Anda di halaman 1dari 18

BLOK PELAYANAN KEFARMASIAN

Nama Anggota, NIM 1. Yessi Eriana Meilya Ningrum (19930002)


2. Farhan ardhiansyah alwi (19930004)
3. Nurul Aini (19930037)
4. Farah Fikirianti (19930063)
5. Indra dwi lutfi (19930065)
6. Fadiyah Marwah (19930119)
Tanggal Review 18 September 2022
Tema Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

Penulis Jurnal Nisa Maria, Larasati Arrum Kusumawardani, Nurma Yunita, Dini
Badriyanti Sutantoputri
Bulan / Tahun Jurnal Januari 2022
Judul Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek Pada Masa
Pandemi COVID-19: Suatu Literature Review
Nama Jurnal Sainstech Farma Jurnal Ilmu Kefarmasian
Vol. dan Halaman Vol 15 No.1 halaman 1-8

Tujuan Penelitian Kajian literatur ini dilakukan untuk mengetahui dampak pandemi
terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik dan adaptasi yang
dilakukan oleh apoteker di berbagai apotek dari berbagai negara
selama situasi pandemi ini.
Landasan Teori Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek
memegang peranan penting dalam penyediaan dan memastikan
penggunaan obat yang tepat secara efektif, efisien, dan rasional.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker di apotek
meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat
(PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home
pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring
(pemantauan) efek samping obat (MESO). Apoteker memegang
peranan penting dalam situasi pandemi Coronavirus diseases
COVID-19. Pada pandemi COVID-19 ini terjadi peningkatan
jumlah pasien yang melakukan pengobatan secara mandiri (self-
medication) sehingga pelayanan informasi obat dari apoteker akan
sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya kesalahan
penggunaan obat di masyarakat.
Metode Penelitian Tinjauan literatur (literature review) ini dilakukan dengan
penelusuran artikel melalui search engine PubMed dan
ScienceDirect dengan pencarian menggunakan beberapa kata
kunci. EndNote X9 digunakan sebagai alat bantu untuk
pengorganisasian artikel hasil penelusuran dan pengecekan
duplikasi.
Hasil Penelitian Hasil penelusuran didapatkan tujuh artikel penelitian
observasional atau eksperimental yang memenuhi persyaratan
inklusi dan eksklusi lain yang sudah ditetapkan. Kajian terhadap
tujuh literatur yang ditemukan merupakan penelitian di negara
berbeda, yaitu Belanda, Italia, Kroasia dan Serbia, Australia, Cina,
Mesir, dan Kosovo. Berdasarkan artikel tersebut diketahui bahwa
apoteker di apotek harus melakukan penyesuaian terhadap
pelaksanaan pelayanan farmasi klinik pada masa pandemi ini.
Pelayanan farmasi klinik yang biasanya dilakukan secara langsung
dan tatap muka antara apoteker dan pasien di apotek tetap dapat
dilakukan dengan pembatasan atau melakukan modifikasi ataupun
dilakukan secara online dengan memanfaatkan teknologi
informasi.
Hasil tinjauan literatur ini menunjukkan bahwa pengkajian resep,
dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, home pharmacy
care, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat
tetap dapat dilakukan selama masa pandemi dengan persyaratan
yang ketat. Pelayanan informasi obat dan konseling di apotek
dilakukan dalam waktu yang singkat, pasien kemudian diberikan
informasi tambahan melalui telepon atau flyer. Pemantauan terapi
dan efek samping obat dapat dilakukan melalui telepon. Home
pharmacy care hanya dilakukan jka sangat diperlukan. Pelayanan
farmasi klinik di apotek dilakukan secara terbatas dengan
menerapkan protokol kesehatan dan modifikasi sistem. Pelayanan
online menjadi alternatif yang bisa diterapkan untuk mengisi
kekurangan pelaksanaan secara tatap muka.
Pada penelitian yang dilakukan di Belanda dengan jumlah sampel
sebanyak 215 orang didapatkan hasil :
1. Apotek mengimplementasikan hygiene dan meminimalkan
terjadinya kontak langsung antara petugas di apotek dengan
pasien, dan juga ada standar operating prosedur (SOP) yang
dibuat.
2. Melakukan penghantaran obat ke rumah pasien (47%)
3. Lebih memilih resep elektronik dibandingkan resep kertas
4. Penjelasan instruksi dilakukan secara lebih singkat dan
dilengkapi juga dengan mengirimkan video cara
penggunaan alat kepada pasien misalnya untuk obat
inhalasi.
5. Komunikasi dengan penulis resep (dokter) sebagian besar
dilakukan melalui telepon (95,8%), tetapi 40,9% masih
melakukan secara tatap muka.
6. Pemantauan pengobatan juga dilakukan melalui telepon
(44,2%)
Pada penelitian yang dilakukan di Italia dengan jumlah sampel
sebanyak 286 apoteker didapatkan hasil :
1. Melakukan penataan ulang di apotek dan memberikan
penandaan khusus.
2. Jumlah staf dan pengunjung apotek dibatasi
3. Resep elektronik lebih banyak digunakan dibanding
dengan resep kertas.

