Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

OLEH :

DIONISIA JUNITA MAUK FAHIK

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

PROFESI NERS

2022
A. Pengkajian

1. Pengertian

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang

yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau

melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi

(hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,

2012). Pasien gangguan jiwa akan mengalami kurangnya perawatan diri

yang terjadi akaibat perubahan proses pikir sehingga aktivitas

perawatan diri menurun.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan

fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang

tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya(Afnuhazi,

2015).

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu.


2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu

melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang

kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan

termasuk perawatan diri.

4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungan.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan

kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah

kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,

cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan

individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri.

Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014),

perawatan diri terdiri dari:

a. Defisit perawatan diri: mandi

Hamabatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

mandi/ beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.


b. Defisit perawatan diri: berpakaian

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.

c. Defisit perawatan diri: makan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas seharian.

d. Defisit perawatan diri: eliminasi

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas eliminasi sendiri.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang

mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene

Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau

aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, meringankan

tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil

potongan pakaian, menaggalkan pakaian, serta memperoleh atau

menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk

mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat


tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,

menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat

yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,

mempersiapkan makanan, menagani perkakas, mengunyah

makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,

mengambil makanan dari wadah lalu memasukannya ke mukut,

melengkapi makanan mencerna makanan menurut cara yang

diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna

cukup makanan dengan aman.

d. BAB/BAK(toiletting)

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam

mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan diri

setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram tiolet kamar kecil.

Keterbatasan diri diatas biasanya diakibatkan karena

stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa

mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau

mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi,

berpakaian, berhias, makan, maupaun BAB/BAK. Bila tidak

dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa

mengalami masalah resiko tinggi isolasi sosial.


5. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri

a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderta seseorang karena tidak

terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik

yang terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran

mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik.

b. Dampak Psikososial

Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi sosial.

6. Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri

Klien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan

perawatan medis, karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih

membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

7. Pohon Masalah

Effect risiko tinggi isolasi sosial

Core problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah


8. Data yang perlu Dikaji

a. Data primer (Subjektif)

1) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin,

atau di RS tidak tersedia alat mandi.

2) Klien mengatakan dirinya malas berdandan.

3) Klien mengatakan ingin disuapin makanan.

4) Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya

setelah BAK/BAB.

b. Data Sekunder (Objektif)

1) Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan

rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau,serta kuku

panajng dan kotor.

2) Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut

acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai

tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan)

3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan

berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan

BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri

dengan baik setelah BAB/BAK.


9. Masalah keperawatan yang mungkin muncul

a. Defisit perawatan diri.

b. Harga diri rendah.

c. Resiko tinggi isolasi sosial.

B. Diagnosa keperawatan

Defisit Perawatan Diri

C. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)

a. Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi

mandi/kebersihan diri, berpakaian/ berhias, makan, serta

BAB/BAK secara mandiri

b. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/kebersihan diri secara

mandiri.

c. Menganjurkan klien memasuakan dalam jadwal kegiatan harian.

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

b. Memberikan latihan cara berpakian/berhias secara mandiri.

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.


4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

b. Memberikan latihan cara makan sendiri.

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

5. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

b. Memberikan latihan cara BAB/BAK secara mandiri

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti

mandi/membersihkan diri, berpakaian, berhias, makan, dan BAB/BAK.

Tindakan keperawatan untuk klien.

a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang meliputi

mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias makan, BAB/BAK

secara mandiri.

b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/membersihkan diri,

berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK secara mandiri

c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami

masih kurang perawatan diri.


D. Pelaksanaan

Tabel 2.1

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

No. Klien Keluarga

SP1 SP1

1. Menjelaskan pentingnya Mendiskusikan masalah yang

kebersihan diri dirasakan keluarga dalam

merawat klien.

2. Menjelaskan cara menjaga Menjelaskan pengertian, tanda

kebersihan diri. dan gejala defisit perawatan

3. diri, dan jenis defisit

Membantu klien perawatan diri yang dialami

4. mempraktikkan cara menjaga klien beserta proses terjadinya.

kebersihan diri.

Menganjurkan klien Menjelaskan cara-cara

memasukkan dalam jadwal merawat klien defisit

kegiatan harian. perawatan diri.

