaan
itu. Program ini dirancang ulang untuk memastikan bahwa karyawan akan
mempelajari keterampilan seperti menganalisis dampak perubahan dan bagaimana
berhasil mengintegrasikan, meninjau, dan menyelesaikan masalah pengkodean.
Program baru mencakup empat fase, masing-masing dengan tujuan yang jelas dan
hasil yang diharapkan. Trainee terlibat aktif dalam pembelajaran melalui
penggunaan simulasi proyek di mana mereka bekerja dalam tim, di bawah
pengawasan karyawan teknis yang lebih berpengalaman, untuk memperbaiki
kekurangan, mengatasi permintaan perubahan, dan mengimplementasikan fitur-
fitur baru. Trainee dievaluasi dan diberikan umpan balik di seluruh program
tentang analisis, desain, pengkodean, dan keterampilan dokumentasi, waktu
penyelesaian, dan keterampilan kolaborasi mereka.
Belajar mengacu pada karyawan yang memperoleh pengetahuan,
keterampilan, kompetensi, sikap, atau perilaku. Pembelajaran (learning) perlu
menunjukkan bagaimana kontribusi terhadap keunggulan kompetitif perusahaan

4
melalui peningkatan kinerja karyawan, mendukung strategi bisnis (seperti
menumbuhkan bisnis), dan berkontribusi secara positif terhadap hasil bisnis
seperti kualitas, produktivitas, hingga pengembangan produk baru.

Meskipun mereka menggunakan metode yang berbeda, tujuan pelatihan


adalah untuk membantu karyawan belajar sehingga mereka dapat melakukan
pekerjaan mereka dengan sukses. Terlepas dari metode pelatihan, kondisi tertentu
harus ada untuk pembelajaran terjadi dan karyawan menggunakan apa yang
mereka pelajari pada pekerjaan mereka. Ini termasuk

(1) penyediaan peluang bagi peserta pelatihan untuk berlatih dan menerima
umpan balik, mis., informasi tentang seberapa baik orang memenuhi tujuan
pelatihan,
(2) menawarkan konten pelatihan yang bermakna,
(3) mengidentifikasi prasyarat yang diperlukan peserta pelatihan untuk
menyelesaikan program dengan sukses,
(4) memungkinkan peserta pelatihan untuk belajar melalui pengamatan dan
pengalaman, dan
(5) memastikan bahwa lingkungan kerja, termasuk manajer dan rekan kerja,
mendukung pembelajaran dan penggunaan keterampilan pada pekerjaan.

Tujuan learning dan transfer of training tidak hanya apa yang harus terjadi selama
sesi pelatihan agar pembelajaran terjadi, tetapi juga bagaimana memastikan bahwa
peserta pelatihan menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam pekerjaan
mereka. Artinya pembelajaran dan transfer of training harus sejalan dengan baik.
Belajar mengacu pada perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan
manusia yang dapat mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, dan
kompetensi yang bukan merupakan hasil dari proses pertumbuhan.

5
BAB II
ISI

2.1 LEARNING AND TRANSFER OF TRAINING


Learning adalah bahwa peserta pelatihan berkomitmen pada ingatan
(yaitu, ingat) apa mereka telah belajar dan dapat mengingatnya. Transfer of
training mengacu pada peserta pelatihan yang secara efektif dan terus-menerus
menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan di dalam pekerjaan
mereka.

Gambar 4.1 menyajikan model pembelajaran dan transfer of training. Seperti


yang ditunjukkan oleh gambar tersebut, transfer of training mencakup
generalisasi pelatihan (Generalization) untuk pekerjaan dan pemeliharaan
(Maintenance) materi yang dipelajari. Generalisasi (generalization) mengacu
pada kemampuan peserta pelatihan untuk menerapkan apa yang mereka pelajari
pada masalah pekerjaan dan situasi kerja yang serupa tetapi tidak harus identik
dengan masalah dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan belajar, yaitu,
program pelatihan. Pemeliharaan (maintenance) mengacu pada proses Trainee
yang terus menggunakan apa yang mereka pelajari dari waktu ke waktu. Penting
untuk disadari bahwa agar pelatihan menjadi efektif, pembelajaran dan transfer of
training diperlukan. Trainee dapat gagal atau salah menerapkan konten pelatihan

6
(apa yang ditekankan dalam pelatihan) untuk pekerjaan mereka, baik karena
pelatihan itu tidak kondusif untuk belajar, lingkungan kerja memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan konten pelatihan atau mendukung
penggunaannya yang benar, atau keduanya. Juga, merupakan kesalahan untuk
menganggap pemindahan pelatihan sebagai sesuatu yang perlu dikhawatirkan
setelah pelatihan karena berkaitan dengan penggunaan konten pelatihan di tempat
kerja. Sebagai gantinya, transfer of training harus dipertimbangkan selama desain
atau pembelian pelatihan. Jika menunggu sampai setelah pelatihan untuk
mempertimbangkan transfer of training, kemungkinan sudah terlambat. Persepsi
peserta pelatihan tentang lingkungan kerja dan dukungannya terhadap pelatihan
kemungkinan memengaruhi motivasi mereka untuk belajar dan apa yang telah
mereka pelajari.

Untuk memahami dan merencanakan dengan baik hal tersebut, learning dan
transfer of training dimulai dengan :

1. Mengidentifikasi apa yang harus dipelajari — mengidentifikasi hasil


pembelajaran. Hasil pembelajaran harus terkait dengan apa yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan dengan sukses.
2. Mempertimbangkan bagaimana desain pelatihan. Desain pelatihan
mencakup pertimbangan tentang bagaimana menciptakan lingkungan
belajar untuk membantu peserta memperoleh hasil pembelajaran, dengan
penggunaan teori teori pelatihan.
3. Melihat bagaimana teori-teori ini digunakan untuk menciptakan lingkungan
belajar dan lingkungan kerja yang mendukung yang dirancang untuk
membantu peserta pelatihan mempelajari hasil yang diinginkan dan
menerapkannya pada pekerjaan.

2.1.1 WHAT IS LEARNING? WHAT IS LEARNED?

Memahami hasil pembelajaran sangat penting karena mereka mempengaruhi


karakteristik lingkungan pelatihan yang diperlukan untuk pembelajaran terjadi.

7
Hasil pembelajaran (learning outcomes) dapat diklasifikasikan menjadi lima
bentuk:

1. Verbal information
Informasi verbal meliputi nama atau label, fakta, dan kumpulan
pengetahuan. Informasi verbal mencakup pengetahuan khusus yang
dibutuhkan karyawan dalam pekerjaan mereka. Sebagai contoh, seorang
manajer harus mengetahui nama-nama berbagai jenis peralatan serta
pengetahuan yang berhubungan dengan Total Quality Management
(TQM).

2. Intellectual skills
Keterampilan intelektual mencakup konsep dan aturan, yang sangat
penting untuk menyelesaikan masalah, melayani pelanggan, dan membuat
produk. Misalnya, manajer harus mengetahui langkah-langkah dalam
proses penilaian kinerja (mis., Mengumpulkan data, merangkum data, atau
mempersiapkan wawancara penilaian dengan karyawan) untuk melakukan
penilaian karyawan.
3. Motor skills
Keterampilan motorik termasuk koordinasi gerakan fisik. Misalnya, orang
yang melakukan perbaikan telepon harus memiliki koordinasi dan
ketangkasan yang diperlukan untuk memanjat tangga dan tiang telepon.
4. Attitudes

8
Sikap adalah kombinasi dari kepercayaan dan perasaan yang
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sikap
meliputi komponen kognitif (kepercayaan), komponen afektif (perasaan),
dan komponen yang disengaja (cara seseorang berniat untuk berperilaku
sehubungan dengan fokus sikap). Sikap terkait pekerjaan yang penting
termasuk kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan keterlibatan
pekerjaan. Misalkan Anda mengatakan bahwa seorang karyawan memiliki
"sikap positif" terhadap pekerjaannya. Ini berarti orang tersebut menyukai
pekerjaannya (komponen afektif). Dia mungkin menyukai pekerjaannya
karena itu menantang dan memberikan kesempatan untuk bertemu orang
(komponen kognitif). Karena dia menyukai pekerjaannya, dia berniat
untuk tetap bersama perusahaan dan melakukan yang terbaik di tempat
kerja (komponen yang disengaja). Program pelatihan dapat digunakan
untuk mengembangkan atau mengubah sikap karena sikap telah terbukti
terkait dengan penarikan fisik dan mental dari pekerjaan, pergantian
karyawan, dan perilaku yang memengaruhi kesejahteraan perusahaan
(contoh: Membantu karyawan baru).
5. Cognitive strategies
Mengatur proses pembelajaran, berhubungan dengan keputusan individu
mengenai informasi apa yang harus digunakan (yaitu, memperhatikan),
bagaimana mengingat, dan bagaimana menyelesaikan masalah. Misalnya,
seorang ahli fisika mengingat warna spektrum cahaya dengan mengingat
nama "Roy G. Biv" (merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila, ungu).

2.1.2 LEARNING THEORIES


Setiap teori tentang bagaimana orang belajar berhubungan dengan
berbagai aspek proses pembelajaran. Banyak teori juga berkaitan dengan motivasi
peserta pelatihan untuk belajar. Penerapan teori-teori ini untuk instruksi dan
desain program dibahas nanti di sini, “Program Design.”

2.1.2.1 Reinforcement Theory

9
Reinforcement theory menekankan bahwa orang termotivasi untuk
melakukan atau menghindari perilaku tertentu karena hasil masa lalu yang
dihasilkan dari perilaku tersebut. Ada beberapa proses dalam reinforcement
theory. Positive reinforcement adalah hasil yang menyenangkan yang dihasilkan
dari perilaku. Negative reinforcement adalah penghapusan hasil yang tidak
menyenangkan. Misalnya, perhatikan mesin yang mengeluarkan bunyi
melengking dan menggiling kecuali jika operator memegang tuas pada posisi
tertentu. Operator akan belajar memegang tuas pada posisi itu untuk menghindari
suara bising. Proses withdrawing pada positive atau negative reinforcement untuk
menghilangkan perilaku dikenal sebagai extinction. Punishment adalah
menghadirkan hasil yang tidak menyenangkan setelah suatu perilaku, yang
mengarah pada penurunan perilaku tersebut. Sebagai contoh, jika seorang manajer
meneriaki karyawan ketika mereka terlambat, mereka dapat menghindari berteriak
dengan tepat waktu (tetapi mereka juga dapat memanggil sakit, berhenti, atau
menipu bos agar tidak memperhatikan ketika mereka datang terlambat).
Dari perspektif pelatihan, reinforcement theory menyarankan bahwa bagi
learners untuk memperoleh pengetahuan, mengubah perilaku, atau memodifikasi
keterampilan, pelatih perlu mengidentifikasi hasil apa yang ditemukan oleh
pembelajar paling positif (dan negatif). Pelatih kemudian perlu menghubungkan
hasil-hasil ini dengan memperoleh pengetahuan atau keterampilan learners atau
mengubah perilaku. Learners dapat memperoleh beberapa jenis manfaat dari
berpartisipasi dalam program pelatihan. Manfaat dapat mencakup belajar cara
yang lebih mudah atau lebih menarik untuk melakukan pekerjaan mereka (job-
related), bertemu karyawan lain yang dapat berfungsi sebagai sumber daya ketika
masalah terjadi (pribadi), atau meningkatkan peluang untuk mempertimbangkan
posisi baru di perusahaan (career-related). Menurut reinforcement theory, pelatih
dapat menahan atau memberikan manfaat ini kepada learners yang menguasai
konten program. Efektivitas pembelajaran tergantung pada pola atau jadwal untuk
memberikan penguat atau manfaat ini. Demikian pula, manajer dapat memberikan
manfaat ini untuk membantu memastikan transfer of training.

10
Behavior modification adalah metode pelatihan yang terutama didasarkan
pada reinforcement theory. Misalnya, program pelatihan di toko roti berfokus
pada menghilangkan perilaku tidak aman seperti climbing over conveyor belts
(daripada berjalan di sekitar mereka) dan menempelkan tangan ke peralatan untuk
mengusir material yang tersendat tanpa mematikan peralatan. Karyawan
diperlihatkan slide yang menggambarkan perilaku kerja yang aman dan tidak
aman. Setelah melihat slide, karyawan ditunjukkan grafik berapa kali perilaku
aman diamati selama beberapa minggu terakhir. Karyawan didorong untuk
meningkatkan jumlah perilaku aman yang mereka tunjukkan dalam pekerjaan.
Mereka diberi beberapa alasan untuk melakukan itu: untuk perlindungan mereka
sendiri, untuk mengurangi biaya bagi perusahaan, dan untuk membantu pabrik
mereka keluar dari tempat terakhir dalam peringkat keselamatan pabrik
perusahaan. Seketika setelah pelatihan, pengingat keselamatan dipasang di area
kerja karyawan. Data tentang jumlah perilaku aman yang dilakukan oleh
karyawan terus dikumpulkan dan ditampilkan pada grafik di area kerja setelah
pelatihan. Pengawas karyawan juga diperintahkan untuk mengenali pekerja setiap
kali mereka melihat mereka melakukan perilaku kerja yang aman. Dalam contoh
ini, data perilaku aman yang dipasang di area kerja dan pengakuan pengawas
terhadap perilaku kerja aman merupakan positive reinforcement.

2.1.2.2 Social Learning Theory


Social learning theory menekankan bahwa orang belajar dengan
mengamati orang lain (model) yang dipercayai kredibel dan berpengetahuan luas.
Social learning theory juga mengakui bahwa perilaku yang diperkuat atau
dihargai cenderung diulang. Perilaku atau keterampilan model yang dihargai
diadopsi oleh pengamat. Menurut teori pembelajaran sosial, mempelajari
keterampilan atau perilaku baru berasal dari (1) directly experiencing dari
konsekuensi menggunakan perilaku atau keterampilan tersebut, atau (2) the
process of observing orang lain dan melihat konsekuensi dari perilaku mereka.
Menurut social learning theory, belajar juga dipengaruhi oleh self-efficacy
seseorang. Self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang apakah ia dapat
dengan sukses mempelajari pengetahuan dan keterampilan. Self-efficacy sebagai

11
faktor penting untuk dipertimbangkan dalam fase analisis orang dari penilaian
need. Mengapa? Self-efficacy adalah salah satu penentu kesiapan untuk belajar.
Peserta pelatihan dengan self-efficacy yang tinggi akan berupaya untuk belajar
dalam program pelatihan dan kemungkinan besar akan bertahan dalam
pembelajaran bahkan jika lingkungan tidak kondusif untuk belajar (misalnya,
ruang pelatihan yang bising). Sebaliknya, seseorang dengan self-efficacy yang
rendah akan memiliki keraguan diri tentang penguasaan konten program pelatihan
dan lebih cenderung menarik secara psikologis dan/atau fisik (mis., Lamunan atau
gagal menghadiri program). Orang-orang ini percaya bahwa mereka tidak dapat
belajar, dan terlepas dari tingkat usaha mereka, mereka tidak akan dapat belajar.
Self-efficacy seseorang dapat ditingkatkan dengan menggunakan beberapa
metode: persuasi verbal, verifikasi logis, pengamatan orang lain (pemodelan), dan
prestasi masa lalu. Verbal persuasion berarti menawarkan kata-kata dorongan
untuk meyakinkan orang lain bahwa mereka dapat belajar. Logical verification
melibatkan mempersepsikan hubungan antara tugas baru dan tugas yang sudah
dikuasai. Pelatih dan manajer dapat mengingatkan karyawan ketika mereka
menghadapi kesulitan belajar bahwa mereka telah berhasil mempelajari tugas
yang sama. Modeling melibatkan memiliki karyawan yang sudah menguasai hasil
pembelajaran menunjukkan mereka untuk peserta pelatihan. Akibatnya, karyawan
cenderung termotivasi oleh kepercayaan dan keberhasilan rekan-rekan mereka.
Past accomplishments mengacu pada memungkinkan karyawan untuk
membangun sejarah pencapaian yang sukses. Manajer dapat menempatkan
karyawan dalam situasi di mana mereka cenderung berhasil dan memberikan
pelatihan sehingga karyawan tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukannya.
Social learning theory menunjukkan bahwa empat proses terlibat dalam
pembelajaran: attention, retention, motor reproduction, dan motivational
processes.