Pada penelitian yang dilakukan di Kroasia dan Serbia dengan


jumlah sampel 574 apoteker didapatkan hasil :
1. Menerapkan pengaturan jadwal kerja staf dengan sistem
rotasi antara bekerja di apotek dan dari rumah.
2. Resep obat dapat dikirimkan secara online
3. Menerapkan layanan penghantaran obat ke rumah pasien
4. Komunikasi dengan pasien menjadi lebih sulit (dari 46%
responden) karena penyerahan obat dan komunikasi antara
apoteker dan pasien dilakukan melalui sebuah jendela kecil
yang ada di apotek.
5. Apoteker yang melakukan konseling di masa pandemi di
Serbia adalah 78,4% sedangkan di Kroasia adalah 55,5%
6. Sebanyak 33,33% - 50% apoteker hanya memberikan
konseling kepada pasien dengan penyakit kronis
7. Apoteker juga memberikan informasi obat melalui pesan
singkat atau telepon. Kroasia (17,4%) dan Serbia (18,3%)
telah melakukan kegiatan konseling secara online
Pada penelitian yang dilakukan di Australia dengan responden
sebanyak 137 apoteker didapatkan hasil :
1. Pelayanan farmasi klinik bisa tercapai lebih dari 50% pada
masa pandemi.
2. Perlu dilakukan pembersihan secara teratur
3. Sebanyak 38,69% apoteker menyatakan pelaksanaan
konseling menjadi lebih menantang dengan adanya
pengaturan jarak. Tetapi 57,66% responden menyatakan
bahwa konsultasi dapat dilakukan dengan baik walau ada
pembatasan jarak
Pada penelitian yang dilakukan di Cina didapatkan hasil :
1. Kondisi lingkungan kerja dan perlindungan terhadap staf
yang bekerja di apotek perlu diperhatikan.
2. Apoteker juga memiliki peranan dalam menyampaikan
informasi terkait pencegahan dan penularan COVID-19.
3. Apoteker dapat melakukan home care kepada pasien yang
dicurigai terinfeksi COVID-19 dengan gejala ringan
4. Memberikan dukungan kepada pasien untuk melakukan
monitoring mandiri terhadap terapi yang sedang
dijalaninya.
5. Monitoring efek samping obat harus tetap dilakukan
terutama untuk pasien dengan penyakit kronis.
Pada penelitian yang dilakukan di Mesir dengan jumlah sampel
sebanyak 1018 apoteker didapatkan hasil :
1. Diperlukan training atau pembekalan terhadap staf yang
bekerja di apotek.
2. Menyediakan ruangan yang terpisah untuk pasien yang
dicurigai COVID-19 dan dengan yang tidak (64% apotek).
3. Menerapkan pembayaran menggunakan kartu (29,1%)
4. Apoteker lebih menyukai pemberian informasi secara oral
(90,4%) dibandingkan dengan pemberian informasi tertulis
(81,3%)
Pada penelitian yang dilakukan di Kosovo dengan jumlah sampel
sebanyak 264 apoteker didapatkan hasil :
1. Sebanyak 3,8% apotek mempunyai ruang khusus untuk
pasien suspek COVID-19.
2. Menyediakan konter pemeriksaan pasien sebelum
memasuki apotek.
3. Melakukan pembersihan secara reguler dan staf
menggunakan alat pelindung diri.
4. Interaksi dengan pasien secara langsung dilakukan dengan
sangat hati-hati (73,9%)
Kesimpulan Pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di apotek selama pandemi
COVID-19 masih bisa berjalan dengan terbatas. Apoteker di
Apotek harus dapat beradaptasi dengan situasi pandemi COVID-
19 sehingga dapat tetap memberikan pelayanan farmasi klinik
yang menjadi tanggung jawabnya kepada pasien. Pelaksanaan
pelayanan farmasi klinik secara tatap muka dapat tetap
dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Tetapi di apotek harus menata ulang layout dari antrian untuk tetap
menjaga jarak antar satu sama lain agar mnecegah terjadinya
penularan.
Kelebihan Jurnal ini menggunakan bahasa yang sederhana sehingga akan
mudah untuk dipahami oleh para pembaca. Metode penelitian
yang dijelaskan secara detail. Terdapat penyajian gambar dan
bentuk tabel yang kemudian dijelaskan lagi sehingga pemahaman
kepada jurnal ini akan lebih berbobot dan mudah.
Kekurangan Belum ada

