Anda di halaman 1dari 43

HUMAIDY NUR SAIDY

F051171507

FILSAFAT DAN ILMU PASTI

============ PEMBAHASAN ============

Filsafat Ilmu & Logika (pada ilmu pasti)

Matematika

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan

yang ingin kita sampaikan. Matematika memiliki sifat kuantitatif yang bisa meningkatkan

daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika pada garis besarnya merupakan

pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.

Aliran dalam filsafat matematika : logistik intuisionis, formalis.

Matemtika berfungsi :

1) Matematika sebagai bahasa: melambangkan serangkaian mkna dari pernyataan yang ingin

kita sampaikan.

2) Lambang bersifat arti fisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan

kepadanya.

3) Matematika menutupi kekurangan bahasa verbal ( hanya satu arti = x).

Sifat Kuantitatif Dari Matematika


Kelebihan lain dari Matematikamengembangkan bahasa numeric yang

memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran kuantitatif. Matematika: Sarana Berpikir

Deduktif, yaitu Proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada premispremis yang

kebenarannya sudah ditentukan.

Statistika

Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesmpulan yang bersifat umum

dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang besangkutan. Statistika

merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif

berdasarka peluang.

Matematika Merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari

pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis,mempunyai

arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai

sarana berpikir deduktif Statistika dan Cara Berpikir Induktif, Ilmu secara sederhana dapat

didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah

adalah bersifat faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik mempergunakan

pancaindera, mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera. Pengujian secara

empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari

pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta

yang relevan dengan hipotesis yang diajukan.

Jika Hipotesis didukung oleh fakta-fakta empiris maka hipotesis diterima atau

disahkan kebenarannya. Dan jika hipotesis bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu

ditolak. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari

kasus-kasus yang bersifat individual, dan menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif.

Penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan
yang bersifat umum dengan mempergunakan deduksi. Logika deduktif berpaling kepada

matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, logika induktif berpaling kepada

statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif

secara lebih seksama.

Penalaran deduktif, kesimpulan yang ditarik adalah benar, premis-premis yang

dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Penalaran

induktif, premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah,

kesimpulan itu belum tentu benar.Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan

kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak.

Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah

permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu

kesimpulan yang bersifat umum. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan

yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang

bersangkutan.

Kesimpulan dari statistika ditarik berdasarkan contoh (sample) dari populasi yang

bersangkutan, tidak selalu akan seteliti kesimpulan yang ditarik berdasarkan sensus

(mengamati keseluruhan populasi). Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat

ketelitian dari kesimpulan yang ditarik, yang pokoknya didasarkan pada azas yang sangat

sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian

kesimpulan.

Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat

ketelitiannya. Statistika juga memberikan kemampuan untuk mengetahui suatu hubungan

kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait

suatu hubungan yang bersifat empiris.


Statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan dalam menarik kesimpulan

dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan. Statistika memberikan

sifat yang pragmatis kepada penelaahan keilmuan; bahwa suatu kebenaran absolut tidak

mungkin dapat dicapai, bahwa suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat

diperoleh. Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan

kegiatan ilmiah secara ekonomis, tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat dilakukan.

Hanya logika deduktif yang berkaitan dengan matematika sedangkan logika induktif

justru berkaitan dengan statistika. Penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya

mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan. Pendidikan

statistika, menurut Ferguson, pada hakikatnya adalah pendidikan dalam metodeilmiah.

Matematika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan

A. Matematika Sebagai Bahasa

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian

pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial

yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka

matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.

Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang

terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini kita katakan

bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan

emosional dari bahasa verbal. Contoh: menghitung kecepatan jalan kaki seorang anak kita

lambangkan X, jarak tempuh seorang anak kita lambangkan Y, waktu berjalan kaki

seorang anak kita lambangkan Z, maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut sebagai

Z=Y/X. Pernyataan Z=X/Y kiranya jelas tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya

mengemukakan informasi mengenai hubungan antara X, Y dan Z. Dalam hal ini pernyataan
matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan

konotasi yang tidak bersifat emosional.

B. Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif

Matematika merupakan ilmu deduktif. Karena penyelesaian masalah-masalah yang

dihadapi tidak didasari atas pengalaman, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi

(penjabaran-penjabaran). Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan-

pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik

dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan

yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Contoh: jika

diketahui A termasuk dalam lingkungan B, sedangkan B tidak ada hubungan dengan C, maka

A tidak ada hubungan dengan C.

C. Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial

Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping

pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses

dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan kontribusi

yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai

dengan penggunaan lambang-lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran,

disamping hal lain seperti bahasa, metode dan lainnya.

Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari

masalah yang dihadapinya tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan

pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan.

Statistika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan

i. Pengertian statistik
Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan

oleh negara dan berguna bagi negara.

Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai

persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris), yang dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai kumpulan

bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun data yang tidak

berwujud angka (data kuantitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar

bagi suatu negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi

pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.

Ditinjau dari segi terminologi, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai macam

pengertian;

1. Istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik, yaitu kumpulan bahan

keterangan berupa angka atau bilangan.

2. Sebagai kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan.

3. Kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu

ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun, atau mengatur, menyajikan,

menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang

berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.

4. Istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi pengertian sebagai ilmu statistik, ilmu

statistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah

tahap-tahap yang adadalam kegiatan statistik atau ilmu pengetahuan yang membahas

(mempelajari) dan memperkembangkan prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu

ditempuh dalam rangka;

a. Pengumpulan data angka


b. Penyusunan atau pengaturan data angka

c. Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka

d. Penganalisisan terhadap data angka

e. Penarikan kesimpulan (conclusion)

f. Pembuatan perkiraan (estimation)

g. Penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas dasar

pengumpulan data angka tersebut.

Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi,

angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan

klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.

ii. Tujuan Pengumpulan Data Statistik

Tujuan ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu;

a. Tujuan kegiatan praktis

Dalam kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah

diketahui, paling tidak secara prinsip, dimana konsekuensi dalam memilih salah satu dari

alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.

b. Tujuan kegiatan keilmuan

Kegiatan statistika dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu

keputusan yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui. Dengan demikian konsekuensi

dalam melakukan kesalahan dapat diketahui secara lebih pasti dalam kegiatan praktis

dibandingkan dengan kegiatan keilmuan.

iii. Statistika dan Cara Berpikir Induktif

Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji

kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah sesuai faktual, dimana konsekuensinya dapat
diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan alat-alat yang

membantu pancaindera tersebut. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan

penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.

Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran deduktif adalah benar jika premis-

premis yang dipergunakan adalah benar danprosedur penarikan kesimpulannya adalah sah.

Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur

penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar. Tapi

kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.

Statistik merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses

pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, statistik membantu

kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara

lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.

iv. Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan

Langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat

dirinci sebagai berikut;

a. Observasi

Statistik dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam

observasi.

b. Hipotesis

Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam

sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam mengklasifikasikan

hasil observasi.

c. Ramalan

Dari hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat

deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.
d. Pengujian kebenaran

Untuk menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah

siklus.

Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam

suatu populasi tertentu. Statistika memberikan cara untuk dapat menaruk kesimpulan yang

bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan.

Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang

ditarik tersebut.

Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu

hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetuln atau memang benar-benar

terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.

Hubungan Filsafat
dengan Matematika

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu


pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada
permulaan sejarah filsafat di Yunani, philosophia meliputi hampir
seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang
lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan
kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan


munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah
terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian
dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu
pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan
dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa
dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu
bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999),


filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah tumbuh mekar-
bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari
batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti
metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama


semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya
memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh
karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985),
bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-
menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat
benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian


dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan
semboyannya Knowledge Is Power, kita dapat mensinyalir bahwa
peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual
maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang
timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu
sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin
kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu
terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang
lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta
mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang
filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan
pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia
secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999)
menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of
the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena
pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge,
maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek
sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama
diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi
eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini
didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang
berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang
ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat
dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu.
Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan
mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento
Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap
bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati
sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya,
banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan
pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Lebih jauh, Jujun
S. Suriasumantri (1982:22), dengan meminjam pemikiran Will Durant
menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan
filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai
pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang
memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu,
ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan
kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu, ada baiknya kita lihat
pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini,
(disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)

Ilmu Filsafat
Mencoba merumuskan pertanyaan
atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip
Segi-segi yang dipelajari dibatasi umum, tidak membatasi segi
agar dihasilkan rumusan- pandangannya bahkan cenderung
rumusan yang pastiObyek memandang segala sesuatu secara
penelitian yang terbatasTidak umum dan keseluruhanKeseluruhan
menilai obyek dari suatu sistem yang adaMenilai obyek renungan
nilai tertentu.Bertugas dengan suatu makna, misalkan ,
memberikan jawaban religi, kesusilaan, keadilan dsb.