12
Attention menunjukkan bahwa orang tidak dapat belajar dengan observasi
kecuali mereka menyadari important aspects of a model’s performance. Perhatian
dipengaruhi oleh karakteristik model dan learner. Learners harus menyadari
keterampilan atau perilaku yang seharusnya mereka amati. Model harus
diidentifikasi secara identified dan credible. Learner harus memiliki kemampuan
fisik (sensory capability) untuk mengamati model. Juga, seorang learner yang
telah berhasil mempelajari skills atau behavior lain dengan mengamati model
lebih mungkin untuk attend to the model.
Learners harus mengingat skill atau behavior yang mereka amati. Ini
adalah peran retention. Learners harus membuat kode skill atau behavior yang
diamati dalam memori secara terorganisir sehingga mereka dapat mengingatnya
untuk situasi yang sesuai. Skill atau behavior dapat dikodekan sebagai visual
images (symbols) atau verbal statements.
Motor reproduction melibatkan mencoba perilaku yang diamati untuk
melihat apakah mereka menghasilkan reinforcement yang sama yang diterima
model. Kemampuan untuk mereproduksi skill atau behavior tergantung pada
sejauh mana learners dapat mengingat skill atau behavior tersebut. Pelajar juga
harus memiliki kemampuan fisik untuk melakukan behavior atau menunjukkan
skill. Misalnya, seorang petugas pemadam kebakaran dapat mempelajari perilaku
yang diperlukan untuk membawa seseorang menjauh dari situasi berbahaya, tetapi
ia mungkin tidak dapat menunjukkan perilaku tersebut karena ia tidak memiliki
kekuatan tubuh bagian atas. Perhatikan bahwa kinerja behavior biasanya tidak
sempurna pada upaya pertama. Learners harus memiliki kesempatan untuk
berlatih dan menerima umpan balik untuk mengubah behavior mereka agar serupa
dengan the model behavior.
Learners lebih cenderung mengadopsi perilaku yang dimodelkan jika
menghasilkan hasil yang positif. Social learning theory menekankan bahwa

13
perilaku yang di reinforcement (motivational process) akan diulang di masa
depan. Misalnya, sumber utama konflik dan tekanan bagi para manajer sering
berkaitan dengan wawancara penilaian kinerja. Seorang manajer dapat, melalui
mengamati manajer yang sukses, mempelajari perilaku yang memungkinkan
karyawan menjadi lebih partisipatif dalam wawancara penilaian kinerja (mis.,
Memberi karyawan kesempatan untuk menyuarakan keprihatinan mereka). Jika
manajer menggunakan perilaku ini dalam wawancara penilaian kinerja dan
perilaku itu dihargai oleh karyawan (misalnya, mereka membuat komentar seperti,
"Saya benar-benar merasa pertemuan umpan balik adalah yang terbaik yang
pernah kami miliki") atau perilaku baru menyebabkan berkurangnya konflik
dengan karyawan (mis., negative reinforcement), manajer akan lebih cenderung
menggunakan perilaku ini dalam wawancara penilaian berikutnya.
Pada “Traditional Training Methods,” dan “Technology-Based Training
Methods,” social learning theory adalah dasar utama untuk modeling training dan
telah mempengaruhi bagaimana model digunakan dalam video, yang dapat
menjadi bagian dari face-to-face, online, atau mobile training programs.
Misalnya, dalam training program yang dikembangkan oleh Zenger Miller yang
disebut "Getting Your Ideas Across," peserta pelatihan pertama kali disajikan
dengan lima perilaku kunci untuk menyampaikan ide-ide mereka: (1) nyatakan
poin dan tujuan pesan, (2) poin sekarang untuk membantu pemahaman, (3)
memeriksa reaksi dan pemahaman audiens, (4) menangani reaksi dari audiens
terhadap apa yang disajikan, dan (5) merangkum poin utama. Pelatih memberikan
alasan untuk setiap perilaku kunci. Selanjutnya, peserta pelatihan melihat video
pertemuan bisnis di mana seorang manajer mengalami kesulitan mendapatkan
bawahan untuk menerima ide-idenya tentang bagaimana mengelola perpindahan
kantor yang akan datang. Manajer, yang merupakan model, tidak efektif dalam
menyampaikan gagasannya kepada bawahannya. Akibatnya, video menunjukkan
bahwa bawahan tidak puas dengan manajer dan ide-idenya. Video dimatikan dan
pelatih memimpin peserta pelatihan dalam diskusi tentang kesalahan manajer
dalam mencoba menyampaikan idenya. Peserta pelatihan kembali melihat video.
Tetapi kali ini manajer, dalam situasi yang sama, ditunjukkan menggunakan

14
perilaku kunci. Akibatnya, bawahan bereaksi cukup positif terhadap bos mereka
(model). Setelah segmen video ini, pelatih memimpin diskusi tentang bagaimana
model menggunakan perilaku utama untuk menyampaikan gagasannya.
Setelah observing the model dan discussing the key behaviors, setiap
peserta pelatihan dipasangkan dengan peserta pelatihan lainnya untuk latihan.
Setiap kelompok diberi situasi dan pesan untuk berkomunikasi. Peserta pelatihan
bergantian mencoba menyampaikan ide-ide mereka satu sama lain menggunakan
perilaku kunci. Setiap peserta pelatihan diharapkan memberikan umpan balik
terkait penggunaan perilaku kunci oleh mitra. Pelatih juga mengamati dan
memberikan umpan balik kepada masing-masing kelompok. Sebelum
meninggalkan pelatihan, para peserta diberikan kartu seukuran saku dengan
perilaku utama, yang mereka bawa kembali ke pekerjaan mereka. Juga, mereka
menyelesaikan panduan perencanaan di mana mereka menggambarkan situasi di
mana mereka ingin menggunakan perilaku kunci dan bagaimana mereka
berencana untuk menggunakannya.

2.1.2.3 Goal Theories


2.1.2.3.1 Goal Setting Theory
Noe (2017) menjelaskan bahwa Goal setting theory mengasumsikan
bahwa perilaku dihasilkan dari conscious goals dan intention seseorang. Goals
mempengaruhi perilaku seseorang dengan mengarahkan energi dan perhatian,
mempertahankan usaha dari waktu ke waktu, dan memotivasi orang tersebut
untuk mengembangkan strategi untuk pencapaian tujuan. Penelitian menunjukkan
bahwa tujuan spesifik dan menantang menghasilkan kinerja yang lebih baik
daripada tujuan yang tidak jelas dan tidak menantang. Goals telah terbukti
mengarah pada kinerja tinggi hanya jika orang berkomitmen untuk goals tersebut.
Karyawan cenderung memiliki komitmen pada suatu goals jika mereka percaya
itu terlalu sulit.
Contoh bagaimana goal setting theory mempengaruhi metode pelatihan
terlihat dalam program yang dirancang untuk meningkatkan praktik mengemudi
pengirim pizza. Mayoritas pengantar pizza adalah muda (usia 18-24) dan
pengemudi yang tidak berpengalaman, yang diberi kompensasi berdasarkan

15
jumlah pizza yang dapat mereka hasilkan. Ini menciptakan situasi di mana
pengirim diberikan hadiah untuk praktik mengemudi yang cepat tetapi tidak aman
—misalnya, tidak mengenakan sabuk pengaman, gagal menggunakan sinyal
belokan, dan tidak berhenti sama sekali di persimpangan—. Praktik yang tidak
aman ini menghasilkan tingkat kecelakaan mengemudi yang tinggi.
Prior to goal setting, pengirim pizza diamati oleh manajer mereka yang
meninggalkan toko dan kemudian kembali dari pengiriman. Manajer mengamati
jumlah perhentian total di persimpangan selama periode satu minggu. Dalam sesi
pelatihan, para manajer dan pelatih menyampaikan kepada para pengantar
serangkaian pertanyaan untuk diskusi. Berikut adalah contohnya: Dalam situasi
apa Anda harus berhenti total? Apa alasan untuk berhenti total? Apa alasan untuk
tidak berhenti sama sekali?
Setelah diskusi, pengantar pizza diminta untuk menyetujui need untuk
berhenti total di persimpangan. Mengikuti perjanjian pengirim, para manajer
membagikan data yang mereka kumpulkan mengenai jumlah perhentian total di
persimpangan yang telah mereka amati minggu sebelumnya. (Perhentian total
dilakukan 55 persen dari waktu). Pelatih meminta pengirim pizza untuk set a goal
untuk berhenti total pada bulan berikutnya. Mereka memutuskan untuk decided on
a goal, 75 persen berhenti total.
Setelah goal setting session, para manajer di setiap toko terus mengamati
persimpangan driver mereka berhenti. Bulan berikutnya di area kerja, poster
menunjukkan persentase pemberhentian total untuk setiap periode empat hari.
Persentase total total berhenti saat ini juga ditampilkan.
Goal setting theory digunakan dalam desain program pelatihan. Goal
setting theory menunjukkan bahwa pembelajaran dapat difasilitasi dengan
memberikan peserta dengan tujuan dan sasaran yang menantang spesifik. Secara
khusus, pengaruh goal setting theory dapat dilihat dalam pengembangan rencana
pelajaran pelatihan. Rencana pelajaran dimulai dengan tujuan spesifik yang
menyediakan informasi mengenai tindakan yang diharapkan yang akan
ditunjukkan oleh learner., kondisi di mana pembelajaran akan terjadi, dan tingkat
kinerja yang akan dinilai dapat diterima. Goals juga dapat menjadi bagian dari

16
action plans atau application assignments yang digunakan untuk memotivasi
peserta pelatihan untuk transfer training.
2.1.2.3.2 Goal Orientation
Goal orientation mengacu pada tujuan yang dipegang oleh peserta
pelatihan dalam situasi pembelajaran. Goal orientation dapat mencakup learning
orientation atau performance orientation. Learning orientation berkaitan dengan
upaya meningkatkan kemampuan atau kompetensi dalam suatu tugas. Orang-
orang dengan learning orientation percaya bahwa keberhasilan pelatihan
didefinisikan sebagai menunjukkan peningkatan dan membuat kemajuan, lebih
suka pelatih yang lebih tertarik pada bagaimana peserta pelatihan belajar daripada
dalam bagaimana mereka melakukan, dan melihat kesalahan dan kesalahan
sebagai bagian dari proses pembelajaran. Performance orientation mengacu pada
learners yang fokus pada kinerja tugas dan bagaimana mereka
membandingkannya dengan orang lain. Orang dengan performance orientation
mendefinisikan kesuksesan sebagai kinerja tinggi relatif terhadap orang lain, lebih
menghargai kemampuan tinggi daripada belajar, dan menemukan bahwa
kesalahan dan kesalahan menyebabkan kecemasan dan ingin
menghindarinya.terhadap orang lain, lebih menghargai kemampuan tinggi
daripada belajar, dan menemukan bahwa kesalahan dan kesalahan menyebabkan
kecemasan dan ingin menghindarinya.
Goal orientation diyakini mempengaruhi jumlah upaya yang akan
dikeluarkan oleh peserta pelatihan dalam pembelajaran (motivation to learn).
Learners dengan learning orientation yang tinggi akan mengarahkan perhatian
yang lebih besar pada tugas dan belajar demi belajar, berbeda dengan learners
dengan performance orientation. Learners dengan performance orientation akan
mengarahkan lebih banyak perhatian untuk berkinerja baik dan lebih sedikit upaya
untuk belajar. Penelitian telah menunjukkan bahwa peserta pelatihan dengan
learning orientation mengerahkan upaya yang lebih besar untuk belajar dan
menggunakan strategi pembelajaran yang lebih kompleks daripada peserta
pelatihan dengan performance orientation. Ada beberapa cara untuk menciptakan
learning orientation pada peserta pelatihan. Ini termasuk menetapkan tujuan di

17
sekitar pembelajaran dan bereksperimen dengan cara-cara baru untuk membuat
peserta melakukan tugas yang terlatih daripada menekankan kinerja tugas yang
terlatih, mengurangi kompetisi di antara peserta, menciptakan komunitas
pembelajaran dan memungkinkan peserta untuk membuat kesalahan dan untuk
bereksperimenlah dengan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku baru selama
pelatihan.
2.1.2.4 Need Theories
Need theories membantu menjelaskan nilai yang seseorang tempatkan
pada hasil tertentu. Need adalah deficiency yang dialami seseorang pada suatu
saat. Suatu need memotivasi seseorang untuk berperilaku dengan cara yang
memuaskan kekurangan itu. Need theories Abraham Maslow dan Clayton
Alderfer berfokus pada need fisiologis, need keterkaitan (need untuk berinteraksi
dengan orang lain), dan need pertumbuhan (self-esteem dan self-actualization).
Baik Maslow dan Alderfer percaya bahwa orang-orang mulai dengan mencoba
memenuhi need di tingkat terendah, kemudian naik ke hierarki karena need
tingkat bawah terpenuhi. Artinya, jika need fisiologis tidak terpenuhi, perilaku
seseorang akan fokus pada pemenuhan need ini sebelum keterkaitan atau need
pertumbuhan mendapat perhatian. Perbedaan utama antara hierarki need Alderfer
dan Maslow adalah bahwa Alderfer memungkinkan kemungkinan bahwa jika
higher-level needs tidak terpenuhi, karyawan akan memfokuskan kembali pada
lower-level needs.
Need theories dari David McClelland berfokus terutama pada needs for
achievement, affiliation, dan power. Menurut McClelland, need ini dapat
dipelajari. Needs for achievement berkaitan dengan kepedulian untuk mencapai
dan mempertahankan standar keunggulan yang ditetapkan sendiri. Need for
affiliation melibatkan kepedulian untuk membangun dan memelihara hubungan
dengan orang lain dan untuk diterima oleh orang lain. Need for power adalah
berhubungan dengan untuk mendapatkan tanggung jawab, pengaruh, dan reputasi.
Need theories menyarankan bahwa untuk memotivasi pembelajaran,
pelatih harus mengidentifikasi need peserta pelatihan dan mengomunikasikan
bagaimana konten program pelatihan terkait dengan pemenuhan need ini. Juga,

18
jika need dasar tertentu dari peserta pelatihan (mis., physiological dan safety
needs) tidak terpenuhi, mereka tidak mungkin termotivasi untuk belajar.
Misalnya, pertimbangkan kelas pelatihan pengolah kata untuk sekretaris di
perusahaan downsizing. Sangat diragukan bahwa bahkan kelas pelatihan yang
dirancang terbaik akan menghasilkan pembelajaran jika karyawan percaya bahwa
keamanan pekerjaan mereka terancam (unmet need for security) oleh strategi
downsizing perusahaan. Juga, kecil kemungkinan sekretaris akan termotivasi
untuk belajar jika mereka percaya bahwa keterampilan pemrosesan kata yang
ditekankan dalam program tidak akan membantu mereka mempertahankan
pekerjaan mereka saat ini atau meningkatkan peluang mereka untuk menemukan
pekerjaan lain di dalam (atau bahkan di luar) perusahaan.
Implikasi lain dari need theory berkaitan dengan menyediakan karyawan
dengan pilihan program pelatihan untuk dihadiri. Memberi karyawan pilihan
untuk mengikuti kursus pelatihan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk
belajar. Ini terjadi karena peserta dapat memilih program yang paling sesuai
dengan need mereka.
2.1.2.5 Expectancy Theory
Expectancy theory menunjukkan bahwa perilaku seseorang didasarkan pada tiga
faktor: expectancy, instrumentality, dan valence Keyakinan tentang hubungan
antara mencoba melakukan perilaku dan benar-benar berkinerja baik disebut
expectancy. Expectancy serupa dengan self-efficacy. Dalam expectancy theory,
keyakinan bahwa melakukan perilaku tertentu (mis., Menghadiri program
pelatihan) dikaitkan dengan hasil tertentu (mis., Mampu melakukan pekerjaan
Anda dengan lebih baik) disebut instrumentality. Valence adalah nilai yang
seseorang tempatkan pada hasil (mis, Seberapa pentingkah untuk melakukan yang
lebih baik di pekerjaan). Menurut expectancy theory, berbagai pilihan
perilaku dievaluasi sesuai dengan expectancy, instrumentality, dan valence
mereka.
Melalui perspektif pelatihan, teori ekspektasi menunjukkan bahwa
pembelajaran paling mungkin terjadi ketika karyawan percaya bahwa mereka
dapat mempelajari isi program (expectancy). Juga, pembelajaran dan transfer of