Tanggal Review 18 September 2022


Tema Pelayanan Farmasi di Puskesmas
Penulis Jurnal Luki Anugrah Ayutyastiningsih
Bulan / Tahun Jurnal Desember 2021
Judul Optimalisasi Pencegahan Kesalahan pemberian Obat pada Pasien
di Pelayanan Farmasi Puskesmas
Nama Jurnal Birokrasi Pancasila: Jurnal Pemerintahan, Pembangunan, dan
Inovasi Daerah
Vol. dan Halaman Vol. 3, No. 2, Hal 38-49
Tujuan Penelitian Penetapan SOP pemberian obat kepada pasien dengan
mengedepankan asas kehati-hatian, peningkatan pemahaman
petugas terkait dengan SOP, pengadaaan sarana dan prasarana
penunjang, dan sosialiasai dilakukan secara massif oleh
Puskesmas dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap
publik.
Landasan Teori Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan salah satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan
yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. UPTD Puskesmas Klagenserut sebagai
salah satu fasilitas kesehatan di wilayah kabupaten Madiun yang
memiliki misi untuk mewujudkan, memelihara dan meningkatkan
upaya kesehatan yang bermutu, merata dan adil. Kejadian
kesalahan pemberian obat kepada pasien memiliki potensi dampak
hukum (Poli, 2018). Pada dasarnya pasien sebagai konsumen
mendapatkan perlindungan hukum khususnya terhadap layanan
Kesehatan yang diterimanya (Zwageri, 2020). Untuk mengurangi
resiko tersebut perlu rasanya untuk diberikan pelatihan dan
pemahaman terkait
dengan SOP sehingga kejadian kesalahan pemberian obat dapat
diminimalisir (Fatimah & Rosa, 2016). Isu keselamatan pasien
melahirkan paradigma baru tentang mutu dan layanan Kesehatan
(Sari, 2020). Salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan di puskesmas adalah dengan cara mengoptimalkan
pelayanan kefarmasian, dengan mengurangi resiko terjadinya
kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien di pelayanan
farmasi. Apoteker merupakan penangung jawab utama segala
aktifitasi kefarmasian di lingkungan farmasi puskkesmas
(Ameliyani, 2017).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Survey Kepuasan Masyarakat
(SKM). Sesuai peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara
dan reformasi birokrasi republik indonesia No.14 tahun 2017
tentang pedoman penyusunan survei kepuasan masyarakat unit
penyelenggara pelayanan publik, bahwa untuk peningkatan
kualitas
pelayanan publik secara berkelanjutan, perlu dilakukan evaluasi
terhadap penyelenggaraan pelayaan publik. Survey dimaksud
mengunakan metode kuisioner berisi 5 unsur: 1. Kesesuaian jenis
layanan, 2. Sistem mekanisme prosedur pelayanan 3. Kompetensi
petugas 4. Perilaku pelaksana 5. Sarana dan prasarana. Kuisioner
yang terisi, diolah secara kuantitatif menggunakan aplikasi excel
lalu dilakukan proses analisa data sesuai standar. Nilai IKM
dihitung menggunakan nilai rata-rata tertimbang tiap unsur
pelayanan.
Hasil Penelitian Umur para responden secara global yang mengikuti survey adalah
dari rentang usia 20 tahun sampai 49 tahun. Untuk Jenis kelamin
responden dari survey pertama dan kedua yang terbanyak adalah
jenis kelamin perempuan. Survey dilakukan dua kali, seluruh
peserta/responden survei adalah pasien yang mendapatkan
pelayanan di farmasi Puskesmas Klagen Serut. Survei Kepuasan