SP2 SP2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktikan cara

harian klien. merawat merawat klien dengan defisit

2. Menjelaskan cara makan yang baik. perawatan diri.

Melatih keluarga mempraktikan cara

Membantu klien mempraktikan merawat langsung kepada klien defisit


3. cara makan yang baik. perawatan diri.

Menganjurkan klien memasukan

4. dalam jadwal kegiatan harian.

SP3 SP3

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal

harian klien. aktivitas di rumah termasuk jadwal

minum obat (discharge planning).

2. Menjelaskan cara eliminasi yang Menjelaskan follow up pasien setelah

baik. pulang.

3. Membantu klien mempraktikan

cara eliminasi yang baik.

4. Menganjurkan klien memasukan

dalam jadwal kegiatan klien.

SP4

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian klien.

2. Menjelaskan cara berdandan.

3. Membantu klien mempraktikan

cara berdandan.

4. Menganjurkan klien memasukan

dalam jadwal kegiatan harian.


E. Evaluasi

1. Klien mampu melakukan mandi/membersihkan diri.

2. Klien mampu makan dengan benar dan secara mandiri.

3. Klien mampu berpakaian/berhias dengan baik dan benar secara mandiri.

4. Klien mampu memasukan jadwal kegiatan harian secara teratur.

F. Komunikasi terapeutik

1. Pengertian

Komunikasi terapuetik adalah komunikasi yang direncanakan

secara sadar, mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk

kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan

interpersonal (antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan

kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan pengertian

antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien.Kegunaan komunikasi

terapuetik adalah mendorong dan menganjurkan kerjasama melalui

hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien. Kualitas

hubungan ini akan memberikan dampak terapeutik yang mempercepat

proses kesembuhan pasien. Komunikasi interpersonal terapetutik

memiliki untuk menciptakan interaksi efektif, bermakna, dan

memuaskan (Kusumawati dan Hartono, 2007).


1. Jenis komunikasi terapeutik

a. Komunikasi verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan

keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara

verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi

verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat

atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,

membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek,

observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang

tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan

komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap

individu untuk berespon secara langsung.

b. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat

menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-

lain.

c. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa

menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal merupakan cara

yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang

lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang

disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi


asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti

terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan

menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

2. Proses Komunikasi

a. Sumber komunikasi

Yaitu pengiriman pesan atau komunikator yaitu yang

menyampaikan pesan, dalam hal ini adalah perawat. Dimana harus

mempunyai syarat-syarat sebagai berikut ini.

1) Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin di sampaikan.

2) Mengode ide/pikiran dalam bentuk lambang verbal atau non

verbal.

3) Menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi dan

menggunakan metode tertentu.

4) Menunggu umpan balik dari komunikasi untuk mengetahui

keberhasilan komunikasi.

b. Pesan

Yaitu dimana pesan yang disampaikan harus tepat, dapat

dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Pesan harus memenuhi

syarat sebagai berikut.

1) Pesan harus direncanakan

2) Pesan menggunakan bahasa yang dimengerti kedua belah

pihak.
3) Pesan harus menarik dan sesuai kebutuhan penerima.

4) Pesan harus berisi hal-hal yang mudah dipahami

5) Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.

c. Saluran (channel)

Saluran komunikasi berbentuk panca indra manusia maupun alat

teknologi yang dibuat manusia. Saluran komunikasi yang

berbentuk panca indra dapat dibagi menjadi: visual, auditory

channel, dan kinesthetic channel.

d. Penerimaan pesan/komunikasi (receiver)

Adalah orang yang menerima pesan dari sender atau pendengar,

yang harus mendengarkan, mengobservasi, dan memperhatikan.

Dimana proses menerima pesan dipengaruhi oleh faktor fisiologis

antara lain proses mendengar, kesempurnaan dan kesehatan organ

tubuh/pancaindra manusia, maupun otak sehingga mampu

menerima stimulus secara sempurna. Faktor psikologis merupakan

keadaan mental yang dapat dilihat dari perilaku manusia.