ILMU DAN MATEMATIKA

PENDAHULUAN

Dalam filsafat ilmu pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan tertentu

secara rasional. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mempelajari teori

pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis

keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu.

Filsafat ilmu pengetahuan merupakan salah satu cabang yang mempersoalkan mengenai masalah

hakikat pengetahuan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu ilmu pengetahuan kefilsafatan

yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.

Dalam filsafat ilmu dipelajari mengenai ilmu dan matematika. Ilmu tanpa matematika tidak

berkembang, matematika tanpa ilmu tak ada keteraturan.

Dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan mengatasi kelangsungan hidupnya,

memikirkan hal-hal yang baru dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang khas di muka bumi

ini.
Dalam tulisan ini hanya di paparkan pengertian ilmu, pengertian matematika, hubungan antara

ilmu dan matematika. Ilmu dapat dipandang sebagai produk,sebagai proses dan sebagai

paradigma ethika.Iaberusaha memahami alam sebagaimana adanya.

A. PENGERTIAN ILMU

Ilmu berasal dari bahasa Arab: alima, yalamu, ilman yang berarti mengerti, memahami benar-

benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia(pengetahuan). Dalam

kamus besar bahasa Indonesia Ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang

disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk

menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan itu.

Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamakannya ilmu pengetahuan, dan ada pula

yang menyebutnya saint. Keberagaman istilah tersebut adalah suatu usaha untuk melahirkan

padanan (meng-Indonesiakan) kata science yang asalnya dari bahasa Inggris.

Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang dibaca dalam pustaka menunjukkan pada

sekurang-kurangnya tiga hal: pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini

yang terumum, Ilmu senantiasa berarti pengetahuan. Diantara fara filsuf dari berbagai aliran

terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistimatis dari pengetahuan

yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah.

Pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh

manusia. Dengan demikian dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari ilmu sebagai

aktivitas( atau suatu proses yakni serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia). Menurut

Prof Harold H Titus, banyak orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu

metode guna memperoleh pengetahuan yang objective dan dapat diperiksa kebenarannya.

Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam

sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan

logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas

itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan aktivitas itu menghasilkan pengetahuan yang

sistimatis.

B. PERKEMBANGAN ILMU

Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dibagi dalam tiga tahap yakni:
1. Tahap sistematis

Pada tahap ini ilmu mulai menggolong-golongkan objek empiris kedalam kategori-kategori

tertentu yang memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari angggota-

anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ini merupakan pengetahuan manusia mengenali dunia

fisik.

2. Tahap komparatif

Pada tahap ini ilmu mulai mencari hubungan yang didasarkan pada perbandingan antara berbagai

objek yang kita kaji.

3. Tahap Kuantitatif

Pada tahap ini ilmu mencari hubungan sebab akibat berdasarkan pengukuran yang eksak dari

objek yang kita selidiki.

C. PENGERTIAN MATEMATIKA

Matematika diambil dari bahasa Yunani, mathmatik) Perkataan itu

mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science), secara

umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan,dan ruang: tak lebih resmi,

seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis,

matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika

simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.

Beberapa aliran dalam filsafat matematika:

1. Aliran Logistik

Pelopornya : Immanuel Kant (1724 1804)

Berpendapat bahwa matematika merupakan cara logis (logistik) yang salah atau benarnya

dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris.

Matematika murni merupakan cabang dari logika, konsep matematika dapat di reduksikan

menjadi konsep logika.

1. Aliran Intuisionis
Pelopornya : Jan Brouwer (1881 1966)

Berpendapat bahwa matematika itu bersifat intusionis

Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakekat

sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung.

1. Aliran Formalis

Pelopornya : David Hilbert (1862 1943)

Berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang

. Kaum formalis menekankan pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa lambang dan

mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.

Kaum Formalis membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa masalah-masalah dalam

logika sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika

Matematika adalah cara/ metode berpikir dan bernalar. Matematika adalah cara berpikir yang

digunakan untuk memecahkan semua jenis persoalan. Matematika bila ditinjau dari segi

epistemology ilmu bukanlah ilmu. Ia lebih merupakan artificial yang bersifat eksak, cermat dan

terbebas dari rona emosi. Matematika adalah logika yang telah berkembang, yang memberikan

sifat kuantitatif kepada pengetahuan keilmuan.Matematika merupakan sarana berfikir deduktif

yang amat berguna untuk membangun teori keilmuan dan menurunkan prediksi-prediksi

daripadanya, dan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil kegiatan keilmuan dengan benar dan jelas

dan secara singkat dan jelas. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna

dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika mempunyai artificial

yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.

D. HAKEKAT MATEMATIKA

1. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif

Matematika dikenal dengan ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan matematika harus bersifat

deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan( induktif), tetapi

harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk membantu pemikiran pada

tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi

geometris.
Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencarikebenaran dalam matematika berbeda

dengan ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu pengetahuan umum. Metode mencari

kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan

alam adalah metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu

bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan

harus bisa dibuktikan secara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil

itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.Sebagai contoh,

dalam ilmu biologi berdasarkan pada pengamatan, dari beberapa binatang menyusui ternyata

selalu melahirkan. Sehingga kita bisa membuat generalisasi secara induktif bahwa setiap binatang

menyusui adalah melahirkan.

Generalisasi yang dibenarkan dalam matematika adalah generalisasi yang telah dapat dibuktikan

secara deduktif. Contoh: untuk pembuktian jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap.

Pembuktian secara deduktif sebagai berikut: andaikan m dan n sembarang dua bilangan bulat

maka 2m+ 1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan

(2m+1) + (2n+1) = 2(m+n+1). Karena m dan n bilangan bulat maka (m+n+1) bilangan bulat,

sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.

2. Matematika bersifat terstruktur

Menurut Ruseffendi(Tim MKPBM,2001;25) matematika mempelajari tentang pola keteraturan,

tentang struktur yang terorganisasikan. Hal ini dimulai dari unsure-unsur yang tidak terdefinisikan

kemudian pada unsure yang didefinisikan, ke aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema.

Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur,logis, dan sistematis mulai dari

konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.

Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik

atau konsep selanjutnya. Ibaratmembangun rumah, maka fondasi harus kokoh. Contohnya konsep

bilangan genap. Bilangan genap adalah bilangan bulat yang habis dibagi dua. Sebelum membahas

blangan genap, siswa harus memahami dulu konsep bilangan bulat dan pengertian habis dibagi

dua sebagai konsep prasyarat.

Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi itu selanjutnya dapat dibentuk unsure-unsur matematika

yang terdefinisi. Misalnya segitiga adalah lengkungan tertutup sederhana yang merupakan

gabungan dari tiga buah segmen garis.


Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi dan unsure-unsur yang terdefinisi dapat dibuat asumsi-

asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat. Misalnya: melalui sebuah titik sembarang

hanya dapat dibuat sebuah garis kesuatu titik yang lain.

Tahap selanjutnya dari unsure-unsur yang tidak terdefiisi , unsure-unsur yang terdefinsi , dan

aksioma atau postulat dapat disusun teorema-teorema yang kebenarannya harus dibuktikan

secara deduktif dan berlaku umum. Misalnya: jumlah ukuran ketiga sudut dalam sebuah segitiga

adalah 180 derajat.

3. Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu

Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai

sumber dari ilmu yang lain dan pada perkembangannya tidak tergantung pada ilmu lain. Dengan

kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika.

Sebagai contoh: banyak teori-teori dan cabang-cabang dari fisika dan kimia yang ditemukan dan

dikembangkan melalui konsep kalkulus. Teori mendel pada Biologi melalui konsep pada

probabilitas. Teori ekonomi melalui konsep fungsi dan sebagainya.

Dari kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan matemaika selain tumbuh dan

berkembang untuk dirinya sendiri juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan lainnya

dalam pengembangan dan operasinya. Cabang matematika yang memenuhi fungsinya seperti

yang disebutkan terakhir itu dinamakan dengan matematika Terapan(Applied Mathematic)

4. Matematika sebagai bahasa

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin

kita sampaikan. Lambang-lambang matematika baru mempunyai arti setelah sebuah makna

diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah merupakan kumpulan unsur-unsur yang

mati.

Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu karena terkadang

mempunyai lebih dari satu arti. Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka

kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah

bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, danemosional dari bahasa

verbal. Lambang-lambang darimatematika dibuat secara artifisial yakni baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan. Dan bersifat individual yaitu berlaku khusus untuk masalahyang

sedang kita kaji.