Masyarakat (SKM) terhadap penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian di UPT Puskesmas Klagenserut kategori Sangat Baik
dan terjadi perubahan nilai dari survey pertama dengan nilai IKM
76.67 (Baik) kemudian setelah dilakukan survei kedua setelah
adanya beberapa perbaikan yakni dengan nilai IKM 88.33
(Sangat Baik). Tetapi dengan nilai yang di dapat tersebut
semua unsur harus ditingkatkan lagi, hal ini setidaknya
tercermin dari 5 unsur yang ada ternyata nilai tertinggi pada
unsur prosedur pelayanan dan sarana prasarana dengan nilai 3.7,
oleh karena itu unsur-unsuryang lainnya harus lebih ditingkatkan
lagi
Kesimpulan Salah satu isu yang terjadi di Puskesmas Klagenserut terkait
Pelayanan kefarmasian adalah masih ada beberapa kasus data
pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dan Kejadian
Nyaris Cidera (KNC) khususnya di bagian pelayanan kefarmasian
periode Agustus2020 - Maret 2021, Hal ini dapat diatasi
dengan pencantuman kolom ceklist doublechek dalam lembar
resep sebelum obat diserahkan ke pasien, penempatan obat High
Alert terpisah dariobat lain dan pemberian stiker pada obat High
Alert, Pemasangan microfon dan speaker serta melalui kegiatan
pendukung lainnya yang mulai dilaksanakan pada bulan Juli
2021 oleh peserta melalui 9 rangkaian kegiatan yang telah
dilaksanakan. Berdasarkan hasil survey kepuasan masyarakat
menunjukan perubahan hasil yang signifikan, dari survey
pertama dengan nilai IKM 76.67 dengan kinerja mutu pelayanan
Baik selanjutnya setelah dilakukan upaya pencegahan dalam
optimalisasi kesalahan pencegahan kesalahan pemberian obat pada
survey kedua dengan nilai IKM 88.33 dengan kinerja
mutupelayanan Sangat Baik.
Kelebihan Jurnal ini menggunakan bahasa yang sederhana sehingga akan
mudah untuk dipahami oleh para pembaca. Metode penelitian
yang dijelaskan secara detail. Terdapat penyajian gambar dan
bentuk tabel yang kemudian dijelaskan lagi sehingga pemahaman
kepada jurnal ini akan lebih berbobot dan mudah.
Kekurangan Dalam abstrak masih kurang beberapa aspek penting yang belum
diperjelaskan dan hanya memakai bahasa indonesia. Peneliti
belum mencantumkan saran baik institusi kesehatan,masyrakat,
maupun peneliti selanjutnya.
Penulis Jurnal 1. Rano K. Sinuraya
2. Amalia Oktrina
3. Nurul K. Handayani
4. Dika P. Destiani
5. Irma M. Puspitasari
Bulan / Tahun Jurnal Desember 2019
Judul Pelayanan Farmasi Klinis Meningkatkan Kontrol Gula Darah
Pasien Diabetes Melitus
Nama Jurnal Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Vol. dan Halaman Vol. 8 No. 4, hlm 271–280
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
pelayanan farmasi klinis yang dilakukan oleh apoteker pada pasien
Prolanis DM terhadap outcome klinis berupa kontrol gula darah
puasa pasien.
Landasan Teori Program Pelayanan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan suatu
bentuk pelayanan kesehatan yang terintegrasi melibatkan peserta,
fasilitas kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan. Upaya ini dilakukan untuk memelihara
kesehatan pasien yang memiliki penyakit kronis, sehingga
diharapkan kualitas hidup peserta meningkat dengan biaya
pelayanan kesehatan yang costeffective. Aktivitas dari kegiatan