Komponen ini bisa mendukung atau merintangi proses penerimaan

dan faktor kognitif menerima pesan menginterpretasikan- memberi

umpan balik (feedback) pada sender.


e. Umpan balik

Adalah memberikan kepada komunikator informasi tentang

persepsi komunikan. Karakteristik umpan balik yang efektif adalah

sebagai berikut :

1) Harus spesifik jangan terlalu luas pengertiannya.

2) Dikatakan secara deskriptif.

3) Suportif, tidak mengancam.

4) Diberikan pada waktu yang tepat (segera setelah perilaku atau

pesan).

5) Jelas dan tidak bermakna ganda.

6) Langsung dan sopan.

3. Teknik Komunikasi

Tekinik komunikasi memampukan seorang perawat membangun

hubungan saling percaya dengan klien. Tujuan utama dalam menggunakan

ketrampilan ini adalah untuk menciptakan persekutuan perawat – klien dan

untuk mengidentifikasi serta mengeksplorasi cara-cara membentuk

hubungan yang sehat (Copel, 2007).

4. Syarat-syarat Komunikasi.

a. Menggunakan bahasa yang baik agar dapat memberikan arti

dengan jelas.

b. Lengkap agar pesan yang disampaikan dipahami komunikan secara

menyeluruh.
c. Atur arus informasi sehingga antar pengirim, pesan, dan umpan

balik seimbang.

d. Dengarkan secara aktif.

e. Tahan emosi.

f. Perhatikan syarat non verbal.

g. Ada kontak mata.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

a. Latar belakang budaya.

Dimana interpretasi suatu pesan akan terbentuk dan pola pikir

seseorang melalui kebiasannya sehingga semakin sama latar

belakang budaya antara komunikator dengan komunikan, maka

akan membuat komunikasi efektif.

b. Ikatan dengan kelompok atau group.

Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat

mempengaruhi cara mengamati pesan.

c. Harapan.

Merupakan hal yang dapat mempengaruhi penerimaan pesan

sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.

d. Pendidikan.

Dimana semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut

pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.

e. Situasi.

Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi.


6. Hambatan komunikasi

a. Faktor yang bersifat teknis.

Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup

unsur-unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan

pesan, menyandi, lambang-lambang, kejelian dalam memilih

media, dan metode penyampaian pesan.

b. Faktor yang bersifat perilaku.

Prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter,

ketidakmauan berubah walaupun salah, sifat yang egosentris.

c. Faktor yang bersifat situasional.

Yaitu kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan.

7. Proses Hubungan Terapeutik Perawat dan Pasien.

a. Fase prainteraksi.

Pada fase ini perawat harus mengekspresikan diri terhadap

perasaan-perasaan ansietas, ketakutan, keraguan, ketidakpastian,

dan ketidaknyamanan. Eksplorasi ini dapat difasilitasi dengan

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1) Apakah saya memberi “label” kepada klien?

2) Apakah saya mempunyai kebutuhan untuk merasa hebat

dengan menjadi pemarah atau melukai saat klien bersikap

kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif?


3) Apakah saya takut terhadap tanggungjawab yang harus saya

tanggung dari hubungan dan mengakibatkan keterbatasan

fungsi kemandirian saya?

4) Apakah saya merasa butuh untuk merasa penting dan

menginginkan klien tergantung pada saya?

b. Fase perkenalan/orientasi.

Pada fase inilah perawat dan klien melakukan interaksi.

c. Fase kerja.

Pada fase ini kerjasama perawat-klien paling banyak dilakukan.

Perawat dan klien mengeksplorasi stresor yang berhubungan,

mendukung berkembangnya daya tilik diri klien dengan cara

menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat

membantu pasien mengatasi ansietas, meningkatkan kemandirian

dan tanggungjawab, serta mengembangkan mekanisme koping

yang konstruktif. Perubahan perilaku yang aktual merupakan fokus

dari fase kerja.

d. Fase terminasi.

Terminasi merupakan salah satu fase yang paling sulit namun

paling penting dalam hubungan perawat-klien. Pada fase ini,

perawat dan klien mengekspresikan perasaan, serta mengevaluasi

perkembangan yang dicapai klien, yang kemudian disesuaikan

dengan pencapaian tujuan pada rencan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai