Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2022


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ANESTESI LOKAL : INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


LIDOKAIN CUM ADRENALIN

Disusun Oleh:
Annisa Putri Shafira
111 2020 2135

Dokter Pendidik Klinik


dr. Taufik Imran,Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Annisa Putri Shafira

NIM : 111 2020 2135

Judul : Anestesi Lokal : Indikasi dan Kontraindikasi

Lidokain cum Adrenalin

Telah menyelesaikan tugas Refarat dan telah disetujui serta telah

dibacakan dihadapan Dokter Pendidik Klinik dalam rangka kepaniteraan

klinik pada bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Menyetujui, Makassar, September 2022

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Taufik Imran,Sp.An Annisa Putri Shafira

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul “Anestesi Lokal : Indikasi dan
Kontraindikasi Lidokain cum Adrenalin” sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Anestesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Keberhasilan penyusunan ini adalah berkat bimbingan, arahan, serta
bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala
tantangan dan rintangan yang dihadapi selama penyusunan referat ini
dapat terselesaikan dengan baik. Serta tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tulisan ini, khususnya kepada dr. Taufik Imran Sp.An.,
M.Kes
sebagai Dokter Pendidik Klinik saya. Semoga amal budi baik dari
semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk saran dan kritik
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
penyempurnan referat ini. Akhirnya penulis berharap sehingga dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Aamiin ya robbal alamin.
Makassar, September 2022

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi lokal telah digunakan secara klinis selama lebih dari satu

abad, dan penelitian tentang anestesi lokal ini berlanjut secara terus

menerus untuk memberi para ahli bedah variasi pengobatan dan

memberikan agen anestesi yang lebih aman dan efektif kepada pasien. 1

Anestesi lokal memberikan rasa hilangnya suatu sensasi yang

reversible. Anestesi lokal mengurangi rasa nyeri, karena itu, anestesi lokal

sering dipakai sebagai suatu prosedur pada pembedahan. Tehnik

pemberian pada anestesi lokal bermacam-macam sehingga pemakaian

anestesi lokal dapat dipakai secara luas. Tehnik ini mencakup anestesi

topical, anestesi infiltrative, blok ring dan blok perifer. 2

Anestesi lokal semakin berkembang dan meluas pemakaiannya,

mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif

murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan

kemampuan mencegah respons stress secara lebih sempurna. Namun

demikian tanpa keterampilan dan pengetahuan tentang farmakologi obat

anestesi (anestetik) lokal, komplikasi dan manajemennya serta

pencegahan dan persiapannya akan membahayakan karena datangnya

komplikasi sangat cepat dan tak terduga. Bila pemahaman teori kurang

memadai bisa berakibat fatal karena tidak terdeteksi dan terantisipasi

dengan cepat dan tepat.10

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

Gambar 1. Anatomi Neuron

Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam

tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang

menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan

efektor. Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses

transfer informasi pada sistem saraf. Sel saraf berfungsi untuk

menghantarkan impuls. Setiap satu neuron terdiri dari tiga

bagian utama yaitu, badan sel (soma), dendrit dan akson. 5

Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan.

Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan

4
dari neuron. Badan sel (soma) mengandung organel yang

bertanggung jawab untuk memproduksi energi dan biosintesis

molekul organik, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat

nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan

sel biasanya memiliki beberapa cabang dendrit. 5

Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-

cabang serta merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit

berfungsi untuk menerima dan menghantarkan rangsangan ke

badan sel. Khas dendrit adalah sangat bercabang dan masing-

masing cabang membawa proses yang disebut dendritic spines. 5

Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang

menghantarkan informasi keluar dari badan sel. Di dalam akson

terdapat benang-benang halus disebut neurofibril dan dibungkus

oleh beberpa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat

lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan.

Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann yang

akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan

makanan dan membantu pembentukan neurit. Bagian neurit ada

yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus

ranvier.5

Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan

primer di dendritic spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-90%

dari total neuron area permukaan. Badan sel dihubungkan

5
dengan sel yang lain melalui akson yang ujung satu dengan

yang lain membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi

komunikasi neuron dengan sel yang lain.5

2.2 DEFINISI

Anestesi lokal telah didefinisikan sebagai hilangnya sensi pada

area yang terbatas pada tubuh yang disebabkan oleh penurunan

eksitasi pada ujung saraf atau penghambatan pada proses

konduksi di saraf peripheral. Ciri utama anestesi local ini adalah

hilangnya sensasi namun tanpa hilangnya kesadaran. 6

Konsep dari anestesi local itu sendiri yaitu: bahan-bahan kimia

yang mencegah pembangkitan dan penghantaran dari impuls saraf.