19
learning ditingkatkan ketika mereka dikaitkan dengan hasil seperti kinerja
pekerjaan yang lebih baik, kenaikan gaji, atau pengakuan rekan kerja
(instrumentality), dan ketika karyawan menghargai hasil ini (valence).
2.1.2.6 Adult Learning Theory
Adult learning theory dikembangkan karena kebutuhan akan teori spesifik
tentang bagaimana orang dewasa belajar. Sebagian besar teori pendidikan, serta
lembaga pendidikan formal, telah dikembangkan secara eksklusif untuk mendidik
anak-anak dan remaja. Pedagogi, seni dan ilmu mengajar anak-anak, telah
mendominasi teori pendidikan. Pedagogi memberi instruktur tanggung jawab
utama untuk membuat keputusan tentang konten pembelajaran, metode, dan
evaluasi. Siswa umumnya dipandang sebagai (1) menjadi penerima pasif arahan
dan konten dan (2) membawa sedikit pengalaman yang dapat berfungsi sebagai
sumber daya untuk lingkungan belajar.
Psikolog pendidikan, mengakui keterbatasan teori pendidikan formal,
mengembangkan andragogi, teori pembelajaran orang dewasa. Malcolm Knowles
paling sering dikaitkan dengan adult learning theory. Model Knowles didasarkan
pada beberapa asumsi:
1. Orang dewasa perlu tahu mengapa mereka belajar sesuatu.
2. Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan diri sendiri.
3. Orang dewasa membawa lebih banyak pengalaman terkait pekerjaan ke dalam
situasi pembelajaran.
4. Orang dewasa memasuki pengalaman belajar dengan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada masalah.
5. Orang dewasa termotivasi untuk belajar oleh motivator ekstrinsik dan
intrinsik.
Adult learning theory sangat penting untuk dipertimbangkan dalam
mengembangkan program pelatihan karena audiens untuk banyak program
tersebut cenderung orang dewasa, yang sebagian besar belum menghabiskan
sebagian besar waktu mereka dalam lingkungan pendidikan formal.
2.1.2.7 Information Processing Theory

20
Dibandingkan dengan teori pembelajaran lainnya, information processing theory
lebih menekankan pada proses internal yang terjadi ketika konten pelatihan
dipelajari dan dipertahankan. Information processing theory mengusulkan bahwa
informasi atau pesan yang diambil oleh pelajar mengalami beberapa transformasi
di otak manusia. Pemrosesan informasi dimulai ketika pesan atau rangsangan
(yang bisa berupa suara, bau, sentuhan, atau gambar) dari lingkungan diterima
oleh reseptor (mis, Telinga, hidung, kulit, dan mata). Pesan terdaftar dalam
pengertian dan disimpan dalam memori jangka pendek, dan kemudian diubah atau
dikodekan untuk penyimpanan dalam memori jangka panjang. Proses pencarian
terjadi di memori, di mana waktu respon terhadap pesan atau stimulus diatur.
Generator respons mengatur respons pelajar dan memberi tahu efektor (otot) apa
yang harus dilakukan. Instruksi “apa yang harus dilakukan” berhubungan dengan
salah satu dari 5 hasil pembelajaran: informasi verbal, keterampilan kognitif,
keterampilan motorik, keterampilan intelektual, atau sikap. Tautan terakhir dalam
model adalah umpan balik dari lingkungan. Umpan balik ini memberikan pelajar
dengan evaluasi dari respon yang diberikan. Informasi ini dapat berasal dari orang
lain atau pengamatan pelajar tentang hasil tindakannya sendiri. Evaluasi respons
yang positif memberikan penguatan bahwa perilaku itu diinginkan dan harus
disimpan dalam memori jangka panjang untuk digunakan dalam situasi serupa.
Selain menekankan proses internal yang diperlukan untuk menangkap,
menyimpan, mengambil, dan menanggapi pesan, model pemrosesan informasi
memfokuskan bagaimana peristiwa eksternal mempengaruhi pembelajaran.
Peristiwa ini meliputi:
1. Perubahan intensitas atau frekuensi stimulus yang memengaruhi perhatian.
2. Menginformasikan pelajar tentang tujuan untuk membangun harapan.
3. Meningkatkan fitur persepsi material (stimulus), menarik perhatian pelajar
untuk fitur tertentu.
4. Instruksi verbal, gambar, diagram, dan peta menyarankan cara untuk
mengkode konten pelatihan sehingga dapat disimpan dalam memori.
5. Konteks pembelajaran yang bermakna (contoh, masalah) menciptakan isyarat
yang memfasilitasi pengkodean.

21
6. Demonstrasi atau instruksi lisan membantu mengatur respons pembelajar,
serta memfasilitasi pemilihan respons yang benar.

2.1.3 TRANSFER OF TRAINING THEORY


Transfer of learning lebih mungkin terjadi ketika peserta pelatihan
mengerjakan tugas selama pelatihan (mis, pengetahuan, peralatan, atau proses)
yang sangat mirip, jika tidak identik, dengan lingkungan kerja (near transfer).
Transfer of learning lebih sulit ketika tugas selama pelatihan berbeda dari
lingkungan kerja, mis, far transfer, seperti menerapkan prinsip layanan pelanggan
untuk berinteraksi dengan pelanggan yang marah di depan antrean panjang
pelanggan di kasir. Tugas-tugas yang digunakan selama pelatihan berhubungan
dengan objektivitas pelatihan.
Closed skills merujuk pada tujuan pelatihan yang terkait dengan
mempelajari keterampilan khusus yang akan dihasilkan secara identik oleh peserta
pelatihan pada pekerjaan mereka. Hanya ada satu cara yang benar untuk
menyelesaikan tugas jika itu membutuhkan keterampilan tertutup. Sebaliknya,
open skills terkait dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang lebih umum.
Misalnya, keterampilan layanan pelanggan adalah contoh keterampilan terbuka.
Open skills lebih sulit dilatih daripada closed skill karena mereka
mengharuskan peserta pelatihan untuk tidak hanya memperoleh dan mengingat
prinsip-prinsip umum , tetapi juga untuk mempertimbangkan bagaimana mereka
dapat disesuaikan dan digunakan agar sesuai dengan berbagai keadaan, banyak di
antaranya tidak dapat dipraktekkan selama pelatihan. Selain itu, dukungan
manajer dan rekan kerja pada pekerjaan ini penting untuk memberi peserta
pelatihan kesempatan untuk belajar dengan melihat bagaimana karyawan
berpengalaman menggunakan keterampilan dan untuk mendapatkan feedback
ketika mereka memiliki kesempatan untuk menerapkannya. Kemudian dalam bab
ini, kita membahas implikasi dari transfer teori pelatihan untuk merancang
pelatihan.

22
Tiga teori transfer of learning memiliki implikasi untuk desain pelatihan
(the learning environment): the theory of identical elements, the stimulus
generalization approach, dan the cognitive theory of transfer.
2.1.3.1 Theory of Identical Elements (Teori Elemen Identik)
Teori elemen identik mengusulkan bahwa transfer pelatihan terjadi ketika
apa yang dipelajari dalam sesi pelatihan identik dengan apa yang harus dilakukan
oleh peserta pelatihan dalam pekerjaannya. Transfer akan dimaksimalkan sejauh
tugas, materi, peralatan, dan karakteristik lain dari lingkungan belajar serupa
dengan yang dihadapi di lingkungan kerja.
TABLE 4.3 Transfer Teori Pelatihan
Teori Tekanan Kondisi yang Sesuai Jenis
Transfer
Identical Lingkungan  Pelatihan Dekat (Near)
elements pelatihan identik berfokus pada
dengan keterampilan
lingkungan kerja. tertutup.
 Fitur lingkungan
kerja dapat
diprediksi dan
stabil Contohnya:
Pelatihan
menggunakan
peralatan.
Stimulus Prinsip umum  Pelatihan Jauh (Far)
generalization dapat diterapkan berfokus pada
pada banyak keterampilan
situasi kerja yang terbuka.
berbeda.  Lingkungan kerja
tidak dapat
diprediksi dan
sangat bervariasi

23
Contoh: Pelatihan
keterampilan
interpersonal.
Cognitive theory Materi yang Semua jenis pelatihan Dekat dan
berarti dan skema dan lingkungan. jauh (Near
pengkodean and Far)
meningkatkan
penyimpanan dan
mengingat konten
pelatihan.
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))
Penggunaan teori elemen identik ditunjukkan dalam simulasi pelatihan
sandera yang digunakan oleh Departemen Kepolisian Baltimore. Departemen
Kepolisian Baltimore perlu mengajari sersan polisi keterampilan untuk menangani
situasi penyanderaan-barikade yang mempertaruhkan nyawa — keterampilan
seperti bernegosiasi dengan suami bermasalah yang menyandera istri dan / atau
anak-anaknya. Jam pertama situasi penyanderaan sangat penting. Sersan harus
mengatur sumber daya dengan cepat untuk menyelesaikan situasi dengan sukses,
dengan sedikit atau tanpa cedera. Simulasi dipilih karena memberikan model
realitas, tiruan dari situasi nyata tanpa bahaya.
Berbagai skenario dapat digabungkan ke dalam simulasi, memungkinkan
para sersan untuk mempraktikkan keterampilan tepat yang akan mereka perlukan
saat menghadapi krisis sandera. Simulasi dimulai dengan memberi pengarahan
kepada peserta tentang situasi penyanderaan. Kemudian mereka diarahkan untuk
bertanggung jawab atas penyelesaian insiden di hadapan instruktur yang secara
pribadi telah terlibat dalam insiden kehidupan nyata yang serupa. Setiap peserta
pelatihan mengawasi satu skenario yang sulit dan satu skenario yang mudah.
Simulasi ini dirancang untuk menekankan pentingnya berpikir jernih dan
pengambilan keputusan dalam situasi di mana waktu sangat kritis. Penting bagi
peserta untuk mengambil tindakan sesuai dengan serangkaian prioritas yang
menempatkan nilai terbesar pada meminimalkan risiko terhadap sandera dan

24
mengisolasi tersangka sebelum berkomunikasi dengan mereka. Skenario simulasi
mencakup elemen-elemen dari banyak insiden penyanderaan yang sebenarnya,
seperti masuk secara paksa, pengambilan orang yang tidak diinginkan, kehadiran
senjata, dan ancaman. Saat peserta berlatih dalam simulasi, tindakan mereka
dievaluasi oleh instruktur. Instruktur memberikan umpan balik kepada peserta
secara tertulis setelah mereka menyelesaikan simulasi, atau instruktur dapat
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Simulasi pelatihan mencerminkan keadaan sebenarnya dari situasi
penyanderaan aktual yang dihadapi oleh petugas polisi. Juga, daftar periksa
aktivitas dan perilaku yang diberikan oleh sersan dalam pelatihan adalah daftar
periksa yang tepat digunakan dalam situasi penyanderaan yang terjadi di jalan.
Bukti generalisasi diberikan oleh sersan polisi yang telah berhasil menangani
situasi penyanderaan bank dengan menggunakan keterampilan yang ditekankan
dalam simulasi. Departemen Kepolisian Baltimore juga peduli dengan
pemeliharaan. Pada akhir simulasi, petugas mungkin dapat mendemonstrasikan
cara berhasil membebaskan sandera. Namun, kejadian situasi penyanderaan cukup
rendah dibandingkan dengan tugas lain yang dilakukan oleh petugas polisi
(misalnya, mengeluarkan kutipan lalu lintas atau menyelidiki perampokan).
Akibatnya, departemen kepolisian prihatin bahwa petugas dapat
melupakan apa yang mereka pelajari dalam pelatihan dan karena itu mengalami
kesulitan dalam situasi penyanderaan. Untuk memastikan bahwa petugas memiliki
kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan yang jarang digunakan tetapi
penting ini, departemen pelatihan kadang-kadang menjadwalkan situasi
penyanderaan tiruan. Aplikasi lain dari teori elemen identik ditemukan dalam
penggunaan simulator untuk melatih pilot maskapai. Pilot dilatih dalam simulator
yang terlihat persis seperti kokpit pesawat komersial. Semua aspek kokpit di
simulator (mis., Pengukur, dial, dan lampu) sama seperti di pesawat nyata. Dalam
istilah psikologis, lingkungan belajar benar-benar sesuai dengan lingkungan kerja.
Fidelity mengacu pada sejauh mana lingkungan pelatihan serupa dengan
lingkungan kerja.

25
Jika keterampilan terbang, lepas landas, mendarat, dan menghadapi situasi
darurat dipelajari dalam simulator, keterampilan tersebut akan dialihkan ke
pengaturan kerja (pesawat komersial).
Pendekatan elemen identik juga telah digunakan untuk mengembangkan
instrumen yang dirancang untuk mengukur kesamaan pekerjaan. Kesamaan
pekerjaan dapat digunakan sebagai salah satu ukuran sejauh mana pelatihan dalam
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk satu pekerjaan
mempersiapkan karyawan untuk melaksanakannya pekerjaan yang berbeda.
Teori elemen identik telah diterapkan pada banyak program pelatihan,
terutama yang berhubungan dengan penggunaan peralatan atau yang melibatkan
prosedur khusus yang harus dipelajari. Teori elemen identik sangat relevan dalam
memastikan bahwa transfer dekat terjadi. Transfer dekat (Near transfer) mengacu
pada kemampuan peserta pelatihan untuk menerapkan kemampuan yang dipelajari
dengan tepat pada situasi kerja. Teori elemen identik tidak mendorong transfer
dimana lingkungan belajar dan lingkungan pelatihan tidak selalu identik. Situasi
ini muncul terutama dalam pelatihan keterampilan interpersonal. Misalnya,
perilaku seseorang dalam situasi konflik tidak mudah ditebak. Oleh karena itu,
peserta pelatihan harus mempelajari prinsip-prinsip umum dari resolusi konflik
yang dapat mereka terapkan pada berbagai macam situasi sesuai dengan keadaan
(misalnya, pelanggan yang marah versus pelanggan yang tidak memiliki
pengetahuan produk).
2.1.3.2 Stimulus Generalization Approach (Pendekatan Generalisasi
Stimulus)
Pendekatan Stimulus Generalization Approach (Pendekatan Generalisasi
Stimulus) menyarankan bahwa cara untuk memahami pengalihan masalah
pelatihan adalah dengan membangun pelatihan sehingga fitur yang paling penting
atau prinsip umum ditekankan. Penting juga untuk mengidentifikasi berbagai
situasi kerja di mana prinsip-prinsip umum ini dapat diterapkan. Pendekatan
generalisasi stimulus menekankan Far Transfer (transfer jauh). Far Transfer
(Transfer jauh) mengacu pada kemampuan peserta untuk menerapkan

26
kemampuan yang dipelajari ke lingkungan kerja, meskipun lingkungan kerja
(peralatan, masalah, dan tugas) tidak identik dengan sesi pelatihan.
Pendekatan generalisasi stimulus dapat dilihat pada desain beberapa
program pelatihan keterampilan yang didasarkan pada teori pembelajaran sosial.
Ingat dari diskusi teori pembelajaran sosial bahwa pemodelan, praktik, umpan
balik, dan penguatan memainkan peran kunci dalam pembelajaran. Satu langkah
dalam mengembangkan program pelatihan keterampilan interpersonal yang efektif
adalah mengidentifikasi perilaku kunci yang dibutuhkan untuk berhasil dalam
suatu situasi. Key Behaviors (Perilaku kunci) mengacu pada perilaku yang dapat
digunakan dengan sukses dalam berbagai situasi. Model tersebut
mendemonstrasikan perilaku kunci ini dalam sebuah video, dan peserta pelatihan
memiliki kesempatan untuk mempraktikkannya. Perilaku kunci diyakini berlaku
untuk berbagai macam situasi. Padahal, sesi latihan dalam jenis pelatihan ini
mengharuskan peserta didik untuk menggunakan perilaku dalam berbagai situasi
yang tidak identik.
2.1.3.3 Cognitive Theory of Transfer (Teori Kognitif tentang Transfer)
The cognitive theory of transfer (Teori kognitif transfer) didasarkan pada
teori pemrosesan informasi pembelajaran. Ingatlah bahwa penyimpanan dan
pengambilan informasi adalah aspek kunci dari model pembelajaran ini. Menurut
cognitive theory of transfer (teori kognitif transfer), kemungkinan transfer
bergantung pada kemampuan peserta untuk mendapatkan kembali kemampuan
yang dipelajari. Teori ini menyarankan bahwa kemungkinan transfer ditingkatkan
dengan memberikan peserta pelatihan dengan materi yang berarti yang
meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan menghubungkan apa yang
mereka hadapi di lingkungan kerja dengan kemampuan yang dipelajari. Yang juga
penting adalah memberi peserta pelatihan strategi kognitif untuk mengkodekan
kemampuan yang dipelajari dalam memori sehingga mereka mudah diambil
kembali. Pengaruh teori kognitif terlihat dalam desain pelatihan yang mendorong
peserta, sebagai bagian dari program, untuk mempertimbangkan aplikasi potensial
dari konten pelatihan untuk pekerjaan mereka.