5. Matematika bersifat kuantitatif

Dengan bahasa verbal kita bisa membandingkan dua objek yang berlainan umpamanya gajah dan

semut, maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar daripada semut, kalau ingin

menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka kita mengalami

kesulitan dalam mengemukakan hubungan itu, bila ingin mengetahui secara eksak berapa besar

gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-

apa.

Matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran dapat mengetahui dengan

tepat berapa panjang. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat

kualitatif. Kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak

bisa mengatakan berapa besar pertambahan panjang logamnya.

Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran , maka kita dapat

mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila

dipanaskan, Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif

seperti sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, dpat diganti dengan pernyataan

matematika yang lebih eksak umpamanya: P1 = Po (1 + n), dimana P1 adalah panjang logam

pada temperatur t, Po merupakan panjang logam pada temperatur nol dan n merupakan koefisien

pemuai logam tersebut.

E. KARAKTERISTIK MATEMATIKA

1. 1. Memiliki obyek yang abstrak

Obyek dasar matematika adalah abstrak dan disebut obyek mental, obyek pikiran yaitu :

a. Fakta

Berupa konvensi-konvensi yang di ungkap dengan simbol tertentu.

Contoh :

1. 2 dipahami sebagai bilangan doa

2. 5-2 dipahami sebagai lima kurang dua

3. // bermakna sejajar dan lain-lain


b. Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sejumlah obyek. Apakah

obyek tertentu merupakan konsep atau bukan.

c. Operasi

Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain.

Operasi adalah suatu relasi khusus karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen

tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui

Operasi unair, operasi biner dll

d. Prinsip

Prinsip adalah obyek matemtica yang komplek. Prinsip dapat terdiri dari beberapa fakta,

beberapa konsep, yang dikaitkan oleh suatu relasi / operasi

Prinsip adalah hubungan antara berbagai obyek dasar matemtica. Prinsip dapat berupa

axioma , teorema, sifat dll

Skill adalah Prosegur atau suatu kumpulan aturan-aturan yang digunakan untuk menyelesaikan

soal matemtica

2. Bertumpu pada kesepakatan

Kesepakatan yang amat mendasar adalah axioma dan konsep primitif . Aksioma disebut juga

postulat adalah pernyataan pangkal yang tidak perlu di buktikan . Konsep primitif disebut juga

undefined term adalah pengertian pangkal yang tidak perlu di definisikan.

3. Berpola pikir deduktif

Kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran

sebelumnya sehingga kaitan Antar konsep atau pernyataan dalam matemtica bersifat consisten.

Proses pembuktian secara deduktif akan melibatkan teori atau rumus matemtica lainnya yang

sebelumnya sudad di buktikan kebenarannya secara deduktif juga.

4. Memiliki simbol yang kosong dari arti

Contoh : Model persamaan x+y=z belum tentu bermakna bilangan, makna huruf atau tanda itu

tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu.


5. Memperhatikan semesta pembicaraan

Bila semesta pembicaraannya adalah bilangan maka simbol-simbol diarikan bilangan.

contohnya: jika kita bicara di ruang lingkup vektor a+vektor b =vektor c maka huruf-huruf yang

digunakan bukan berarti bilangan tetapi harus di artikan sebagai vektor

6. Konsisten dalam sistemnya

Dalam matematika terdapat banyak sistem. Satu dengan yang lain bisa saling berkaitan tetapi

juga bisa saling lepas. Sistem-sistem aljabar : sistem aksioma dari grup , sistem aksioma dari ring

, sistem aksioma dari field, dsb. Sistem-sistem geometri : sistem geometri netral, sistem geometri

Euclides , sistem geometri non Euclides . Di dalam masing-masing sistem dan struktur itu terdapat

KONSISTENSI.

1. F. PERBEDAAN MATEMATIKA DAN ILMU

Perbedaan matematika dan ilmu adalah:

Pembuktian pada matematika tidak di dapat dengan pembuktian empiris melainkan

penalaran deduktif

Pembuktian pada ilmu pengetahuan di dapat melalui pembuktian secara empiris.

G. HUBUNGAN ILMU DAN MATEMATIKA

Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam

mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran,

sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi

matematis. Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan di

antaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai

penerapannya, bahkan bidang murni seperti teori bilangan dan topologi. Tanpa matematika

maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk

meningkatkan penalaran lebih jauh. Oleh karena maka dapat dikatakan bahwa ilmu tanpa

matematika tidak berkembang.

Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa

pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan. Sebagian yang lainnya tidak

menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori

dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai
alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu

utama bagi filsafat matematika

KESIMPULAN

1. Matematika mengakibatkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke

kuantitatif.

2. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai ilmu

pengetahuan

3. Matematika merupakan ilmu deduktif.

PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Suriasumantri,Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

http://id.wikipedia.org/wiki/matematika Kategori: Matematika

FILSAFAT MATEMATIKA
http://abdanmatin.blogspot.com/2012/01/filsafat-matematika.html
19:19 No comments
Latar Belakang
Ilmu matematika bukan hanya ilmu yang terbatas pada hitungan , melainkan banyak lagi bagian dari matematika
yang belum kita ketahui bentuknya.
Apakah matematika itu ? Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat dari para ilmuan matematika
tentang apa yang disebut matematika. Untuk menafsirkan matematika para ilmuan belum pernah mencapai titik
puncak kesepakatan yang sempurna. Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ilmuan tentang
matematika ini, menunjukkan bahwa ilmu matematika ini adalah ilmu yang memiliki kajian luas.
Pada makalah ini penyusun akan membahas seluk beluk ilmu matematika dan aliran aliran dalam filsafat
matematika.

A. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Inggris , mathematics, yang artinya ilmu pasti, matematika.
Mathematical merupakan kata sifat, artinya berhubungan dengan ilmu pasti. Mathematically adalah kata kerja
yang artinya menurut ilmu pasti, secara mathematis, dan mathematician adalah kata benda yang artinya, yaitu
orang ahli matematika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika artinya ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan,
dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Hudoyo (1979:96) mengemukakan bahwa hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur- struktur dan
hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-
konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari
hubungan-hubungan maka simbol- simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang
beroperasi di dalam struktur-struktur. Sedang Soedjadi (1985:13) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam
matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat yang
kurang jelas dan emosional. Matematika adalah metode berpikir logis. Matematika adalah sarana berpikir.
Matematika adalah raja dari ilmu lain yang perkembangannya tidak tergantung ilmu lain.
Matematika merupakan puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan matematika itu sendiri,
matematika memberikan bahasa, proses dan teori, yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.
Perhitungan matematika menjadi dasar bagi desain ilmu teknik.
2. Matematika adalah ilmu Deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika
berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode yang pencarian kebenaran
yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah
metodeinduktif dan eksperimen.
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif tanpa mempersyaratkan penalaran induktif. Penalaran deduktif
ini lahir melalui kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat logis dari pernyataan sebelumnya
sehingga kaitan pernyataan yang dahulu dengan berikutnya di dalam matematika selalu konsisisten.
Walaupun dalam mtematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi sterusnya
generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa di buktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika
suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudahnya dibuktikan secara
deduktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat artinya dan
semacam sistem matematika. Sistem matematika merupakan sistem yang berisi model-model matematika yang
digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan di dunia nyata. Manfaat lain dari ilmu matematika adalah
menjadikan pola pikir manusia yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis,
dengan penuh kecermatan.
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan
absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa
mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge,
sedangkan menurut fallibilis mathematicak truth is corrigible, and can never regarded as being above revision
and correction (Ernest, 1991).

Menurut Woozley (dalam Ernest, 1991), pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan
pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan apriori memuat proposisi yang didasarkan atas, tanpa
dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan logika.

Deduktif dan makna dari istilah-istilah, secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras
pengetahuan a posteriori memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi
dunia.
Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas dua jenis asumsi; matematika ini berkaitan
dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan logika yang berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik
kesimpulan dan bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi, seperti deduksi
logika cukup untuk menetapkan kebenaran matematika. Menurut Wilder (dalam Ernest, 1991), pandangan
absolutis menemui masalah pada permulaan permulaan abad 20, ketika sejumlah antinomis dan kontradiksi
yang diturunkan dalam matematika. Kontradiksi lainnya muncul dalah teori himpunan dan teori fungsi.
Penemuan ini berakibat terkuburnya pandangan absolutis tentang matematika. Jika matematika itu pasti dan
semua teoremanya pasti, bagaimana dapat terjadi kontradiksi di antara teorema-teorema itu? Tesis dari fallibilis
memiliki dua bentuk yang ekivalen, satu positif dan satu negatif. Bentuk negatif berkaitan dengan penolakan
terhadap absolutis; pengetahuan matematika bukan kebenaran yang mutlak dan tidak memiliki validitas yang
absolut. Bentuk positifnya adalah pengetahuan matematika dapat dikoreksi dan terbuka untuk direvisi terus
menerus.
B. Aliran dalam Filsafat Matematika
Para ahli banyak berbeda pendapat tentang pemikiran filsafat dan matematika. Pemikiran tentang matematika
diwarnai dengan perdebatan sengit antara ahli matematika yang satu dengan ahli matematika lainnya. Karena
adanya perdebatan ini seoalah-olah para ahli terkotak-kotak menurut kelompoknya masing-masing berdasarkan
sudut pandang pandang dan ide yang dikeluarkannya.
Sumardyono (2004) menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi
perkembangan matematika, termasuk perkembangan pendidikan matematika, yakni:
1. Aliran Logikalisme atau Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G.
Frege (1893), B. Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Logisme dipelopori oleh filsuf Inggris
bernama Bertrand Arthur William Russell menerima logisisme adalah yang paling jelas, pernyataan penting yang
dikemukakannya, yaitu semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika dan
semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara
logika semata. Dengan demikian logika dan matematika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep
dan dalil matematika dapat diturunkan dari logika.

