Anda di halaman 1dari 45

INSPIRASI PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN TEMATIK TERPADU

SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH


(SD/MI)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


JAKARTA, 2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Ruang Lingkup 3
D.Sasaran 4
BAB II KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK 5
A. Rasional 5
B. Tujuan 6
C. Ruang Lingkup 6
BAB III DESAIN PEMBELAJARAN 7
A. Pendekatan 7
B. Strategi dan Metode 12
C. Model 13
D.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 23
BAB IV PENILAIAN 27
A. Penilaian Sikap 27
B. Penilaian Pengetahuan 29
C. Penilaian Keterampilan 31
BAB V MEDIA DAN SUMBER BELAJAR 36
BAB VI GURU KELAS PADA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 37
A. Profil 37
B. Peran 38
BAB VII PENUTUP 43

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan Pendidikan Nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik


agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu bentuk lembaga
pendidikan pada jalur pendidikan formal sebagai landasan untuk menuju
ke jenjang pendidikan menengah. Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut
diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam
Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan pada
pendidikan dasar merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang
harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar.

Pada jenjang pendidikan dasar, pendekatan pembelajaran yang


digunakan adalah pendekatan pembelajaran tematik terpadu atau yang
seringkali disebut sebagai tematik integratif. Mengapa di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) perlu pendekatan pembelajaran
tematik terpadu? Maka untuk menjawabnya kita harus memahami
landasan filosofis, psikologis, dan yuridis. Dengan memahami ketiganya,
maka kita akan maklum mengapa pembelajaran tematik dianggap paling
cocok untuk digunakan di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).
Secara filosofis ada 3 faham yang melandasi mengapa di Sekolah Dasar
dan Madrasah Ibtidaiyah diterapkan pembelajaran tematik, yaitu faham
progresivisme, faham konstruktivisme, dan faham humanisme.

Progresivisme adalah faham yang menekankan bahwa proses


pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan
pengalaman siswa. Konstruktivisme adalah faham yang menghendaki
agar anak mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Humanisme
adalah faham humanisme memandang siswa sebagai individu yang
memiliki keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi masing-masing.

Menurut psikologi perkembangan anak, untuk menentukan tingkat


keluasan dan kedalamannya isi (materi pembelajaran) haruslah
disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Sementara itu
psikologi belajar menjelaskan bagaimana isi/materi pembelajaran
disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus
mempelajarinya. Dalam proses belajarnya, anak-anak usia sekolah dasar
mempunyai pemikiran yang bersifat konkrit, integratif, dan hierarkis.
Konkrit dimaknai sebagai proses belajar harusnya beranjak dari hal-hal
yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan
diutak-atik. Integratif dimaknai sebagai keadaan di mana anak
memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka
belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu.
Sementara hierarkis bermakna bahwa anak belajar berkembang secara

1
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih
kompleks. Tujuannya adalah agar siswa dapat mengembangkan diri dan
kompetensinya secara holistik dan bermakna. Belajar seharusnya adalah
suatu proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, dan kepandaian yang bersifat menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran adalah proses interaksi antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan
pembelajaran bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman
dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak
mengalami langsung yang dipelajarinya.

Dalam implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar/Madrasah


Ibtidaiyah, pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai
mata pelajaran dalam berbagai tema. Pendekatan pembelajaran ini
digunakan mulai kelas I sampai dengan VI pada Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Pembelajaran dengan pendekatan tematik
ini mencakup seluruh kompetensi mata pelajaran yaitu Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Prakarya,
serta Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan kecuali mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti. Kompetensi mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada kelas I sampai dengan III
diintegrasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, sedangkan untuk mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diintegrasikan ke mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan
Matematika. Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu
Pengetahuan Sosial di kelas IV sampai dengan VI masing-masing berdiri
sendiri.

Buku Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Tematik Terpadu merupakan


salah satu bahan pendukung untuk memperkuat pelaksanaan
pendekatan pembelajaran tematik terpadu pada pelaksanaan Kurikulum
2013.

B. Tujuan

Buku Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Tematik Terpadu ini secara


khusus dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Memotivasi guru untuk melaksanakan pembelajaran tematik terpadu;


2. Memberi pengetahuan dan wawasan tentang pembelajaran tematik
terpadu, baik bagi guru maupun pihak terkait, sehingga memberikan
dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran tematik
terpadu;
3. Memberi keterampilan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran
tematik terpadu; mulai dari pengembangan RPP, melaksanakan
pembelajaran dan penilaian.
4. Memberi inspirasi kepada pihak-pihak yang terkait untuk
mengembangkan pembelajaran tematik terpadu.

2
C. Ruang Lingkup

Buku Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Tematik Terpadu ini memuat


didalamnya aspek-aspek penting untuk dijadikan inspirasi bagi guru
dalam menjalankan proses pembelajaran baik di kelas maupun di dalam
praktik di lapangan sesuai arah dan tujuan Kurikulum 2013. Aspek-
aspek penting yang perlu dipertimbangkan untuk dijadikan acuan
meliputi, pertama-tama, arti penting kerangka acuan ini, meliputi latar
belakang, tujuan dan ruang lingkup kerangka acuan sebagaimana
dipaparkan di Bab I.

Kemudian, sesudah itu, pada Bab II dipaparkan karakteristik


Pembelajaran Tematik Terpadu, memuat di dalamnya rasional terhadap
implementasi pembelajaran tematik terpadu terkait dengan arah dan
tujuan Kurikulum 2013. Selanjutnya, dalam bab III dipaparkan desain
pembelajaran, memuat didalamnya pendekatan, strategi dan metode
pembelajaran, model-model pembelajaran dan kaitan desain
pembelajaran dengan rancangan pembelajaran. Selain itu, dipaparkan
model pembelajaran, memuat di dalamnya model-model pembelajaran
yang relevan dengan tujuan dari Kurikulum 2013, dan pilihan model
pembelajaran yang dijadikan acuan dalam menerjemahkan silabus ke
dalam proses pembelajaran.

Sesudah itu, dalam bab IV dikemukakan metode penilaian dengan jenis


dan bentuk penilaian yang sesuai dengan pembelajaran tematik terpadu.
Selanjutnya, dalam bab V dikemukakan media dan sumber rujukan yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Bab VI dipaparkan peran guru
sebagai pengembang kultur belajar dalam menghadapi abad 21. Dalam
bab ini secara khusus akan dipaparkan peran guru sebagai agensi dan
pengembang kultur belajar.

Bab VII, sebagai bab terakhir, merupakan penutup, kesimpulan dan


rekomendasi yang diajukan untuk memajukan dan mendorong
pelaksanaan praktik pendidikan dan pembelajaran sesuai arah dan
tujuan penyempurnaan Kurikulum 2013.

Dokumen ini merupakan inspirasi bagaimana guru kelas pada jenjang


pendidikan dasar dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan arah
dan tujuan Kurikulum 2013 ke dalam proses pembelajaran. Termasuk
disini bagaimana menuangkannya ke dalam Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), menyusun tata kelola proses pembelajaran dan
mempersiapkan praktik mengajar dalam proses pembelajaran sehari-hari.
Dengan kata lain, dokumen ini merupakan inspirasi bagaimana
mengoperasionalisasikan arah dan tujuan Kurikulum 2013 ke dalam
proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, atau dalam
praktik lapangan, atau bagaimana mewujudkan atau
mengimplementasikan arah dan tujuan Kurikulum 2013 ke dalam proses
pembelajaran.

3
D. Sasaran

Buku Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Tematik Terpadu


diperuntukkan bagi guru atau pendidik, kepala sekolah/satuan
pendidikan, pengawas, dinas pendidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan tenaga kependidikan lainnya dalam rangka mendukung
penyelenggaraan program pendidikan dan secara khusus dalam
menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan sistem
penilaian kelas yang efektif, efisien, dan berkualitas sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan.
.

4
BAB II
KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK

A. Rasional

Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu


yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai pembelajaran yang
menghubungkan berbagai gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan
nilai, baik antar mata pelajaran maupun dalam satu mata
pelajaran.Pembelajaran tematik memberi penekanan pada pemilihan
suatu tema yang spesifik yang sesuai dengan materi pelajaran, untuk
mengajar satu atau beberapa konsep yang memadukan berbagai
informasi.

Pembelajaran tematik berdasar pada filsafat konstruktivisme yang


berpandangan bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik
merupakan hasil bentukan peserta didik sendiri. Peserta didik
membentuk pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan,
bukan hasil bentukan orang lain. Proses pembentukan pengetahuan
tersebut berlangsung secara terus menerus sehingga pengetahuan yang
dimiliki peserta didik menjadi semakin lengkap.

Pembelajaran tematik menekankan pada keterlibatan peserta didik secara


aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Teori pembelajaran ini
dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan
bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada
kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar


sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru
perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan
mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar
yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses
pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang
dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan
memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, penerapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu peserta
didik dalam membentuk pengetahuannya, karena sesuai dengan tahap
perkembangannya peserta didik yang masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik).

Pembelajaran tematik memiliki ciri khas, antara lain:

1. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat


perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;
2. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik;
3. Kegiatan belajar dipilih yang bermakna dan berkesan bagi peserta
didik sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama;
4. Memberi penekanan pada keterampilan berpikir peserta didik;

5
5. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui peserta didik dalam
lingkungannya; dan
6. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.

B. Tujuan
Tujuan dari pembelajaran tematik terpadu adalah;
1. Menghilangkan atau mengurangi terjadinya tumpah tindih materi.
2. Memudahkan peserta didik untuk melihat hubungan-hubungan yang
bermakna
3. Memudahkan peserta didik untuk memahami materi/konsep secara
utuh sehingga penguasaan konsep akan semakin baik dan
meningkat.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembelajaran tematik terpadu meliputi semua Kompetensi
Dasar dari semua mata pelajaran yang terdapat pada Struktur
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah kecuali Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti. Mata pelajaran yang dimaksud adalah Bahasa
Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Prakarya,
serta Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.

6
BAB III
DESAIN PEMBELAJARAN

Pembelajaran tematik terpadu perlu memperhatikan pendekatan, strategi,


model dan metode pembelajaran. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan
yang berpusat pada pendidik menurunkan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi
pembelajaran induktif (Sanjaya, 2008:127). Strategi suatu seni
menggunakan kecakapan dan sumber daya untuk mencapai sasarannya
melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dan kondisi yang paling
menguntungkan. Model pembelajaran adalah rencana (pola) yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan
pengajaran dan membimbing pengajaran. Sedangkan Metode merupakan
jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam
berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke
pencapaian tujuan.