27
Banyak program pelatihan termasuk meminta peserta untuk mengidentifikasi
masalah atau situasi kerja dan mendiskusikan aplikasi potensial dari konten
pelatihan.

2.1.4 THE LEARNING PROCESS (PROSES PEMBELAJARAN)


2.1.4.1 Mental and Physical Processes (Proses Mental dan Fisik)
Tabel 4.4 menunjukkan proses pembelajaran, yang meliputi harapan, persepsi,
penyimpanan kerja, pengkodean semantik, penyimpanan jangka panjang,
pengambilan, generalisasi, dan kepuasan. Tabel 4.4 menekankan bahwa
pembelajaran bergantung pada proses kognitif peserta didik, termasuk
memperhatikan apa yang akan dipelajari (konten pembelajaran), mengorganisir
konten pembelajaran menjadi representasi mental, dan menghubungkan konten
pembelajaran dengan pengetahuan yang ada dari memori jangka panjang.
Expectancy (Harapan) mengacu pada keadaan mental yang dibawa pelajar ke
proses pembelajaran. Ini termasuk faktor-faktor seperti kesiapan untuk pelatihan
(motivasi untuk belajar, keterampilan dasar) serta pemahaman tentang tujuan
instruksi dan kemungkinan manfaat yang mungkin dihasilkan dari pembelajaran
dan penggunaan kemampuan yang dipelajari di tempat kerja.
Perception (Persepsi) mengacu pada kemampuan untuk mengatur pesan dari
lingkungan sehingga dapat diproses dan ditindaklanjuti. Baik penyimpanan kerja
dan pengkodean semantik berhubungan dengan memori jangka pendek. Dalam
working storage, terjadi gladi resik dan pengulangan informasi, yang
memungkinkan materi diberi kode untuk memori.
TABEL 4.4 Hubungan Antara Proses Pembelajaran, Acara Instruksional, dan
Bentuk Instruksi
Proses Pembelajaran Acara Instruksional Bentuk Instruksi
Eksternal
1. Harapan 1. Memberi tahu pelajar 1a. Tunjukkan kinerja
tentang tujuan pelajaran yang diharapkan.
1b. Tunjukkan jenis
pertanyaan verbal yang

28
harus dijawab.
2. Persepsi 2. Menghadirkan stimuli 2a. Tekankan fitur
dengan ciri khas subjek yang akan dilihat.
2b. Gunakan
pemformatan dan
gambar dalam teks
untuk menekankan fitur.
3. Penyimpanan kerja 3. Membatasi jumlah 3a. Atur bahan yang
(working storage) yang harus dipelajari lebih panjang dalam
potongan.
3b. Memberikan
gambaran visual materi
yang akan dipelajari.
3c. Berikan latihan dan
pembelajaran berlebihan
untuk membantu
pencapaian otomatisitas.
4. Pengkodean semantik 4. Memberikan 4a. Berikan isyarat
bimbingan belajar verbal untuk urutan
penggabungan yang
tepat.
4b. Berikan tautan
verbal ke konteks
bermakna yang lebih
besar.
4c. Gunakan diagram
dan model untuk
menunjukkan hubungan
antar konsep.
5. Penyimpanan jangka 5. Menguraikan jumlah 5a. Variasikan konteks
panjang yang akan dipelajari dan pengaturan untuk

29
presentasi dan penarikan
kembali materi.
5b. Hubungkan materi
yang baru dipelajari
dengan informasi yang
dipelajari sebelumnya.
5c. Sediakan berbagai
konteks dan situasi
selama latihan.
6. Retrieval 6. Memberikan isyarat 6a. Sarankan isyarat
(Pengambilan) yang digunakan dalam yang memancing
penarikan kembali penarikan kembali
materi.
6b. Gunakan suara atau
rima yang familiar
sebagai isyarat.
7. Generalisasi 7. Meningkatkan retensi 7a. Rancang situasi
dan transfer pembelajaran untuk
pembelajaran berbagi elemen dengan
situasi di mana
pembelajaran
diterapkan.
7b. Berikan tautan
verbal ke kompleks
informasi tambahan.
8. Gratifying 8. Memberikan umpan 8a. Berikan umpan balik
(Memuaskan) balik tentang kebenaran tentang tingkat akurasi
kinerja dan waktu kinerja.
8b. Konfirmasikan
apakah harapan awal
terpenuhi.

30
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))

Working storage (Penyimpanan kerja) dibatasi oleh jumlah bahan yang


dapat diproses pada satu waktu. Penelitian menunjukkan bahwa tidak lebih dari
lima pesan dapat disiapkan untuk penyimpanan pada saat yang bersamaan.

Semantic encoding (Pengkodean semantik) mengacu pada proses pengkodean


pesan masuk yang sebenarnya. Strategi pembelajaran yang berbeda
mempengaruhi bagaimana konten pelatihan dikodekan. Strategi pembelajaran
meliputi gladi bersih, pengorganisasian, dan elaborasi. Rehearsal (Pengulangan),
strategi pembelajaran yang paling sederhana, berfokus pada pembelajaran melalui
pengulangan (hafalan). Pengorganisasian menuntut peserta didik untuk
menemukan persamaan dan tema dalam materi pelatihan. Elaborasi menuntut
peserta untuk menghubungkan materi pelatihan dengan pengetahuan,
keterampilan, atau perilaku lain yang lebih dikenal. Peserta pelatihan
menggunakan kombinasi dari strategi ini untuk belajar. Strategi "terbaik"
bergantung pada hasil pembelajaran. Untuk hasil pengetahuan, latihan dan
pengorganisasian adalah yang paling tepat. Untuk penerapan keterampilan,
diperlukan elaborasi. Setelah pesan ditangani, dilatih, dan diberi kode, pesan siap
untuk disimpan dalam memori jangka panjang.
Untuk menggunakan materi yang dipelajari (misalnya, keterampilan
kognitif atau informasi verbal), materi tersebut harus diperoleh kembali. Retrieval
(Pengambilan) melibatkan mengidentifikasi materi yang dipelajari dalam memori
jangka panjang dan menggunakannya untuk mempengaruhi kinerja. Bagian
penting dari proses pembelajaran tidak hanya mampu mereproduksi dengan tepat
apa yang telah dipelajari, tetapi juga mampu menyesuaikan pembelajaran untuk
digunakan dalam situasi yang serupa tetapi tidak identik. Ini dikenal sebagai
generalizing (generalisasi). Terakhir, gratifying mengacu pada umpan balik yang
diterima pelajar sebagai hasil dari penggunaan konten pembelajaran. Umpan balik
diperlukan untuk memungkinkan pelajar menyesuaikan tanggapan sehingga lebih

31
sesuai. Umpan balik juga memberikan informasi tentang insentif atau penguat
yang mungkin dihasilkan dari kinerja.
2.1.4.2 The Learning Cycle (Siklus Belajar)
Pembelajaran dapat dianggap sebagai siklus yang dinamis dengan
melibatkan empat tahap: pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi
abstrak, dan eksperimen aktif. Ini diikuti dengan pemikiran (observasi reflektif)
tentang masalah, yang mengarah pada generasi ide tentang bagaimana
memecahkan masalah (konseptualisasi abstrak) dan akhirnya
mengimplementasikan ide langsung ke masalah (eksperimen aktif) menerapkan
ide memberikan umpan balik mengenai keefektifannya, sehingga pelajar dapat
melihat hasil dan memulai proses pembelajaran dari awal lagi. mengembangkan
konsep, menerjemahkannya menjadi ide, mengimplementasikannya, dan
menyesuaikannya sebagai hasil dari pengamatan pribadi mereka tentang
pengalaman mereka.
Peneliti telah mengembangkan kuesioner untuk mengukur poin lemah dan
kuat peserta pelatihan dalam siklus pembelajaran. Beberapa orang memiliki
kecenderungan untuk terlalu menekankan atau kurang menekankan satu tahap
siklus pembelajaran, atau untuk menghindari tahapan tertentu sama sekali. Kunci
pembelajaran yang efektif adalah menjadi kompeten dalam masing-masing dari
empat tahap. Empat gaya belajar dasar diyakini ada. Gaya belajar ini
menggabungkan elemen dari masing-masing dari empat tahap siklus
pembelajaran.
Tabel 4.5 menunjukkan karakteristik dan tahap belajar dominan individu
dalam setiap gaya yang disebut Divergers, Assimilator, Converger, dan
Acakomodator. Perlu diingat bahwa peneliti tidak setuju tentang apakah kita
memiliki gaya dan preferensi belajar dan mereka dapat diukur dengan beberapa
cara berbeda.
Dalam mencoba mencocokkan instruksi dengan preferensi pembelajaran,
penting bahwa strategi instruksional atau pelatihan harus ditentukan terlebih
dahulu oleh apa yang diajarkan atau hasil belajar, kemudian gaya belajar harus
dipertimbangkan untuk menyesuaikan pelatihan atau strategi instruksional.

32
Misalnya, AmeriCredit, sebuah perusahaan pembiayaan mobil yang
berlokasi di Fort Worth, Texas, mencoba memodifikasi pelatihan agar lebih sesuai
dengan gaya belajar karyawannya. Perusahaan telah membuat database untuk
mengidentifikasi dan melacak gaya belajar setiap karyawan. Selain itu, gaya
pembelajaran karyawan sedang dipertimbangkan dalam desain kursus. Dalam
kelas e-learning baru, karyawan yang lebih memilih belajar melalui tindakan akan
menerima informasi dalam poin-poin dan akan menyelesaikan aktivitas yang
membantu mereka belajar. Karyawan yang lebih menyukai pemikiran dan
penalaran akan menerima materi yang lebih konseptual selama dan terlibat dalam
pengalaman yang lebih sedikit. Perusahaan berencana untuk membandingkan
kelas e-learning baru yang memperhitungkan gaya belajar dengan yang tidak,
sehingga dapat menentukan apakah adaptasi terhadap gaya belajar membuat
perbedaan dalam kepuasan dan pembelajaran peserta pelatihan.
TABEL 4.5 Gaya Belajar
Jenis Gaya Belajar Kemampuan Belajar Karakteristik
Dominan Pembelajaran
Diverger (Diverger) • Pengalaman nyata • Pandai menghasilkan
• Pengamatan reflektif ide, melihat situasi dari
berbagai perspektif, dan
menyadari makna dan
nilai
• Cenderung tertarik
pada orang, budaya, dan
seni
Assimilator • Konseptualisasi • Baik dalam penalaran
(Asimilator) abstrak induktif, menciptakan
• Pengamatan reflektif teoritis model, dan
menggabungkan
pengamatan yang
berbeda menjadi
penjelasan terintegrasi

33
• Cenderung kurang
peduli dengan orang
dibandingkan dengan ide
dan konsep abstrak
Converger (Konverger) • Konseptualisasi • Baik dalam ketegasan,
abstrak penerapan praktis dari
• Eksperimen aktif ide, dan penalaran
deduktif hipotetis
• Lebih suka menangani
tugas-tugas teknis
daripada masalah
interpersonal
Accommodator • Pengalaman nyata • Pandai menerapkan
(Akomodator) • Eksperimen aktif keputusan,
melaksanakan rencana,
dan terlibat dalam
pengalaman baru
• Cenderung nyaman
dengan orang lain, tetapi
mungkin terlihat tidak
sabar atau memaksa
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))

TABEL 4.6 Fitur Instruksi dan Lingkungan Kerja yang Memfasilitasi


Pembelajaran dan Alih Pelatihan
• Objectives
• Meaningful content
• Opportunities to practice
• Methods for committing training content to memory
• Feedback
• Observation, experience, and social interaction
• Proper coordination and arrangement of the training program
• Encourage trainee responsibility and self-management
• Ensure that the work environment supports learning and transfer

34
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))

2.1.4.3 Implications of the Learning Process and Transfer of Training for


Instruction (Implikasi Proses Pembelajaran dan Transfer Pelatihan untuk
Instruksi)
Instruction (Instruksi) mengacu pada manipulasi lingkungan oleh pelatih untuk
membantu peserta didik belajar. Sisi kanan Tabel 4.4 menunjukkan bentuk-bentuk
instruksi yang mendukung pembelajaran. Untuk memberikan peserta kesempatan
terbaik untuk belajar, penting untuk memastikan bahwa bentuk-bentuk pengajaran
ini instruksi disertakan dalam pelatihan. Tabel 4.6 merangkum fitur-fitur
pengajaran yang baik yang memfasilitasi proses pembelajaran. Fitur-fitur
lingkungan pembelajaran yang positif dan transfer pelatihan perlu dirancang ke
dalam kursus pelatihan, program, atau metode pelatihan khusus yang mungkin
digunakan, Baik dalam bentuk ceramah, e-learning, atau on-the job. Di sini, serta
nanti di bab, kami membahas fitur-fitur ini.
2.1.4.3.1 Employees Need to Know the Objectives (Karyawan Perlu
Mengetahui Tujuannya)
Karyawan belajar paling baik jika mereka memahami tujuan program
pelatihan. The Objective (Sasaran/Tujuan) mengacu pada tujuan dan hasil yang
diharapkan dari kegiatan pelatihan. Mungkin ada tujuan untuk setiap sesi
pelatihan, serta tujuan keseluruhan untuk program. Ingat tentang penetapan
tujuan. Karena sasaran dapat berfungsi sebagai tujuan, peserta pelatihan perlu
memahami, menerima, dan berkomitmen untuk mencapai tujuan pelatihan agar
pembelajaran terjadi. Tujuan pelatihan berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan
membantu karyawan memahami mengapa mereka membutuhkan pelatihan dan
apa Mereka perlu belajar. Tujuan juga berguna untuk mengidentifikasi jenis hasil
pelatihan yang harus diukur untuk mengevaluasi efektivitas program pelatihan.
Tujuan pelatihan memiliki tiga komponen :
1. Pernyataan tentang apa yang diharapkan dari karyawan (kinerja atau hasil)
2. Pernyataan tentang kualitas atau tingkat kinerja yang dapat diterima (kriteria)

35
3. Pernyataan tentang kondisi di mana peserta pelatihan diharapkan untuk
melakukan hasil yang diinginkan (kondisi)
Tujuan tidak boleh menggambarkan kinerja yang tidak dapat diamati,
seperti "memahami" atau "tahu". Tabel 4.7 menunjukkan kata kerja yang dapat
digunakan untuk hasil kognitif, afektif, dan psikomotor (kemampuan dan
keterampilan fisik). Misalnya, tujuan pelatihan untuk program pelatihan layanan
pelanggan untuk penjual eceran mungkin “Setelah pelatihan, karyawan akan dapat
mengungkapkan perhatian [kinerja] kepada semua pelanggan yang marah dengan
menawarkan permintaan maaf yang singkat dan tulus (kurang dari 10 kata), secara
profesional , [kriteria] tidak peduli seberapa kecewa pelanggan [kondisi]. ”Tabel
4.8 menunjukkan karakteristik tujuan pelatihan yang baik.
TABEL 4.7 Contoh Kinerja atau Hasil untuk Tujuan
Domain (Domain) Performance (Performa)
Pengetahuan (mengingat informasi) Susun, tentukan, beri label, daftar,
ingat, ulangi
Pemahaman (menafsirkan dengan Klasifikasikan, diskusikan, jelaskan,
kata-kata sendiri) ulas, terjemahkan
Aplikasi (berlaku untuk situasi baru) Terapkan, pilih, peragakan,
ilustrasikan, persiapkan
Analisis (dipecah menjadi beberapa Analisis, kategorikan, bandingkan,
bagian dan tunjukkan hubungan) diagram, uji
Sintesis (disatukan untuk membentuk Atur, kumpulkan, kumpulkan,
keseluruhan) usulkan, atur
Evaluation (penilaian berdasarkan Menilai, menyerang, berdebat,
kriteria) memilih, membandingkan
Menerima (perhatikan) Dengarkan, rasakan, waspada
Menanggapi (partisipasi minimal) Balas, jawab, setujui, patuhi
Menilai (preferensi) Raih, asumsikan, dukung,
berpartisipasi
Organisasi (pengembangan nilai) Menilai, memutuskan,
mengidentifikasi, memilih

36
TEXT (filosofi total kehidupan) Percaya, praktik, lakukan
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))

TABEL 4.8 Karakteristik Tujuan Pelatihan yang Baik


• Berikan gambaran yang jelas tentang apa yang diharapkan dapat dilakukan
oleh peserta pelatihan di akhir pelatihan.
• Memasukkan standar kinerja yang dapat diukur atau dievaluasi.
• Sebutkan sumber daya khusus (misalnya, peralatan dan perlengkapan) yang
dibutuhkan peserta pelatihan untuk melakukan tindakan atau perilaku yang
ditentukan.
• Menjelaskan kondisi di mana kinerja tujuan diharapkan terjadi (misalnya,
lingkungan kerja fisik, seperti pada malam hari atau suhu tinggi; tekanan
mental, seperti pelanggan yang marah; atau kegagalan peralatan, seperti
peralatan komputer yang tidak berfungsi).
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))