Secara umum, ilmu merupakan pengetahuan berdasarkan analisis dalam menarik kesimpulan menurut pola pikir
tertentu. Matematika, menurut Wittgenstein, merupakan metode berpikir logis. Berdasarkan perkembangannya,
masalah logika makin lama makin rumit dan membutukan suatu metode yang sempurna. Dalam pandangan
inilah, logika berkembang menjadi matematika. Menurut Russell, bahwa matematika merupakan masa
kedewasaan matematika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika

Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-
kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah
pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.
b. Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan
semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui
logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.
c. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi.
Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari
logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
2. Aliran Formalisme
Landasan matematika formalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari Jerman David Hilbert. Menurut
airan ini sifat alami dari matematika ialah sebagai sistem lambang yang formal, matematika bersangkut paut
dengan sifat sifat struktural dari simbol simbol dan proses pengolahan terhadap lambang lambang itu.
Simbol simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan bilangan
misalnya dipandang sebagai sifat sifat struktural yang paling sederhana dari benda benda.

Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu


1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran
matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung aliran formalisme merumuskan matematika sebagai
ilmu tentang sistem sistem formal.

Walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma, tetapi menganggap matematika
sebagai konsep formalisme tidak dterimaoleh beberapa ahli.keberatan bermula ketika Godel membuktikan
bahwa tidak mungkin bisa membuat sistem yang lengkap dan konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini
dikenal dengan Teorema Ketidaklengkapan Godel (Godels Incompleteness Theorem).

3. Aliran Intuitonisme

Aliran intuitonisme yang dipelopori oleh ahli matematik dari Belanda yaitu Luitzen Egbertus Jan Brouwer, be;iau
berpendirian bahwa matematika adalah sama dengan bagian yang eksak dari pemikiran matematika. Ketetapan
matematika terletak dalam akal manusia dan tidak pada simbol simbol di atas kertas. Selanjutnya intuisionis
menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran
kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada.

Dalam pemikiran intuitionisme matematika berlandaskan suatu dasar mengenai kemungkinan untuk membangun
sebuah seri bilangan yang tak terbatas sebuah seri bilangan yang tak terbatas, pernyataan ini pada hakikatnya
merupakan suatu aktivitas berfikir tang yang tak tergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa dan simbolis,
serta bersifat obyektif.
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intuitisme tidak memberikan gambaran yang jelas
tentang bagaimana matematika bekerja dalam pikiran. Kita tidak mengetahui secara tepat pengetahuan intuitif
bekerja dalam pikiran. Seperti halnya cinta dan benci dalam pandangan setiap orang berbeda-beda.
Bagaimanakah hasilnya kalau dalam setiap pandangan yang berbeda-beda itu setiap orang berbagi tentang
matematika? Lalu, mengapaperlu diajarkan kalau matematika itu bersfat intutif?

C. Karakteristik Matematika
Matematika selalu berkembang seiring peradaban manusia. Namun dibalik semua itu matematika juga
mempunyai suatu pandangan yang sudah disepakati bersama, di antaranya sebagi berikut :
1. Memilliki Objek Kajian yang Abstrak
Mungkin ada perbedaan pendapat mengenai mengenai konsep matematika abstrak ini. Ada empat kajian
matematika, yaitu: fakta, operasi/ relasi, konsep, dan prinsip.
2. Bertumpu pada Kesepakatan
Simbol-simbol adalah istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi penting. Dengan simbol
atau istilah yang disepakati dalam matematika, maka pembahasan selanjtunya akan lebih mudah dilakukan dan
dikumunikasikan.
3. Berpola Pikir Deduktif
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola pikir deduktif ini secara sederhana dapat
dikatakan pemikiran yang berpangakal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahakan kepada hal yang
bersifat khusus.
4. Konsisten dalam sistemnya
Di dalam masing-masing sistem, berlaku ketaatasasan atau konsistensi. Artinya dalam setiap sistem tidak boleh
adanya kontradiksi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat dari para ilmuan matematika tentang apa yang disebut
matematika. Untuk menafsirkan matematika para ilmuan belum pernah mencapai titik puncak kesepakatan
yang sempurna.

Sumardyono (2004) menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi
perkembangan matematika, termasuk perkembangan pendidikan matematika, yakni: aliran logikalisme, aliran
formalisme, dan aliran intuisionisme.

Pandangan dalam matematika yang telah disepakati bersama, antara lain:


- Memiliki objek kajian yang abstrak
- Bertumpu pada kesepakatan
- Berpola pikir deduktif
- Konsistensi dalam sistemnya

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Echols,John M dan Hasan Shadilly. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Fathani,Abdul Halim. 2009. Matematika(Hakikat &Logika). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Gie ,The Liang. 1981. Filsafat Matematika. Yogyakarta : Supersukses.

Sumardyono. Karakterisitik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika.

Suriasumantri,Jujun S. 2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

file.upi.edu/Direktori/.../JUR...MATEMATIKA/.../Aliran_matematika.pdf
KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN
AKSIOLOGI DALAM BIDANG ILMU
MATEMATIKA
A. PENDAHULUAN

Istilah matematika berasal dari kata Yunani "mathein" atau "manthenein" yang
artinya "mempelajari". Patut diduga bahwa kedua kata itu erat hubungannya dengan kata
Sansekerta "medha" atau "widya" yang artinya "kepandaian", "ketahuan" atau
"intelegensia" (Nasution, 1978). Menurut Hadiwidjojo (1986).

Dalam bahasa lnggris ''mathemata" menjadi "mathematics", dalam bahasa


Jerman "mathematik", dalam bahasa Perancis "mathematique" dan dalam bahasa Belanda
"mathematica" atau Wiskunde. Wiskunde berarti wisse of zekere kunde" dan berisi
''meetkunde en algebra". Wisse adalah kata lain dari stere yang berasal dari kata yunani
kuno "stereos" yang berarti ukuran isi 1 m3. Karena "wis" dalam wiskunde tidak berasal
dari 'wis" yang berarti "pasti", maka terjemahan Ilmu Pasti untuk "Wiskunde" kurang
tepat.

Matematika sebagai subjek kajian dimulai pada abad ke enam SM. Pythagoras
membuat istilah mathematics dari bahasa Yunani mathema yang berarti materi
pelajaran (Heath, 1981). Bangsa Yunani memberi sumbangan antara lain berpikir
deduktif dan keketatan dalam pembuktian. Bangsa-bangsa lain juga memberi sumbangan
terhadap perkembangan matematika, seperti Cina dengan nilai tempat (Joseph, 1991),
Budaya Hindu-Arab dengan sistem lambang bilangan dan aturan operasi bilangan yang
dibawa oleh budaya Islam ke budaya Barat (Kaplan, 1999). Budaya Islam membangun
dan mengembangkan matematika sehingga dikenal di Eropa. Pada waktu itu banyak buku
matematika berbahasa Yunani da Aranb diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada Abad
Pertengahan, perkembangan matematika mengalami kemandegan dan baru pada sekitar
Abad 16 mulai berkembang lagi.

