PEDOMAN PENCEGAHAN
PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
(PPIA)
2014
PEDOMAN PPIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang telah dikaruniakan
kepada penyusun, sehingga Buku Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA /
Prevention of Mother-to-Child HIV Transmission / PMTCT) Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
ini dapat selesai disusun.
Buku Pedoman PPIA di Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta ini disusun untuk lebih
memantapkan upaya penanggulangan HIV/AIDS, keselamatan pasien, keselamatan kerja, serta
meningkatkan mutu pelayanan.
Dalam buku pedoman ini diuraikan Standar Ketenagaan, Standar Fasilitas, Tatalaksana
Pelayanan Terapi Antiretroviral (ARV), Logistik, Keselamatan Pasien, Keselamatan Kerja, dan
Pengendalian Mutu.
Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan semua
pihak dalam menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan Terapi Antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit
Umum Daerah Sangatta.
Penyusun
Page
PEDOMAN PPIA
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Page
PEDOMAN PPIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Mengetahui standar ketenagaan di Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta.
2. Mengetahui standar fasilitas di Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta.
3. Mengetahui tata cara PPIA di RSUD Sangatta.
4. Mengetahui keselamatan pasien dalam PPIA di RSUD Sangatta.
5. Mengetahui keselamatan kerja dalam PPIA di RSUD Sangatta.
Page
PEDOMAN PPIA
1.4. Batasan
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan
pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.
Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus
dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang
memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To
Child Transmission (PMTCT).
Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus
HIV/AIDS.
Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan
keluarganya. Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah.
Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.
Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang
dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan
prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang
berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk
suatu keperluan penelitian.
Page
PEDOMAN PPIA
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Page
PEDOMAN PPIA
BAB III
STANDAR FASILITAS
POLI VCT
3.3. Kriteria
Tersedia ruangan khusus pelayanan klien yang berfungsi sebagai pusat pelayanan HIV/AIDS
di RSUD Sangatta meliputi kegiatan konseling, penatalaksanaan, pencatatan dan pelaporan, serta
menjadi pusat jejaring internal atau eksternal pelayanan HIV/AIDS di RSUD Sangatta.
1. Ruang tersebut memenuhi persyaratan sarana dan prasarana ruangan pelayanan terapi ARV.
2. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan terapi ARV.
3. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan antibodi anti-HIV.
Page
PEDOMAN PPIA
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) dilaksanakan melalui kegiatan kompehensif
yang meliputi empat pilar (4 prong) yaitu :
1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)
2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi
HIV dan bayi serta keluarganya
Page
PEDOMAN PPIA
4.2. PRONG 2 : Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan
dengan HIV
Konseling yang berkualitas,penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta
penggunaan kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan
hubungan seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan.
Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi. Kegiatan dalam prong ini
dilakukan pada saat pasien wanita HIV positif datang kontrol ke poliklinik VCT/CST atau
memeriksakan diri ke poliklinik lainnya, terutama poliklinik kebidanan dan kandungan.
Apabila wanita HIV positif tidak ingin hamil, maka kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kontrasepsi jangka panjang dan kondom. Sedangkan yang tidak ingin punya anak lagi disarankan
untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan kondom. Apabila wanita HIV positif masih ingin
memiliki anak, maka dilakukan konseling lanjutan untuk merencanakan kehamilannya. Ibu dengan
HIV berhak menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami, atau
keluarga.
4.3. PRONG 3 : Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan HIV ke Bayi
yang Dikandungnya
Kegiatan pada prong ini dilaksanakan pada setiap pasien wanita hamil HIV positif yang
memeriksakan diri pada poliklinik kebidanan dan kandungan atau datang kontrol ke poliklinik
VCT/CST atau dalam proses persalinan di ruang bersalin (VK). Strategi ini merupakan inti dari
layanan PPIA dan merupakan kegiatan layanan KIA yang komprehensif meliputi :
1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV, merupakan jalan bagi ibu hamil untuk
mengetahui status HIV, sehingga dapat pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan psikologis,
dan KIE tentang HIV/AIDS.
2. Diagnosis HIV. Alur pemeriksaan anti HIV dalam darah dengan menggunakan metode cepat
(rapid) atau ELISA.
3. Pemberian ARV untuk ibu hamil HIV positif. Diberikan berdasarkan Pedoman Terapi ARV.
Pemberian ARV dimulai tanpa memandang stadium klinis ataupun jumlah CD4, dan
dikonsumsi seumur hidup. Bertujuan untuk mengurangi risiko penularan dan mengoptimalkan
kesehatan ibu.
4. Persalinan yang aman. Pemilihan persalinan diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan
konseling lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian
petugas kesehatan.
Page
PEDOMAN PPIA
Dengan demikian, untuk memberikan layanan persalinan yang optimal kepada ibu hamil dengan
HIV direkomendasikan kondisi-kondisi berikut ini:
Pelaksanaan persalinan, baik secara bedah sesar maupun normal, harus memperhatikan kondisi
fisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Infeksi HIV bukan
merupakan indikasi untuk bedah sesar.
Ibu hamil harus mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani
persalinan per vaginam atau pun per abdominam (bedah sesar).
Tindakan menolong persalinan ibu hamil, baik secara persalinan per vaginam maupun bedah
sesar harus selalu menerapkan kewaspadaan standar, yang berlaku untuk semua jenis
persalinan dan tindakan medis.
5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak. Dilakukan konseling tentang risiko penularan
HIV melalui ASI. Konseling dilakukan selama ANC atau sebelum persalinan. Pengambilan
keputusan di tangan ibu setelah mendapatkan konseling lengkap. Sangat dianjurkan untuk
menggunakan susu formula sebagai makanan bagi bayi, apabila syarat AFASS (affordable,
feasible, acceptable, sustainable, and safe) terpenuhi keseluruhannya. Apabila salah satu syarat
tidak terpenuhi, maka ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan. Tidak dianjurkan untuk
menyusui campur (mixed feeding) artinya diberikan ASI dan PASI bergantian.