TABEL 4.9 Contoh Tujuan Pembelajaran


• Mengembangkan tim multifungsi yang beragam yang dapat bersaing dalam
lingkungan yang menantang untuk menghasilkan hasil yang akan meningkatkan
hasil.
• Gunakan keterampilan manajemen konflik saat menghadapi konflik.
• Tersenyumlah kepada semua pelanggan, bahkan saat kelelahan, kecuali jika
pelanggan sedang marah.
• Mengurangi cacat produk dari 10% menjadi 7%.
• Buat daftar semua node dari multi-switch DC-3 dengan benar, tanpa
menggunakan manual referensi.
• Gunakan perangkat lunak 100% secara akurat, dengan akses ke panduan
referensi cepat.
(Sumber : Tabel terjemahan dari Buku Employee Training & development (Noe, 2017))
Beberapa masalah yang paling umum dengan tujuan termasuk bahwa
mereka tidak jelas, tidak lengkap, atau tidak spesifik. Tabel 4.9 memberikan

37
beberapa contoh tujuan pembelajaran. Saat Anda meninjau setiap tujuan,
identifikasi apakah itu mencakup masing-masing dari tiga komponen (kinerja,
kriteria, kondisi).
2.1.4.3.2 Employees Need Meaningful Training Content
Karyawan kemungkinan besar akan belajar jika pelatihan dikaitkan dengan
pengalaman kerja dan tugas mereka saat ini - yaitu, bila pelatihan tersebut berarti
bagi mereka. Untuk meningkatkan kebermaknaan konten pelatihan, pesan harus
disajikan menggunakan konsep, istilah, dan contoh yang akrab bagi peserta
pelatihan. Dan konteks pelatihan harus mencerminkan lingkungan kerja. Konteks
pelatihan mengacu pada lingkungan fisik, intelektual, dan emosional tempat
pelatihan berlangsung. Misalnya, dalam program layanan pelanggan penjual
eceran, kebermaknaan materi akan ditingkatkan dengan menggunakan skenario
pelanggan tidak bahagia yang benar-benar ditemui oleh tenaga penjual di toko.
Beberapa teknik yang berguna untuk meyakinkan peserta pelatihan bahwa isi
program pelatihan itu bermakna termasuk.
 Bercerita tentang keberhasilan orang lain dalam menerapkan konten pelatihan,
terutama mantan peserta pelatihan
 Mengaitkan konten pelatihan dengan apa yang sudah diketahui peserta
pelatihan tentang pekerjaan mereka
 Menunjukkan bagaimana pelatihan berkaitan dengan tujuan dan strategi
perusahaan
 Menunjukkan bagaimana peserta pelatihan dapat menggunakan ide konten
pelatihan di tempat kerja
 Membahas contoh atau kasus yang mengingatkan peserta akan pekerjaan baik
dan buruk yang telah mereka lihat
 Mengulangi penerapan ide dalam konteks yang berbeda
 Menyajikan bukti bahwa apa yang akan mereka pelajari selama pelatihan
adalah apa yang digunakan oleh karyawan berkinerja tinggi dalam pekerjaan
mereka

38
 Menunjukkan bagaimana kondisi yang dihadapi peserta pelatihan dalam
pelatihan serupa dengan kondisi di tempat kerja
 Memberikan latihan atau kegiatan lamaran yang dapat digunakan dalam
pekerjaan
 Memberikan salinan cetak atau akses elektronik ke materi yang diatur dengan
baik sehingga peserta dapat melakukannya lihat mereka di tempat kerja atau
gunakan untuk mengajar orang lain
 Mengizinkan peserta untuk memilih strategi latihan mereka dan bagaimana
mereka ingin konten pelatihan disajikan (misalnya, secara lisan, visual,
berbasis masalah, atau kombinasi pendekatan)
2.1.4.3.3 Employees Need Opportunities to Practice
Latihan mengacu pada latihan fisik atau mental dari tugas, pengetahuan,
atau keterampilan untuk mencapai kemahiran dalam melakukan tugas atau
keterampilan atau mendemonstrasikan pengetahuan. Praktik melibatkan
karyawan yang menunjukkan kemampuan yang dipelajari (misalnya, strategi
kognitif, informasi verbal) yang ditekankan dalam tujuan pelatihan dalam kondisi
dan standar kinerja yang ditentukan oleh tujuan. Agar latihan menjadi efektif,
perlu melibatkan peserta secara aktif, termasuk belajar berlebihan (latihan
berulang), menggunakan waktu yang sesuai, dan memasukkan unit pembelajaran
yang sesuai (jumlah materi).
Praktik juga harus relevan dengan tujuan pelatihan. Yang terbaik adalah
memasukkan kombinasi contoh dan latihan, daripada semua latihan. Ini
membantu menghindari kelebihan memori peserta pelatihan sehingga mereka
dapat terlibat dalam proses kognitif yang diperlukan agar pembelajaran terjadi
(memilih, mengatur, dan mengintegrasikan konten). Melihat contoh membantu
pelajar mengembangkan model mental baru dari keterampilan, yang kemudian
dapat mereka gunakan dalam praktik. Beberapa contoh cara berlatih termasuk
studi kasus, simulasi, permainan peran, permainan, dan pertanyaan lisan dan
tertulis.
Pre-practice Conditions

39
Pelatih perlu fokus tidak hanya pada konten pelatihan, tetapi juga pada
bagaimana memungkinkan peserta untuk memproses informasi dengan cara yang
akan memfasilitasi pembelajaran dan penggunaan pelatihan di tempat kerja. Ada
beberapa langkah yang dapat diambil pelatih dalam kursus pelatihan sebelum
praktik untuk meningkatkan motivasi peserta pelatihan untuk belajar dan
memfasilitasi retensi konten pelatihan. Sebelum latihan, pelatih bisa :

1. Berikan informasi tentang proses atau strategi yang akan menghasilkan


pembelajaran terbesar. Misalnya, beri tahu peserta pelatihan di kelas layanan
pelanggan tentang jenis panggilan yang akan mereka terima (pelanggan yang
marah, permintaan informasi tentang produk, tantangan tagihan), cara
mengenali panggilan tersebut, dan cara menyelesaikan panggilan.
2. Mendorong peserta untuk mengembangkan strategi (metakognisi) untuk
merefleksikan proses pembelajaran mereka sendiri. Metakognisi mengacu
pada kontrol individu atas pemikiran seseorang. Dua cara individu terlibat
dalam metakognisi adalah pemantauan dan kontrol. Penelitian menunjukkan
bahwa metakognisi, termasuk pengaturan diri, mendorong pembelajaran.
Pengaturan diri mengacu pada keterlibatan pelajar dengan materi pelatihan
dan menilai kemajuan mereka dalam belajar. Peserta didik yang terlibat
dalam pengaturan diri kemungkinan besar belajar lebih efektif karena mereka
dapat memantau kemajuan mereka, mengidentifikasi area yang memerlukan

perbaikan, dan menyesuaikan pembelajaran mereka. Pengaturan diri mungkin


sangat penting untuk kursus pelatihan online, di mana pelajar memiliki
kendali atas pengalaman belajar sehingga mereka dapat memutuskan untuk
keluar dari kursus dan memutuskan berapa banyak usaha, jika ada, yang ingin
mereka kerahkan untuk mempelajari konten pelatihan. Tabel 4.10
menunjukkan bagaimana pelatih dapat mendorong pengaturan diri.

40
3. Sediakan penyelenggara awal — garis besar, teks, diagram, dan grafik yang
membantu peserta pelatihan mengatur informasi yang akan disajikan dan
dipraktikkan.
4. Membantu peserta pelatihan menetapkan penguasaan yang menantang atau
tujuan pembelajaran.
5. Ciptakan ekspektasi yang realistis untuk peserta pelatihan dengan
mengkomunikasikan apa yang akan terjadi dalam pelatihan.
6. Saat melatih karyawan dalam tim, komunikasikan ekspektasi kinerja dan
klarifikasi peran dan tanggung jawab anggota tim.
Practice Involves Experience
Pembelajaran tidak akan terjadi jika karyawan berlatih hanya dengan
membicarakan apa yang diharapkan untuk mereka lakukan. Misalnya, dengan
menggunakan tujuan kursus layanan pelanggan yang telah dibahas sebelumnya,
praktik akan melibatkan peserta pelatihan yang berpartisipasi dalam permainan
peran dengan pelanggan yang tidak bahagia (pelanggan kecewa dengan layanan
yang buruk, barang dagangan yang buruk, atau kebijakan pertukaran yang tidak
memuaskan). Pelatihan harus melibatkan pendekatan pembelajaran aktif di mana
peserta harus mengeksplorasi dan bereksperimen untuk menentukan aturan,
prinsip, dan strategi untuk kinerja yang efektif. Trainee perlu terus berlatih
meskipun mereka telah mampu melakukan tujuan beberapa kali (dikenal sebagai
overlearning). Overlearning membantu peserta pelatihan menjadi lebih nyaman
menggunakan pengetahuan dan keterampilan baru dan meningkatkan lamanya
waktu peserta pelatihan akan mempertahankan pengetahuan, keterampilan, atau
perilaku.

Kebijaksanaan konvensional adalah bahwa kita semua belajar paling


banyak dari kesalahan kita. Namun, kebanyakan orang merasa bahwa kesalahan
membuat frustrasi dan menyebabkan kemarahan dan keputusasaan. Penelitian
menunjukkan bahwa dari perspektif pelatihan, kesalahan dapat bermanfaat.
Pelatihan manajemen kesalahan mengacu pada pemberian kesempatan kepada
peserta pelatihan untuk membuat kesalahan selama pelatihan. Dalam pelatihan
manajemen kesalahan, peserta pelatihan diinstruksikan bahwa kesalahan dapat

41
membantu pembelajaran, dan mereka didorong untuk membuat kesalahan dan
belajar darinya. Trainee sebenarnya mungkin melakukan lebih banyak kesalahan
dan mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan pelatihan
yang menggabungkan pelatihan manajemen kesalahan. Namun, pelatihan
manajemen kesalahan membantu meningkatkan penggunaan karyawan atas
keterampilan yang dipelajari di tempat kerja, yaitu, transfer pelatihan.
Pelatihan manajemen kesalahan efektif karena memberikan kesempatan
bagi peserta pelatihan untuk terlibat dalam metakognisi (yaitu, merencanakan cara
menggunakan konten pelatihan, memantau penggunaan konten pelatihan, dan
mengevaluasi bagaimana konten pelatihan digunakan). Ini menghasilkan tingkat
pemrosesan kognitif yang lebih dalam, yang mengarah ke memori yang lebih baik
dan daya ingat pelatihan. Pelatih harus mempertimbangkan untuk menggunakan
pelatihan manajemen kesalahan dalam program pelatihan bersama dengan
pendekatan tradisional dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk
membuat kesalahan ketika mereka bekerja sendiri pada masalah dan tugas yang
sulit sambil mendorong mereka untuk menggunakan kesalahan sebagai cara untuk
belajar.
Penting untuk dicatat bahwa membiarkan trainee hanya membuat
kesalahan tidak membantu belajar. Agar kesalahan memiliki pengaruh positif
pada pembelajaran, peserta pelatihan perlu diajari untuk menggunakan kesalahan
sebagai kesempatan untuk belajar. Pelatihan manajemen kesalahan mungkin
sangat berguna jika konten pelatihan yang akan dipelajari tidak dapat sepenuhnya
dibahas selama sesi pelatihan. Akibatnya, peserta pelatihan harus menemukan
sendiri apa yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada tugas atau masalah baru.
Massed versus Spaced Practice
Frekuensi praktik terbukti memengaruhi pembelajaran, tergantung pada
jenis tugas yang dilatih. Kondisi latihan massal adalah kondisi di mana individu
mempraktikkan tugas secara terus menerus, tanpa istirahat. Latihan massal juga
melibatkan meminta peserta menyelesaikan latihan latihan pada satu waktu dalam
pelajaran atau kelas daripada mendistribusikan latihan di dalam pelajaran. Dalam
kondisi latihan jarak, individu diberi interval istirahat dalam sesi latihan. Latihan

42
jarak jauh lebih unggul dari latihan massal pada umumnya. Namun, perbedaan
keefektifan latihan massal versus latihan jarak bervariasi menurut karakteristik
tugas. Karakteristik tugas meliputi keseluruhan kompleksitas tugas, persyaratan
mental, dan persyaratan fisik. Kompleksitas tugas secara keseluruhan mengacu
pada sejauh mana suatu tugas memerlukan sejumlah perilaku berbeda, jumlah
pilihan yang terlibat dalam melaksanakan tugas, dan tingkat ketidakpastian dalam
melaksanakan tugas. Persyaratan mental mengacu pada sejauh mana tugas
mengharuskan subjek untuk menggunakan atau mendemonstrasikan keterampilan
mental atau keterampilan atau kemampuan kognitif untuk melakukan tugas.
Persyaratan fisik mengacu pada sejauh mana tugas mengharuskan orang tersebut
untuk menggunakan atau menunjukkan keterampilan dan kemampuan fisik untuk
melakukan dan menyelesaikan tugas. Tabel 4.11 menunjukkan bagaimana tugas
dapat berbeda.
Untuk tugas yang lebih kompleks (termasuk yang mewakili pengaturan
pelatihan, seperti instruksi berbasis web, ceramah, dan pembelajaran jarak jauh),
waktu istirahat yang relatif lama tampaknya bermanfaat untuk pembelajaran
tugas.
Setelah latihan, peserta membutuhkan umpan balik khusus untuk
meningkatkan pembelajaran. Ini termasuk umpan balik dari tugas atau pekerjaan
itu sendiri, pelatih, manajer, dan rekan kerja.

Whole versus Part Practice

43
Masalah terakhir yang terkait dengan praktik adalah seberapa banyak
pelatihan yang harus dipraktikkan pada satu waktu. Salah satu opsinya adalah
bahwa semua tugas atau tujuan harus dipraktekkan pada waktu yang sama
(seluruh latihan). Pilihan lain adalah bahwa tujuan atau tugas harus dipraktekkan
secara individual segera setelah masing-masing diperkenalkan dalam program
pelatihan (praktik sebagian). Mungkin yang terbaik adalah menggunakan latihan
keseluruhan dan sebagian dalam sesi pelatihan. Peserta pelatihan harus memiliki
kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan atau perilaku individu. Jika
keterampilan atau perilaku yang diperkenalkan dalam pelatihan terkait satu sama
lain, peserta pelatihan harus mendemonstrasikan semuanya dalam sesi latihan
setelah mereka dipraktikkan secara individu.
Misalnya, salah satu tujuan pelatihan layanan pelanggan untuk penjual
eceran adalah mempelajari cara menangani pelanggan yang tidak bahagia.
Tenaga penjualan kemungkinan besar harus mempelajari tiga perilaku utama: (1)
menyapa pelanggan yang tidak puas, (2) memahami keluhan mereka, dan
kemudian (3) mengidentifikasi dan mengambil tindakan yang sesuai. Sesi latihan
harus diadakan untuk masing-masing dari tiga perilaku (sebagian latihan).
Kemudian sesi latihan lainnya harus diadakan sehingga peserta dapat
mempraktikkan ketiga keterampilan secara bersama-sama (seluruh latihan). Jika
peserta pelatihan hanya diberi kesempatan untuk mempraktikkan perilaku tersebut
secara individu, kecil kemungkinannya mereka akan dapat menangani pelanggan
yang tidak bahagia.
Effective Practice Conditions
Agar latihan relevan dengan tujuan pelatihan, beberapa syarat harus
dipenuhi. Praktik harus melibatkan tindakan yang ditekankan dalam tujuan
pelatihan, diselesaikan dalam kondisi yang ditentukan dalam tujuan pelatihan,
membantu peserta pelatihan tampil untuk memenuhi kriteria atau standar yang
ditetapkan, menyediakan beberapa cara untuk mengevaluasi sejauh mana kinerja
peserta pelatihan memenuhi standar , dan izinkan peserta untuk memperbaiki
kesalahan mereka.