Pada Abad 17 konsep logaritma, dikembangkan oleh Napier dan Brgi,


geometri analitik oleh Ren Descartes, notasi desimal oleh Simon Stevin, secara terpisah
kalkulus oleh Newton dan Leibniz, dan teori probabilitas oleh Fermat dan Pascal (Eves,
1976). Pada Abad 18, Euler mengembangkan Teori Graph dengan problem Jembatan
Knigsberg yang amat terkenal (Gerald, 2006). Ia juga memberi sumbangan yang
signifikan terhadap topologi, kalkulus, kombinatorik dan analisis kompleks. Salah satu
rumus yang terkenal dari Euler ialah V E + F = 2, formula yang menghubungkan antara
banyaknya sisi, titik sudut (vertice), dan rusuk (edges) dalam polyhedron yang konveks.
Lagrange yang memberi sumbangan antara lain pada teori bilangan, aljabar, dan kalkulus
diferensial. Abad 20 kecenderungannya sama dengan Abad 19, yaitu meningkatnya
generalisasi dan abstraksi dalam matematika, dimana gagasan aksioma sebagai
pernyataan yang tidak menuntut bukti (self-evident truth) banyak dibuang dalam rangka
memberi penekanan pada konsep-konsep logis seperti konsistensi dan kelengkapan (Eves,
1976). Tokoh-tokoh matematika pada Abad 19 dan Abad 20 antara lain Gauss,
Lobachevsky, Boole, Hilbert, Cantor, Bolyai, Riemann, Brouwer, Russell, Whitehead, dan
Srinivasa Ramanujan. Pada abad ini matematika mengalami perkembangan cukup pesat
dan semakin abstrak. Topik-topik yang termasuk baru antara lain geometri Non Euclides.
Boole mengembangkan aljabar boole. Teori grup, teori knot, teori analisis
fungsional,topologi, teori catastrophe, teori keos (chaos), teori model, teori kategori, teori
permainan, teori kompleksits dsb, semakin berkembang pada dua abad ini. Di bidang
logika dan filsafat matematika muncul tokoh-tokoh seperti Brouwer, Russell, Whitehead,
dan Wittgenstein.

Banyak definisi matematika yang dirumuskan oleh para matematikawan dan


tidak ada definisi yang dapat disepakati oleh semua ahli. Beberapa pendapat tenatang
matematika antara lain bahwa matematika bersifat abstrak dan berasal dari abstraksi dan
generalisasi dari benda-benda khusus dan gejala-gejala umum (Eves and Newsom ,1964),
bersifat deduktif aksiomatik (Russell dalam Hadiwidjojo, 1986), dapat dipandang sebagai
bahasa yang sangat simbolis (Kline dalam Suriasumantri, 1983). Sebagai bahasa,
matematika dapat menjembatani antara manusia dan alam, antara dunia batin dan dunia
lahir. Matematika juga merupakan alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, dan
penarikan kesimpulan secara deduktif. Bahkan ada ahli matematika yang mengatakan
matematika itu seni. Freudhental dalam Marpaung (2003) mengatakan bahwa matematika
adalah suatu aktivitas manusia. Matematika dapat dianggap sebagai proses dan alat
pemecahan masalah (mathematics as problem solving), proses dan alat berkomunikasi
(mathematics as communication), proses dan alat penalaran (mathematics as resoning).
Definisi yang lebih lengkap mengatakan bahwa matematika merupakan kumpulan teori-
teori yang bersifat deduktif hipotetis, setiap teori merupakan sebuah sistem tertentu dari
pengertian pangkal yang tak diterangkan, simbol-simbol dan titik tolak berpikir yang tak
dibuktikan, tetapi ajeg (aksioma atau postulat) dan teorema yang dapat diturunkan secara
logis yang semata-mata mengikuti proses-proses deduktif (Fitch dalam Eves and
Newsom, 1964). Semua definisi memberi ciri kepada matematika yaitu abstrak, umum,
dan memusatkan perhatiannya pada pola dan struktur (Schaaf, 1966). Sifat general
mengandung arti bahwa matematika semakin lama semakin umum dan mempunyai
lingkup penerapan yang lebih luas. Awalnya orang mengenal bilangan asli, lalu bilangan
cacah, bilangan bulat dst. Sifat komutatif penjumlahan yang mulanya dikenal dan berlaku
di himpunan bilangan asli, selanjutnya dapat dikenakan pada himpunan yang lebih luas.
matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga dikatakan Mathematics
is a servant of sciences.Lambang atau simbol sangat diperlukan oleh para ahli matematika
untuk tukar ide atau gagasan. Kelebihan simbol dalam matematika adalah dapat mewakili
gagasan secara tepat dan efisien. Matematika sesuai dengan sistemnya bersifat konsisten,
logis, dan otonom. Beberapa topik matematika dapat dikembangkan tanpa dukungan atau
campur tangan ilmu yang lain, sehingga dikatakan Mathematics is a queen of scienses. Di
lain pihak, matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga dikatakan
Mathematics is a servant of sciences.

B. PEMBAHASAN

1. Kajian Ontologi Matematika

Konsep dasar dari cabang matematika elementer adalah abstraksi dari


pengalaman- pengalaman (Klein, 1985). Konsep bilangan dan konsep-konsep
geometri Euclides sangat dipengaruhi oleh pengalaman. Namun demikian sejumlah
konsep matematika dilahirkan dari kreasi pikiran manusia dengan atau tidak dengan
bantuan pengalaman. Abstraksi dalam matematika ialah the process of
extracting the underlying essence of a mathematical concept, removing any
dependence on real world objects with which it might originally have been connected,
and generalizing it so that it has wider applications or matching among other
abstract descriptions of equivalent phenomena (Langer, 1953). Abstraction is the
process of formulating a generalized concept of a common property by disregarding
the differences between a number of particular instance. (Borowski dan Borwein,
2007). Abstraksi dalam matematika berdasarkan pada intuisi dan pengalaman empiris
(Dienes dalam Bell, 1981). Konsep lingkaran dapat diperoleh dari pengamatan
berbagai benda konkrit seperti roda, piring, mata uang, tutup pemukaan sumur,
permukaan ember, dsb. Masing-masing benda tersebut memiliki berbagai sifat dan
ciri. Salah satu ciri yang berserikat pada benda-benda tersebut adalah bentuknya.
Apabila yang diperhatikan hanya bentuk geometrisnya dan mengabaikan sifat-sifat
yang lain, seperti tebal, besar, warna, bahan, dsb, maka terbentuklah konsep lingkaran
(Hardi Suyitno, 2011).

Bilangan asli juga dapat dijelaskan sebagai hasil proses abstraksi benda-
benda konkrit. Manusia sesungguhnya adalah benda konkrit, foto manusia merupakan
gambar manusia yang sudah berkurang tingkat kekonkritannya. Apabila tingkat
kekongkritan diturunkan dan tingkat keabstrakannya ditingkatkan maka dapat
diperoleh gambar sketsa, tally, dan akhirnya angka. Gambar 3.1 memuat foto atau
gambar ahli-ahli matematika berturut-turut adalah Pythagoras, Muammad bin Ms
al-Khawrizm, Sir Isaac Newton, Gottfried Wilhelm von Leibniz, .dan Kurt Friedrich
Gdel. Lima tokoh matematika itu dapat digambarkan dengan sket yang sederhana
yang tetap memperlihatkan seorang manusis, seperti pada Gambar 3.2. Selanjutnya
dengan cara lebih abstrak dapat dinyatakan dengan diagram batang dan akhirnya
dengan lambang bilangan (angka) 5. Angka 5 adalah nama atau lambang
bilangan yang secara lesan diucapkan lima (Bahasa Indonesia), five (Bahasa
Inggris), dsb. Proses ini adalah proses abstraksi yang bergerak dari konkrit, semi
konkrit, semi abstrak, dan abtraks. Dalam hal ini, esensi yang diperhatikan semata-
mata hanyalah kuantitas dan mengabaikan yang lain seperti bangsa, agama, tempat
tinggal, bentuk fisik, dsb.
Sejumlah masalah yang berbeda dapat diabstraksikan dan menghasilkan
model matematika yang sama. Model matematika adalah ungkapan suatu masalah
yang disajikan dengan bahasa matematika (Hardi Suyitno, 2014). Berikut adalah hasil
abstraksi matematis dari sejumlah masalah.

1. Pak Karya menjala ikan lele di sungai dan dimasukkan ke dalam kantung. Di
tengah perjalanan ia memberi tiga ekor kepada cucunya. Sampai di rumah
dihitung masih tujuh ekor. Berapa ekor banyaknya ikan lele yang dijala pak
Karya?

2. Bu Broto membeli minyak goreng curah sebanyak satu jrigen. Di tengah


perjalanan ia memberi minyak kepada menantunya sebanyak tiga liter. Sampai
di rumah banyaknya minyak masih tujuh liter. Berapa liter banyaknya minyak
yang dibeli bu matiBroto?

3. Sebuah bus kota berangkat dari terminal dengan sejumlah penumpang. Sampai
di halte pertama turun tiga orang penumpang dan tidak ada yang naik.
Menjelang sampai di halte kedua, terdapat tujuh orang penumpang. Berapakah
banyaknya penumpang pada waktu bus meninggalkan terminal?

