Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus; sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk mendapat ilmu atau teori yang lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berpikir ilmiah adalah : 1. Sarana berpikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. 2. Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika, dan statistika.. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif. Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Salah satu langkah kearah penguasaan adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. 1. BAHASA Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia), diterakan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.
Bahasa memiliki tujuh ciri sebagai berikut :
Sistematis, yang berarti bahasa mempunyai pola atau aturan. Arbitrer (manasuka). Artinya, kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya. Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi. Bahasa itu simbol. Kata sebagai simbol mengacu pada objeknya. Bahasa, selain mengacu pada suatu objek, juga mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, bahasa dapat dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri. Manusiawi, yakni bahasa hanya dimiliki oleh manusia. Bahasa itu komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa adalah menjadi alat komunikasi dan interaksi. 1.1. CIRI-CIRI BAHASA ILMIAH Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif, dan antiseptik. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atauØ pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman. Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasiØ yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya. Menurut Kemeny, antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektifØ dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif. Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya. Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen menambahkan ciri intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna- makna yang sama bagi para pemakainya. 1.2. KELEMAHAN BAHASA Bahasa sangat vital bagi manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah). Bahasa memperjelas cara berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa yang baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis. Kelemahan bahasa dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu : Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya. Kata-kata mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan eksak. Bahasa sering kali bersifat sirkular (berputar-putar). Bahasa menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih maju ketimbang makhluk-makhluk lainnya. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang sangat bermanfaat bagi aktivitas-aktivitas ilmiah. Di sisi lain, bahasa tidak alpa dari kelemahan-kelemahannya yang merintangi pencapaian tujuan dari aktivitas-aktivitas ilmiah. Kelemahan-kelemahan bahasa ini barangkali akan ditutupi oleh kelebihan-kelebihan dari dua sarana berpikir ilmiah lainnya, yaitu matematika dan statistika.
A. Logika dan Statistika
Perkataan logika berasal dari kata “logos” bahasa Yunani yang berarti kata atau pikiran yang benar. Kalau ditinjau dari segi logat saja, maka ilmu logika itu berarti ilmu berkata benar atau ilmu berpikir benar. Dalam bahasa Arab dinamakan ilmu manthiq yang berarti ilmu bertutur benar10. Dalam Kamus Filsafat, logika – Inggris – logic, Latin: logica, Yunani: logike atau logikos [apa yang termasuk ucapan yang dapat dimengerti atau akal budi yang berfungsi baik, teratur, sistematis, dapat dimengerti]11. Dalam arti luas logika adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang salah12. Logika sebagai cabang filsafat – adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang- kadang logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.
B. Statistika dan Berpikir Ilmiah
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual. Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”. Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif. Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat emperis. Statistika merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana cara merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, lalu menginterpretasikan, dan akhirnya menyajikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang bersangkutan dengan suatu data. Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel dalam suatu populasi. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Statistika memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Pengamatan secara sepintas lalu sering memberikan kesan kepada kita terdapatnya suatu hubungan kausalita antara beberapa faktor, di mana kalau kita teliti lebih lanjut ternyata hanya bersifat kebetulan. Jadi dalam hal ini statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan. Maka, statistika merupakan bagian daripada sarana berfikir yang diperlukan dalam memproses sebuah pengetahuan dengan secara ilmiah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga yaitu; (1) Bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah; (2)Logika sebagai sarana berfikir ilmiah, logika menjadi sebuah sarana atau cara berfikir untuk menuju sebuah kesimpulan yang benar baik berlogika secara deduksi maupun induksi; (3) Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah, berperan penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya; dan (4) Statistika sebagai sarana befikir ilmiah, berperan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsepkonsep yang berlaku umum C. Kesimpulan Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika induktif dan logika deduktif. [3] Penggunaan statistika dalam proses berpikir ilmiah, sebagai suatu metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika induktif. Karena statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir induktif, bertitik tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah
Intelijen: Pengantar psikologi kecerdasan: apa itu kecerdasan, bagaimana cara kerjanya, bagaimana kecerdasan berkembang, dan bagaimana kecerdasan dapat memengaruhi kehidupan kita