44
Praktik harus terkait dengan tujuan pelatihan. Pelatih harus
mengidentifikasi apa yang akan dilakukan oleh peserta pelatihan ketika
mempraktikkan tujuan (kinerja), kriteria pencapaian tujuan, dan kondisi di mana
mereka dapat melakukan. Kondisi ini harus ada pada sesi latihan. Selanjutnya,
pelatih perlu mempertimbangkan kecukupan kinerja peserta pelatihan. Artinya,
bagaimana peserta pelatihan akan mengetahui apakah kinerja mereka memenuhi
standar kinerja? Akankah mereka melihat model kinerja yang diinginkan?
Apakah mereka akan diberikan daftar periksa atau deskripsi kinerja yang
diinginkan? Dapatkah trainee memutuskan apakah kinerja mereka memenuhi
standar, atau apakah pelatih atau sebuah peralatan akan membandingkan kinerja
mereka dengan standar?
Pelatih juga harus memutuskan jika kinerja trainee tidak memenuhi
standar apakah trainee akan dapat memahami apa yang salah dan bagaimana
memperbaikinya. Artinya, pelatih perlu mempertimbangkan apakah peserta
pelatihan akan dapat mendiagnosis kinerja mereka dan mengambil tindakan
korektif, atau apakah mereka akan membutuhkan bantuan dari pelatih atau sesama
peserta pelatihan.
2.1.4.3.4 Employees Need to Commit Training Content to Memory
Memori bekerja dengan memproses rangsangan yang kita rasakan melalui
indera kita menjadi memori jangka pendek. Jika informasi ditentukan sebagai
"penting", ia bergerak ke memori jangka panjang, di mana interkoneksi baru
dibuat antara neuron atau sambungan listrik di otak. Ada beberapa cara pelatih
dapat membantu karyawan menyimpan pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan
pelatihan lain dalam memori jangka panjang. Salah satu caranya adalah membuat
peserta pelatihan sadar tentang bagaimana mereka membuat, memproses, dan
mengakses memori. Penting bagi peserta pelatihan untuk memahami bagaimana
mereka belajar. Presentasi gaya belajar (dibahas sebelumnya dalam bab ini) dapat
menjadi cara yang berguna untuk menentukan bagaimana peserta pelatihan lebih
memilih untuk belajar.
Untuk menciptakan memori jangka panjang, program pelatihan harus
eksplisit pada konten dan menguraikan detailnya. Ada beberapa cara untuk

45
membuat ingatan jangka panjang. Salah satu pendekatan yang digunakan pelatih
adalah membuat peta konsep untuk menunjukkan hubungan antar ide. Cara
lainnya adalah dengan menggunakan berbagai bentuk ulasan termasuk menulis,
menggambar, dan bermain peran untuk mengakses memori melalui berbagai
metode. Mengajar kata kunci, prosedur, atau urutan, atau memberikan gambaran
visual memberi peserta cara lain untuk mendapatkan kembali informasi.
Mengingatkan peserta akan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang telah
mereka ketahui yang relevan dengan konten pelatihan saat ini akan menciptakan
tautan ke memori jangka panjang yang menyediakan kerangka kerja untuk
mengingat konten pelatihan baru. Isyarat pengambilan eksternal juga bisa
berguna. Pertimbangkan saat Anda salah meletakkan kunci atau dompet Anda.
Dalam mencoba mengingat, kami sering meninjau semua informasi yang dapat
kami ingat yang mendekati waktu kejadian atau mendahului kerugian. Kita sering
pergi ke tempat kita berada saat terakhir kali kita melihat barang tersebut karena
lingkungan dapat memberikan isyarat yang membantu dalam mengingat. Seperti
tim lain di National Football League, para pemain Cleveland Browns memiliki
komputer notebook untuk mempelajari permainan, skema, dan mempersiapkan
lawan dengan menonton video dan membuat catatan. Namun, pelatih Browns
juga percaya bahwa pemain tidak bisa hanya menonton video, mereka perlu
belajar secara aktif. Jadi, para pelatih mendorong para pemain untuk tidak hanya
mengetik di buku catatan mereka tetapi juga menuliskannya dengan pensil dan
kertas. Idenya adalah membuat para pemain secara mental memproses apa yang
seharusnya mereka pelajari, yang membantu memasukkannya ke dalam ingatan.
Mencatat dengan menulis daripada mengetik menyebabkan pembelajar menyusun
ulang gagasan dengan kata-kata mereka sendiri, yang berarti mereka harus
memproses informasi pada tingkat yang lebih dalam di otak. Cara lain untuk
membantu karyawan berkomitmen untuk mengingat apa yang mereka pelajari
adalah melalui refleksi. Refleksi melibatkan peserta pelatihan yang
menghabiskan waktu singkat seperti lima belas menit, meninjau dan menulis
tentang apa yang mereka pelajari dan bagaimana kinerja mereka.

46
Penelitian menunjukkan bahwa tidak lebih dari empat atau lima item dapat
ditangani pada satu waktu. Jika proses atau prosedur yang panjang akan
diajarkan, instruksi perlu disampaikan dalam potongan yang relatif kecil atau sesi
yang pendek agar tidak melebihi batas memori. Alih-alih meminta karyawan
meluangkan waktu untuk mengikuti seluruh kursus yang mungkin mencakup
informasi yang tidak berguna atau diperlukan, kursus sedang dimodulasi atau
dipecah menjadi beberapa bagian kecil pembelajaran. Peserta didik dapat
melewatkan konten yang tidak mereka minati atau dapat menunjukkan
penguasaannya dengan menyelesaikan tes. Kursus chunking memungkinkan
karyawan menghemat waktu dan uang dengan berfokus pada topik yang mereka
butuhkan untuk pekerjaan atau ingin mereka pelajari. Memori jangka panjang
juga ditingkatkan dengan melampaui pembelajaran satu percobaan. Artinya,
setelah peserta pelatihan dengan benar mendemonstrasikan perilaku atau
keterampilan atau mengingat pengetahuan dengan benar, sering diasumsikan
bahwa mereka telah mempelajarinya, tetapi ini tidak selalu benar. Membuat
ulasan dan latihan trainee selama beberapa hari (overlearning) dapat membantu
mereka mengingat informasi dalam memori jangka panjang. Pembelajaran yang
berlebihan juga membantu mengotomatiskan tugas.
Otomatisasi mengacu pada membuat kinerja suatu tugas, mengingat
kembali pengetahuan, atau mendemonstrasikan suatu keterampilan begitu
otomatis sehingga membutuhkan sedikit pemikiran atau perhatian. Otomatisasi
juga membantu mengurangi kebutuhan memori. Semakin banyak otomatisasi
terjadi, semakin banyak memori dibebaskan untuk berkonsentrasi pada
pembelajaran dan pemikiran lain. Semakin aktif seorang peserta pelatihan dalam
latihan dan praktik, semakin besar jumlah informasi yang disimpan dalam memori
jangka panjang dan semakin sedikit kerusakan memori yang terjadi seiring waktu.
Misalnya, kesempatan bagi pelajar untuk mendapatkan kembali apa yang telah
mereka pelajari juga dapat meningkatkan retensi. Penguat mengacu pada peluang
pengambilan yang dapat membantu otak pelajar menganggap informasi pelatihan
sebagai penting dan membantu mempertahankannya. Booster dapat mencakup
pilihan ganda singkat, kuis jawaban pendek, atau aktivitas lain yang

47
mengharuskan pelajar untuk mengambil kembali apa yang telah mereka pelajari
dari memori jangka panjang.
Cara lain untuk menghindari peserta pelatihan yang kewalahan dengan
materi yang kompleks adalah memberi mereka pekerjaan pra-pelatihan yang dapat
diselesaikan secara online atau menggunakan buku kerja. Misalnya, peserta
pelatihan dapat menjadi terbiasa dengan "dasar" seperti nama, definisi, prinsip,
dan karakteristik komponen sebelum mereka dilatih tentang bagaimana prinsip
tersebut diterapkan (misalnya, berurusan dengan pelanggan yang marah) atau
bagaimana suatu proses bekerja (misalnya, pengujian patogen dalam sampel
darah, mengganti pompa air mobil).

2.1.4.3.5 Employees Need Feedback


Umpan balik adalah informasi tentang seberapa baik orang memenuhi
tujuan pelatihan. Agar efektif, umpan balik harus fokus pada perilaku tertentu dan
diberikan sesegera mungkin setelah perilaku peserta pelatihan. Selain itu,
perilaku peserta pelatihan yang positif harus dipuji atau diperkuat secara verbal.
Kaset video adalah alat yang ampuh untuk memberikan umpan balik. Pelatih
harus melihat rekaman video dengan peserta pelatihan, memberikan informasi
spesifik tentang bagaimana perilaku perlu dimodifikasi, dan memuji perilaku
peserta pelatihan yang memenuhi tujuan. Umpan balik juga dapat datang dari tes
dan kuis, observasi di tempat kerja, data kinerja, mentor atau pelatih, komunikasi
tertulis, atau interaksi antarpribadi.
Kekhususan tingkat umpan balik yang diberikan kepada peserta pelatihan
perlu bervariasi jika peserta diharapkan memahami apa yang menyebabkan
kinerja buruk serta kinerja yang baik. Misalnya, karyawan mungkin perlu
mempelajari cara merespons saat peralatan tidak berfungsi serta saat berfungsi
dengan baik; Oleh karena itu, umpan balik yang diberikan selama pelatihan tidak
boleh terlalu spesifik sehingga hanya mengarah pada pengetahuan karyawan
tentang peralatan yang berfungsi dengan baik. Umpan balik yang kurang spesifik
dapat menyebabkan peserta membuat kesalahan yang menyebabkan masalah
peralatan, memberikan peserta kesempatan untuk mempelajari perilaku mana
yang menyebabkan masalah peralatan dan cara memperbaiki masalah tersebut.

48
Kesulitan yang dihadapi selama latihan sebagai akibat dari kesalahan atau
berkurangnya frekuensi umpan balik dapat membantu peserta pelatihan lebih
terlibat dalam eksplorasi dan pemrosesan informasi untuk mengidentifikasi
tanggapan yang benar.
2.1.4.3.6 Employees Learn Through Observation, Experience, and
Interaction
Seperti disebutkan sebelumnya dalam bab ini, salah satu cara karyawan
belajar adalah dengan mengamati dan meniru tindakan model. Agar model
menjadi efektif, perilaku atau keterampilan yang diinginkan perlu ditentukan
dengan jelas dan model tersebut harus memiliki karakteristik (misalnya usia atau
posisi) yang serupa dengan audiens target. Setelah mengamati model, peserta
pelatihan harus memiliki kesempatan dalam sesi latihan untuk mereproduksi
keterampilan atau perilaku yang ditunjukkan oleh model. Menurut teori
pembelajaran orang dewasa, karyawan juga belajar paling baik jika mereka belajar
sambil melakukan. yang melibatkan memberikan pengalaman langsung kepada
karyawan atau menempatkan mereka dengan karyawan yang lebih berpengalaman
dan memberi mereka alat dan materi yang diperlukan untuk mengelola
kesenjangan pengetahuan mereka. Salah satu cara untuk mencontohkan perilaku
atau keterampilan adalah menunjukkan kepada pelajar apa yang harus dilakukan
menggunakan video YouTube. Misalnya, Cheesecake Factory memiliki video
server luar biasa di tempat kerja yang tersedia di Video Café-nya.
Karyawan juga belajar paling baik melalui interaksi yang berinteraksi
dengan konten pelatihan, dengan pelajar lain, dan dengan pelatih atau instruktur.
Tabel 4.12 menunjukkan tiga cara karyawan belajar melalui interaksi dan kapan
menggunakannya. Interaksi konten pelajar berarti bahwa pelajar berinteraksi
dengan konten pelatihan. Interaksi konten peserta meliputi membaca teks di web
atau di buku, mendengarkan modul multimedia, melakukan aktivitas yang
memerlukan manipulasi alat atau objek (seperti menulis), menyelesaikan studi
kasus dan lembar kerja, atau membuat konten baru berdasarkan informasi yang
dipelajari.

49
 Learner-instructor interaction
Interaksi pelajar-instruktur ini mengacu pada interaksi antara pelajar dan
pelatih. Pelatih dapat memfasilitasi pembelajaran dengan menyajikan,
mendemonstrasikan, dan memperkuat materi pembelajaran. Selain itu, pelatih
juga memberikan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang dihargai oleh
sebagian besar pelajar. Diskusi antara peserta didik dan instruktur dapat
berguna untuk membantu peserta didik dalam memahami materi
pembelajaran, meningkatkan kesadaran diri dan penilaian diri pada perserta
didik, mendapatkan apresiasi untuk pendapat yang berbeda, dan menerapkan
ide pada pekerjaan. Untuk memaksimalkan kemampuan kritis pelajar berpikir
dan analisis, diskusi harus melampauin pengajar yang mengajukan pertanyaan
dan pelajar memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
 Learner-learner interaction
Interaksi pelajar-pelajar ini mengacu pada interaksi antara pelajar, dengan
atau tanpa adanya pengajar. Interaksi pelajar-pelajar ini termasuk mengamati
dan berbagi pengalaman dengan teman sebaya yang mungkin sangat berguna
untuk melatih keterampilan interpersonal seperti komunikasi, memperoleh
pengetahuan pribadi berdasarkan pengalaman, pengetahuan spesifik konteks,
dan mampu belajar untuk mengatasi ketidakpastian atau situasi baru.
Communities of practice (COPs)/ Komunitas praktik (COP) mengacu
pada kelompok karyawan yang bekerja sama, belajar dari satu sama lain, dan
mengembangkan pemahaman bersama tentang cara menyelesaikan pekerjaan.
COP dapat melibatkan interaksi tatap muka atau elektronik. Ide COP
menunjukkan bahwa pembelajaran terjadi di tempat kerja sebagai hasil dari
interaksi sosial. Manajer yang sebelumnya berfokus pada mempertahankan
pekerja pada pekerjaan sekarang mendorong karyawan dengan menyediakan
alat dan informasi penting dan memberi karyawan kebebasan untuk bertemu.
COP juga berbentuk jejaring sosial, papan diskusi, server daftar, atau
bentuk komunikasi lain yang dimediasi komputer tempat karyawan
berkomunikasi secara elektronik. Dengan demikian, pengetahuan setiap
karyawan dapat diakses dengan relatif cepat. Seolah-olah karyawan sedang

50
bercakap-cakap dengan sekelompok pakar. Fungsi pemeliharaan
menggunakan COP-nya untuk memberikan lebih dari 600 jam pelatihan
tentang teknologi baru dan proses pemeliharaan. Hal ini menghasilkan
peralatan yang lebih andal dan produktivitas yang lebih tinggi, seperti
peningkatan penggunaan peralatan di satu pabrik dari 72 persen menjadi 92
persen.
COP paling efektif untuk mempelajari dan meningkatkan kinerja kerja
ketika manajer dan karyawan yakin mereka berkontribusi pada proses operasi
inti perusahaan, seperti teknik atau kualitas. Terlepas dari manfaat komunikasi
yang lebih baik, kelemahan komunitas adalah partisipasi sering sukarela, jadi
beberapa karyawan mungkin tidak membagikan mereka pengetahuan kecuali
budaya organisasi mendukung partisipasi. Artinya, karyawan mungkin enggan
untuk berpartisipasi tanpa insentif atau mungkin takut jika mereka berbagi
pengetahuan dengan orang lain, mereka akan memberikan keuntungan pribadi
mereka dalam keputusan gaji dan promosi. Kelemahan potensial lainnya
adalah informasi yang berlebihan. Karyawan mungkin menerima begitu
banyak informasi sehingga mereka gagal memprosesnya, yang dapat
menyebabkan mereka menarik diri dari COP.
2.1.4.3.7 Employees Need the Training Program To Be Properly
 Coordinated and Arranged (Dikoordinasikan dan diatur dengan
koordinasi)
Pelatihan adalah salah satu dari beberapa aspek administrasi pelatihan.
Pelatihan administrasi mengacu pada kegiatan koordinasi sebelum, selama,
dan setelah program. Administrasi pelatihan melibatkan:
1. Mengkomunikasikan kursus dan program kepada karyawan
2. Mendaftarkan karyawan dalam kursus dan program
3. Menyiapkan dan memproses materi pra-pelatihan, seperti bacaan atau
tes
4. Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam instruksi
(contohnya, salinan overhead, kasus)
5. Mengatur fasilitas pelatihan dan ruangan

51
6. Peralatan pengujian yang akan digunakan dalam instruksi
7. Memiliki perlengkapan cadangan (misal: salinan kertas slide atau
proyektor overhead tambahan bohlam) jika peralatan gagal
8. Memberikan dukungan selama instruksi
9. Mendistribusikan bahan evaluasi (misalnya, tes, tindakan reaksi, survei)
10. Memfasilitasi komunikasi antara pelatih dan peserta pelatihan selama
dan setelah pelatihan (contohnya, mengkoordinasikan pertukaran alamat
email)
11. Merekam penyelesaian kursus dalam catatan pelatihan trainee atau file
personel.

Koordinasi yang baik dapat memastikan bahwa peserta tidak terganggu


selama acara yang dapat menimbulkan gangguan dalam pembelajaran, seperti
ruangan yang tidak nyaman atau materi yang tidak terorganisir dengan baik.
Kegiatan sebelum program termasuk mengkomunikasikan kepada peserta
pelatihan tentang tujuan program, tempat diadakannya program, nama orang
yang dapat dihubungi jika mereka memiliki pertanyaan, dan pekerjaan
program apa pun mereka yang harus diselesaikan. Buku, pembicara, handout,
dan kaset video perlu disiapkan. Semua pengaturan yang diperlukan untuk
mengamankan kamar dan peralatan (seperti pemutar DVD) harus dibuat.
Penataan fisik ruang pelatihan harus melengkapi teknik pelatihan. Jika alat
bantu visual akan digunakan, semua peserta pelatihan harus dapat melihatnya.
Pastikan ruangan secara fisik nyaman dengan pencahayaan dan ventilasi
yang memadai. Trainee harus diberitahu tentang waktu mulai dan selesai,
waktu istirahat, dan lokasi kamar mandi. Minimalkan gangguan seperti pesan
telepon; meminta peserta untuk mematikan ponsel dan pager. Jika peserta
pelatihan akan diminta untuk mengevaluasi program atau mengikuti tes untuk
menentukan apa yang telah mereka pelajari, berikan waktu untuk kegiatan ini
di akhir program. Setelah program, kredit atau pencatatan nama-nama peserta
yang menyelesaikan program harus dilakukan. Handout dan materi pelatihan
lainnya harus disimpan atau dikembalikan kepada konsultan. Akhir program

52
juga merupakan saat yang tepat untuk mempertimbangkan bagaimana
program dapat ditingkatkan jika akan ditawarkan lagi.
 Encourage Trainee Responsibility and Self-Management
Trainee perlu bertanggung jawab atas pembelajaran dan transfer yang
mencakup persiapan untuk pelatihan, terlibat dan terlibat selama pelatihan,
dan menggunakan materi pelatihan saat bekerja. Sebelum pelatihan, peserta
perlu mempertimbangkan mengapa mereka menghadiri pelatihan dan
menetapkan tujuan pembelajaran khusus sebagai bagian dari menyelesaikan
rencana tindakan. Setelah pelatihan, peserta perlu meninjau dan bekerja untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan dalam rencana tindakan mereka. Mereka
perlu bersedia untuk berubah dan meminta bantuan rekan dan manajer jika
mereka membutuhkannya.
Self-management, manajemen diri mengacu pada upaya seseorang untuk
mengontrol aspek tertentu dari pengambilan keputusan dan perilaku. Program
pelatihan harus mempersiapkan karyawan untuk mengelola sendiri
penggunaan keterampilan dan perilaku baru mereka di tempat kerja.
Manajemen diri meliputi:
1. Menentukan tingkat dukungan dan konsekuensi negatif dalam
lingkungan kerja untuk
1. menggunakan kapabilitas yang baru diperoleh
2. Menetapkan tujuan untuk menggunakan kapabilitas yang dipelajari
3. Menerapkan kapabilitas yang dipelajari ke dalam pekerjaan
4. Memantau penggunaan kapabilitas yang dipelajari dalam pekerjaan
5. Terlibat dalam penguatan diri
Penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang dihadapkan pada strategi
pengelolaan diri menunjukkan tingkat transfer perilaku dan keterampilan yang
lebih tinggi daripada peserta pelatihan yang tidak diberikan strategi diri.
 Ensure That the Work Environment Supports Learning and Transfer
Tidak ada “formula” ajaib untuk memastikan bahwa transfer pelatihan
terjadi. Strategi yang efektif untuk transfer pelatihan termasuk memastikan
bahwa peserta pelatihan termotivasi dan manajer serta rekan kerja mendukung

53
pembelajaran dan transfer. merancang pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemanjuran diri memiliki hubungan positif dengan transfer
pelatihan. Penyimpangan terjadi ketika peserta pelatihan menggunakan
kemampuan yang dipelajari sebelumnya dan kurang efektif daripada mencoba
menerapkan kemampuan yang ditekankan dalam program pelatihan.
Penyimpangan perilaku lama dan pola keterampilan adalah hal biasa. Salah
satu cara untuk memastikan bahwa pembelajaran dan transfer pelatihan terjadi
adalah dengan memastikan bahwa iklim transfer positif. Iklim untuk transfer
mengacu pada persepsi peserta pelatihan tentang berbagai karakteristik
lingkungan kerja yang memfasilitasi atau menghambat penggunaan
keterampilan atau perilaku yang terlatih. Karakteristik ini mencakup dukungan
manajer dan rekan, kesempatan untuk menggunakan keterampilan, dan
konsekuensi penggunaan kemampuan yang dipelajari.

2.1.5 INSTRUCTIONAL EMPHASIS FOR LEARNING OUTCOMES


Pembahasan tentang implikasi proses pembelajaran untuk pengajaran
memberikan umum prinsip-prinsiptentang bagaimana memfasilitasi pembelajaran.
Kondisidan eksternal yang berbeda diperlukan untuk mempelajari setiap hasil.
Kondisi internal mengacu pada proses dalam peserta didik yang harus ada agar
pembelajaran terjadi. Ini termasuk proses bagaimana informasi didaftarkan,
disimpan dalam memori, dan dipanggil kembali. Eksternal, kondisi mengacu pada
proses dalam lingkungan belajar yang memfasilitasi pembelajaran. ini termasuk
kondisi lingkungan fisik belajar, serta kesempatan untuk praktek dan menerima
umpan balik dan penguatan. Kondisi eksternal harus secara langsung
mempengaruhi desain atau bentuk instruksi.

2.2 ENCHANCING TRANSFER OF LEARNING


2.2.1 Training Transfer
Dalam arti transfer, secara umum disepakati bahwa transfer pelatihan
melibatkan penerapan, generalisasi, dan pemeliharaan pengetahuan dan
keterampilan baru (Ford dan Weissbein 1997, dalam Laird, 2003). Para
profesional pelatihan dan pengembangan secara tradisional berfokus pada

54
pelatihan sebagai hasil, dan sebagian besar pada desain pelatihan sebagai cara
mereka untuk mempengaruhi hasil. Pelatihan dan pengembangan yang
berorientasi pada kinerja mengubah hal ini secara fundamental. Faktanya, kami
mendukung pernyataan berikut:

 Transfer pelatihan dalam prestasi kerja sama pentingnya, jika tidak lebih
penting, daripada belajar.
 Tanpa perhatian untuk mentransfer, pelatihan yang baik sering kali tidak
menghasilkan pengembalian ke organisasi.
 Transfer dapat dikelola dan ditingkatkan, tetapi membutuhkan profesional
T&D untuk mempengaruhi faktor-faktor organisasi yang mungkin berada
di luar jangkauan mereka kontrol yang benar.
 Tanpa transfer, pelatihan gagal.

Pertimbangkan contoh-contoh berikut. Seorang akuntan kembali dari program


pelatihan dan melaporkan kepada rekan-rekannya bahwa tidak mungkin sistem
baru berfungsi di budaya mereka. Seorang wanita menerapkan model
kepemimpinan yang baru-baru ini dia pelajari pada sesi pelatihan dan atasannya
mengkritik "cara baru dalam melakukan sesuatu". Seorang operator pabrik
melaporkan bahwa pelatihan tersebut sangat baik tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan di unit produksi mereka. Dalam contoh ini, tidak ada program pelatihan
yang menghasilkan perubahan kinerja kerja yang positif, tetapi para karyawan ini
tidak berjuang dengan atau mengeluh tentang pelatihan yang telah mereka hadiri.
Tantangan yang mereka hadapi muncul ketika mereka mengalihkan perhatian
mereka untuk mentransfer pembelajaran baru mereka ke kinerja di tempat kerja.
Hasil untuk ketiga karyawan ini kemungkinan besar adalah frustrasi,
kebingungan, dan berkurang kesempatan untuk menerapkan cara-cara yang lebih
baik dalam melakukan pekerjaan mereka.

Cakupan masalah ini diperbesar ketika seseorang menganalisis statistik terkini


yang menunjukkan investasi dalam kegiatan pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja pekerjaan mewakili pengeluaran keuangan yang sangat

55
besar di Amerika Serikat. Pada tahun 2001, organisasi yang memiliki lebih dari
seratus karyawan diperkirakan telah menghabiskan lebih dari $ 68 miliar dalam
biaya langsung untuk pelatihan formal. Dengan dimasukkannya biaya tidak
langsung, pelatihan kerja informal, dan biaya yang dikeluarkan oleh organisasi
yang lebih kecil, total pengeluaran pelatihan dapat dengan mudah mencapai $ 200
miliar atau lebih setiap tahun. Dari pengeluaran ini, hanya 10 persen yang
diperkirakan akan menghasilkan peningkatan kinerja yang dihasilkan dari transfer
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dipelajari ke pekerjaan
(Baldwin dan Ford ,1988, dalam Laird, 2003). Pengalaman kami di bengkel yang
paling banyak adalah manajer memperkirakan bahwa sekitar 25 persen dari
pelatihan ditransfer ke dalam kinerja pekerjaan. Meskipun jumlah pasti transfer
tidak diketahui, masalah transfer diyakini begitu meluas sehingga jarang ada
situasi kinerja pembelajaran di mana masalah seperti itu tidak ada (Broad dan
Newstrom, 1992, dalam Laird, 2003). Biaya untuk organisasi sangat besar. Jika
hanya 25 persen transfer, maka $ 51 miliar terbuang percuma! Bahkan jika 50
persen transfer, itu masih menyisakan $ 34 miliar.

2.2.2 Learning Transfer Systems


Sistem transfer merupakan konstruksi yang lebih luas daripada iklim
transfer tetapi mencakup semua faktor yang secara tradisional disebut sebagai
iklim transfer. Misalnya, file validitas konten pelatihan adalah bagian dari sistem
pengaruh yang mempengaruhi transfer, tetapi bukan merupakan konstruksi iklim.
Transfer bisa dipahami sepenuhnya dan diprediksi hanya dengan memeriksa
seluruh pengaruh sistem.
Lompatan besar bagi sebagian besar profesional pelatihan dan
pengembangan adalah kesadaran bahwa sistem transfer tidak hanya mencakup
hal-hal yang berada di bawah kendali mereka seperti desain pembelajaran, tetapi
juga lingkungan kerja tempat karyawan mengambil pembelajaran dan mencoba
menggunakannya. "Tapi kita tidak bisa membuat manajer melakukan sesuatu,"
menolak banyak profesional T&D. Mereka benar. Tapi inilah masalahnya. Jika
pelatihan tidak menghasilkan prestasi kerja, siapa yang akan disalahkan? Latihan!

56
Bahkan jika itu adalah masalah lingkungan kerja, maka pelatihanlah yang
disalahkan, jadi satu-satunya pilihan adalah mencoba memengaruhi lingkungan
kerja secara aktif sehingga pelatihan akan mengarah pada peningkatan kinerja di
tempat kerja. Anda bisa mengabaikannya dan membuat alasan sepanjang hari, tapi
pada akhirnya kamu hanya akan kalah. Para profesional T&D harus keluar dari
zona nyaman belajar mereka dan menjadi pandai dalam berputar pembelajaran
mereka menjadi prestasi kerja. Itu berarti bekerja untuk mengubah lingkungan
transfer.
Pembelajaran dan transfer pembelajaran adalah hasil penting dalam
Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD). Penelitian selama sepuluh tahun
terakhir telah menunjukkan bahwa transfer pembelajaran itu kompleks dan
melibatkan banyak faktor dan pengaruh. Beberapa penelitian telah menetapkan
bahwa iklim transfer dapat secara signifikan mempengaruhi kemampuan dan
motivasi individu untuk mentransfer pembelajaran ke prestasi kerja. Meskipun
banyak penulis mendukung pentingnya transfer iklim, beberapa menyatakan
bahwa itu mungkin sama pentingnya dengan pelatihan itu sendiri, sampai baru-
baru ini tidak ada pemahaman yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan iklim
transfer organisasi.
2.2.3 Diagnosing Learning Transfer System Problems
Langkah pertama dalam meningkatkan transfer adalah diagnosis akurat dari
faktor-faktor yang menghambat transfer. Holton, Bates, dan Ruona (2000, dalam
Laird, 2003) telah mengembangkan alat diagnostik untuk membantu organisasi
mengidentifikasi hal ini sehingga dapat "diperbaiki". Alat mereka adalah
Inventaris Sistem Transfer Pembelajaran (LTSI), instrumen yang divalidasi
dengan baik dan secara psikometri yang menilai enam belas faktor dalam sistem
transfer pembelajaran. Ini dirancang untuk menjadi berguna bagi praktisi seperti
bagi peneliti. Didesain sebagai alat diagnostik, instrumen ini menunjukkan elemen
mana di sistem transfer berfungsi sebagai titik pengungkit untuk perubahan
(Holton ,2000, dalam Laird, 2003).
LTSI didasarkan pada Model Penelitian dan Evaluasi HRD (Holton 1996,
dalam Laird, 2003) kerangka teori. Makrostruktur model itu berhipotesis bahwa

57
hasil HRD merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan pengaruh
lingkungan (Noe dan Schmitt 1986, dalam Laird, 2003) pada tiga tingkat hasil:
pembelajaran, kinerja individu, dan kinerja organisasi. Pengaruh sekunder seperti
itu karena sikap dan kepribadian juga termasuk, terutama yang berdampak
motivasi. Enam belas faktor yang diukur oleh LTSI dikelompokkan berdasarkan
Struktur makro Model Penelitian dan Evaluasi HRD:

 Ability bisa menjadi penghalang dalam pekerjaan atau acara pembelajaran.


Dua faktor yang berfokus pada penggunakan kemampuan pelatihan di
tempat kerja: kurangnya kesempatan untuk menggunakan pelatihan, atau
kurangnya kapasitas pribadi untuk mencoba pelatihan. Dua faktor lain
berhubungan dengan unsur acara pelatihan yang memungkinkan peserta
didik untuk mentransfer pembelajaran. Konten pelatihan mungkin sedikit
validitas yang dirasakan, sehingga menyulitkan pelajar untuk memahami
bagaimana hal itu berkaitan dengan pekerjaan mereka. Akhirnya, mungkin
diajarkan dengan desain transfer rendah sehingga peserta didik memiliki
sedikit kesempatan untuk mengubah pengetahuan keahlian di tempat kerja.
 Motivation Faktor terdiri dari kedua kelompok. Pekerja perlu memiliki
kemampuan mengaplikasikan ilmu dan memiliki motivasi untuk
melakukannya. Motivasi memiliki dua komponen: (1) pekerja harus
percaya itu usaha yang dikeluarkan akan mengubah kinerja dan (2) itu
berubah kinerja mengarah pada hasil yang dihargai.
 Environment Faktor kerja terdiri dari kelompok ketiga. Penelitian secara
konsisten menunjukkan bahwa lingkungan kerja dapat menjadi
penghalang besar bagi penggunaan pengetahuan dan keahlian pekerja.
Tiga faktor yang berhubungan pekerja / supervisor: umpan balik /
pembinaan kinerja tentang penggunaan pembelajaran; jumlah dukungan
untuk penggunaan pembelajaran; dan sejauh mana supervisor secara aktif
menentang penggunaan pengetahuan baru dan keahlian. Dua faktor yang
berhubungan dengan kelompok kerja: dukungan teman sebaya untuk
menggunakan pendekatan baru dan sejauh mana norma kelompok adalah

58
keterbukaan untuk berubah. Ada dua faktor yang berhubungan dengan
sistem penghargaan: sejauh mana hasil bagi orang tersebut positif atau
negatif.
 Secondary influences meliputi dua faktor yang mempengaruhi motivasi.
Kesiapan pelajar membahas kebutuhan untuk mempersiapkan pelajar
untuk berpartisipasi berarti dalam pelatihan. Pekerja juga harus memiliki
kinerja yang tinggi, self-efficacy, atau keyakinan umum bahwa mereka
dapat menggunakan pelatihan untuk mengubah kinerja mereka.