Semua masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bahasa matematika dengan


x-3=10, x =? Variabel x dapat mewakili lele, minyak, orang, dsb. Dalam masalah-
masalah tersebut, sifat yang berserikat dan esensial adalah sifat yang berkaitan dengan
kuantitas, bukan tentang warna, jenis makhluk, berat, tinggi, dsb (Hardi Suyitno,
2011). Hasil abstraksi ini hanya memperhatikan kuantitas dan mengabaikan sifat-sifat
yang lain. Setelah menjadi model matematika, variable x menjadi artificial (tanpa
arti), sebab x dapat mewakili berbagai hal. Di dunia ini banyak masalah yang dapat
dinyatakan dengan model matematika tersebut. Abstraksi memilih beberapa sifat
berserikat yang dimiliki oleh sejumlah objek dan mengabaikan sifat-sifat lain yang
tidak dipilih. Selanjutnya sifat-sifat yang dipilih yang diperhatikan dan dikenakan
pada obyek tersebut dalam suatu pembicaraan tertentu. Abstraksi adalah proses
pemisahan kualitas yang dimiliki sejumlak objek atau situasi dari kualitas yang lain
(Davidov,1990), proses pelepasan atau penghilangan ciri-ciri tertentu dari suatu objek
(Sierpinska, 1991), merupakan proses penghilangan atau pengabaian sebagian kualitas
dari pengalaman konkrit (Aristoteles dalam Erlina Ronda, 2011). Hasil proses
abstraksi disebut konsep (Skemp, 1976). Dengan abstraksi, orang dapat berpikir lebih
cepat dan tanpa terganggu oleh hal-hal yang konkrit dan yang tidak diperlukan (Hardi
Suyitno, 2011).

Selain melalui proses abstraksi, objek matematika juga dibangun melalui


idealisasi dan generalisasi. Di dunia nyata ini, tidak ada permukaan yang benar-benar
datar. Permukaan meja porselin yang halus, licin dan kelihatan rata bagi binatang-
binatang yang sangat kecil, seperti bakteri atau amuba akan tersa kasar bahkan
mungkin serasa berbukut-bukit. Tidak ada garis yang benar-benar lurus, tidak punya
lebar, dan tidak punya tinggi. Titik yang sering dijelaskan sebagai sesuatu yang tidak
punya panjang, tidak punya lebar, dan tidak punya tinggi juga tidak ada dalam
realitas, yang ada adalah noktah. Noktah punya panjang dan lebar, bahkan kalau
diamati dengan teliti juga memiliki tebal atau tinggi.

Generalisasi dalam matematika ada yang memberi makna sama dengan


abstraksi. Ada juga yang memberi makna yang mengandung pengertian secara
empiriri maupun matematis dari memperluas konsep atau proses penemuan dalam
matematika, Geometri Non-Euclid dapat dipandang sebagai hasil generalisasi dalam
pengertian ini. Generalisasi juga dapat dimaknai sebagai produk. Produk generalisasai
adalah pernyataan yang dalam matematika berupa teorema. Jadi, konsep adalah
produk dari proses abstraksi, sedangkan teorema adalah produk dari proses
generalisasi. Sebenarnya antara abstraksi dan generalisasi dapat dibedakan berkaitan
dengan semesta pembicaraan. Proses abstraksi tidak memperluas semesta
pembicaraan, sedangkan generalisasi memperluas semesta pembicaraan. Objek
matematika yang merupakan hasil proses abstraksi atau generalisasi muncul dari
sistem personal (institutional) yang dibuat oleh sesorang, ketika menghadapi beberapa
masalah (Drfler, 1991).

Konsep-konsep tentang bilangan negatip dan bilangan irasional tidak


diperoleh dari pengalaman melalui proses abstraksi, tetapi dibangun oleh kreatifitas
manusia. Konsep fungsi dan konsep-konsep pada aljabar abstrak adalah sebagian
contoh konsep yang dibangun atas dominasi suatu kegiatan mental/pikiran yang
kreatif. Namun demikian proses kreatif lahirnya konsep-konsep matematika seringkali
melalui intuisi, trial and error, pengalaman, percobaan, dsb. Proses ini dapat disebut
proses generalisasi dalam arti yang kedua. Para filsuf aliran formalisme dan
intuitionisme menyatakan bahwa matematika adalah hasil kreasi manusia. Para
pengikut Platonis beranggapan bahwa matematika itu sudah ada, manusia hanya
melakukan discovery. Walaupun pandangan- pandangan tersebut berbeda-beda, tetapi
secara internal mereka konsisten dengan pandangannya. Hersh (1997) berpendapat
bahwa matematika adalah hasil proses discovery dan invention yang dilakukan oleh
manusia. Dari berbagai pendapat nampaknya paling tidak ada satu kesamaan pendapat
bahwa objek matematika adalah abstrak.

Objek matematika bersifat abstrak berarti bahwa objek-objek matematika


adalah benda-benda pikiran. Dalam cerita Mahabharata dikisahkan bahwa ketika
Yudistira menjawab pertanyaan seorang yaksa yang sebenarnya Dewa Dharma yaitu
Apakah yang lebih cepat dari angin?, maka jawabnya adalah pikiran lebih cepat
dari angin (Lal, 1992). Karena objek matematika adalah benda pikiran, maka untuk
memahami matematika diperlukan ketajaman pikiran. Karena objek matematika
adalah benda pikiran, maka kebenaran matematika hanyalah kebenaran pikiran dan
bukan kebenaran empiris. Secara epistemologis matematika berbeda dengan fisika.
Fisikawan menolak kebenaran sesuatu apabila sudah dibuktikan bahwa sesuatu itu
salah, sedangkan matematikawan menerima kebenaran sesuatu apabila sesuatu itu
sudah dibuktikan benar. Ciri abstrak matematika menyebabkan kebenaran matematika
sulit dipahami dan kadang-kadang terasa aneh bagi orang yang belum memahaminya.
Kalimat Jika jumlah sudut dalam suatu segitiga lebih besar dari 2700, maka Hayam
Wuruk Raja Majapahit adalah suami Luna Maya adalah kalimat yang barangkali
menggelikan bagi orang yang awam matematika. Dalam konteks geometri Euclides,
berdasarkan hukum logika, kalimat tersebut bernilai benar (Hardi Suyitno, 2011).

2. Kajian Epistemologi Matematika

Ilmu-ilmu pengetahuan semuanya telah menggunakan matematika, baik matematika


sebagai perkembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern tampaknya juga
tidak tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupinya. Banyak sekali
ilmu-ilmu sosial sudah sampai mempergunakan matematika sebagai sosiometri,
psychometri, economimetri, dan sebagainya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi
matematika hampir sama luasnya dengan fungsi bahasa (Santoso, 1976).

Matematika dan logika, sejarah berbicara, banyak studi yang membedakannya.


Matematika terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan logika terkait dengan
Yunani. Tapi keduanya telah berkembang di zaman modern: logika menjadi lebih
matematis dan matematika menjadi lebih logis. Konsekuensinya adalah bahwa kini
telah menjadi sepenuhnya mustahil untuk menarik garis antara keduanya, bahkan,
keduanya adalah satu. Mereka berbeda sebagai anak dan manusia dewasa: logika
adalah masa muda matematika dan matematika adalah masa dewasa logika (Russel,
1919). Dari konsep dasar logika nantinya dikembangkan sejumlah konsep matematika
seperti himpunan, aljabar, teori bilangan, fungsi, hingga limit yang melahirkan
kalkulus nantinya (Bartle, 2000). Floyd (2005) menjelaskan matematika dan logika
memiliki kemampuan untuk menggali, merumuskan, dan menilai secara kritis asumsi
mengenai ekspresi ilmu pengetahuan, makna, dan berpikir dalam bahasa yang
filosofis yang bergantung pada sifat matematika dan logika kebenaran.

Matematika adalah ilmu deduktif, yang dimulai dari premis tertentu, setelah diterima
melalui proses yang ketat dari deduksi di berbagai teorema yang ada. Memang benar
bahwa dalam deduksi masa lalu, matematika sering sangat kurang tajam, namun
demikian, sejauh ketegasan yang kurang dalam bukti matematis atau bukti yang
rusak, maka tidak akan ada pembelaan yang mendesak akal sehat untuk menunjukkan
hasil yang benar, karena jika kita mengandalkan itu, maka akan lebih baik untuk
membuang argumen/bukti rusak yang sama sekali tidak digunakan, ketimbang
membawa kekeliruan dalam akal sehat. Tidak ada bandingan untuk akal sehat, atau
intuisi atau apa pun kecuali logika deduktif yang ketat, yang seharusnya diperlukan
dalam matematika setelah premis ditetapkan (Russel, 1919).

Ernest (1991) menjelaskan bahwa pendekatan epistemologi yang secara luas diadopsi
adalah dengan mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili
oleh seperangkat proposisi bersama dengan prosedur untuk memverifikasi
kebenarannya. Atas dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari satu set proposisi
bersama dengan bukti-buktinya.

