DISUSUN OLEH:
2. Etiologi
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang
dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus,
cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada
orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS
juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-
deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2
didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir
sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi
(masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%
3. Klasifikasi
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk
pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September
tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan
mudah ditangani pada orang sehat.
a. Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
b. Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang
c. Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
d. Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
4. Patofsiologi
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang
disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada
umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-
pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang,
infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes
serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini
disebut window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara
laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif.
Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa
gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar
limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini
pasien akan masuk ke fase full blown AIDS. Sel T dan makrofag serta sel
dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS
5. Patwey
Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise
HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen
Organ target
Reaksi psikologis
Disfungsi Penyakit
Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis anorektal Infek Gatal, sepsis, Gangguan
biliari
demensia si nyeri penglihatan
dan
pendengaran
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat
Gangguan sensori
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat
jalan napas
hipertermi
nyeri
nyeri
6. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO
I 1. Asimptomatik Asimptomatik ,
2. Limfadenopati generalisata
aktifitas normal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV
dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu tes yang mencari adanya
virus tersebut dalam tubuh penderita :
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a) ELISA
b) Western blot
c) P24 antigen test
d) Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a) Hematokrit.
b) LED
c) CD4 limfosit
d) Rasio CD4/CD limfosit
e) Serum mikroglobulin B2
f) Hemoglobulin
8. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer,
2000) adalah :
1) Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang
terkait dengan AIDS.
2) Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3) Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan
kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan
mulut, kulit, dan funduskopi.
4) Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total,
antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
9. Penatalaksanaan
a. Medis
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis
dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.
b. Non Medis
Melakukan konseling yang bertujuan untuk :
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 35 th
No Reg : 012684
Ruang : Mina
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Alamat : Batu merah
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMU
MRS : 22 Mei 2022
Tanggal Pengkajian : 22 Mei 2022
DX Medis : AIDS
2. Keluhan Utama
Saat MRS : Klien dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
diare dan demam tinggi.
Saat pengkajian : Klien mengatakan badan terasa lemah, dan
tidak mampu melakukan aktifitas.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, terpasang infus RL,
Keadaan sakit : Klien sering mengeluh lemas
Tekanan darah : 90 / 80 mmHg
Nadi : 55 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Bising Usus : 20 x/menit
Suhu : 37,8˚C
Tinggi badan : 167 cm
Berat badan : 52 kg
8. Data Psikologis
(a) Status Emosi
Emosi klien stabil, klien aktif menjawab pertanyaan, tidak mudah
tersinggung, afek dan mimik muka sesuai keadaan.
(b) Kecemasan
Klien mengaku bahwa dirinya diduga dengan diagnosis AIDS,
Klien bertanya kepada perawat apakah benar dia sudah positif
mengidap HIV? serta menanyakan; “Apakah penyakit saya bisa
disembuhkan?”? ekspresi wajah klien tampak cemas dan gelisah.
9. Konsep Diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya, tetapi
merasa malu dan bingung karena sejak menderita sakit ini penis
klien tidak dapat ereksi.
b) Harga Diri
Klien mengatakan merasa bersalah atas perbuatannya selama ini
dan klien merasa malu dengan keadaan dirinya yang diduga
mengidap HIV,
c) Peran Diri
Klien seorang pemuda sudah bekerja mengelola bengkel dan dapat
mencukupi kebutuhannya sehari-hari serta membiayai kuliah
adiknya..
d) Identitas Diri
Klien mengaku dirinya sudah berkeluarga, pendiam, tidak
gampang marah.
e) Ideal Diri
Klien mengatakan dirinya ingin cepat sembuh dan kembali
menjalankan aktifitas di bengkel yang dikelolanya.
ANALISA DATA
DISUSUN OLEH :
STIKES RS PROF.Dr.J.A.LATUMETEN
AMBON
TAHUN 2021/2022