Anestesi lokal membentuk penghalang kimia antara sumber impuls

dan otak. Impuls yang tidak mencapai otak tidak dapat di

interpretasikan sebagai nyeri oleh pasien.6

2.3 KLASIFIKASI

Anestesi lokal diklasifikasikan menjadi 2 bagian : golongan ester

dan golongan amide. Klasifikasi ini berdasarkan struktur kimia dari

rantai intermediasi. Perbedaan struktur mempengaruhi jalur

metabolism dan potensial alergi.6

Golongan ester dimetabolisme dengan hidrolisis, yang

dipengaruhi oleh enzim pseudokolinesterase di plasma. Pasien

yang mempunyai kelainan genetik pada struktur enzim ini

mengakibatkan pasien tak dapat memetabolisme anestesi

6
golongan ester; ketidak mampuan untuk metabolisme ini

memungkinkan pasien mendapat peningkatan level serum anestesi

pada darah dan menyebabkan reaksi toksik dalam tubuh. Pada

pasien dengan alergi anestesi golongan ester, penggunaan agen

anestesi ini harus dihindari.6

Golongan amida di metabolisme oleh enzim mikrosomal yang

terletak pada hepar. Enzim yang bertugas untuk mengeliminasi

lidokain adalah cytochrome P-4503A4. Karena itu, anestesi tipe

amide harus hati – hati diberikan pada pasien dengan gangguan

hati berat dan pasien yang meminum obat yang dapat mengganggu

metabolisme anestesi.6

Bila enzim ini terhambat karena pengaruh medikasi obat, enzim

ini tak akan bisa memetabolisme agen anestesi dan berpotensi

menaikan dosis menjadi dosis toksik.6

Anestesi lokal biasanya dibagi menjadi 3 kategori utama:

anestesi lokal kerja pendek, menengah dan kerja panjang. 7

Agen kerja pendek :

1. Mepivacine 3%

 Golongan amida yang mirip dengan lidokain.

 Tanpa vasokonstriktor hanya memiliki durasi kerja yang

singkat.

7
2. Lidocaine 2%

 Zat golongan amida yang serbaguna dan paling banyak

digunakan

 2-3x lebih kuat dan beracun seperti prokain

 Onset yang cepat dan durasi kerja yang relative lama

 Zat golongan baik untuk aplikasi topikal.

Agen kerja menengah :

1. Prilocaine 4%

 Zat golongan tipe amida namun kurang kuat dibandingkan

dengan lidokain

 Tanpa mengakibatkan vasokonstriktor dan hanya memiliki

durasi kerja yang singkat

2. Articaine 4%

 Zat golongan tipe amida

Agen kerja panjang :

1. Bupivacaine

 Golongan amida dengan potensi dan toksisitas tinggi

 Onset yang cepat dan durasi kerja yang sangat lama bahkan

tanpa vasokonstriktor.

2.4 ETIOLOGI

8
Ada beberapa cara timbulnya suatu anestesi lokal seperti trauma

mekanik, temperature rendah, anoxia, iritan kimia, agen neurolitik

seperti alcohol dan phenol, agen kimia seperti anestesi lokal. 6

Syarat dari anestesi lokal :

1) Tidak mengiritasi jaringan

2) Reversible

3) Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada struktur

saraf

4) Toksisitas sistemik harus rendah

5) Harus efektif pada injeksi di jaringan maupun aplikasi

lokal pada memberan mokusa

6) Waktu onset harus sependek mungkin

7) Duration of action harus cukup lama sampai prosedur

selesai, namun tidak cukup lama karena memerlukan

proses penyembuhan.

2.5 PATOFISIOLOGI

Saraf menstransmisikan sensai yang dihasilkan dari peningkatan

jumlah impuls listrik. Peningkatan ini dicapai dengan merubah

gradien ion yang ada disepanjang dinding pembuluh saraf.