6. Mengatur kehamilan dan keluarga berencana, seperti yang telah dijelaskan pada PRONG 2.
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada bayi/anak. ARV yang diberikan adalah
Zidovudine (AZT) dimulai pada hari pertama kehidupan sampai 6 minggu, dengan dosis 4
mg/kgBB diberikan 2 kali sehari. Setelah 6 minggu, diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan
dosis 4-6 mg/kgBB (dosis trimeptoprim) diberikan 1 kali sehari sampai diagnosis HIV dapat
ditegakkan.
8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada bayi yang lahir dari ibu HIV. Pemeriksaan untuk antibodi
anti HIV dengan metode cepat (rapid) hanya dapat digunakan apabila anak berumur lebih dari
18 bulan, atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasil positif
maka harus diulang setelah berusia 18 bulan. Bila usia anak kurang dari 18 bulan, maka
pemeriksaan yang dilakukan adalah PCR untuk melihat HIV DNA, yang dilakukan minimal 2
kali, pertama pada usia 4-6 minggu dan 4 minggu setelah pemeriksaan pertama.
4.4. PRONG 4 : Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu
dengan HIV beserta anak dan keluarganya.
Penting untuk menjamin kerahasiaan status HIV ibu untuk menghindai stigma dan diskriminasi di
masyarakat. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Beberapa hal yang
mungkin dibutuhkan ibu dengan HIV antara lain :
Pengobatan ARV jangka panjang
Pengobatan gejala penyakitnya
Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral load)
Page
PEDOMAN PPIA
Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.
Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya
Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
Kunjungan ke rumah (home visit)
Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV
Adanya pendamping saat sedang dirawat
Dukungan dari pasangan
Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
Gambar 4.1. Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan PRONG 3 dan 4 dalam PPIA
Page
PEDOMAN PPIA
BAB V
LOGISTIK
Pengadaan logistik untuk pelayanan PPIA dilakukan dengan permintaan secara berkala kepada
Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur.
Page
PEDOMAN PPIA
11. Lemari pendingin *
12. Ruang penyimpanan testing-kit , barang habis pakai
13. Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyimpanan
sampel, kecelakaan okupasional) atau komputer pencatat.
14. Pedoman testing HIV
Catatan : * inventaris rumah sakit (pengadaan oleh RSUD Sangatta)
Petugas laboratorium VCT mengajukan permohonan logistik laboratorium kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Kutai Timur.
Page
PEDOMAN PPIA
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
6.1. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, dan lain-
lain) yang tidak seharusnya terjadi.
6.2. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu
sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan pasien di rumah
sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya
kejadian tidak diharapkan di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga
tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Page
PEDOMAN PPIA
Ketetpatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien sejak awal pasien
masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien.
Setiap pasien HIV/AIDS yang datang ke RSUD Sangatta harus diverifikasi identitasnya dengan
menggunakan nama dan alamat, atau nama dan tanggal lahir.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi lisan yang menggunakan prosedur
“SBAR”; write, read, dan repeat back (reconfirm).
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert).
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius dan obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Untuk antiretroviral (ARV) yang waktu
penggunaannya jangka panjang harus diwaspadai juga masa/tanggal kada luarsanya.
4. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan
kesehatan. Infeksi biasa dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah, pneumonia yang sering berhubungan dengan ventilasi
mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan yang tepat.
5. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Pengurangan pengalamam pasien yang tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh. Suatu
jehadian jatuh yang tidak disengaja pada seseorang saat istirahat yang dapat dilihat/dirasakan,
atau kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi tertentu seperti stroke, pingsan,
dan lainnya. Untuk pasien HIV/AIDS yang rawat inap, dikaji pula risiko jatuhnya. Apabila
termasuk berisiko, pasien tersebut dipasang gelang kuning.
Page
PEDOMAN PPIA
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan bahwa upaya kesehatan
kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan
serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat kerja yang
termasuk dalam kategori seperti disebut di atas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga
bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar
rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini yang
dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada
dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat
hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan
terhadap pekerja dalam hal ini tim penanggulangan HIV/AIDS dan perlindungan terhadap Rumah
Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas rumah sakit. Undang-
Undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin :
1. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat
dan selamat.
2. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
3. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada tiga
kelompok, yaitu :
1. Kondisi dan lingkungan kerja.
2. Kesadaran dan kualitas pekerja.
3. Peranan dan kualitas manajemen.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
terjadi bila :
1. Pelatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus.
2. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi.
3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau dingin.
4. Tidak tersedia alat-alat pengaman.
5. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran, dan lain-lain.
Page
PEDOMAN PPIA
7.1. Perlindungan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Petugas Kesehatan
1. Petugas kesehatan yang merawat pasien HIV/AIDS harus mendapatkan pelatihan/sosialisasi
mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tidakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang sesuai dengan protokol.
2. Petugas yang tidak terlibat secara langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
Page
PEDOMAN PPIA
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan PPIA merupakan bahan rujukan bagi pimpinan rumah sakit dalam
rangka pelayanan PPIA, juga sebagai bahan rujukan akreditasi rumah sakit. Keberhasilan
pelaksanaan layanan PPIA di rumah sakit sangat bergantung pada komitmen dan kemampuan para
penyelenggara pelayanan kesehatan serta dukungan stake holder terkait untuk mencapai hasil
optimal.
Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi serta kebijakan dan peraturan terkait penanggulangan HIV/AIDS yang ada di Indonesia.
dr. Bahrani
Penata Tk.
I
NIP. 19650715 200112 1 003
Page