Menurut Ernest (1991) secara tradisional filsafat matematika telah melihat tugasnya
sebagai penyedia landasan suatu kepastian pengetahuan matematika. Artinya,
menyediakan sistem dimana pengetahuan matematika dapat dibangun secara
sistematis kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi, yang diadopsi secara luas,
secara implisit jika tidak secara eksplisit. Pengetahuan apriori terdiri dari proposisi
yang menegaskan atas dasar alasan saja, tanpa jaminan untuk dilakukan pengamatan
di dunia. Alasan tersebut terdiri dari penggunaan logika deduktif dan makna dari
istilah yang dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya, pengetahuan posteriori
terdiri dari proposisi menegaskan atas dasar pengalaman, yaitu, berdasarkan
pengamatan dari dunia.

Berdasarkan pengertian pengetahuan apriori dan posteriori, maka pengetahuan


matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori, karena terdiri dari proposisi
yang ditegaskan atas dasar alasan saja. Alasan tersebut meliputi logika deduktif dan
definisi yang digunakan yang berkaitan dengan seperangkat asumsi aksioma atau
postulat matematika sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika
(Ernest, 1991). Dengan demikian dasar pengetahuan matematika, yang merupakan
alasan untuk menyatakan kebenaran proposisi matematika, terdiri dari bukti deduktif.
Bukti dari proposisi matematika adalah urutan terbatas proposisi yang memenuhi
sifat-sifat tertentu. Setiap proposisi berdasarkan pada aksioma-aksioma yang
sebelumnya telah ditetapkan, atau proposisi dapat diturunkan oleh aturan inferensi
dari satu atau lebih proposisi yang terjadi sebelumnya dalam urutan. Seperangkat
aksioma merupakan istilah yang dipahami secara luas, yang meliputi proposisi yang
diakui kebenarannya tanpa perlu dibuktikan (Ernest, 1991).

Wittgenstein (1978) dalam Suyitno (2012) menjelaskan bahwa aksioma diitetapkan


untuk suatu tujuan tertentu tanpa melihat realisasinya, disusun bukan untuk
mengekspresikan pengalaman, tetapi untuk mengekspresikan ketidakmungkinan
membayangkan sesuatu yang berbeda. Aksioma ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Aksioma dibutuhkan karena penalaran deduktif membutuhkan premis. Premis itu
harus merupakan suatu pernyataan yang bukan merupakan hasil penalaran deduktif,
maka aksioma harus benar dengan sendirinya (self evident trust, tidak memerlukan
bukti). Aksioma memuat undefined element dan relasi diantaranya (Soehakso dalam
Suyitno, 2012). Semua pernyataan matematika harus taat terhadap aksioma. Cara
memperoleh aksioma diawali dengan menetapkan unsur yang tidak diketahui
(undefined term), mendefinisikan konsep, dan kemudian menetapkan suatu
pernyataan dasar atau asumsi dasar yang disebut aksioma. Konsep-konsep dan
aksioma dijadikan dasar penalaran untuk memperoleh konklusi (Suyitno, 2012).

Teorema matematika merupakan hasil penarikan kesimpulan dengan penalaran


deduktif dari suatu himpunan aksioma (Kline, 1961). Teorema merupakan suatu
informasi matematika yang kebenarannya harus dibuktikan. Bukti dalam matematika
merupakan rangkaian argumen deduktif dan setiap argumen deduktif premis dan
konklusi. Pemahaman suatu teorema harus diiringi dengan pemahaman terhadap
buktinya (Suyitno, 2012).

Matematika itu sendiri tampaknya menjadi sebuah pertemuan aktivitas pengetahuan.


Matematika berbicara tentang teorema yang diketahui orang yang tahu dan yang
tidak. Dengan demikian, filsafat matematika, setidaknya sebagian juga sama dengan
cabang epistemologi lainnya. Namun, matematika secara prima facie berbeda dari
usaha epistemik lainnya (Shapiro, 2005). Prinsip-prinsip dasar matematika, seperti 7
+ 5 = 12 atau bilangan prima tak terhingga banyaknya, kadang-kadang diadakan
sebagai paradigma yang diperlukan kebenarannya dan bersifat apriori, sebagai
pengetahuan sempurna. Tidak perlu dipertanyakan lagi tingkat kebenarannya, namun
kepastian ini tetap harus dijelaskan. Beberapa dari dasar prinsip-prinsip logika, atau
tampaknya benar-benar diperlukan secara keseluruhan dan apriori dalam matematika.
Jika seseorang meragukan prinsip dasar logika, kemudian, mungkin menggunakan
definisi lain, maka dia tidak berpikir logis sama sekali. Sebab Prima facie; untuk
berpikir logis saja perlu berpikir logis (Shapiro, 2005).

Hintikka (2000) menjelaskan bahwa filosofi matematika adalah bentuk paradigmatik


dari apa yang dikenal sebagai pendekatan logis untuk matematika. Tesis utamanya
adalah (a) bahwa kebenaran matematika adalah suatu analisis priori dan (b) bahwa
matematika adalah cabang logika. Tesis kedua dapat dipandang sebagai cara untuk
membantu tesis yang pertama. Dengan kata lain, (a) proposisi matematika tidak dapat
dibantah oleh bukti empiris, tetapi juga melalui analisis. Tesis kedua (b) mengenai
status matematika sebagai cabang logika berarti bahwa (a) semua konsep matematika,
yaitu, aritmatika, aljabar dan analisis dapat didefinisikan dalam konsep logika murni,
(b) semua teorema matematika dapat dideduksi dari definisi melalui prinsip-prinsip
logika.

Brown (2008) menjelaskan karakteristik matematika, diantaranya yaitu, kepastian


(certainty); misalnya teorema yang membuktikan ketakterbatasan bilangan prima
tampaknya di luar dugaan merupakan hal yang pasti. Ilmu-ilmu alam tidak bisa
melakukan hal seperti itu. Meskipun memiliki prestasi yang indah, Fisika Newton
telah gagal dalam mendukung mekanika kuantum dan relativitas, dan tidak ada
manusia yang akan bertaruh terlalu berat dalam waktu yang panjang tentang teori itu.
Matematika, sebaliknya, tampaknya satu-satunya tempat di mana kita manusia dapat
benar-benar yakin kita sudah benar.

Karekateristik matematika lainnya adalah objektivitas (objectivity); barangsiapa


pertama memikirkan teorema ini dan buktinya, ia adalah penemu yang hebat. Ada hal-
hal lain dimana kita mungkin tidak dapat menemukan, melainkan menciptakannya.
Raja bergerak secara diagonal Ini adalah aturan catur, itu tidak ditemukan,
melainkan diciptakan. Sudah pasti, namun kepastian yang berasal dari resolusi itulah
yang digunakan untuk memainkan permainan catur itu. Cara lain untuk
menggambarkan situasi ini dengan mengatakan bahwa teorema kita adalah kebenaran
obyektif yang telah dibuktikan, bukan hasil konvensi semata-mata. Bukti adalah hal
terpenting (proof is essential); dengan bukti, hasilnya pasti, tanpa itu, kepercayaan
harus ditangguhkan. Itu kekuatan matematika. Terkadang matematikawan percaya
proposisi matematika meskipun mereka tidak memiliki bukti. Mungkin kita harus
mengatakan bahwa tanpa bukti, proposisi matematika tidak dibenarkan dan tidak
boleh digunakan untuk menurunkan proposisi matematika lainnya. Dugaan Goldbach
adalah contoh. Ia mengatakan bahwa setiap bilangan genap adalah penjumlahan dari
dua bilangan prima, dan ada banyak contoh untuk itu, misalnya 4 = 2 + 2, 6 = 3 + 3, 8
= 3 + 5, 10 = 5 + 5, 12 = 7 + 5, dan seterusnya. Sudah diperiksa ke miliaran dan tidak
ada contoh yang kontra, tetapi hal tersebut bukanlah bukti (melainkan hanyalah
eksplorasi induktif), jika hal itu dianggap bukti, maka kita melanggar karakteristik
matematika yang bersifat abstrak dan deduktif. Tetapi bagi Ahli biologi jangan ragu
untuk menyimpulkan bahwa semua gagak bewarna hitam berdasarkan cara semacam
ini, tetapi matematikawan (sementara mereka mungkin percaya bahwa dugaan
Goldbach adalah benar) tidak akan menyebutnya teorema dan tidak akan
menggunakan untuk membangun teorema lain, karena tanpa bukti (Brown, 2008).

