WAWANCARA PSIKIATRI
(NEUROTIK)
Dr. Mega Nilam Sari, M. Biomed, SpKJ
FK Ciputra Surabaya
19 Oktober 2021
Pendahuluan
2. Inti wawancara
- Mulai dengan keluhan utama
- Probing (mengajukan pertanyaan)
- Mendengarkan aktif sambal observasi komunikasi non verbal
- Responding (empati)
Teknik Wawancara
1. Mendapatkan Rapport
1) menempatkan pasien dan pewawancara dalam ketenangan;
2) menemukan keluhan dan mengekspresikan rasa empati;
3) menilai tilikan pasien dan menjadi mitra;
4) menunjukkan keahlian;
5) menegakkan wibawa sebagai dokter dan ahli terapi;
6) menyeimbangkan peran sebagai pendengar yang simpatik, seorang
ahli, dan orang yang berwenang.
2. Memulai Wawancara
➢ Dokter harus mengetahui nama pasiennya dan pasien mengetahui nama
dokternya.
➢ Pasien mempunyai hak untuk mengetahui posisinya dan status profesional
orang yang terlibat dalam perawatannya.
➢ Setelah memperkenalkan diri dan melakukan pemeriksaan awal lainnya,
ucapan awal yang bisa dipergunakan antara lain :
■ “Apa yang bisa saya bantu?”
■ “Dapatkah anda menceritakan mengenai masalah yang anda hadapi”
3. Wawancara
■ Wawancara yang ideal dimulai dengan pertanyaan terbuka yang luas,
dilanjutkan dengan pertanyaan yang lebih spesifik, dan ditutup dengan
pertanyaan langsung yang spesifik.
■ Lakukan teknik-teknik : refleksi, fasilitasi, keheningan, konfrontasi, klarifikasi,
interpretasi, penjelasan, transisi, pengungkapan diri, dorongan yang positif,
reassurance/penentraman hati, nasihat.
4. Mengakhiri Wawancara
■ Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
■ Mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan
■ Menjelaskan peresepan obat yang diberikan
■ Membuat perjanjian lain atau memberi rujukan
Autoanamnesis
I. Identitas Pasien
II. Keluhan Utama
III. Riwayat Penyakit Sekarang
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
V. Riwayat Pribadi
VI. Riwayat Keluarga
VII. Situasi Lingkungan
Identitas Pasien
(Inspeksi-pengamatan nonverbal)
■ Pasien tampak duduk di depan pemeriksa, penampilan cukup rapi, cukup
bersih. Tampak beberapa kali melihat sekeliling dan posisi duduk agak
maju atau tidak bersandar pada kursinya. Pasien tampak sering
menggerakkan kakinya dan mengupas kuku-kuku jari tangannya. Pasien
bisa menjawab dengan baik semua pertanyaan pemeriksa dan terkesan
menjelaskan dengan panjang lebar.
Membuka wawancara
■D : Selamat sore. Perkenalkan saya dr. Mega. Dengan siapa saya berbicara?
■P : Selamat sore dok. Saya Ani.
■D : Saya panggil mbak Ani atau Bu Ani ya?
■P : Ani saja dok
■D : Baik Ani. Saya lengkapi dulu data-datanya ya. Tidak usah khawatir, data dan
hasil pemeriksaan kita nanti terjamin kerahasiaannya. Tujuan wawancara saat
ini untuk mengetahui bagaimana kondisi Ani, sehingga saya bisa lebih tepat
nanti dalam memberikan saran untuk selanjutnya. Bersedia memberikan
informasi yang sebenarnya ke depan ya?
■P : Baik dok
Identitas Pasien
• Nama : Ani
• Usia : 25 tahun
• Alamat : Surabaya
• Suku : Jawa (WNI)
• Agama : Islam
• Pendidikan : S1 Ekonomi
• Pekerjaan : Tidak bekerja (PHK 5 bulan yll)
• Marital status : Belum Menikah
• Status keluarga : Anak kedua dari 3 bersaudara
Inti Wawancara
■D : Ada yang bisa saya bantu Ani? (keluhan utama = 5W1H)
■P : Ya dok. Saya sering tiba-tiba merasa sesak, seperti tercekik. Mudah terbangun
tengah Malam. Tiba-tiba keringat dingin dan jantung saya berdebar-debar seperti mau
copot rasanya. Saya beberapa kali ke UGD dok, namun setelah diperiksa oleh dokter di
sana, dinyatakan semua baik. Saya juga sudah direkam jantung dan hasilnya juga baik.