Prolanis ini meliputi konsultasi medis, pemberian edukasi dan
reminder, home visit, aktivitas klub, serta pemantauan status
kesehatan. Dalam pengelolaan penyakit DM, Prolanis diharapkan
dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien. Apoteker sebagai
medication experts memiliki peran yang sangat penting dalam
keberhasilan penatalaksanaan terapi DM. Sesuai standar pelayanan
kefarmasian di fasilitas kesehatan, peran seorang apoteker sangat
vital dalam membantu mencegah dan mengendalikan komplikasi
yang mungkin timbul. Oleh karena itu, apabila pelayanan
kefarmasian terutama yang berbasis farmasi klinis dijalankan
dengan baik, maka tidak hanya outcome klinis pasien, tetapi juga
efektivitas dan efisiensi biaya dapat tercapai optimal.8 Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pelayanan farmasi klinis
memberikan dampak positif yang cukup signifikan dalam
tatalaksana pengobatan penyakit kronis dan degeneratif seperti
meminimalkan adverse drug reaction (ADR), meningkatkan
kepatuhan, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pengambilan
data secara prospektif. Penelitian ini dilakukan pada 8 (delapan)
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Kota Bandung
pada bulan Desember 2017–Maret 2018. Penelitian ini merupakan
studi komparatif dengan pendekatan casecontrol. Delapan FKTP
tersebut terdiri atas 5 FKTP yang menjalankan pelayanan farmasi
klinis oleh apoteker (kelompok case) dan 3 FKTP yang tidak
menjalankan pelayanan farmasi klinis oleh apoteker (kelompok
control). Peneliti tidak melakukan intervensi apapun, dan
pengamatan dilakukan setiap bulan saat kegiatan pemeriksaan
rutin pada masing-masing FKTP. Data diperoleh dari rekam medis
peserta Prolanis DM yang meliputi data karakteristik dan outome
klinis pasien berupa kadar glukosa darah puasa selama tiga bulan
berturut-turut. Data rekam medis dibagi ke dalam dua kelompok,
yaitu kelompok yang mendapat pelayanan farmasi klinis oleh
apoteker dan yang tidak mendapat pelayanan farmasi klinis dari
apoteker.
Hasil Penelitian Sebanyak 262 data rekam medis diperoleh, yaitu 131 data
merupakan data responden yang menerima pelayanan farmasi
klinis dari apoteker dan 131 data responden yang tidak menerima
pelayanan farmasi klinis oleh apoteker. Pada kelompok case dan
control, jumlah responden terbanyak merupakan perempuan
dengan presentase 82,4% dan 71,8% dan umumnya responden
sudah berada pada usia di atas 60 tahun. Perbedaan kadar glukosa
darah puasa responden selama 3 bulan berturut-turut menunjukkan
hasil yang signifikan.
Kesimpulan pelayanan farmasi klinis yang dilakukan oleh apoteker
berhubungan signifikan (p 0,000) dengan kontrol glukosa darah
puasa pasien diabetes melitus. Pasien yang mendapatkan
pelayanan farmasi klinis oleh apoteker memiliki kemungkinan
(odds) 11,6 kali untuk memiliki gula darah puasa terkontrol
dibandingkan pasien yang tidak menerima pelayanan farmasi
klinis dari apoteker
Kelebihan Dalam penelitian ini penjelasan yang cukup jelas dengan bahasa
yang mudah di fahami, pada metode penelitian cukup jelas data
hasil yang di peroleh, yang di sertai beberapa tabel yang dapat
mempermudah membaca hasil.
Kekurangan -

Penulis Jurnal Gudisa Bereda


Bulan / Tahun Jurnal 30 October 2021
Judul Evaluation of Patients Pharmaceutical Care Needs Unmet and
Associated Factors in Pediatric Ward of Mettu Karl Referral
Hospital, South Western Oromia, Ethiopia: A Prospective
Observational Study, 2021
Nama Jurnal Scimed central
Vol. dan Halaman Ann Pediatr Child Health 9(7): 1254 (2021)
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui evaluasi kebutuhan pelayanan kefarmasian
pasien yang belum terpenuhi dan faktor-faktor yang berhubungan
di bangsal anak Rumah Sakit Rujukan Mettu Karl
Landasan Teori Perawatan kefarmasian adalah praktik di mana praktisi
bertanggung jawab atas kebutuhan pasien terkait obat, dan
bertanggung jawab atas komitmen ini. Terapi obat yang
bertanggung jawab disediakan untuk tujuan mencapai hasil pasien
yang positif. Di pediatri tidak banyak informasi, tetapi
diperkirakan 20 sampai 50% anak-anak menderita beberapa
masalah terkait obat selama tinggal di rumah sakit, meskipun
sebagian besar masalah terkait obat dapat dicegah.

Metode Penelitian Rancangan penelitian observasional prospektif dilaksanakan dari


tanggal 12 Februari 2020 hingga 24 Februari 2021. Data
dikumpulkan dibersihkan, dikodekan dan dianalisis dengan paket
statistik untuk ilmu sosial versi perangkat lunak statistik 23.0.
Berdasarkan analisis univariat, variabel yang signifikan (P 0,25)
dimasukkan dalam analisis multivariat untuk mengontrol perancu
dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara independen
terkait dengan terjadinya masalah terkait obat.
Hasil Penelitian Dari studi 189 peserta studi, 115 (60,8%), adalah laki-laki, dan
usia rata-rata peserta adalah 1,4339 ± 0,864 tahun. Sebanyak
189 pasien anak dilibatkan dalam penelitian ini, 121 (64,01%),
pasien memiliki setidaknya satu masalah terapi obat. Masalah
terkait obat yang paling sering diidentifikasi adalah terapi obat
yang tidak perlu 42 (34,7%), dan perlu terapi obat tambahan 26
(21,5%). Sebagian besar 95 (50%) pasien didiagnosis untuk
satu kasus dan jumlah rata-rata diagnosis per pasien adalah
2,28.
Seftriakson merupakan golongan obat yang paling sering
diresepkan sebanyak 272 (30%) dari total 903 obat yang
diresepkan. Dari 375 diagnosis yang ditemukan selama penelitian
pneumonia berat dan asma bronkial adalah kasus utama yang
menyumbang 118 (31,5%), dan 62 (16,5%), dari total kasus
yang didiagnosis masing-masing. Polifarmasi 5 obat
(AOR=3.834, 95% CI= 0.443-7.57, p=0.034), lama rawat inap
5 hari (AOR=1.48, 95%CI= (0.471-1.644),p=0.018), dan
komorbiditas (AOR = 2.507, 95% CI: 1.270-
4,949,P = 0,008) adalah prediktor independen terjadinya masalah
terapi obat.

Kesimpulan Masalah terapi obat yang tidak perlu banyak terjadi dalam
penelitian ini karena indikasi obat yang tepat dan antibiotik
merupakan golongan obat yang paling banyak ditemui dalam
masalah terapi obat karena diresepkan secara empiris.
Komorbiditas telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama
untuk terjadinya masalah terkait obat.
Kelebihan Dalam penelitian ini penjelasan yang cukup jelas dengan bahasa
yang mudah di fahami, pada metode penelitian cukup jelas data
hasil yang di peroleh, yang di sertai beberapa tabel yang dapat
mempermudah membaca hasil.
Kekurangan -
Lampiran jurnal

Anda mungkin juga menyukai