Berikut ini adalah deskripsi singkat dari enam belas faktor, termasuk
pertanyaan yang mungkin digunakan dalam wawancara dengan format kelompok
fokus untuk mendapatkan informasi tentang masing-masing dari enam belas
faktor (Swanson dan Holton 1999, dalam Laird, 2003). Pembaca diperingatkan
bahwa data tersebut tidak valid secara ilmiah, tetapi mungkin berguna untuk
penyelidikan awal.
2.2.3.1 Ability to Use Learning
Kelompok pertama terdiri dari empat faktor yang berhubungan dengan
kemampuan pekerja untuk menggunakan pembelajaran mereka di tempat kerja
(Tabel 13.1).

59
2.2.3.2 Motivation to Use Learning
Faktor motivasi terdiri dari kelompok kedua (lihat Tabel 13.2). Pekerja,
melihat pembelajarannya sendiri, perlu memiliki kemampuan mengaplikasikan
ilmu dan motivasi untuk melakukannya. Motivasi memiliki dua komponen:
Pertama, pekerja harus percaya bahwa usaha yang dikeluarkan akan mengubah
kinerja. Kemudian, pekerja harus percaya bahwa kinerja yang berubah mengarah
pada hasil yang mereka hargai. Pekerja juga perlu memiliki efikasi diri kinerja
tinggi, yang merupakan keyakinan umum bahwa mereka dapat menggunakan
pembelajaran untuk mengubah kinerja mereka.

60
2.2.3.3 Work Environments Designed to Use Learning
Kelompok ketiga terdiri dari desain sistem faktor lingkungan kerja dan
penghargaan. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa lingkungan kerja
dapat menjadi penghalang yang sangat besar bagi pekerja untuk menggunakan
pengetahuan dan keahlian mereka. Tabel 13.3 menggambarkan faktor-faktor ini.

61
2.2.4 Intervening to Improve Learning Transfer Systems
Mary Broad (Broad dan Newstrom 1992; Broad in press, dalam Laird,
2003) telah menjadi pemimpin dalam menerjemahkan penelitian transfer ke dalam
strategi yang dapat ditindaklanjuti.

Dia menyadari itu sebagian besar penelitian transfer tidak berorientasi pada
tindakan. Dia dan rekan-rekannya telah mengabdikan diri untuk mengembangkan
strategi untuk meningkatkan sistem transfer pembelajaran (Broad dan Newstrom
1992, dalam Laird, 2003). Baru-baru ini, dia mengembangkan proses peningkatan
sistem transfer yang memandu praktisi melalui langkah-langkah kritis untuk
meningkatkan transfer.

Mereka menyatakan bahwa profesional pembelajaran harus


menjadi manajer transfer pembelajaran untuk memastikan bahwa penekanan pada
transfer dibagikan dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan. Manajer
transfer pembelajaran (LT) harus membantu semua pemangku kepentingan
mempelajari enam faktor yang mendukung transfer pembelajaran. Manajer LT
harus memasukkan, sebagai bagian dari tanggung jawab manajemen mereka,

62
pendidikan pemangku kepentingan (manajer, pemain, rekan kerja, lain-lain)
tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan pengawasan dan pelacakan
strategi transfer pemangku kepentingan tersebut.
Broad menyarankan bahwa manajer transfer pembelajaran bertanggung jawab
untuk mengelola langkah-langkah dalam prosesnya. Meskipun proses tersebut
sering tidak dapat diterapkan persis seperti yang ditunjukkan, ini memberikan
kerangka kerja yang bagus untuk merencanakan transfer pembelajaran dengan
pemangku kepentingan dan daftar periksa untuk melihat bahwa proses yang
"lebih berantakan" mencakup semua langkah yang diperlukan.

Masing-masing langkah dijelaskan di bawah ini :

1. KEMBANGKAN / PERTAHANKAN KEAHLIAN sebagai LT


MANAGER
LT manager membutuhkan tiga bidang keahlian utama :

 Informasi rinci tentang industri dan organisasi, termasuk:


1. Lini bisnis utama
2. Pangsa pasar dan persaingan
3. Iklim peraturan / legislatif
4. Masalah dan tren industry
 Keterampilan Teknologi Kinerja Manusia (HPT), dengan penekanan pada
kinerja dan konsep transfer serta praktik terbaik:
1. Analisis kinerja untuk mengidentifikasi kinerja saat ini dan
membandingkannya dengan kinerja yang diinginkan,
2. Analisis kesenjangan dan penyebab, untuk
menganalisis kesenjangan antara kinerja saat ini dan yang diharapkan dan
untuk mengidentifikasi akar penyebab kesenjangan,
3. Seleksi dan desain intervensi, untuk mengidentifikasi dan
merancang intervensi pembelajaran yang tepat untuk menutup
kesenjangan
4. Mentransfer konsep dan peran pemangku kepentingan, untuk
mengidentifikasi strategi transfer yang efektif oleh pemangku

63
kepentingan pelaksanaan proyek, untuk mengelola seluruh Evaluasi
intervensi pembelajaran, untuk menentukan sejauh mana intervensi
tersebut sukses.
 Keterampilan konsultasi dan kemitraan:
1. Jaringan
2. Mengidentifikasi dan mendapatkan proses
3. Konsultasi Komunikasi klien

2a. IDENTIFIKASI PERSYARATAN KINERJA (TERMASUK BELAJAR)


Pemangku kepentingan dapat membantu mengidentifikasi faktor mana
yang mempengaruhi kinerja mungkin ada atau hilang, termasuk
pembelajaran. Persyaratan pembelajaran yang penting secara strategis (dan
intervensi lainnya) kemudian didiskusikan dengan klien potensial (langkah 2b).

2b. BERTEMU DENGAN KLIEN


Manajer LT bertemu dengan klien yang memiliki kepentingan nyata dalam
persyaratan pembelajaran strategis. Ketika pembelajaran diperlukan, manajer LT
menekankan kepada klien bahwa dukungan kohesif oleh semua pemangku
kepentingan utama sangat penting untuk memastikan pembelajaran, transfer
keterampilan baru ke kinerja pekerjaan, dan hasil organisasi yang
diinginkan. Diskusi ini harus mencakup:
 Kinerja dan persyaratan pembelajaran terkait dengan nilai strategis
yang kuat
 Proses transfer dan pemangku kepentingan utama,
 Iklim transfer organisasi,
 Sumber daya yang diperlukan untuk mendukung proyek pembelajaran /
transfer,
 Pengukuran kinerja yang berhasil setelah pembelajaran, dan data dasar
kinerja sebelum pembelajaran.

3. IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN

64
Manajer LT dan klien mengidentifikasi pemangku kepentingan utama yang
prihatin tentang tujuan strategis dan kinerja yang diperlukan untuk
mencapainya, termasuk:

 Eksekutif, manajer, dan supervisor artis


 Konsultan kinerja dan profesional pembelajaran lainnya (termasuk manajer
LT)
 Pelaku yang merupakan pelajar potensial
 Ahli materi pelajaran (UKM) dan rekan kerja pelaku
 Pemasok dan pelanggan internal atau eksternal
 Pihak lain yang berkepentingan (mis., Perwakilan serikat, spesialis kendali
mutu)

4a. BERTEMU DENGAN KLIEN DAN PEMANGKU KEPENTINGAN


Klien dan manajer LT bertemu dengan semua pemangku kepentingan utama
untuk membahas pentingnya transfer dalam mencapai tujuan strategis, termasuk:
 Kepentingan strategis kinerja dan persyaratan pembelajaran,
 Sistem transfer dan peran pemangku kepentingan,
 Kesenjangan antara kinerja yang diinginkan dan kinerja actual,
 Penyebab dan solusi untuk mengisi kesenjangan,
 Indikator keberhasilan dan metrik evaluasi,

4b. ANALISIS KONTEKS ORGANISASI UNTUK TRANSFER BARRIER


DAN DUKUNGAN
Manajer LT dan klien mengeksplorasi konteks organisasi untuk kinerja yang
diinginkan. Ini mencakup semua enam belas faktor yang dibahas di
atas. Pertanyaan yang disajikan ideal untuk memimpin diskusi ini. Semua
informasi analitis dibagikan di antara manajer LT, klien, dan pemangku
kepentingan untuk mendapatkan persetujuan tentang intervensi dan dukungan
transfer yang diperlukan. (Informasi ini juga berguna di langkah 4a.)

65
5a. KEMBANGKAN DESAIN PEMBELAJARAN
Berdasarkan langkah sebelumnya, LTmanager mengembangkan desain
pembelajaran:
 Hasil kinerja yang diinginkan dan metode pencapaian pelajar
 Pekerjaan nyata dimasukkan ke dalam latihan dan praktik pembelajaran
 Kegiatan belajar diintegrasikan ke dalam tempat kerja
 Peserta didik mengatur pembelajaran mereka

5b. IDENTIFIKASI DUKUNGAN BAGI PELAJAR


LT manager dan perwakilan peserta didik mengidentifikasi strategi
transfer pembelajaran yang berguna sebelum, selama, dan setelah kegiatan
pembelajaran. Strateginya meliputi:
 Teknik pribadi seperti manajemen diri dan pencegahan kekambuhan
 Teknik tim, termasuk:
- Sebelum: penilaian bakat tim, orientasi untuk transfer, efektivitas dalam
transfer.
- Selama: penyelenggara tingkat lanjut, pelatihan keterampilan tim, umpan
balik tentang kinerja pelatihan.
- Sesudah: penilaian kinerja, dukungan dari rekan kerja dan organisasi,
penghargaan, pencegahan kambuh.

5c. IDENTIFIKASI STRATEGI TRANSFER PEMANGKU KEPENTINGAN


KHUSUS
LT manager membantu setiap pemangku kepentingan mengidentifikasi
strategi untuk mendukung transfer pembelajaran sebelum, selama, dan setelah
kegiatan pembelajaran. Ini terintegrasi dengan desain pembelajaran (5a) dan
dukungan lain untuk peserta didik (5b), dan memberi peserta didik sumber
daya, kesempatan untuk aplikasi, insentif, dan penghargaan. Strategi yang dipilih:
 Komprehensif dan terintegrasi
 Terjadi sebelum, selama, dan setelah kegiatan pembelajaran

66
 Dapat diamati dan diukur
Broad dan Newstrom (1992, dalam Laird, 2003) adalah kompilasi yang sangat
baik dari berbagai macam strategi yang sangat spesifik dan praktis yang dapat
digunakan sebelum, selama, dan setelah belajar dengan pelatih, peserta
pelatihan, dan manajer dalam langkah ini.

6a. PROYEK PEMBELAJARAN IMPLEMENT


Manajer LT mulai menyampaikan aktivitas pembelajaran dan
melaksanakan proses evaluasi.
 Penyampaian pelatihan terintegrasi dengan sistem transfer (6b) termasuk
sebelum / selama / setelah strategi pemangku kepentingan.
 Data evaluasi dikumpulkan dan laporan disiapkan untuk semua pemangku
kepentingan, termasuk deskripsi dari semua strategi transfer dan penilaian
keefektifannya.

6b. IMPLEMENT / KELOLA SISTEM TRANSFER


LT manager dan pemangku kepentingan menerapkan semua strategi
transfer yang direncanakan (sebelum, selama, dan setelah kegiatan pembelajaran)
dan memantau keefektifannya.
 Pemangku kepentingan bertanggung jawab atas penyelesaian semua strategi
transfer yang direncanakan.
 Manajer LT menyiapkan laporan tentang penggunaan dan efektivitas strategi
transfer yang termasuk dalam laporan evaluasi 6A.
Laporan akhir, dengan data evaluasi, menjadi "alat pemasaran" yang
efektif untuk menunjukkan efektivitas strategi pemangku kepentingan
kolaboratif untuk mendukung transfer.
Penyelesaian langkah 6a dan 6b dapat dianggap sebagai akhir dari proyek
transfer pembelajaran. Namun, dalam sistem organisasi kompleks yang
sebenarnya, peningkatan kinerja di satu area biasanya mengarah pada permintaan
untuk kinerja yang lebih baik dan transfer dukungan di area lain.

67
2.2.5 Menutup Celah Transfer
Holton dan Baldwin (sedang dicetak) memperkenalkan konsep baru dalam
literatur transfer yang disebut jarak transfer. Gambar di bawah mengilustrasikan
konsep baru ini. Di ujung kiri (langkah 1), Anda dapat melihat jenis pembelajaran
dasar — ​memperoleh pengetahuan. Di paling kanan (langkah 6), Anda melihat
level transfer maksimum, yang disebut transfer jauh. Perpindahan jauh terjadi
ketika seorang karyawan menerapkan pembelajaran baru tidak hanya untuk tugas
langsung yang dirancang untuk pelatihan tetapi juga menggeneralisasi
pembelajaran ke tugas baru atau tugas berbeda. Transfer dekat terjadi ketika
seorang karyawan menerapkan pembelajaran hanya untuk tugas-tugas langsung
yang difokuskan pada pelatihan. Di antara kedua ujung proses ini terdapat
langkah-langkah perantara.

68
BAB III
KESIMPULAN

Pembelajaran dan transfer pembelajaran harus terjadi agar pelatihan


menjadi efektif. Bab ini dimulai dengan mendefinisikan pembelajaran dan transfer
pembelajaran dan mengidentifikasi kemampuan yang dapat dipelajari: informasi
verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dankognitif strategi.
Untuk menjelaskan bagaimana kapabilitas tersebut dapat dipelajari, pada bab ini
dibahas beberapa teori pembelajaran: teori penguatan, teori pembelajaran sosial,
teori penetapan tujuan, kebutuhan teori, teori harapan, teori pembelajaran orang
dewasa, dan teori pemrosesan informasi. Untuk memahami bagaimana
memastikan bahwa apa yang dipelajari diterapkan pada pekerjaan, tiga transfer
teori pelatihan dibahas: elemen identik, generalisasi stimulus, dan teori kognitif.
Selanjutnya, pembahasan ini menyelidiki proses pembelajaran dan
implikasinya tentang bagaimana orang belajar. Bagian tentang proses
pembelajaran menekankan bahwa proses internal (harapan, penyimpanan, dan
pengambilan), serta proses eksternal (memuaskan), mempengaruhi pembelajaran.
Pengaruh potensial gaya belajar dalam pembelajaran diperiksa. Bab ini kemudian
membahas hubungan antara implikasi proses pembelajaran, transfer pelatihan, dan
desain pembelajaran. Elemen desain yang penting termasuk memberikankepada
pemahaman peserta didik tentang mengapa mereka harus belajar, konten yang
bermakna, peluang praktik, umpan balik, peluang untuk interaksi dan program
terkoordinasi. Selain itu, desain pelatihan harus mendorong peserta didik untuk
mengatur sendiri dan memastikan bahwapeserta lingkungan kerja mendukung
pembelajaran dan transfer.
Pada dasarnya, semua strategi peningkatan transfer berkaitan dengan
menjembatani kesenjangan. Beberapa melakukannya melalui desain pembelajaran
yang membuat pembelajaran menjadi lebih realistik dan seperti pekerjaan
sehingga langkah 1,2, dan 3 semuanya dimasukkan ke dalam
pembelajaran. Model pendidikan tradisional pelatihan hanya mencakup langkah 1

69
dan meninggalkan peserta pelatihan sendiri untuk belajar bagaimana menerapkan
materi.
Metode pembelajaran terbaru, seperti pembelajaran tindakan, merupakan
upaya untuk mempersiapkan peserta didik secara penuh untuk melamar
pekerjaan. Beberapa bahkan membuat pembelajaran dan pekerjaan terjadi secara
bersamaan untuk menutup kesenjangan lebih jauh.
Inti dari ini ditemukan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut untuk ditanyakan
pada diri Anda:
 Seberapa besar "celah" transfer dalam organisasi Anda?
 Ketika trainee meninggalkan pelatihan Anda, apakah mereka berada di
langkah 1, atau langkah 2, atau langkah 3?
 Jenis transfer apa yang Anda harapkan — langkah 4, langkah 5, atau
seluruhnya ke langkah 6?
 Apakah desain pelatihan Anda konsisten dengan ekspektasi pengalihan
Anda?
 Apakah menjembatani kesenjangan transfer dibiarkan secara kebetulan,
atau apakah Anda mengelola pembangunan jembatan?
Semakin besar kesenjangannya, semakin mendesak upaya Anda untuk
menerapkan proses manajemen transfer. Ingatlah bahwa perbedaan transfer akan
membuat Anda kehilangan uang "nyata" jika tidak dijembatani.

70
DAFTAR PUSTAKA

Laird, D. (2003). Approaches to Training and Development. Third Edition.


Cambridge: Perseus.
Noe, R. A. (2017). Employee Training & Development. Seventh edition. New
York: Mc. Graw-Hill Company.

71

Anda mungkin juga menyukai