Kata dokter di UGD saya mengalami kecemasan dok, faktor pikiran saja, padahal saya
tidak merasa kepikiran sesuatu. Saya kemudian diarahkan berobat ke poli Jiwa. Saya ini
kenapa ya dok? (Who)
■D : Ya Ani. Sejak kapan mengalami ini? (When)
■P : Sejak sekitar 2 bulan yang lalu dok. Saya sampai stress dan takut jika hari
menjelang malam. Takut tiba-tiba terbangun kembali, merasa sesak dan berdebar
seperti sebelumnya. Akhirnya saya hanya tidur sekitar 2-3 jam saja semalaman. (How)
■D : Baik. Ada masalah apa 2 bulan yang lalu Ani? Apakah memang ada sesuatu terjadi
yang mungkin jadi bahan pikiran seperti yang disampaikan oleh dokter yang di UGD?
(Why)
■P : Tidak ada masalah apapun menurut saya. Memang saya saat ini sedang dalam
upaya mencari kerja lagi dok, tapi menurut saya hal tersebut tidak sampai membuat
saya kepikiran. Saya masih ada sisa uang tabungan dari pekerjaan saya yang dulu. Jika
ditanya apa yang jadi bahan pikiran saya saat ini ya kesehatan saya ini dok yang jadi
bahan pikiran saya.
■D : Di mana biasanya Ani mengalami hal tersebut, pada saat sedang apa atau bersama
siapa saat itu? (Where)
■P : Tidak mesti sih dok, namun seringnya saat saya sedang di rumah, sendirian atau
yang lain sudah pada tidur dan menjelang malam hari. Tapi saat itu saya biasanya tidak
sedang melakukan apapun.
■D : Baik. Saat ini Ani di rumah tinggal dengan siapa?
■P : Dengan orangtua dan adik dok.
■D : Bagaimana hubungan Ani dengan ayah dan ibunya?
■P : Hubungan dengan orangtua InsyaAllah baik dok, hanya saja memang mereka
sepertinya “sumpek” lihat saya banyak di rumah. Terutama ibu saya dok. Saya
diharapkan bisa segera dapat pekerjaan lagi. Jadi ibu sering mengomel terutama jika
melihat saya bangun kesiangan. Ibu sering memarahi saya begitu tahu tahu saya baru
tidur di jam 2-3 pagi dok. Ibu tidak mau tahu alasan mengapa saya sampai tidur
demikian larut.
■P : Saya tidak tahu dok. Sepertinya pikiran saya terus jalan dan tidak mau
diistirahatkan. Banyak sekali yang ada di pikiran ini. Tapi sepertinya itu hal-hal yang biasa
sih dok. Namun saya juga khawatir kalau saya mau tidur nanti akan muncul lagi keluhan
tiba-tiba sesak seperti yang saya ceritakan di awal dok.
■D : Baik. Saat itu Ibu bilang bagaimana saat mengomeli Ani? “sumpek”nya ibu yang seperti apa?
■P : Ibu mengatakan saya sakit karena ulah saya sendiri. Saya tidak bisa tidur karena salah saya sendiri.
Bahkan mengungkit-ungkit kenapa saya bisa di PHK 5 bulan yang lalu. Ibu selalu membandingkan saya
dengan kakak yang sudah sukses, bahkan setelah menikahpun karir kakak terus bagus dok. Bahkan
dengan adik sayapun, dia dianggap lebih baik dari saya dan saya perlu mencontoh adik. Hal ini kadang
membuat saya kesal.
■D : Kira-kira mengapa sampai ibu mengatakan demikian Ani?
■P : Mungkin karena sampai merepotkan keluarga karena harus mengantar saya beberapa kali ke UGD.
Dalam seminggu ini, sudah 3 kali saya ke UGD tengah malam dok. Terakhir tadi malam. Saya merasa
tidak ada yang bisa mengerti saya. Sayapun tidak menginginkan mengalami ini. Bahkan ibu saya tidak
mendukung saya berobat ke sini dok. Saya malah dibilang pintar membuang uang, yang bisa
menyembuhkan diri saya adalah saya sendiri. Ya kalau saya bisa menyembuhkan diri saya sendiri, saya
tidak akan ke sini dok, dan saya tidak berpura-pura denga apa yang saya rasakan (pasien menunduk).
■D : Baik. Saya memahami kira-kira seperti apa situasinya. Pasti sangat tidak nyaman bagi Ani. Kalau
sikap ayah bagaimana? (Empati)
■P : Ayah biasa saja dok. Tidak banyak bicara. Ibu yang cenderung dominan di rumah. Kadang saya
kasihan dengan ayah. Sepertinya ayah juga tertekan karena ibu sering marah-marah ke ayah.
■D : Baik. Kalau hubungan dengan adik bagaimana?
■P : Biasa saja dok. Kita tidak terlalu dekat. Dia termasuk orang yang mandiri sih dok. Saya
tidak pernah mencampuri urusannya, dan dia juga jarang komunikasi dengan saya walau
kamar kita bersebelahan. Dia juga sibuk dengan pacarnya. Saya terus terang kurang suka
dengan pacarnya dok. Kurang tahu sopan santun.
■D : Ani sendiri sudah punya pacar? Atau dulu pernah pacaran?
■P : Saat ini tidak punya pacar dok. Dulu pernah pacaran. Kita putus sekitar hari-hari sebelum
saya diPHK. Karena dia satu tempat kerja dengan saya dok. Hal ini yang akhirnya membuat ibu
menyalahkan saya. Ibu sudah melarang saya berpacaran dengannya, namun tidak saya
hiraukan. Kita tetap jalan bersama. Memang kita beda keyakinan dok, dan mantan pacar saya
itu sebenarnya supervisor saya.
■D : Baik. Sudah berapa lama bersama dia Ani? Dan sudah sampai seberapa dekat hubungan
kalian?
■P :Sudah kenal sekitar 2 tahun dok, tapi baru benar-benar jadian sekitar 6 bulan sebelum
kita putus. Ya dok kita sudah cukup dekat bahkan pernah berhubungan intim.
■D : Ada rasa kekecewaan yang berat saat putus?
■P : iya sih dok. Terutama diawal-awal putus. Apalagi saya sudah menyerahkan
keperawanan saya padanya. Kita sempat mencoba jadian lagi, namun sikon tidak
mendukung. Sempat saya kepikiran akankah masih ada yang mau menerima saya karena
saya sudah tidak perawan. Saya merasa bersalah pada diri saya sendiri, kenapa sampai
mau melakukan hal itu padahal kami belum menikah. Tapi hal itu sudah berlalu, saya
berusaha untuk melupakannya dan move on.
■D : Baik. Waktu itu apa penyebabnya sampai putus? Dan apakah memang sampai
berdampak pada pekerjaan Ani?
■P : Dia lebih memilih mendengarkan orangtuanya dok. Berdampak langsung
sebenarnya tidak. Perusahaan memang agak goyang sejak awal pandemi ini. Akhirnya
ada beberapa karyawan yang diPHK. Awalnya WFH dok, lalu akhirnya benar-benar
dirumahkan dan diPHK. Selain itu tidak ada yang tahu kalau saya dan supervisor saya
berpacaran, jadi menurut saya itu bukan masalah, namun beda dengan pemikiran ibu
saya. Ibu saya beranggapan kalau saya diPHK karena saya ketahuan berpacaran dengan
supervisor saya.
■D : Baik. Selain dari yang sudah disampaikan tadi, apa ada hal lain yang dirasakan? Bagaimana
nafsu makannya?
■P : Ada dok. Saya jadi mudah lupa. Ibu sering mengatakan saya lemot, kalau diajak bicara sering
lupa dok. Kurang konsentrasi atau bisa fokus mengerjakan sesuatu. Setiap saya sedang membaca
artikel, lowongan kerja dsb, sering tidak tuntas karena sebentar saja saya lupa dan mudah lelah,
akhirnya berhenti membaca. Untuk nafsu makan biasa saja. Saya memang tidak banyak makannya,
tapi akhir-akhir ini lebih berkurang sih memang porsi makannya. Saya sering browsing kalau banyak
makanan yang bisa menimbulkan jantung berdebar-debar. Saya jadi takut makan sembarangan.