A. Pendekatan
Pendekatan terpadu (integrated) pada pembelajaran tematik terpadu
dimaksudkan agar peserta didik tidak belajar secara parsial sehingga
pembelajaran dapat memberikan makna yang utuh pada peserta didik
seperti yang tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik
terpadu disusun berdasarkan berbagai proses integrasi yaitu integrasi
intra-disipliner, multi-disipliner, inter-disipliner, dan trans-disipliner.
Penjabaran proses integrasi dalam tematik terpadu sebagai berikut.
1. Pendekatan intra disipliner ketika guru mengintegrasikan subdisiplin
dalam mata pelajaran.
2. Pendekatan Multidisipliner dilakukan dengan tema dan dikelilingi oleh
berbagai mata pelajaran.

PPKn
Pendidikan
Jasmani,
Bahasa
Olahraga,
dan Indonesia
Kesehatan

Tem
Seni Budaya
dan
a Matematika
Prakarya

Ilmu Ilmu
Pengetahuan Pengetahuan
Sosial Alam

Gbr. 1 Diagram hubungan mata pelajaran melalui pendekatan Multidisipliner

7
3. Pendekatan Interdisipliner yaitu ketika guru mengorganisasi
kurikulum untuk kompetensi yang sama antar mata pelajaran.

PPKn

 Tema
Seni Budaya dan
 Konsep
Bahasa Indonesia
Prakarya  Keterampilan
Interdisipliner
(Membaca,
Menulis, dan
Berhitung)
Matematika

Gbr. 2. Diagram hubungan mata pelajaran melalui pendekatan


interdispliner

4. Pendekatan transdisipliner yaitu guru guru mengorganisasi kurikulum


dari pertanyaan dan minat siswa

Di dalam Kurikulum 2013 Pendekatan pembelajaran menggunakan


pendekatan tematik terpadu dan pendekatan saintifik. Strategi pada
pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran peserta didik aktif.
Model pembelajaran tematik terpadu menggunakan model jaring laba-
laba. Metode berupa metode proyek yang pembelajarannya dilakukan di
dalam atau di luar ruang kelas yang melibatkan peserta didik untuk
melakukan kegiatan yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dan
mata pelajaran. Kegiatan tersebut harus melibatkan berbagai
keterampilan seperti keterampilan fisik, intelektual dan juga mata
pelajaran dan kompetensinya yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Implementasi pembelajaran terpadu dilaksanakan dalam
tahapan pembukaan, inti dan penutup. Pada kegiatan inti seluruh
aktivitas pembelajaran meliputi kegiatan mengamati, menanya,
pengumpulan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Dalam kegiatan mengamati (observing) peserta didik menangkap
fenomena dan/atau informasi tentang benda, manusia, alam, kegiatan,
dan gagasan melalui proses pengindraan seketika dan/atau pengindraan
bertujuan. Misalnya: melihat, mendengar, menyimak, meraba, membaca,
memanipulasi.
Kegiatan menanya mendorong peserta didik mengajukan pertanyaan dari
yang bersifat faktual sampai ke yang bersifat hipotesis, diawali dengan

8
bimbingan guru sampai bersifat mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
untuk menggali informasi dan/atau makna sesuatu melalui proses
bertanya dialektis (dialectical questioning) dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan pelacak (probing question), misalnya mengajukan pertanyaan:
Apa, Dimana, Siapa, Kapan, Mengapa, Bagaimana, Berapa, dan
seterusnya.
Kegiatan mengasosiasi/menalar menekankan aktivitas belajar bagi
Peserta didik untuk melakukan proses pemahaman (comprehension)
untuk memperoleh/ mendapatkan makna/ pengertian tentang fakta,
gejala, kegiatan, gagasan, nilai dan lain-lain (acquiring and integrating
knowledge) melalui kegiatan: membedakan, membandingkan,
menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan
hubungan data/ kategori,menyimpulkan dari hasil analisis data dan lain-
lain dimulai dari unstructured – unistructure – multi structure – complicated
structure.
Kegiatan mengomunikasikan menekankan aktivitas belajar Peserta didik
untuk menyajikan gagasan, model/produk kreatif dan memberikan
penjelasan/mendemonstrasikan hasil pemecahan masalah,
pengembangan, gagasan baru, kesimpulan dalam bentuk lisan, tulisan,
diagram, bagan, gambar atau media lainnya di kelas/di luar kelas.
Dalam melaksanakan kegiatan dengan pendekatan saintifik tersebut,
pendidik perlu menyiapkan berbagai kegiatan yang sesuai dengan
karakteristik anak usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Gambaran
perkembangan anak usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah untuk
aspek fisik khususnya pada dimensi tinggi dan berat badan pada
umumnya menurut F.A.Hadis, pertumbuhan fisik anak usia Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah cenderung lebih lambat dan konsisten bila
dibandingkan dengan masa usia dini. Rata-rata anak usia Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah mengalami penambahan berat badan sekitar
2,5-3,5 kg dan penambahan tinggi badan 5–7 cm per tahun. Sedangkan
pada umumnya perkembangan kemampuan motorik, antara lain:
1. Ketangkasan anak meningkat,
2. Dapat bermain sepeda,
3. Sudah mengetahui kanan dan kiri,
4. Mulai membaca dengan lancar
5. Peningkatan minat pada bidang spiritual.
6. Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
7. Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
Perkembangan kognitif anak usia awal antara lain:
1. Senang menghasilkan sesuatu dan mengoreksi diri sendiri
2. Mulai mengenal dunia yang lebih luas
3. Sedikit berimajinasi,
4. Rasa ingin tahu meningkat
5. Mampu beradaptasi dengan beberapa kondisi yang dihadapi
6. Bermasalah dengan kondisi abstrak, angka-angka yang banyak,
periode waktu dan ruang

Karakteristik yang dimiliki anak-anak usia Sekolah Dasar pada


umumnya adalah

9
1. Senang bergerak
Berbeda dengan orang dewasa yang betah duduk berjam-jam, anak-
anak usia Sekolah Dasar lebih senang bergerak. Anak-anak usia ini
dapat duduk dengan tenang maksimal sekitar 30 menit.
2. Senang bermain
Dunia anak memang dunia bermain yang penuh kegembiraan,
demikian juga dengan anak-anak usia sekolah dasar, mereka masih
sangat senang bermain. Apalagi anak-anak Sekolah Dasar kelas
rendah.
3. Senang melakukan sesuatu secara langsung
Anak-anak usia Sekolah Dasar akan lebih mudah memahami
pelajaran yang diberikan guru jika ia dapat mempraktikkan sendiri
secara langsung pelajaran tersebut.
4. Senang bekerja dalam kelompok
Pada usia Sekolah Dasar, anak-anak mulai intens bersosialisi.
Pergaulan dengan kelompok sebaya, akan membuat anak usia
Sekolah Dasar bisa belajar banyak hal, misalnya setia kawan, bekerja
sama, dan bersaing secara sehat.
Berdasarkan karakteristik anak kelas awal tersebut, maka pendidik perlu
menyiapkan berbagai aktivitas/kegiatan yang cocok dan sesuai. Berbagai
kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan
anak kelas awal (kelas I sampai dengan kelas III) adalah:
a. Anak mengenali sesuatu berdasarkan apa yang didengarnya karena
itu guru dapat membacakan teks atau cerita.
b. Anak usia 7 tahun adalah pendengar yang baik, sehingga guru
memberi kesempatan kepada anak untuk mendengarkan.
c. Anak usia 8 tahun “suka bekerjasama”, guru dapat memberikan
tugas untuk melakukan kegiatan berkelompok.
d. Anak usia 9 tahun mempunyai ciri “sedikit berimajinasi” oleh karena
itu dalam kegiatan mengamati, guru perlu mendorong anak untuk
mampu berimajinasi.
e. Guru memberi kesempatan dan menyiapkan kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan anak di luar ruang bersama teman dan sendiri di
dalam ruang.
f. Guru menyiapkan kegiatan yang mendorong anak untuk bergerak
secara terarah untuk mengasah keterampilannya.
g. Anak perlu diberi kesempatan mengasah keterampilan fisiknya
sehingga dapat mengembangkan kemampuan motorik kasarnya
misalnya melalui berbagai kegiatan berjalan, berlari, melompat,
melempar dan untuk motorik halusnya dengan memberi
kesempatan anak untuk menulis, menggambar, menggunting.
h. Guru memberi kesempatan anak untuk melakukan kegiatan sendiri
secara aktif tanpa diberi contoh.
i. Untuk anak usia 8 tahun guru dapat menyiapkan berbagai kegiatan
yang mendorong anak untuk berbicara secara aktif karena mereka
suka melebih-lebihkan dalam bicara.
j. Memberi kesempatan kepada anak untuk menjadi pembicara
misalnya menyampaikan hasil kegiatannya, memberi komentar
terhadap sesuatu dan sebagainya.
k. Memberi kesempatan anak untuk melakukan diskusi atau kegiatan
tanya jawab berpasangan karena pada umumnya mereka juga suka
berdialog atau melakukan percakapan berpasangan.
l. Guru menyiapkan kegiatan yang mendorong anak untuk berkata-
kata yang sifatnya deskriptif misalnya menceritakan pengalaman

10
yang dialaminya.
m. Guru perlu menyiapkan kegiatan yang mendorong anak unuk
berbicara secara aktif bahkan saat bicara anak usia ini dapat
melebih-lebihkan dalam bicaranya dan perkembangan kosakatanya
sangat cepat.
n. Mendorong anak untuk melaporkan hasil kerjanya secara lisan
karena pada umumnya mereka adalah pembicara yang baik dam
mempunyai perkembangan kosakata yang cepat.
o. Untuk anak kelas awal guru dapat mendorong anak
mengkomunikasikannya dalam berbagai bentuk gambar lengkap
(misal gambar manusia sudah dapat lengkap), mewarnai gambar
dengan warna natural/alami menyerupai warna aslinya.
p. Guru perlu sering memperingatkan anak usia awal untuk lebih teliti
dalam mengerjakan tugas karena pada umumnya mereka bergerak
cepat dan bekerja dengan tergesa-gesa, karena mereka penuh
dengan energi.
q. Guru perlu menyiapkan berbagai kegiatan yang dilakukan tidak
hanya di dalam ruang tetapi juga di luar ruang karena anak usia ini
perlu pelepasan energi secara fisik (kegiatan di luar ruangan).
r. Guru perlu mengatur kegiatan yang belum memerlukan konsentrasi
yang lama karena anak usia ini konsentrasinya masih terbatas.
s. Guru perlu menyiapkan kegiatan yang menyenangkan karena pada
usia ini perkembangan sosialnya masih sangat baik dan penuh
dengan humor.
t. Guru perlu menyiapkan kegiatan yang memungkinkan anak untuk
bekerjasama khususnya dengan teman yang sejenis.
u. Batasan atau aturan perlu ditata sedemikian rupa karena anak
masih bermasalah dengan aturan dan batasan-batasan.
v. Guru perlu menyiapkan berbagai kegiatan yang menghasilkan
sesuatu karena pada usia ini mereka senang menghasilkan karya.
w. Guru juga menyiapkan kegiatan-kegiatan yang berbentuk
operasional konkret karena pada masa ini mereka masih
bermasalah dengan kondisi abstrak.
x. Anak usia ini bukanlah pendengar yang baik karena pada saat
mendengarkan ia akan dipenuhi pula dengan gagasan sehingga
terkadang tidak ingat apa yang telah dikatakannya.
y. Mendorong anak mengungkapkan secara deskriptif, misalnya
menceritakan pengalaman yang dialaminya.
z. Menyiapkan berbagai kegiatan yang sifatnya eksplorasi misalnya
mencari fakta dalam kamus, menyelidiki lingkungan, untuk dapat
mengenal dunia yang lebih luas bukan hanya yang dekat dengan
dirinya.

Keberhasilan pembelajaran tematik terpadu tergantung pula pada


lingkungan kelas yang diciptakan yang dapat mendorong peserta didik
untuk belajar dan menjadi tempat belajar yang nyaman, aman, dan
menyenangkan. Penataan lingkungan kelas bisa berupa pengaturan
peserta didik dan ruang kelas. Pengaturan tersebut mencakup
pengaturan meja-kursi peserta didik, penataan sumber dan alat bantu
belajar, dan penataan pajangan hasil karya peserta didik.
Pengorganisasian atau pengaturan peserta didik dapat dilakukan dalam
bentuk klasikal, kelompok dan individual.
Penataan lingkungan kelas perlu memperhatikan 4 hal berikut: 1)
Mobilitas, memudahkan peserta didik untuk bergerak dari satu pojok ke
pojok lain, 2) Aksesibilitas, memudahkan peserta didik mengakses
sumber dan alat bantu belajar, 3) Interaksi, memudahkan peserta didik

11
untuk berinteraksi dengan sesama teman atau pendidiknya, dan 4)
Variasi kegiatan, memudahkan peserta didik melakukan berbagai
kegiatan yang beragam, misal berdiskusi, melakukan percobaan, dan
presentasi.
Ruangkelas juga dapat dilengkapi dengan pusat belajar (‘learning centre’).
Pusat belajar ini dapat ditempatkan di pojok kelas. Pusat belajarini
dapat berisi beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan dan dapat diubah
dari waktu ke waktu. Fungsi Pusat Belajar dapat menjadi tempat bagi
anak yang sudah menyelesaikan kegiatan
sehingga tidak mengganggu teman lainnya.
Contoh pusat belajar yang dapat disediakan
misalnya pojok dengan rak yang diisi
beberapa buku.
Pusat belajar ini suatu saat dapat diubah
menjadi pojok matematika, yang dapat
digunakan oleh peserta didik untuk
melakukan berbagai kegiatan atau
menggunakan sebagai media yang
berhubungan dengan matematika. Kegiatan
di tempat ini peserta didik dapat mengerjakan tugas atau bereksperimen
dengan matematika. Sumber atau media belajar dapat diletakkan pada
rak, meja, atau kotak – kotak yang diberi label sehingga mudah
ditemukan saat dibutuhkan.

Karya anak juga dapat dipajangkan. Pajangan diganti secara rutin sesuai
dengan tema yang sedang digunakan. Contoh pada waktu pelaksanaan
tema “Tumbuhan”, kelas dapat dirancang dengan nuansa taman bunga
dengan menghiasi berbagai macam bunga-bunga yang digantung di
jendela atau di langit-langit kelas. pajangan disusun dengan
memperhatikan estetika dan berada dalam jangkauan pandang/sentuh
peserta didik sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar oleh
peserta didik.

B. Strategi dan Metode


Strategi pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan tematik
terpadu dengan pendekatan saintifik.
Pendekatan Saintifik adalah pembelajaran yang mendorong anak untuk
melakukan keterampilan ilmiah.
Pendekatan saintifik menginspirasi peserta didik untuk memperoleh
pengalaman belajar. Pembelajaran tematik terpadu sifatnya memandu
peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels
of thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan
ganda (multiple thinking skills). Pendekatan saintifik merupakan sebuah
proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan
Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik, meliputi:
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi/Eksperimen (Mencoba)
4. Mengasosiasi/Mengolah informasi/Menalar
5. Mengomunikasikan
Langkah-langkah tersebut di atas tidak selalu berurutan, namun guru
dapat mendesain pembelajaran yang menggiring peserta didik melakukan

12
kegiatan tersebut. Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan oleh guru
kelas, kecuali Pendidikan Agama dan Budi Pekerti yang harus dilakukan
oleh guru yang berprofesi sebagai guru agama. Untuk mata pelajaran
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) idealnya diajarkan
oleh guru yang memiliki latar belakang yang relevan, namun demikian
apabila di sekolah tidak terdapat guru mata pelajaran PJOK maka dapat
diajarkan oleh guru kelas. Satu hal yang sangat penting di dalam
pengelolaan pembelajaran pendidikan PJOK bahwa mata pelajaran ini
harus dijadwalkan untuk setiap minggu sesuai dengan alokasi waktu
yang terapat di dalam struktur kurikulum yaitu 4 jam pelajaran setiap
minggu.

C. Model
Pembelajaran tematik terpadu dapat dilaksanakan dengan menggunakan
berbagai model pembelajaran. Model adalah sesuatu yang direncanakan,
direkayasa, dikembangkan, diujicobakan, lalu dikembalikan pada badan
yang mendesainnya, kemudian diujicoba ulang, baru menjadi sesuatu
yang final. Melalui tahapan tersebut, maka suatu model dapat
melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Ilmiah, (George L.
Gropper dan Paul A. Ross dalam Oemar Hamalik, 2000).
Model, suatu struktur secara konseptual yang telah berhasil
dikembangkan dalam suatu bidang, dan sekarang diterapkan, terutama
untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya
dalam bidang yang belum begitu berkembang, (Marx, 1976). Model adalah
kerangka konseptual yang dipakai sebagai pedoman dalam melakukan
suatu kegiatan.
Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran, (Winataputra, 1996). Model pembelajaran berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pembelajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berikut ini akan dibahas beberapa model pembelajaran dari sekian
model yang telah banyak dikembangkan, antara lain: Model Pembelajaran
Langsung, Model Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Kontekstual,
Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing, Problem Based Learning.

D. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)


Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana
peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan
keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber
belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-
kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut
peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan
mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan
analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan
dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional
effect.
Ciri-ciri model pembelajaran langsung antara lain:
a. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar

13
b. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung
berlangsung dan berhasilnya pengajaran
Sintaks kegiatan pembelajaran langsung
Fase Indikator Peran Guru
1 Menyampaikan tujuan dan Menjelaskan tujuan , materi
mempersiapkan siswa prasyarat, memotivasi dan
mempersiapkan siswa
2 Mendemonstrasikan Mendemonstrasikan ketrampilan
pengetahuan dan atau menyajika informasi tahap
ketrampilan demi tahap
3 Membimbing pelatihan Memberikan latihan terbimbing
4 Mengecek pemahaman dan Mengecek kamampuan siswa dan
memberikan umpan balik memberi kan umpan balik
5 Memberikan latihan dan Mempersiapkan latihan untuk
penerapan konsep siswa dengan menerapkan
konsep yang dipelajari pada
kehidupan sehari-hari

E. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif antara lain:
a. Untuk menuntaskan materi belajar, siswa belajar dalam kelompok
secara kooperatif
b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan
heterogen
c. Jika dalam kelas terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis
kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar tiap kelompok
berbaur
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada
perorangan
Tujuan :
a. Hasil Belajar Akademik
Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik
b. Penerimaan terhadap keragaman
Siswa dapat menerima teman-temannya yang beraneka latar
belakang..
c. Pengembangan ketrampilan sosial

Sintaks kegiatan pembelajaran kooperatif

Fase Indikator Kegiatan Guru


1 Menyampaikan tujuan dan Menyampaikan tujuan pelajaran
memotivasi siswa yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Menjelaskan kepada siswa
dalam kelompok-kelompok bagaimana cara-nya membentuk
belajar kelompok dan membantru
kelompok agar melakukan
transisi scr efisien
4 Membimbing kelompok Membimbing kelompok-
bekerja dan belajar kelompok belajat pa da saat

14
Fase Indikator Kegiatan Guru
mereka mengerjakan tugas
5 Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasekan
hasil kerjanya

6 Memberikan penghargaan Mecari cara untuk mengharga


upaya atau ha sil belajar
individu maupun kelompok

F. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Pembelajaran Kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural
pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata
lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan masuk akal dan
bermanfaat. Melalui pemaduan materi yang dipelajari dengan
pengalaman keseharian siswa akan menghasilkan dasar-dasar
pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan
belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan
pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun
pengetahuannya yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
dengan memadukan materi pelajaran yang telah diterimanya di
sekolah.
Pembelajaran Kontekstual merupakan satu konsepsi pengajaran dan
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan bahan subjek yang
dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan memotivasikan
pembelajar untuk membuat kaitan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan harian mereka sebagai ahli keluarga,
warga masyarakat, dan pekerja.
Pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang
didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran
apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang
mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas
sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya
(Elaine B. Johnson, 2007:14).
Dalam Pembelajaran Kontekstual, ada delapan komponen yang harus
ditempuh, yaitu: (1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
(2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran
yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6)
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai
standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian otentik (Elaine B.
Johnson, 2007: 65-66).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Pembelajaran
Kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan
materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa secara
bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka
melihat makna di dalamnya.
Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
para guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

15
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada
siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Pembelajaran Kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
meraka (Sanjaya, 2005:109).
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama,
Pembelajaran Kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk menemukan materi. Artinya, proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks Pembelajaran Kontekstual tidak mengharapkan
agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, Pembelajaran Kontekstual mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang
dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat
dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan.
Ketiga, Pembelajaran Kontekstual mendorong siswa untuk dapat
menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya,
Pembelajaran Kontekstual tidak hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi
pelajaran dalam konteks Pembelajaran Kontekstual tidak untuk
ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi
mereka dalam kehidupan nyata.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan Kontekstual:
a. Dalam Pembelajaran Kontekstual pembelajaran merupa
kan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing
knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian,
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam
rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru
(acquiring knowledge).  Pengetahuan baru itu dapat diperoleh
dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan
detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan
untuk dipahami dan diyakini.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman

16
yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan
nyata.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Di sisi lain, Hernowo (2005:93) menawarkan langkah-langkah praktis
menggunakan strategi pembelajaran Kontekstual/Contextual Teaching
Learning.
a. Kaitkan setiap mata pelajaran dengan seorang tokoh yang
sukses dalam menerapkan mata pelajaran tersebut.
b. Kisahkan terlebih dahulu riwayat hidup sang tokoh atau
temukan cara-cara sukses yang ditempuh sang tokoh dalam
menerapkan ilmu yang dimilikinya.
c. Rumuskan dan tunjukkan manfaat yang jelas dan spesifik
kepada anak didik berkaitan dengan ilmu (mata pelajaran) yang
diajarkan kepada mereka.
d. Upayakan agar ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah dapat
memotivasi anak didik untuk mengulang dan mengaitkannya
dengan kehidupan keseharian mereka.
e. Berikan kebebasan kepada setiap anak didik untuk
mengkonstruksi ilmu yang diterimanya secara subjektif
sehingga anak didik dapat menemukan sendiri cara belajar
alamiah yang cocok dengan dirinya.
f. Galilah kekayaan emosi yang ada pada diri setiap anak didik
dan biarkan mereka mengekspresikannya dengan bebas.
g. Bimbing mereka untuk menggunakan emosi dalam setiap
pembelajaran sehingga anak didik penuh arti (tidak sia-sia
dalam belajar di sekolah).

G. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Discovery Learning)


Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak
disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa dituntut
untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan
konsep. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning
can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar
ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak
harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana
murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk
akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).
Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning
merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang
dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori

17
Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa
Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering
disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan
sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi
(similaritas and difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan
kejadian-kejadian (events).
Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki
lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila
mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2)
Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3)
Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan
karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan
bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori
yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan
menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa)
ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari
tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.
Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa
ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan
Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal
atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan
seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus
berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan
untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir
(merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu:
enactive, iconic, dan symbolic. 1) Tahap enaktive, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan
sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan sebagainya. 2) Tahap iconic, seseorang
memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komparasi). 3) Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-
ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin
dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan
dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan
sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di
papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya
bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan

18
keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia
menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini
fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah
kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan:
hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang ilmuwan, sejarawan, atau
ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan
bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Langkah-langkah model pembelajaranpenemuan terbimbing (discovery
learning) adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan
data secukupnya. Perumusaannya harus jelas dan hilangkan
pernyataan yang multi tafsir
b. Berdasarkan data yang diberikan guru, siswa menyusun,
memproses, mengorganisir, dan menganlisis data tersebut. Dalam
hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan
saja bimbingan lebih mengarah kepada langkah yang hendak
dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan.
c. Siswa menyusun prakiraan dari hasil analisis yang dilakukannya
d. Bila dipandang perlu, prakiraan yang telah dibuat siswa tersebut
hendaknya diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju
arah yang hendak dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran prakiraan
tersebut, maka verbalisasi prakiraan sebaiknya disrahkan juga
kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diingat
pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran prakiraan.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa
apakah hasil penemuan itu benar.

H. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Model pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
untuk mendapatkan pengetahuan baru. Seperti yang diungkapkan
oleh Suyatno (2009: 58) bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan
masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran
dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa
dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge)
untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”. Sedangkan
menurut Arends (dalam Trianto 2007: 68) menyatakan bahwa: ”Model

19
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat
lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”. Model
pembelajaran berdasarkan masalah juga mengacu pada model
pembelajaran yang lain seperti yang diungkapkan oleh diungkapkan
oleh Trianto (2007 : 68) : ”Model pembelajaran berdasarkan masalah)
mengacu pada Pembelajaran Proyek (Project Based Learning),
Pendidikan Berdasarkan Pengalaman (Experience Based Education),
Belajar Autentik (Autentic Learning), Pembelajaran Bermakna
(Anchored Instruction)”.
Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model
pembelajaran berdasarkan masalah ini dalam Trianto (2007: 68)
adalah
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa
serta dapat diselidiki oleh siswa kepada masalah yang autentik ini
dapat berupa cerita, penyajian fenomena tertentu, atau
mendemontrasikan suatu kejadian yang mengundang munculnya
permasalahan atau pertanyaan.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu
sosial) masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran
yang lain.
c. Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian
nyata terhadap masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini
bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
d. Menghasilkan produk atau karya.
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah
yang mereka temukan. Produk itu dapat juga berupa laporan,
model fisik, video maupun program komputer
e. Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk
terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan
penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang
disajikan.
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap
utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah
yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentuk tabel (dalam
Nurhadi, 2004:111)

20
Tabel 2.1 Sintaks model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase Indikator Aktifitas/Kegiatan Guru
1 Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan
masalah pembelajaran, menjelaskan
logistikyang diperlukan, pengajuan
masalah, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilihnya.
2 Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa
untuk belajar mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
3 Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk
individual maupun mengumpulkan informasi yang
kelompok sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapat penjelasan
pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam
menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video, model dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan
kelompoknya.
5 Menganalisa dan Guru membantu siswa melakukan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dalam proses-
proses yang mereka gunakan.

I. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)


Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah
metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai
media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta
didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan
terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai
elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin
yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi
atensi dan usaha peserta didik.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya
belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek

21
memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk
menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang
bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai
operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang
dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai
institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja
di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta
didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk
bekerja dibidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis
produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan
makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian
model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran
berbasis proyek.
Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka
kerja;
b. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada
peserta didik;
c. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan;
d. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk
mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan;
e. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
f. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas
yang sudah dijalankan;
g. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif;
dan
h. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan
perubahan.
Peran instruktur atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek
sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara
untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya
imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.

Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran


Berbasis Proyek antara lain berikut ini.
a. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang
harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
komplek.
b. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena
menambah biaya untuk memasuki system baru.
c. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas
tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas.
Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi
instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga
kebutuhan listrik bertambah.

22
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses
pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang
belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang
kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan
konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat
mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Buatlah suasana
belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan di
taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas.

J. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada praktik pengetahuan


berbentuk tema yang dekat dengan aktivitas peserta didik sehari-hari.
Melalui pembelajaran tematik ini, peserta didik diharapkan dapat
memahami fenomena atau aktivitas sehari-hari secara lebih konkret.
Melalui praktik pengetahuan itu diharapkan akan tumbuh sikap
religiusitas dan etika sosial dalam hal tanggungjawab peserta didik dalam
memahami fenomena dan aktivitas peserta didik.
Pembelajaran tematik, di Sekolah Dasar menekankan pada proses
pembelajaran yang tidak semata melakukan aktivitas, tetapi bagaimana
merancang pembelajaran yang juga mengaktifkan kreativitas dan berfikir
kreatif peserta didik.

Satu hal penting ditekankan dari proses pembelajaran ini adalah bahwa
pembelajaran yang dijalankan tidak hanya memperkenalkan
pengetahuan mata pelajaran dalam konsepsi-konsepsi atau teori-teorinya
yang bersifat hafalan. Melainkan, lebih menekankan dimensi afeksi, atau
kepedulian dan keterikatan peserta didik terhadap hal-hal nyata yang
dialami peserta didik untuk dapat beraktivitas secara mandiri dan
menjaga hak orang lain di sekitarnya.

Proses pembelajaran yang menekankan pada praktik pengetahuan mata


pelajaran yang dijalin dalam tema ini membutuhkan pendekatan
pembelajaran khusus. Peran guru sangat penting untuk mendorong
tumbuhnya rasa ingin tahu peserta didik dan sikap terbuka serta kritis
dan responsif terhadap aktivitas sehari-hari. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan orientasi kurikulum yaitu pendekatan
proses keilmuan atau saintifik melalui tahapan proses pembelajaran
berikut; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar atau
mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan guru untuk mengembangkan pendekatan lain yang
berkesesuaian dengan proses pembelajaran peserta didik aktif kreatif dan
berfikir kritis.

Dalam mengembangkan RPP Pembelajaran Tematik, perlu


memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi sikap spiritual,


sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau
lebih.
3. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik. RPP disusun
dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan
sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar,

23
latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta
didik.
4. Berpusat pada peserta didik. Proses pembelajaran dirancang
dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi,
minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat
belajar, menggunakan berbagai pendekatan/model.
5. Berbasis konteks. Proses pembelajaran yang menjadikan
lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar.
6. Berorientasi kekinian. Pembelajaran yang berorientasi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai
kehidupan masa kini.
7. Mengembangkan kemandirian belajar. Pembelajaran yang
memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri.
8. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran. RPP
memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi. Pembelajaran pengayaan dan
remedi dilakukan setelah evaluasi terhadap hasil belajar siswa
dilakukan.
9. Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau
antarmuatan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan
dan keterpaduan antara KI, KD, indikator pencapaian kompetensi,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan
sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,
keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keragaman budaya.
10. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun
dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai
dengan situasi dan kondisi.

Sedang komponen-komponen minimal dalam RPP Pembelajaran Tematik


memuat:

1. Identitas sekolah/madrasah (nama sekolah), tema (judul tema),


kelas/semester (kelas dan semester yang akan dibelajarkan), dan
alokasi waktu (prakiraan durasi waktu untuk menyelesaikan
kompetensi dan materi yang akan dibelajarkan);
2. Kompetensi Inti I dan II, dicantumkan dengan deskripsi yang
menjelaskan bahwa kompetensi spiritual dan kompetensi sosial
merupakan pembelajaran tidak langsung sebagai nurturant effect
dari pengembangan kompetensi pengetahuan dan keterampilan
sebagai dasar penumbuhan dan pengembangan karakter peserta
didik lebih lanjut.
3. Kompetensi Dasar dan indikator pencapaian kompetensi (mengacu
pada KD di silabus);
4. Materi pembelajaran (mengacu pada silabus);
5. Kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup (skenario kegiatan
menggunakan pendekatan keilmuan dengan model-model dan
metode sesuai dengan kebutuhan pencapaian KD);
6. Penilaian, mencakup kompetensi yang akan dinilai, instrumen
penilaian, cara melaksanakan penilaian, pengolahan data, serta
pelaporannya.
7. Pendukung pembelajaran, meliputi: media, alat, bahan, dan
sumber belajar.

24
Format RPP untuk pembelajaran tematik Kelas I sampai dengan III
SD/MI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah :
Mata pelajaran : Tema …
Kelas/Semester :
Alokasi Waktu :

A. Kompetensi Inti (KI)


KI1:
KI2:
KI3:
KI4:

B. Kompetensi Dasar dan Indikator

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Kompetensi Dasar Indikator
KD pada KI 1
KD pada KI 2
KD pada KI 3
KD pada KI 4

Bahasa Indonesia
Kompetensi Dasar Indikator
KD pada KI 3
KD pada KI4

Matematika
Kompetensi Dasar Indikator
KD pada KI 3
KD pada KI4

Seni Budaya
Kompetensi Dasar Indikator
KD pada KI 3
KD pada KI 4

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan


Kompetensi Dasar Indikator
KD pada KI 3
KD pada KI 4

C. Materi Pembelajaran
[memuat materi pokok, rincian materi dinyatakan dalam lampiran]

D. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama, Subtema 1: (...JP)
Indikator: …….
[indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan 1]
(a) Kegiatan Pendahuluan
(b) Kegiatan Inti
[memuat garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap,
materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi
Pembelajaran Subtema 1]
(c) Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua, Subtema 2: (...JP)
Indikator: …

25
[indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan 2]
(a) Kegiatan Pendahuluan
(b) Kegiatan Inti
[memuat garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap,
materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi
Pembelajaran Subtema 2]
(c) Kegiatan Penutup

3. Pertemuan seterusnya.

E. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan


1. Teknik Penilaian
[disajikan nama Teknik Penilaian, instrumen lengkap penilaian setiap
pertemuan dimuat dalam Lampiran Instrumen Penilaian Subtema 1,
Lampiran Instrumen Penilaian Subtema 2, dan seterusnya tergantung
pada banyak subtema]
2. Kriteria Pembelajaran Remedial dan Pengayaan dikaitkan hasil penilaian

F. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat
2. Bahan
3. Sumber Belajar

Lampiran-lampiran:
1. Materi Rinci Pembelajaran Subtema 1
2. Instrumen Penilaian Subtema 1
3. Materi Rinci Pembelajaran Subtema 2
4. Instrumen Penilaian Subtema 2
5. Dan seterusnya tergantung banyak subtema.

26
BAB IV
PENILAIAN

Penilaian Hasil Belajar adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang


capaian pembelajaran peserta didik dalam ranah sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan dilakukan secara terencana dan sistematis, selama
dan/atau setelah proses belajar, pada satu kompetensi, satu semester, satu
tahun untuk suatu muatan/mata pelajaran. Penilaian Hasil Belajar oleh
Pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan
perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan pengukuran pencapaian satu
atau lebih Kompetensi Dasar. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui
observasi/pengamatan sebagai sumber informasi utama dan pelaporannya
menjadi tanggung jawab wali kelas atau guru kelas. Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai
dengan kompetensi yang dinilai. Penilaian keterampilan dilakukan melalui
praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai dengan
kompetensi yang dinilai. Penilaian tematik dilakukan berdasarkan
kompetensi dasar pada tema tertentu, namun pelaporan hasil belajar
menurut mata pelajaran.

Penilaian di SD/MI untuk semua kompetensi dasar yang mencakup sikap,


pengetahuan, dan keterampilan. Deskripsi dalam penilaian yang dilakukan
pada SD/MI sebagai berikut.

A. Penilaian Sikap
Penilaian sikap dimaksudkan sebagai penilaian terhadap perilaku peserta
didik dalam proses pembelajaran kegiatan kurikuler maupun
ekstrakurikuler, yang meliputi sikap spiritual dan sosial. Penilaian sikap
memiliki karakteristik yang berbeda dari penilaian pengetahuan dan
keterampilan, sehingga teknik penilaian yang digunakan juga berbeda.
Dalam hal ini, penilaian sikap lebih ditujukan untuk membina perilaku
sesuai budi pekerti dalam rangka pembentukan karakter peserta didik
sesuai dengan proses pembelajaran.
1. Sikap spiritual
Penilaian sikap spiritual (KI-1), antara lain: (1) ketaatan beribadah; (2)
berperilaku syukur; (3) berdoa sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan; dan (4) toleransi dalam beribadah. Sikap spiritual tersebut
dapat ditambah sesuai karakteristik satuan pendidikan.
2. Sikap Sosial
Penilaian sikap sosial (KI-2) meliputi: (1) jujur yaitu perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; (2) disiplin
yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan; (3) tanggung jawab yaitu sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa; (4) santun yaitu
perilaku hormat pada orang lain dengan bahasa yang baik; (5) peduli
yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada
orang lain atau masyarakat yang membutuhkan; dan (6) percaya diri
yaitu suatu keyakinan atas kemampuannya sendiri untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Sikap sosial tersebut dapat ditambah oleh
satuan pendidikan sesuai kebutuhan.

27
3. Teknik Penilaian Sikap
Penilaian sikap di sekolah dasar dilakukan oleh guru kelas, guru
mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan pembina ekstrakurikuler.
Teknik penilaian yang digunakan meliputi observasi, wawancara,
catatan anekdot (anecdotal record), catatan kejadian tertentu
(incidental record) sebagai unsur penilaian utama. Sedangkan teknik
penilaian diri dan penilaian antar-teman dapat dilakukan dalam
rangka pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik, sehingga
hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu alat konfirmasi dari hasil
penilaian sikap oleh pendidik.
Dalam penilaian sikap, diasumsikan setiap peserta didik memiliki
karakter dan perilaku yang baik, sehingga jika tidak dijumpai perilaku
yang menonjol maka nilai sikap peserta didik tersebut adalah baik,
dan sesuai dengan indikator yang diharapkan. Perilaku menonjol
(sangat baik/kurang baik) yang dijumpai selama proses pembelajaran
dimasukkan ke dalam catatan pendidik. Selanjutnya, untuk
menambah informasi, guru kelas mengumpulkan data dari hasil
penilaian sikap yang dilakukan oleh pendidik mata pelajaran lainnya,
kemudian merangkum menjadi deskripsi (bukan angka atau skala).
Penilaian yang utama dilakukan oleh guru kelas melalui observasi
selama periode tertentu dan penilaian sikap tidak dilaksanakan pada
setiap kompetensi dasar (KD). Penilaian sikap dapat dilakukan melalui
teknik observasi, wawancara, penilaian diri, dan penilaian antarteman,
selama proses pembelajaran berlangsung, dan tidak hanya di dalam
kelas. Hasil penilaian sikap berupa deskripsi yang menggambarkan
perilaku peserta didik. Hasil akhir penilaian sikap diolah menjadi
deskripsi sikap yang dituliskan di dalam rapor. Penilaian sikap
spiritual dan sosial dilaporkan kepada orangtua dan pelaku
kepentingan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu semester.
Laporan berdasarkan catatan pendidik hasil musyawarah guru kelas,
guru muatan pelajaran, dan pembina ekstrakurikuler. Laporan berupa
deskripsi.
Pelaksanaan penilaian sikap spiritual dan sosial dilakukan setiap hari
pada saat pembelajaran dan di luar pembelajaran dengan
menggunakan stimulus yang disiapkan guru. Respon atau jawaban
yang diberikan peserta didik dicatat dalam lembar observasi disiapkan
oleh guru. Penilaian sikap spiritual dan sosial juga dapat dilakukan
dengan menggunakan penilaian diri dan penilaian antarteman. Hasil
penilaian diri dan penilaian antarteman digunakan guru sebagai
penguat atau konfirmasi hasil catatan observasi yang dilakukan oleh
guru.
Stimulus atau lontaran kasus yang diberikan guru hendaknya dalam
rangka pembentukan sikap dan perilaku baik sesuai agama peserta
didik, hubungan dengan Tuhan (akhlak mulia), hubungan dengan
sesama serta hubungan dengan lingkungan. Melalui aspek tersebut
diharapkan peserta didik memiliki sikap budipekerti luhur, sikap
sosial yang baik, toleransi beragama, dan peduli lingkungan.

28
Skema penilaian sikap dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Observasi  Pada saat pembelajaran


Guru kelas  Di luar pembelajaran

Utama

Observasi  Pada saat


guru mapel pembelajaran
(Agama &  Di luar
Penjas Orkes) pembelajaran
Penilaian
Sikap

 Penilaian diri Diperlukan guru


Penunjang  Penilaian untuk konfirmasi
antar teman

Gambar 2.1 Skema Penilaian Sikap


B. Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan (KI-3) dilakukan dengan cara mengukur
penguasaan peserta didik yang mencakup pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural dalam berbagai tingkatan proses berpikir.
Penilaian dalam proses pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk
mendeteksi kesulitan belajar (assesment as learning), penilaian sebagai
proses pembelajaran (assessment for learning), dan penilaian sebagai alat
untuk mengukur pencapaian dalam proses pembelajaran (assessment of
learning). Melalui penilaian tersebut diharapkan peserta didik dapat
menguasai kompetensi yang diharapkan. Untuk itu, digunakan teknik
penilaian yang bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai,
yaitu tes tulis, lisan, dan penugasan. Prosedur penilaian pengetahuan
dimulai dari penyusunan perencanaan, pengembangan instrumen
penilaian, pelaksanaan penilaian, pengolahan, dan pelaporan, serta
pemanfaatan hasil penilaian.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar (mastery learning), penilaian
ditujukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan (diagnostic)
proses pembelajaran. Hasil tes diagnostic, ditindaklanjuti dengan
pemberian umpan balik (feedback) kepada peserta didik, sehingga hasil
penilaian dapat segera digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran.
Penilaian KI-3 menggunakan angka dengan rentang capaian/nilai 0 –
100, predikat dan deskripsi. satuan pendidikan menetapkan rentang
predikat muatan pelajaran untuk penilaian pengetahuan, sebagai
berikut:
86-100 : A
71-85 : B
56-70 : C
≤ 55 :D
Predikat dibuat dengan menggunakan huruf A,B,C, dan D , deskripsi
dibuat dengan menggunakan kalimat yang bersifat memotivasi dengan
pilihan kata/frasa yang bernada positif. Deskripsi berisi beberapa
pengetahuan yang sangat baik dan/atau baik dikuasai oleh peserta didik
dan yang penguasaannya belum optimal.
Teknik Penilaian Pengetahuan menggunakan tes tulis, lisan, dan
penugasan.

29
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawabannya secara tertulis,
berupa pilihan ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
Instrumen tes tertulis dikembangkan atau disiapkan dengan
mengikuti langkah-langkah berikut.
a) Melakukan analisis KD sesuai dengan muatan pelajaran. Analisis
KD dilakukan pada Tema, Subtema, dan pembelajaran. Hal ini
dilakukan agar semua kompetensi yang ingin dicapai dalam KD
dapat terwakili dalam instrumen yang akan disusun.
b) Menyusun kisi-kisi yang akan menjadi pedoman dalam penulisan
soal. Kisi-kisi yang lengkap memiliki KD, materi, indikator soal,
bentuk soal, jumlah soal, dan semua kriteria lain yang diperlukan
dalam penyusunan soalnya. Kisi-kisi ini berbentuk format yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Kisi-kisi untuk Penilaian Harian
( PH ) bisa lebih sederhana daripada kisi-kisi untuk Penilaian
Tengah Semester (PTS) atau Penilaian Akhir Semester ( PAS ).
c) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan mengacu pada kaidah-
kaidah penulisan soal. Soal-soal yang telah disusun kemudian
dirakit untuk menjadi perangkat tes. Soal dapat dikelompokkan
sesuai muatan pelajaran dalam satu perangkat tes dapat juga
disajikan secara terintegrasi sesuai dengan situasi dan kondisi
sekolah.
d) Melakukan penskoran berdasarkan pedoman penskoran, hasil
penskoran dianalisis guru dipergunakan sesuai dengan bentuk
penilaian. Misalnya, hasil analisis ulangan harian digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik. Melalui
analisis ini pendidik akan mendapatkan informasi yang digunakan
untuk menentukan perlu tidaknya remedial atau pengayaan.
2. Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan, perintah, kuis yang
diberikan pendidik secara lisan dan peserta didik merespon
pertanyaan tersebut secara lisan. Jawaban tes lisan dapat berupa
kata, frase, kalimat maupun paragraf.
Tes lisan bertujuan menumbuhkan sikap berani berpendapat,
menegecek penguasaan pengetahuan untuk perbaikan pembelajaran,
percaya diri, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Dengan
demikian, tes lisan dilakukan pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Tes lisan juga dapat digunakan untuk melihat
ketertarikan siswa terhadap materi yang diajarkan dan motivasi siswa
dalam belajar. Langkah-langkah pelaksanaan tes lisan sebagai
berikut.
a) Melakukan analisis KD sesuai dengan muatan pelajaran. Analisis
KD dilakukan pada Tema, Subtema, dan pembelajaran. Hal ini
dilakukan agar semua kompetensi yang ingin dicapai dalam KD
dapat terwakili dalam instrumen yang akan disusun.
b) Menyusun kisi-kisi yang akan menjadi pedoman dalam pembuatan
pertanyaan, perintah yang harus dijawab siswa secara lisan.
c) Menyiapkan pertanyaan, perintah yang akan disampaikan secara
lisan.
d) Melakukan tes dan analisis untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan peserta didik. Melalui analisis ini guru akan
mendapatkan informasi yang digunakan untuk menentukan perlu
tidaknya remedial atau pengayaan.

30
3. Penugasan
Penugasan adalah pemberian tugas kepada siswa untuk mengukur
dan/atau memfasilitasi siswa memperoleh atau meningkatkan
pengetahuan. Penugasan yang berfungsi untuk penilaian dilakukan
setelah proses pembelajaran (assessment of learning). Sedangkan
penugasan sebagai metode penugasan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan yang diberikan sebelum dan/atau selama
proses pembelajaran (assessment for learning). Tugas dapat
dikerjakan baik secara individu maupun kelompok sesuai
karakteristik tugas yang diberikan, yang dilakukan di sekolah, di
rumah, dan di luar sekolah.
Skema penilaian pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Mengukur capaian pembelajaran


Pilihan Ganda, B-S,
Tulis Menjodohkan
Isian/Melengkapi, Uraian

Penilaian Kuis, tanya jawab,


Lisan dansebagainya
Pengetahuan

Daftar tugas yang dilakukan


secara individu atau kelompok di
Penugasan sekolah, di luar sekolah dan di
rumah

Gambar 2.2 Skema Penilaian Pengetahuan

C. Penilaian Keterampilan
Penilaian keterampilan dilakukan dengan mengidentifikasi
karateristik kompetensi dasar aspek keterampilan untuk menentukan
teknik penilaian yang sesuai. Tidak semua kompetensi dasar dapat
diukur dengan penilaian kinerja, penilaian proyek, atau portofolio.
Penentuan teknik penilaian didasarkan pada karakteristik kompetensi
keterampilan yang hendak diukur. Penilaian keterampilan dimaksudkan
untuk mengetahui penguasaan pengetahuan peserta didik dapat
digunakan untuk mengenal dan menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sesungguhnya (dunia nyata). Penilaian keterampilan
menggunakan angka dengan rentang capaian /nilai 0 – 100, predikat
dan deskripsi. Satuan pendidikan menetapkan rentang predikat muatan
pelajaran untuk penilaian pengetahuan, sebagai berikut:
86-100 : A
71-85 : B
56-70 : C
≤ 55 :D
Predikat dibuat dengan menggunakan huruf A,B,C, dan D. Teknik
penilaian yang digunakan sebagai berikut.
1. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik
untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya

31
dengan mengaplikasikan atau mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan. Pada penilaian kinerja, penekanan
penilaiannya dapat dilakukan pada proses atau produk. Penilaian
kinerja yang menekankan pada produk disebut penilaian produk,
sedangkan penilaian kinerja yang menekankan pada proses disebut
penilaian unjuk kerja (praktik). Penilaian praktik, misalnya;
memainkan alat musik, melakukan pengamatan suatu obyek dengan
menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari, dan
sebagainya. Penilaian produk, misalnya: poster, kerajinan, puisi, dan
sebagainya.
Langkah penilaian kinerja mencakup tiga tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan pengolahan. Dalam perencanaan perlu diperhatikan
keterampilan yang akan diukur, kesesuaian dengan kemampuan
siswa, kegiatan yang dilakukan, dan dapat dikerjakan peserta didik.
Dalam pelaksanaan kinerja perlu disiapkan rubrik yang dituangkan
dalam format observasi.
2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut
berupa rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengumpulan
data, pengorganisasian, pengolahan, penyajian data, dan pelaporan.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan pengumpulan data, kemampuan mengaplikasikan,
kemampuan inovasi dan kreativitas serta kemampuan
menginformasikan peserta didik pada muatan tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 4 (empat) hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi,
mengelola waktu pengumpulan data, dan penulisan laporan yang
dilaksanakan secara kelompok.
2) Relevansi
Kesesuaian tugas proyek dengan muatan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
4) Inovasi dan kreativitas
Hasil penilaian proyek yang dilakukan peserta didik terdapat unsur-
unsur kebaruan dan menemukan sesuatu yang berbeda dari
biasanya.

3. Portofolio
Portofolio dapat berupa kumpulan dokumen dan teknik penilaian.
Portofolio sebagai dokumen merupakan kumpulan dokumen yang
berisi hasil penilaian prestasi belajar, penghargaan, karya peserta
didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif dalam
kurun waktu tertentu. Pada akhir periode, portofolio tersebut
diserahkan kepada guru pada kelas berikutnya dan orang tua sebagai
bukti otentik perkembangan peserta didik.
Portofolio sebagai teknik penilaian dilakukan untuk menilai karya-

32
karya peserta didik dan mengetahui perkembangan pengetahuan dan
keterampilan peserta didik. Akhir suatu periode hasil karya tersebut
dikumpulkan dan dinilai oleh guru bersama-sama dengan peserta
didik. Berkaitan dengan tujuan penilaian portofolio, tiap item dalam
portofolio harus memiliki suatu nilai atau kegunaan bagi peserta didik
dan bagi orang yang mengamatinya. Guru dan peserta didik harus
sama-sama memahami maksud, mengapa suatu item (dokumen)
dimasukkan ke dalam koleksi portofolio. Selain itu, sangat diperlukan
komentar dan refleksi dari guru atas karya yang dikoleksi.
Berdasarkan informasi perkembangan kemampuan peserta didik yang
dibuat oleh guru bersama peserta didik yang bersangkutan, dapat
dilakukan perbaikan secara terus menerus. Dengan demikian
portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar
peserta didik melalui karyanya. Adapun karya peserta didik yang
dapat dijadikan dokumen portofolio, antara lain: karangan, puisi,
surat, gambar/lukisan, dan komposisi musik.
Dalam Kurikulum 2013, dokumen portofolio dapat dipergunakan
sebagai salah satu bahan penilaian untuk kompetensi keterampilan.
Hasil penilaian portofolio bersama dengan penilaian yang lain
dipertimbangkan untuk pengisian rapor/laporan penilaian
kompetensi peserta didik. Penilaian portofolio merupakan penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik
dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik.
Portofolio merupakan bagian dari penilaian otentik, yang langsung
dapat menyentuh sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik. Hal ini berkaitan pula dengan rasa bangga yang mendorong
peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih baik. Guru dapat
memanfaatkan portofolio untuk mendorong peserta didik mencapai
sukses dan membangun harga dirinya. Secara tak langsung, hal ini
mengakibatkan peserta didik dapat membuat kemajuan lebih cepat
untuk mencapai tujuan individualnya. Dengan demikian guru akan
merasa lebih puas dalam mengambil keputusan penilaian karena
didukung oleh bukti-bukti otentik yang telah dicapai dan
dikumpulkan para peserta didiknya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan panduan dalam
penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a) Karya asli peserta didik
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang
dijadikan bahan penilaian portofolio agar diketahui bahwa karya
tersebut merupakan hasil karya yang benar-benar dibuat oleh
peserta didik itu sendiri.

b) Saling percaya antara guru dan peserta didik


Dalam proses penilaian, guru dan peserta didik harus memiliki
rasa saling percaya, saling memerlukan, dan saling membantu
sehingga berlangsung proses pendidikan dengan baik.

c) Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik


Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta
didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada
pihak-pihak yang tidak berkepentingan agar tidak berdampak
negatif terhadap proses pendidikan.

33
d) Milik bersama antara peserta didik dan guru
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki terhadap
dokumen portofolio sehingga peserta didik akan berusaha menjaga
dan merawat karya yang dikumpulkannya dan akhirnya berupaya
terus meningkatkan kemampuannya.
e) Kepuasan
Dokumen portofolio merupakan bukti kumpulan perkembangan
hasil karya peserta didik sampai mencapai hasil yang terbaik.
Dengan demikian dapat memberikan kepuasan pada diri peserta
didik, dan keberhasilan guru dalam proses pembelajaran sehingga
memberikan dorongan kepada peserta didik untuk lebih
meningkatkan diri.
f) Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai
dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
g) Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses
belajar yang dinilai, misalnya diperoleh dari catatan guru tentang
kinerja dan karya peserta didik.
h) Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari
proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai
diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan
dan kekurangan peserta didik.
Agar penilaian portofolio berjalan efektif, guru beserta peserta didik
perlu menentukan hal-hal yang harus dilakukan dalam
menggunakan portofolio sebagai berikut:
1) masing-masing peserta didik memiliki portofolio sendiri yang di
dalamnya memuat hasil belajar peserta didik pada setiap
muatan pelajaran atau setiap kompetensi.
2) menentukan hasil kerja apa yang perlu dikumpulkan/
disimpan.
3) sewaktu-waktu peserta didik diharuskan membaca catatan
guru yang berisi komentar, masukan, dan tindakan lebih
lanjut yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka
memperbaiki hasil kerja dan sikap.
4) peserta didik dengan kesadaran sendiri menindaklanjuti
catatan guru.
5) catatan guru dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta
didik perlu diberi tanggal, sehingga perkembangan kemajuan
belajar peserta didik dapat terlihat.
i) Bentuk Portofolio
Berbagai bentuk portofolio, antara lain:
1) Berupa buku ukuran besar yang bisa dilihat peserta didik
sebagai lapbook. Lapbook ini bisa dimasukkan berbagai hasil
karya terkait dengan produk seni (gambar, kerajinan tangan,
dan sebagainya).
2) Berupa album berisi foto, video, audio.
3) Berupastopmap/bantex berisi tugas-tugas imla/dikte dan
tulisan (karangan, catatan) dan sebagainya.
4) Buku Peserta didik Kelas I – Kelas VI yang disusun
berdasarkan Kurikulum 2013, juga merupakan portofolio
peserta didik SD.
Di sekolah dasar, guru dapat memilih portofolio sebagai dokumen
atau portofolio sebagai proses.

34
Teknik penilaian keterampilan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Mengukur capaian pembelajaran


Kinerja berupa keterampilan proses
dan/atau hasil (produk)

Mengetahui kemampuan siswa


Penilaian dalam mengaplikasikan
Proyek pengetahuannya melalui
Keterampilan
penyelesaian suatu tugas dalam
periode/waktu tertentu

Rekaman penilaian autentik


Portofolio yang memperkuat kemajuan dan
kualitas pekerjaan peserta didik

Gambar 2.3. Skema Penilaian Keterampilan

35
BAB V
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik terpadu memerlukan berbagai


sumber belajar. Sumber belajar yang dapat digunakan dapat berupa bahan
cetak atau media cetak, media elektronik, lingkungan sosial, lingkungan
alam atau lingkungan fisik. Bahan cetak atau media cetak yang dapat
digunakan misalnya buku siswa, buku guru, buku penunjang, majalah,
surat kabar, brosur, dan bulletin. Salah satu sumber belajar yang telah
disiapkan ialah buku siswa dan buku guru. Media elektronik dapat berupa
software maupun file dokumen, video, film, radio, internet, dansebagainya.
Lingkungan sosial dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar khususnya
untuk pengembangan kepribadian dan sikap. Lingkungan sosial dapat
berupa pasar, mall, sekolah, tempat ibadah, sarana olahraga, tempat
wisata/rekreasi, rumah makan, kantor pemerintahan, terminal bus, stasiun
Kereta Api, dansebagainya. Lingkungan alam dan sekitar sangat membantu
bagi kualitas pembelajaran tematik terpadu. Lingkungan alam dapat berupa
kebun, sawah, hutan, sungai, laut, pantai, gunung, waduk, kolam,
dansebagainya. Lingkungan fisik dapat membantu pengembangan
ketrampilan. Lingkungan fisik dapat berupa pabrik, bengkel, pusat
kerajinan, museum, dan sebagainya. Lingkungan merupakan sumber belajar
yang penting dalam pembelajaran tematik terpadu dan membantu
ketercapaian kompetensi yang berkaitan dengan keterampilan, sikap, dan
pengetahuan.
Alat peraga juga sangat membantu pelaksanaan pembelajaran dalam rangka
pencapaian kompetensi berkaitan dengan keterampilan dan pengetahuan.
Alat peraga dapat buatan pabrik, buatan, guru, maupun buatan peserta
didik. Bahan-bahan dasar berupa kayu, kaca, barang-barang bekas,
dansebagainya dapat dimanfaatkan untuk membuat alat peraga maupun
media belajar. Pembuatan media maupun alat peraga oleh guru memerlukan
kreatifitas.
Pada implementasi Kurikulum 2013, pemerintah telah menyiapkan buku
teks untuk peserta didik yang dilengkapi dengan buku guru. Materi dalam
buku yang tersedia bersifat minimal, jika dalam pemanfaatan memerlukan
pengembangan, guru dapat menambahkannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik sekolah dan daerah.

36
BAB VI
GURU KELAS PADA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

A. Profil

Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan
perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan
modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization ( WTO),
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC), ASEAN Free Trade Area (AFTA) Masalah
lingkungan hidup, Kemajuan teknologi informasi, Konvergensi ilmu dan
teknologi, Ekonomi berbasis pengetahuan, Kebangkitan industri kreatif
dan budaya, Pergeseran kekuatan ekonomi dunia, Pengaruh dan imbas
teknosains, Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan,
Materi TIMSS dan PISA, serta tuntutan Kompetensi Masa Depan
kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis,
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, warga negara yang
bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda, memampuan hidup dalam
masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan ,
memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan
Memang sering lebih percaya pada suatu konsep dan gagasan jika berasal
dari barat, yang dikemas dengan istilah-istilah keren nan canggih.
Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara dan Muslimah membuktikan bahwa
guru tidak cukup hanya memiliki ilmu akademis dan pedagogis. Guru
juga harus seorang pembelajar (learner) seorang among (collaborator,
communicator, adaptor) sekaligus pamong (leader), berani memberi
tantangan bagi muridnya (risk taker), sebagai panutan (model), serta
punya visi jauh ke depan (visionary). Sejatinya, itulah yang sekarang
ramai dibicarakan sebagai '21st Century Educator'.
Saat ini banyak sekolah dan perguruan tinggi, bahkan pemerintah
seakan berlomba menerjemahkan konsep tersebut dengan merancang
materi pengajaran yang mempunyai aroma '21st Century Skill'. Mereka
merujuk ke berbagai hasil riset dari para pakar pendidikan barat atau
menghadiri seminar-seminar internasional. Padahal, jika mau sedikit
peka dan jeli, kita dapat banyak belajar dan menelaah konsep
"mendidik" yang berakar dari nilai-nilai luhur bangsa ini dan telah
diterapkan para pendidik nasional kita. Guru adalah ujung tombak
pendidikan nasional. Bukan kurikulum, bukan buku paket, bukan
fasilitas lengkap dan canggih. Sudah saatnya kita lebih kritis dan peduli
tentang kualitas guru dan berusaha untuk meningkatkannya. Sudah
saatnya kebijakan pendidikan nasional lebih menekankan pada
pentingnya bangsa ini memiliki guru berdaya saing global, profesional,
dan berkarakter. Guru yang tidak hanya mengajar, tapi mendidik siswa
menjadi manusia yang berdaya saing global, profesional, dan berkarakter.
Guru pada abad 21 bukan sekadar menjadi pengajar, melainkan juga
pembelajar. Kalau dahulu, berpikiran bahwa mendidik anak itu seragam,
sekarang mendidik anak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Guru abad 21 merupakan guru yang memahami kebutuhan murid dan
melek dengan teknologi. Teknologi itu hanya alat, yang tidak bisa
menggantikan peran dari guru itu sendiri. Sama perannya seperti kapur
dan papan tulis. Penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar

37
bukan berarti memindahkan papan tulis ke laptop, melainkan
memanfaatkan teknologi tersebut di sekolah. Guru pun mengajar
berdasarkan kemampuan belajar sang siswa. Setiap siswa mempunyai
kecepatan yang berbeda sehingga pendekatan yang dilakukan pun harus
berbeda. Metode `blended learning` menggabungkan antara instruksi
ruang kelas tradisional dan pembelajaran digital. Pembelajaran yang
menggabungkan penggunaan buku dan perangkat lunak. Dengan metode
itu, sistem pendidikan lebih berorientasi pada siswa, mendorong siswa
untuk belajar sepanjang hayat.
Untuk menerapkan hal tersebut, perlu adanya upaya mengubah cara
pandang dari seorang guru. Guru bukan lagi pengajar di depan kelas,
melainkan sebagai fasilitator. Sama seperti fungsi guru pada Kurikulum
2013, yang menyiapkan anak-anak untuk aktif. Dengan metode tersebut,
dapat membebaskan waktu guru. Guru tidak lagi perlu menulis di papan
tulis, menerangkan satu per satu pelajaran yang disampaikan. Dengan
demikian, guru mempunyai cukup waktu untuk bisa memahami
kebutuhan anak didiknya. Dengan demikian, anak terbantu dalam proses
pembelajarannya dan belajar sesuai dengan kecepatan belajar mereka
masing-masing. Dengan kata lain, tidak ada penyeragaman
pembelajaran. Dengan penerapan teknologi pula, bisa dilakukan
pendekatan pembelajaran kolaboratif, yakni sekolah maju dapat
berpasangan dengan sekolah yang masih tertinggal untuk mendapatkan
pembelajaran seperti di sekolah maju. Kita dapat menggunakan alat apa
saja dalam proses belajar mengajar anak-anak. Yang terpenting dalam
metode ini adalah para guru selalu melakukan improvisasi dalam proses
belajar mengajar.
Metode pengajaran ini memberikan kesempatan pada anak untuk belajar
dengan kecepatan yang berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda pula,
hal ini sesuai Kurikulum 2013.

B. Peran

Suksesnya pendidikan tergantung dari keberhasilan pelaksanaan


pembelajaran di kelas, sedangkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
tergantung pada guru, karena guru merupakan ujung tombak dalam
proses pembelajaran. Bagaimanapun sempurnanya sebuah kurikulum
tanpa didukung oleh kemampuan guru, maka kurikulum itu hanya
sesuatu yang tertulis dan tidak memiliki makna. Menurut data
Programme for International Student Assesment (PISA ),Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS ), dalam tes IPA dan
Matematika anak Indonesia hanya dapat mengerjakan tes dengan tingkat
kesulitan di bawah level, satu sementara anak – anak Jepang dan Korea
dapat mengerjakan tes dalam level 5-6, yakni level yang paling tinggi. 
Angka ini menunjukkan sebuah tantangan dari guru kita karena soal
PISA lebih banyak Problem Solving dan Critical Thinking sedangkan
pembelajaran kita lebih banyak pada hafalan, sehingga siswa kita sulit
untuk menjawab soal, artinya tantangan bagi guru kita bagaimana
meningkatkan kemampuan Problem Solving dan Critical Thinking pada
siswa – siswa kita. Surya Dharma menyarankan para guru mengurangi
gaya pembelajaran bersifat menghafal karena menurutnya kemampuan
ini sudah tidak cocok lagi untuk pembelajaran Abad 21. Dari tahun 2007
hingga 2011 pencapaian anak – anak Indonesia dalam mengerjakan soal
PISA selalu konsisten. Empat tahun kemudian walau ada perbaikan
tetapi masih tetap belum mampu naik ke Level tinggi, meskipun demikian

38
Indonesia masih memiliki kesempatan emas, karena Indonesia akan
mendapatkan bonus demografi dalam kurun waktu 2010 hingga 2040,
tahun ini Indonesia memiliki jumlah penduduk usia produktif yang
sangat besar.
Apabila usia produktif ini dikembangkan dengan baik melalui
pendidikan, diharapkan akan menjadi modal pembangunan. Cara terbaik
menyiapkan usia produktif tersebut antara lain melalui pendidikan dan
menjadikan mereka kompeten. Guru sebagai kunci suksesnya
pendidikan, dikelompokkan menjadi tiga bagian besar :

1. Guru sebagai Designer of Instruction (Perancang Pengajaran). Fungsi


ini menghendaki guru mampu dan siap merancang kegiatan belajar
mengajar, rancangan tersebut sekurangnya meliputi memilih dan
menentukan bahan pelajaran, merumuskan tujuan pembelajaran,
memilih metode pembelajaran yang tepat dan melaksanakan kegiatan
evaluasi dalam pembelajaran.

2. Guru Sebagai Manager of Instruction (Pengelola Pembelajaran). 


Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran. Diantara kegiatan pengelolaan pembelajaran yang
terpenting adalah menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran
yang efektif dan berjalan secara demokratis 

3. Guru sebagai Evaluator of Student Learning ( Penilai Prestasi Belajar


Siswa ).
Fungsi ini menghendaki siswa senantiasa mengikuti perkembangan
tarap kemajuan prestasi belajar siswa dalam setiap kurun waktu
pembelajaran . Dengan semakin pesatnya perkembangan IPTEK pada
Abad ke 21 ini tuntutan guru semakin kompleks mengingat semakin
banyaknya variabel yang harus ditangani guru dalam proses
pendidikan yang baik, menyangkut administrasi sekolah maupun
keterampilan mengelola siswa. Dari hasil penelitian Barry (2010)
menemukan bahwa guru perlu menyiapkan diri sebaik mungkin agar
dapat menjadi guru yang profesional. Dalam menghadapi tantangan
kemajuan IPTEK guru Profesional sudah selayaknya harus dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. 
Prof. Dr. Mohamad Surya (2004) dalam hubungannya dengan
aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan , lebih jauh guru
berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif , pengarah , dan penilai aktivitas-aktivitas
pendidikan
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai
pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu guru menguasai bahan
yang harus diajarkannya
4. Penegak displin , yaitu guru harus menjaga agar siwa-siswa
melaksanakan disiplin
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung
jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab
untuk mengarahkan perkembangan siswa sebagai generasi
muda yang akan yang akan menjadi pewaris masa depan

39
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk
menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada masyarakat
Dipandang dari segi dirinya pribadi ( self –oriented), seorang guru dapat
berperan sebagai:
1. Pekerja sosial ( social worker), yaitu seseorang yang harus
memberikan pelayanan kepada masyarakat
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seseorang yang harus senantiasa
belajar secara terus menerus untuk mengembangkan
penguasaan ilmunya
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orangtua di sekolah bagi
setiap siswa
4. Model keteladanan, artinya guru adalah model tingkah laku
yang harus dicontoh oleh siswa-siswanya
5. Pemberi keselamatan, artinya guru senantiasa memberikan rasa
keselamatan bagi setiap siswanya.
Sebagian besar literatur memaparkan dan memprediksi kompetensi
yang diperlukan pada Abad 21 adalah Kompetensi Dasar yang mudah
beradaptasi, kompetensi Profesional sesuai dengan bidang dan literasi
teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Asia-Pasific Economic
Cooperation (APEC ) kompotensi yang dibutuhkan pada Abad 21
menunjukkan bahwa pendidikan pada Abad 21 akan di dominasi oleh
pendidikan yang berbasis ICT. Kompetensi inti, seperti membaca,
menulis dan berhitung yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
akan menjadi dasar kompetensi lainnya. Keterampilan yang dibutuhkan
pada Abad 21 meliputi : (1) Learning and innovation skills ; (2)
Information, media and Technology Skills (3) life and career skills. Tiga
Keterampilan tersebut dapat berkembang jika sekolah memiliki
lingkungan kerja yang memadai untuk belajar dan berinovasi,
menyediakan program ( Kurikulum ) peningkatan guru serta memberi
penilaian yang memacu guru untuk berprestasi. 
Guru yang cerdas akan mampu berpikir kritis dalam memecahkan
masalah serta kreatif dan Inovatif dalam bekerja. Jika kompetensi
tersebut disertai dengan kemampuan berkomunikasi efektif dan
mampu bekerja sama dengan orang lain, maka tantangan seberat
apapun dapat dilalui oleh guru. Menurut Suyanto ( 2007 ), guru
profesional adalah guru yang selalu berubah dari praktik lama, bahkan
mau dan mampu meninggalkan metode dan resep – resep sukses di
masa lampau untuk menghadapi berbagai tantangan di masa kini dan
masa yang akan datang.
Karakteristik keterampilan yang diperlukan guru abad 21 sebagai
berikut;
:
1.Mau belajar dan berinovasi secara terus menerus.
Ciri-ciri orang mau belajar dan berinovasi adalah dapat berpikir kritis
dalam memecahkan masalah, kreatif dan Inovatif dalam bekerja,
dapat berkomunikasi secara efektif dan mampu bekerja sama dengan
teman sejawat, kolega maupun atasan.
2. Mampu menguasai Teknologi digital dan menguasai ICT.
3. Berorientasi pada karier dan kehidupan bermasyarakat. 

40
Di era globalisasi seperti saat ini, segala sesuatu sudah berubah dengan
terjadinya perubahan dalam bidang teknologi dan komunikasi, jika kita
kembali beberapa tahun kebelakang, sangat jauh dari apa yang ada
saat ini, dimana semua serba terbatas, sebagai contoh ketika ingin
menghubungi teman atau kolega yang berada di suatu tempat butuh
berhari-hari untuk dapat mengetahui keadaan dan situasi yang sedang
dialaminya, dimana komunikasi hanya bisa dilakukan dengan surat
dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi teman atau
kolega yang berada di luar negeri, tapi bagaimana dengan saat ini?
sangat gampang dan dengan mudahnya kita bisa berkomunikasi
dimanapun kita berada walaupun diluar negeri, kita hanya tinggal
tekan nomor langsung tersambung pada orang yang dituju, bahkan
komunikasi tersebut bisa dilakukan face to face. 

Luar biasa hal tersebut berobah dalam waktu yang cukup singkat.
Dengan kehadiran teknologi dan komunikasi (ICT) memberikan
tantangan dalam dunia pendidikan, peserta didik lebih tertarik
mempelajari ICT dibandingkan materi pembelajaran lainnya, peserta
didik bahkan rela berjam-jam di depan komputer untuk mengakses
internet dan mencari informasi yang tidak bisa didapatkan di sekolah.
Lantas apa yang bisa dilakukan kedepan?. Apakah kita harus diam dan
berpangku tangan dalam menyambut fenomena yang terjadi. Ini adalah
tugas berat dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi dunia pendidikan
untuk bisa mengadopsi dan melakukan inovasi pembelajaran. Jangan
sampai dunia pendidikan formal hanya dijadikan tempat untuk
memperoleh ijazah semata tanpa memberikan kontribusi dalam
membina generasi penerus perjuangan bangsa yang akan menjadi
pemimpin masa depan.

Menurut Sutrisno (2011) tuntutan dalam menjawab globalisasi


pendidikan telah hadir di depan mata, berbagai perangkat komputer
beserta koneksinya dalam menghantarkan peserta belajar secara cepat
dan akurat apabila dimanfaatkan secara benar dan tepat, untuk itu
dibutuhkan sumber daya manusia yang tanggap terhadap
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kemudian
ditambahkan oleh Alessi dan Trollip (2001), pembelajaran berbasis
(Information and Communication Technologies /ICT) memiliki banyak
keunggulan. Salah satunya keunggulan itu berupa penggunaan waktu
yang digunakan menjadi lebih efektif , bahan materi pelajaran menjadi
lebih mudah diakses, menarik, dan murah biayanya. 

Inilah yang menjadi tantangan pembelajaran abad 21, kehadiran ICT


dalam dunia pendidikan maka dituntut siswa untuk kreatif, inovatif,
berfikir kritis serta metakognitif dan sehingga menjadikan siswa
memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerja kolaborasi
(berkelompok). dengan harapan bahwa pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh dapat dijadikan bekal hidup di masyarakat yang
memiliki karakter baik lokal maupun global dan dapat dipertanggung
jawabkan secara personal maupun sosial masyarakat. Dengan hadirnya
ICT di dunia pendidikan seyogyanya dapat menghantarkan wajah
pendidikan ke arah yang lebih baik sehingga tantangan pembelajaran
abad 21 dapat terselesaikan, tentunya tidak terlepas dari peran guru
sebagai tenaga pendidik yang dituntut kreatif dan inovatif

41
mengembangkan pembelajaran dengan mengintegrasikan teknologi dan
komunikasi.

Peran guru pada abad 21 benar-benar merupakan guru yang


profesional, agar mampu menghadapi tantangan abad 21. Untuk itu,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial, serta kompetensi pedagogik seorang guru perlu dikembangkan
sehingga mampu mendidik siswa yang mempunyai kemampuan
memprediksi dan menanggulangi.

Dengan memasuki abad 21, maka guru mau tidak mau harus sudah
siap menguasai teknologi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran.
Guru harus selalu mampu beradaptasi dan siap menghadapi
perubahan yang terjadi setiap saat. Guru harus mampu memanfaatkan
informasi yang berkembang di masyarakat ke dalam proses
pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran di abad 21 penuh
tantangan yang harus ditaklukkan agar dapat membawa peserta didik
kelak mampu bertahan dan bersaing di dunia luar.

42
BAB VII
PENUTUP

Dokumen inspirasi pembelajaran dan penilaian pembelajaran tematik


terpadu ini diharapkan dapat membantu guru untuk melaksanakan
Pembelajaran Tematik Terpadu. Implementasi yang baik akan memberi
pembelajaran yang berkualitas bagi peserta didik dan selanjutnya
menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi sebagaimana
dirumuskan dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Pencapaian
kompetensi itu akan menghasilkan peserta didik yang memiliki
keseimbangan kompetensi baik antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan, maupun keseimbangan dalam soft skills dan hard skills.
Keberhasilan ini sangat mendukung terlahirnya Generasi Emas Indonesia di
tahun 2045.

43

Anda mungkin juga menyukai