3. Kajian Aksiologi Matematika dalam Pendidikan

Matematika sebagai ilmu dasar, dipergunakan dalam berbagai bidang ilmu,


baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistic. Filosofi modern
juga tidak akan tepat bila tidak dilandasi pengetahuan tentang matematika.
Matematika dalam ilmu social juga dikembangkan sebagai sosiometri, psychometric,
ekonometri, dan sebagainya. Jujun S Sumantri (2001: 229) mengatakan bahwa
matematika mempunyai fungsi yang sama luasnya dengan fungsi bahasa yang
berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Untuk melakukan kegiatan
ilmiah secara lebih baik, diperlukan sarana berpikir. Penguasaan sarana berpikir ini
merupakan suatu hal yang bersifat imperative bagi seorang ilmuwan, karena tanpa
menguasainya maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan. Sarana berpikir
ini pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Oleh karena itu, sebelum memperlajari sarana sarana
berpikir ilmiah seharusnya menguasai langkah langkah dalam kegiatan ilmiah
tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka
diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.
Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan induktif.
Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan
statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif (Amsal Bahtiar, 2011:
188).

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari


serangkaian pernyataan yang akan disampaikan. Bahasa verbal mempunyai beberapa
kekurangan, dan untuk menutupi kekurangan bahasa vaerbal, digunakanlah
matematika, karena matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan
sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Lambang lambing dari matematika yang dibuat secara artificial dan
individual yang mengrupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang
dikaji. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dalam bahasa verbal, bila kita
membandingkan dua objek yang berlainan, umpamanya gajah dan semut. Akan sulit
membandingkan keduanya. Jika ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah
bila dibandingkan dengan semut, dengan bahasa verbal tidak dapat dikatakan apa
apa.

Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat


kualitatif. Penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat
eksak, sehingga menyebabkan daya prediktif dan control ilmu kurang cepat dan tepat.
Untuk mengatasinya, dikembangkan konsep pengukuran. Melalui pengukuran, kita
dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebuah logam dan berapa pertambahan
panjangnya kalau logam itu dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini, maka pernyataan
ilmiah yang merupakan pernyataan kualitatif sebatang logam kalau dipanaskan akan
memanjang, dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak,
umpamanya Pt = Po(1 + xt), dengan Pt adalah panjang logam pada temperature nol
dan x adalah koefisien pemuaian logam.

Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan


control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang
memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika
memungkinkan ilmu mengalami prkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.
Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperative bila kita menghendaki daya
prediksi dan control yang lebih tepat dan cermat dalam ilmu (Amsal Bahtiar, 2011:
191).

Matematika merupakan ilmu deduktif. Istilah deduktif diperoleh karena


penyelesaian masalah masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti
halnya yang terdapat dalam ilmu ilmu empiric, melainkan didasarkan atas deduksi
deduksi (penjabaran). Dewasa ini yang paling banyak dianut orang adalah bahwa
deduksi merupakan penalaran yang sesuai dengan hukum hukum serta aturan
aturan logika formal. Orang beranggapan bahwa tidaklah mungkin titik tolak yang
benar menghasilkan kesimpulan yang tidak benar.
Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa artificial (bahasa buatan). Keistimewaan bahasa ini
adalah terbebas dari aspek emotif dan afektif serta jelas kelihatan bentuk
hubungannya. Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan
pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan
baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan
kesimpulan yang didasarkan kepada premis premis yang kebenarannya telah
ditentukan. Kesimpulan yang ditarik dalam pemikiran deduktif merupakan
konsekuensi logis dari fakta fakta yang mendasarinya, yang disebut dengan
silogisme, sebagai perwujudan pemikiran deduktif yang sempurna.

Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual.


Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai macam
ilmu pengetahuan. Perhitungan matematis menjadi dasar ilmu teknik, memberikan
inspirasi kepada pemikiran di bidang social dan ekonomi, bahkan pemikiran
matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni rupa.

Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai


dengan penggunaan lambang lambang bilangan untuk penghitungan dan
pengukuran. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala gejala alam yang
dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang ulang. Sedangkan ilmu
ilmu social dapatditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang
dihadapinya tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan
pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan.

Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat


dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai aturan
aturan berpikir, seperti setengah tidak lebih besar daripada satu. Berpikir tidak dapat
dijalankan semaunya. Realitas begitu banyak jenis dan macamnya, maka berpikir
membutuhkan jenis jenis pemikiran yang sesuai. Pikiran diikat oleh hakikat dan
struktur tertentu, karena pikiran kita tunduk pada hukum hukum tertentu. Sebagai
perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan dapat
menyelesaikan fungsinya dengan baik, lebih lebih dalam hal yang biasa, sederhana,
dan jelas. Namun tidak demikian halnya apabila menghadapi hal hal yang sulit,
harus dilakukan pemikiran yang mendalam sebelum mencapai kesimpulan.
Amsal Bahtiar mengatakan bahwa belajar logika ilmiah perlu menegtahui
beberapa hal, diantaranya: (1) Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan, berpikir
sesuai dengan hokum dan prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan
dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika jangan hanya dijadikan mekanik
dan dikembangkan kesanggupan mengadakan eavluasi terhadap pemikiran orang lain
dan sanggup menunjukkan kesalahannya. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar
kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis. (2) Sanggup mengenali jenis
jenis, macam macam, nama nama, sebab sebab kesalahan pemikiran, dan
sanggup menghindari, serta menjelaskan segala bentuk dengan segala sebab kesalahan
dengan semestinya.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperllukan


sarana yang berupa bahasa, logika, dan Matematika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa
merupkan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain.

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang


berhubungan dengna komunikasi tidak terlepas dari bahas, seperti berpikir sistematis
dalam menggapai ilmu pengetahuan. Tanpa menguasai kemampuan berbahasa,
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur.

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan


pengetahuan. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid, apabila dilakukan
menurut cara yang benar. Cara penarikan kesimpulan ini dinamakan logika. Logika
adalah pengkajian untuk berpikir secara sohih. Logika induktif erta hubungannya
dengan penarikan kesimpulan dari kasus khusus ke kasus umum. Sedangkan logika
deduktif membantu dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi
khusus yang bersifat individual.

Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan


pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas menyususn
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan bersifat umum. Deduksi bersifat
sebaliknya, menggunakan cara berpikir yang disebut silogisme. Pernyataan yang
mendukukng silogisme dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif, dan merupakan bahasa
yang melambangkan serangkaian makan dari pernyataan yang ingin disampaikan.

Karakteristik matematika terletak pada kekhususannya dalam


mengkomunikasikan ide matematika itu melalui bahasa numerik. Dengan bahasa
numerik ini, memungkinkan seseorang dapat melakukan pengukuran secara
kuantitatif. Sedangkan sifat kekuantitatifan dari matematika tersebut, dapat
memberikan kemudahan bagi seseorang dalam menyikapi suatu masalah. Itulah
sebabnya matematika selalu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak dalam
memecahkan masalah.

Ilmu Matematika diantaranya meliputi aritmatika, geometri, aljabar dll


sehingga kalau mau sok idealis tentu saja banyak manfaat Matematika untuk ilmu
pengetahuan lain dan juga untuk kehidupan, misalnya:

1. Kombinasi (Statistika) bisa digunakan untuk mengetahui banyaknya formasi


tim bola voli yang bisa dibentuk.

2. Aritmatika hampir digunakan setiap hari, yaitu untuk hitung-menghitung.

3. Geometri bisa digunakan para ahli sipil karena geometri salah satunya adalah
membahas tentang bangun dan keruangan.

4. Aljabar bisa digunakan untuk memecahkan masalah bagaimana memperoleh


laba sebanyak mungkin dengan biaya sesedikit mungkin.

5. Mungkin dengan logika Matematika juga bisa membantu untuk berpikir logis,
tapi tentu saja bukan hanya Matematika saja yang bisa membantu dalam
berpikir logis.

Tujuan mempelajari matematika adalah :

1. Melatih cara berfikir dan benalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan,
perbedaan, konsisten dan inkonistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan


penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah


4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
memgkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta,
dalam menjelaskan gagasan.

Sebagai tambahan nilai matematika juga dapat kita lihat dalam:

Digunakan dalam bidang sains dan teknik.

Untuk penelitian masalah tingkah laku manusia.

Membantu manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian.

Ilmu matematikan juga digunakan dalam bidang komputer.

Membantu manusia berpikir secara matematis dan logis.

Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.


DAFTAR PUSTAKA

Suyitno Hardi. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika.. Semarang: Universitas Negeri


Semarang.

--. 2014.Filsafat Ilmu. diakses dari http://dewimardhiyana.blogspot.co.id/2014/01/makalah-


filsafat-ilmu.html pada 21 Desember 2015 pukul 13:57

============DAFTAR PUSTAKA============

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/140809245/FILSAFAT-MATEMATIKA

https://id.scribd.com/doc/294088996/FILSAFAT-MATEMATIKA

https://lela68.wordpress.com/2009/05/28/filsafat-ilmuilmu-dan-
matematika/

http://radenmilan.blogspot.co.id/2016/10/logika-filsafat-ilmu-pasti.html

https://matematikacooy.wordpress.com/hubungan-filsafat-dengan-
matematika/

Anda mungkin juga menyukai