■P : Sebenarnya sudah lebih lama dok, sejak awal-awal diPHK, namun memberat 2 bulan ini saat
sering muncul sesak dan berdebar-debar. Namun saya memang dari dulu itu pencemas. Orang-
orang di sekitar saya sering tidak bisa mengimbangi ritme kerja saya. Mereka rasanya terlalu santai.
Saya orangnya suka mengerjakan sesuatu dengan cepat dok. Semakin menunda pekerjaan, semakin
tidak tenang saya. Kepala saya sering pusing dan perut saya mual jika saya sedang stress. Bahkan
sering kesemutan saya dok. Saya sering mengimbangi rasa stress saya dengan jalan-jalan atau
mendengarkan musik.
■D : Apakah kondisinys membaik setelah jalan-jalan dan mendengarkan musik?
■P : Itu dia dok. Selama pandemi ini saya jadi tidak bisa kemana-mana. Jadi saya tidak bisa
mengalihkan stress saya. Bahkan tambah stress tidak bisa keluar rumah, diPHK, ibu ngomel
terus. Saya ini sakit apa ya dok? Saya kepikiran tentang kondisi kesehatan saya. Masa karena
stress pikiran bisa sampai menimbulkan hal-hal yang seperti saya rasakan ini dok? “sumpek”
saya dok.
■D : Baik. Jika memang secara fisik sudah diperiksa dan dinyatakan baik hasilnya, berarti
kemungkinan memang berkaitan dengan faktor psikis Ani. Betul dari pikiran bisa menimbulkan
keluhan seperti yang dirasakan Ani. Pikiran “sumpek” tadi apa sampai ada pikiran putus asa?
■P : Sering dok. Saya beberapa kali bahkan rasanya ingin mati saja karena tidak ada yang
mengerti apa yang saya rasakan. Kenapa kondisi saya seperti ini. Malah banyak yang
menghakimi dan mengatai saya. Saya capek dok. Tapi saya takut mati.
■D : Baik. Pernah sampai ada terngiang di telinga suara yang menghakimi atau menjelek-
jelekkan Ani?
■P : Terngiang lebih di pikiran dok. Saya sering teringat omongan mereka.
■D : Omongan siapa Ani? Bagaimana omongannya?
■P : Ibu saya, kakak saya, teman2 saya dan masih banyak lagi. Mengatakan kalau saya tidak
mampu melakukan ini dan itu. Padahal saya sudah benar-benar melakukan semua tugas saya,
sudah saya selesaikan sebelum deadline. Semua salah saya hingga saya benar-benar diPHK
semua itu karena saya yang tidak kompeten. Setiap kali teringat perkataan-perkataan itu,
muncul keringat dingin, pusing, berdebar-debar dan akhirnya lemas dok. Saya jadi makin tidak
bisa berbuat banyak.
■D : Baik. Apakah dalam keluarga ada yang mengalami seperti Ani ini? Atau mungkin ada
yang mengalami gangguan kejiwaan lainnya, misalnya mengurung diri, marah-marah tanpa
sebab, dsb.
■P : Apa nanti saya akan ketergantungan obat dok? Bagaimana dengan efek sampingnya?
■D : Selama masih dalam pengawasan dokter, relatif aman. Bedakan antara ketergantungan dan
kebutuhan ya. Kalau memang perlu obat dan tidak dapat obat malah kasihan nanti, terganggu
aktifitasnya sepanjang hari.
■P : Baik dok. Apalagi yang harus saya lakukan untuk mengatasi kecemasan saya yang tiba-
tiba muncul dok? Apa saya perlu ke UGD lagi? Apakah saya bisa sembuh dok?
■D : Baik. Jika muncul gejala seperti yang dialami tadi, lakukan teknik relaksasi pernafasan
dan sugesti dirilah dengan hal-hal yang positif. Berusaha mengoptimalkan pikiran positif agar
hatinya juga ikut tenang. Jangan khawatir karena banyak yang mengalami seperti Ani ini. Pasti
akan membaik kondisinya, bisa sembuh asalkan diterapi dengan tepat atau adekuat.
(Reassurance)
■P : Baik dok terimakasih.
■D : Baik, dari semua yang saya sampaikan tadi apa sudah cukup jelas atau masih ada yang
hendak ditanyakan atau disampaikan?
■P : Cukup jelas dok. Terimakasih.
■D : Sama-sama Ani. Semoga lekas membaik keadaannya. Saya tunggu kontrol kembali 2
minggu lagi. Selamat siang.