Pada keadaan istirahat normal, saraf mempunyai potensial

membran yang negatif, yaitu sebanyak -70mV. Potensial istirahat

ini ditentukan oleh konsentrasi gradien 2 ion besar, yaitu Na dan K,

dan permeabilitas dari memberan terhadap ion-ion tersebut.

9
Konsentrasi gradien dijaga oleh pompa sodium/potassium yang

mentranspprt ion sodium keluar sel dan memasukkan potassium

kedalam sel.oleh sebab itu karena membrane saraf bersifat

permeable terhadap ion potassium dan tidak permeable terhadap

ion sodium, 95% dari kebocoran ion pada sel yang tereksitasi

disebabkan oleh fluktuasi luar yang dibentuk oleh ion K dan

menyebabkan potensial membrane menjadi negatif. Pada

penelitian terakhir ditemukan kebocoran ion K yang terjadi oleh

karena adanya 2-pore domain potassium.6

Ketika saraf terstimulasi, terjadi depolarisasi pada saraf, dan

terbentuk proses peningkatan impuls. Awalnya, ion sodium masuk

kedalam sel melalui membrane sel saraf. Masuknya ion sodium

menyebabkan potensial istirahat meningkat menjadi potensial listrik

transmembrane. Ketika suatu potensial sudah mencapai suatu titik

tertentu kira-kira -5mV, terjadi influx cepat pada ion sodium.

Saluran sodium pada membrane teraktivasi, dan permeablitias

sodium pun meningkat menyebabkan membrane saraf

terdepolarisasi menjadi diatas +35mV.6

Setelah depolarisasi selesai, membrane menjadi tak permeable

terhadap sodium dan konduksi dari ion potassium kedalam sel

meningkat. Proses ini mengembalikan potassium intraseluler yang

berlebihan dan sodium ektraseluler dan mengembalikan potensial

10
membrane yang negative. Perubahan dari potensial membrane sel

saraf dinamakan potensial aksi.6

2.6 MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja obat anestesi lokal untuk mencegah transmisi

impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat pengiriman

ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif di membran saraf.

Kegagalan permeabilitas ion natrium dari gerbang untuk

meningkatkan kecepatan depolarisasi dari perlambatan sebagai

ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak

merambat. Anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat atau

ambang potensial transmembran. Farmakokinetik obat meliputi

absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Komplikasi

anestesi lokal adalah efek samping lokal dapat terjadi di tempat

suntikan hematoma dan abses sedangkan efek samping sistemik

seperti neurologis pada saraf pusat, pernapasan, kardiovaskular,

imunologi, muskuloskeletal, dan hematologi Beberapa interaksi

obat anestesi lokal termasuk pemberian bersama dapat

meningkatkan potensi masing-masing obat. penurunan

metabolisme anestesi lokal serta meningkatkan potensi keracunan. 8

2.7 INDIKASI

11
Anestesi lokal dalam prosedur apapun dapat dibatasi pada satu area

tubuh dimana rasa sakit atau ketidaknyamanan yang terkait dengan

prosedur dapat di antisipasi. Indikasi yang paling umum adalah pada

bedah minor, termasuk perbaikan laserasi, insisi dan drainase abses,

pengangkatan lesi, dan ekstraksi kuku.11

Tindakan anestesi lokal diindikasikan pada keadaan-keadaan sbb:

1. Setiap prosedur, di mana anestesi lokal akan menghasilkan kondisi

operasi yang nyaman atau memuaskan. Misalnya pada operasi

"Trans Urethral Resection" Prostat, bila dilakukan anestesi regional

hasilnya tidak banyak perdarahan karena tensi tidak meningkat,

disamping itu bila ada komplikasi hipo- natremi akibat tertariknya

Na+ oleh air irrigator dapat cepat dikenali dengan adanya

penurunan kesadaran, mual, kejang.

2. Penyakit paru, di mana posisi operasi masih dapat ditolerir oleh

pasien. Misalnya operasi tumor paha depan pada pasien paru yang

sikap terpaksanya tidur setengah duduk (agar napas tidak sesak).

3. Riwayat reaksi yang tidak baik dengan anestetik umum. Kadang-

kadang pasien setelah anestesi umum, muntah-muntah cukup

lama, pulih sadar terlambat dan lain-lain.

4. Antisipasi masalah-masalah dengan rumatan jalan napas atau

intubasi. Misalnya pasien dengan adhesi leher-dada akibat sikatriks

12
pasca luka bakar. Dilakukan pemotongan perlekatan dengan

anestesi lokal dulu, baru intubasi dan anestesi umum.

5. Operasi darurat tanpa puasa yang adekwat. Ini dimaksudkan untuk

menghindari aspirasi isi lambung (bila terjadi muntah, pasien dalam

keadaan sadar sehingga dapat melakukan proteksi). 9

2.8 KONTRAINDIKASI

1. Absolut/Mutlak:

1. Pasien menolak anestesi lokal.

2. Riwayat alergi terhadap anestetik lokal.

3. Infeksi di tempat suntikan.

4. Pasien dengan terapi anti koagulan.

5. Pasien dengan gangguan perdarahan.

6. Pemakaian adrenalin pada anestetik lokal untuk pasien-2

dengan terapi tricyclic anti depressants. Juga tidak

diperbolehkan pada organ end-arteri (jari, penis) karena

akan terjadi nekrosis akibat konstriksi end-arteri.

2. Relatif:

1. Pasien kurang atau tidak kooperatif.

2. Pasien dengan kelainan neurologis. Sebab terjadinya eksa

serbasi akan menyalahkan tehnik anestesi tersebut.

Khusus untuk anestesi spinal dan epidural, indikasi kontra:

13
1. Absolut/mutlak:

a. Infeksi didekat atau pada tempat suntikan.

b. Terapi anti koagulan.

c. Gangguan perdarahan.

d. Hipovolemi dan syok.

e. Terapi beta blocker.

f. Septikaemia.

g. Curah jantung yang terbatas.

h. Tekanan intra kranial yang meningkat.

2. Relatif

1. Terapi MAOI.

2. Penyakit neurologi aktif.

3. Penyakit jantung iskemik (IHD).

4. Skoliosis.

5. Riwayat operasi laminektomi.

2.9 EFEK SAMPING

 Efek lokal :

Efek samping lokal biasanya terjadi akibat teknik

penyuntikan. Efek samping yang muncul adalah nyeri,

ekimosis, hematom, infeksi dan nyeri saraf. Nyeri akan selalu

muncul pada saat anestesi lokal di injeksi; akan tetapi, nyeri

14
tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan teknik tertentu.

Faktor – faktor seperti jarum, iritasi yang disebabkan oleh

anestesi, dan distensi jaringan yang disebabkan infeksi

merupakan hal yang membuat ketidaknyamanan pasien saat

penggunaan anestesi lokal.

Pembentukan ekimosis atau lokal hematoma adalah akibat

dari perforasi pembuluh darah. Komplikasi ini sering ditemukan

pada area yang mepunyai vaskularisasi tinggi, termasuk

membran mukus, kepala, dan genitalia. Ekimosis dan

hematoma akan lebih sering muncul saat pasien mempunyai

kelainan perdarahan atau meminum obat aspirin atau

antikoagulan lainnya. Jika terjadi ekimosis, berikan edukasi

pada pasien. Bila hematoma muncul, evaluasi pasien.

Infeksi adalah komplikasi lokal yang terjadi karena teknik

sterilisasi yang tidak baik. Membersihkan bagian kulit dengan

alkohol wajib dilakukan. Bila tanda – tanda infeksi muncul,

penatalaksanaan menggunakan antibiotik yang sesuai dengan

kultur. Jika terjadi abses, drainase mungkin diperlukan.

Laserasi saraf dapat terjadi karena infiltrasi dari anestesi

lokal. Komplikasi ini umumnya terdapat saat melakukan blok

regional. Gejala – gejala yang muncul yaitu parestesia, rasa

tertusuk dan nyeri yang berlebih saat penyuntikan jarum.

15
Parestesia nervus infraorbital dikarakteristikan dengan sensasi

nyeri pada bibir bagian atas, hidung, dan gigi bagian atas.

Cedera tendon adalah aspek turunan digital anestesi karena

jarum diinjeksi menuju tendon. Keadaan ini dapat

menyebabkan gangguan 1 – 2 hari setelah pembedahan.

 Efek sistemik

Efek sistemik umumnya terjadi ketika konsentrasi anestesi

lokal dalam derah mencapai level toksik. Pemebrian dosis

dalam jumlah besar dapat memicu efek toksin ini. Penambahan

vasokonstriktor dapat mengurangi absorpsi sistemik dari obat

anestesi.

Toksisitas sistemik yang diakibatkan oleh kenaikan level

serum anestesi pada darah merupakan manifestasi klinis dari

efek samping sistem saraf pusat dan kardiovaskular. System

saraf pusat dipengarhi oleh dosis. Semakin tinggi level serum

lidokain, semakin berat efek pada sistem saraf pusat.

Dokter yang menggunakan anestesi lokal harus berhati hati

dengan tanda dan gejala dari toksisitas sistemik. Pada level

serum dalam darah berkisar 1-5 mcg/ml, pasien akan mengeluh

tinnitus, rasa melayang, diplopia. Ditambah lagi, pasien dapat

mengeluh mual, muntah. Bila level serum dalam darah berkisar

5-8 mcg/ml, pasien akan mengeluh nystagmus, tremor, kaku

16
otot. Pasien juga dapat menderita halusinasi. Pada level serum

8- 12 mcg/ml, kejang fokal dapat terjadi; selanjutnya dapat

mengakibatkan kejang tonik klonik. Depresi pernafasan

umumnya terjadi pada level serum 20-25 mcg/ml dan akan

berlanjut ke koma.

 Reaksi Alergi

Reaksi alergi pada anestesi lokal jarang terjadi, terutama

pada golongan amide. Reaksi alergi dapat terjadi tipe 1 atau

tipe 4. Reaksi ini tak bergantung pada dosis dan bias muncul

pada dosis berapapun.

Reaksi tipe 1 umumnya disebabkan tipe ester. Golongan

ester mempunyai potensi alergi yang lebih besar dibanding

golongan amide. Ini disebabkan oleh pseudocholinesterase

menghasilkan produk metabolism berupa para amino benzoic

acid yang merupakan alergen kuat.

Tidak ada reaksi silang yang muncul antara golongan ester

dan amide; tetapi, reaksi silang pada reaksi anafilaktik belum

diteliti secara jauh. Sebagai tambahan, reaksi methylparaben

dan sodium metabisulfate dapat menyebabkan efek samping

pada pasien yang alergi golongan ester.

Tanda – tanda klinis reaksi tipe 1 adalah pruritus, urtikaria,

pembengakakan pada wajah, mengi, dispone, sianosis.

Manifestasi klinis sama dengan gejala – gejala dermatitis

17
kontak alergika meliputi eritema, plak, dan pruritus. Pasien

dengan riwayat reaksi tipe 4 tidak mempunyai peningkatan

resiko reaksi tipe 1 karena golongan amide.

Obat Anestesi local memiliki efek tertentu di setiap system

tubuh manusia. Berikut adalah beberapa pengaruh pada sistem

tubuh yang nantinya harus diperhatikan saat melakukan

anesthesia spinal.

1. Sistem Saraf: Pada dasarnya sesuai dengan prinsip kerja dari

obat anestesi local, menghambat terjadinya potensial aksi. Maka

pada system saraf akan terjadi paresis sementara akibat obat

sampai obat tersebut dimetabolisme.

2. Sistem Respirasi: Jika obat anestesi local berinteraksi dengan

saraf yang bertanggung jawab untuk pernafasan seperti nervus

frenikus, maka bisa menyebabkan gangguan nafas karena

kelumpuhan otot nafas.

3. Sistem Kardiovaskular: Obat anestesi local dapat menghambat

impuls saraf. Jika impuls pada system saraf otonom terhambat

pada dosis tertentu, maka bisa terjadi henti jantung. Pada dosis

kecil dapat menyebabkan bradikardia. Jika dosis yang masuk

pembuluh darah cukup banyak, dapat terjadi aritmia,

hipotensi, hingga henti jantung. Maka sangat penting

diperhatikan untuk melakukan aspirasi saat menyuntikkan obat

anestesi local agar tidak masuk ke pembuluh darah.

18
4. Sistem Imun: Karena anestesi local memiliki gugus amin, maka

memungkinkan terjadi reaksi alergi. Penting untuk mengetahui

riwayat alergi pasien. Pada reaksi local dapat terjadi reaksi

pelepasan histamine seperti gatal, edema, eritema. Apabila tidak

sengaja masuk ke pembuluh darah, dapat menyebabkan reaksi

anafilaktik.

5. Sistem Muskular: obat anestetik local bersifat miotoksik. Apabila

disuntikkan langsung kedalam otot maka dapat menimbulkan

kontraksi yang tidak teratur, bisa menyebabkan nekrosis otot.

6. Sistem Hematologi: obat anestetik dapat menyebabkan

gangguan pembekuan darah. Jika terjadi perdarahan maka

membutuhkan penekanan yang lebih lama saat menggunakan

obat anestesi local.

19
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi lokal lebih aman daripada anestesi umum sehingga dapat

digunakan kapanpun bila dibutuhkan. Sebagai tambahan anestesi lokal

juga mudah untuk diberikan dan persediaanya juga cukup mudah didapat.

Anestesi lokal mengurangi rasa nyeri, karena itu anestesi lokal sering

dipakai sebagai suatu prosedur pada pembedahan

Adapun Indikasi Anestesi lokal dalam prosedur apapun dapat dibatasi

pada satu area tubuh dimana rasa sakit atau ketidaknyamanan yang

terkait dengan prosedur dapat di antisipasi, Seperti pada bedah minor,

termasuk perbaikan laserasi, insisi dan drainase abses, pengangkatan

lesi, dan ekstraksi kuku. Kontraindikasi untuk penggunaan anestesi lokal

yaitu adaya riwayat alergi terhadap anestetik local, Infeksi di tempat

suntikan, Pasien dengan terapi anti koagulan, gangguan perdarahan,

hipovolemi dan syok, terapi beta blocker, septikaemia, curah jantung yang

terbatas, tekanan intra kranial yang meningkat, terapi MAOI, penyakit

neurologi aktif, penyakit jantung iskemik (IHD), scoliosis, riwayat operasi

laminektomi.

Efek samping dari anestesi lokal mulai dari efek lokal seperti nyeri,

ekimosis, hematom, efek sistemik dan reaksi alergi. Manfaat anestesi

lokal juga memberikan banyak manfaat seperti pasien tetap sadar saat

20
operasi berlangsung, mula kerja cepat namun lama kerja panjang, tehnik

yang digunakan sederhana, dan alat yang digunakan mudah didapat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lirk Phillip, Markus W, dkk.2018. The science of local Anesthesia :

basic research, clinical application and future directions.narrative

review article. International Anesthesia Research Society.

2. Robyn Gmyrek MD, Maurice Dahdah,MD. 2010. Regional

Anesthesia.

3. Jaan Asima, Munshi Rudhra,dkk. 2020. Local Anesthesia- Solution

to Pain : An Overview. Journal of Current Medical Research and

Opinion

4. Derek Decloux, Aviv O. 2021. Local Anesthesia in Dentistry : A

Review. International Dental Journal. Concise Clinal Review

5. Bahruddin Mochammad. 2011. Pemeriksaan Klinis di Bidang

Penyakit Saraf (klinis neurologi dan neurobehaviour. Malang. UMM

Press

6. Stanley F Malamed. 2013. Handbook of Local Anesthesia. Sixth

Edition. Elsevier

7. Barry Krall DDS. 2012. Local Anesthesia Manual. Loma Linda

University Schoil of Dentistry.

21
8. Samodro Ratno, Dodo Sutiyono, Hari Hendriarto. Mekanisme Kerja

obat Anestesi Lokal. Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK

Universitas Diponegoro. Semarang

9. Stoelting R Hillier SC. Pharmacology and Physiology in Anesthetics

Practice. 4th ed. Philadelphia: JB Lippincott-Raven; 179-83.

10. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. In: Clinical

Anesthesiology. 4th ed. New York: Me Graw Hill Lange Medical

Books; 2006,151-52, 263-75.

11. Michelle DiBaise. Local Anesthesia. Chapter 22.

22

Anda mungkin juga menyukai