Anda di halaman 1dari 8

Alyssa

LEARNING OUTCOMES (LO): LO 1, LO2, LO3, LO4

LO 1: Explain the nature of religions and God in general


LO 2: Interpret the religious formalism, contemporary issues, science, and digital era
LO 3: Analyze the ethical review based on conscience
LO 4: Apply the religious values in the context of human relation, environment, and
work (professional) world.

Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam menjawab soal ujian:

1. Panjang jawaban sesuai petunjuk yang ada di setiap soal.


2. Bahan referensi untuk jawaban:
• Referensi utama: Diktat CB Agama (penulis: Tim Dosen CBDC, Binus
University) • Referensi lainnya: harus yang relevan, ilmiah dan dari media
resmi
• Mencantumkan referensi yang digunakan untuk setiap jawaban di setiap
soal (boleh dari buku, artikel dan sumber-sumber online), mencakup:
nama penulis, judul buku/artikel, penerbit/link, tahun terbit, halaman
3. Tidak boleh mengambil teks dari referensi begitu saja (copy-paste), melainkan
harus diolah, dengan tetap memperhatikan panjang jawaban (jumlah kata)
sesuai yang dicantumkan di setiap soal.
4. Jawaban dikumpulkan dalam format Word, bukan dalam PDF. Gunakan font size
12 dan line spacing 1.5.
5. Untuk setiap jawaban yang tidak memenuhi ketentuan di atas akan dikenakan
pengurangan nilai sebesar 10%. Misalkan, nilai awal sebelum dikurangi adalah
8, maka setelah dikurangi 10% nilainya menjadi 8 – (10% x 8) = 7,2.

*Notes :
1. Di Setiap Nomor ada Sumber dari Buku Character Building Agama Handout
2. Sumber yang di cari di google maksimal 5 sumber dapat dari sumber yang terpercaya,
seperti Jurnal, Article dan sebagainya.
3. Tidak boleh pake sumber yang tidak percaya, seperti Wikipedia, Blog, dan sebagainya.
4. Di setiap nomor tolong ada nama sumber dan juga beserta link nya seperti
https://smkwidyanusantara.sch.id/read/5/pendidikan-karakter-pengertian-fungsi-
tujuan-dan-urgensinya
Bagian I: Soal Esai (maksimum 40 poin)
1. Karakter yang baik mencakup perpaduan dari tiga aspek berikut, yakni: mengetahui yang baik,
menginginkan yang baik dan melakukan yang baik. Terangkan hal ini disertai contoh. (10 poin,
jumlah kata: 100-150)

Answer:

Aristoteles, mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-
tindakan yang baik dan benar sehubungan diri sendiri dan orang lain. ketiga hal itu yakni
pengetahuan, keinginan dan tindakan merupakan bagian atau aspek penting dari karakter. Ketiganya
saling berhubungan dan menguatkan satu sama lain. Ketiganya sama-sama berkaitan dengan hal
yang sama. Pikiran mengetahuinya, perasaan menginginkannya, dan tindakan melakukannya. Bisa
dikatakan juga: mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik.
Contohnya seseorang telah meminjam suatu barang. Dengan pikirannya dia mengetahui betul bahwa
mengembalikan barang pinjaman itu adalah sesuatu yang baik. Karena hal mengembalikan barang
pinjaman itu dia ketahui bahkan juga meyakininya sebagai hal baik, hal itu akan mempengaruhi
perasaannya, membangkitkan keinginan untuk mengembalikan barang pinjamannya itu.
Pengetahuan dan keinginan tentang hal yang baik itu, yakni mengembalikan barang pinjaman, akan
mendesak orang itu untuk segera mewujudkannya, yakni melakukan tindakan nyata mengembalikan
barang pinjamannya itu.

Sumber:

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Lickona, Thomas (2016). Educating for Character. Bagaimana Sekolah dapat Mengajarkan Sikap
Hormat dan Tanggungjawab. Diterjemahkan oleh Juma Abdu Wamaungo, Penerbit PT Bumi
Aksara, Jakarta

2. Agama memiliki beberapa elemen dasar (karakteristik dasar yang harus dimiliki untuk dapat disebut
sebagai agama). Sebutkan dan jelaskan dengan baik 3 (tiga) di antaranya disertai contoh! (10
poin, jumlah kata: 100-150) Boleh Lebih dari 150 kata misalnya sampai 156 atau
160 kata
Answer :
Memiliki kepercayaan/sistem keyakinan
Kepercayaan artinya keyakinan atau iman yang kukuh dan tidak tergoncangkan pada Tuhan
ataupun substansi yang disembah di dalam agama-agama. Keyakinan itu tampak dalam hal-hal
seperti pengakuan akan adanya satu Tuhan (monoteisme), keyakinan akan keselamatan di akhirat
(parusia), kepercayaan akan reinkarnasi bagi agama Hindu.
Memiliki simbol/tanda/lambang
Agama-agama biasanya memiliki simbol, tanda dan lambang material tertentu di dalamnya.
Simbol atau lambang material itu bukan hampa makna atau pun nihil nilai. Simbol memiliki kandungan
arti dan makna tertentu di baliknya. Simbol hanya dipahami dan dimengerti secara eksklusif oleh
kelompok penganut agama bersangkutan. Beberapa contoh simbol material dalam agama-agama
misalnya dalam Islam terdapat simbol tertentu seperti tasbih dan lain sebagainya.
Memiliki praktik ritual
Para penganut agama biasanya menjalankan praktik keagamaan sebagai bagian integral dalam
kehidupan religius mereka. Ada banyak praktik keagamaan yang biasanya dilakukan baik secara
individual maupun secara kelompok. Praktik keagamaan yang dapat dilihat dalam kehidupan religius
para penganut agama misalnya berdoa, sembahyang/sholat/yoga dan lain sebagainya.
Sumber:

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

3. Umumnya pengenalan tentang apa atau siapa Tuhan/Allah itu didasarkan pada Kitab Suci. Akan
tetapi memperdalam pengenalan tentang apa atau siapa Tuhan/Allah itu bisa bahkan sangat perlu
dilakukan dengan cara lain, khususnya melalui alam dan sesama, mengapa? Jelaskan jawaban
Anda. (10 poin, jumlah kata: 100-150) Boleh Lebih dari 150 kata misalnya sampai
156 atau 160 kata
Answer :
Selain pengenalan Allah melalui Kitab Suci, kita juga bisa mengenal Allah melalui alam dan
sesama manusia. Dalam dan melalui alam, yang merupakan penampakan jejak-jejak kebesaran Allah,
kita bukan hanya mengenal adanya Allah, melainkan dapat merasakan dan mengalami secara nyata
kehadiran dan penyertaan-Nya dalam kehidupan kita. Dengan demikian maka kita semakin faham
mengenai kedudukan alam dalam keseluruhan tatanan kehidupan kita manusia dan seluruh makhluk.
Dengan itu seharusnya kita manusia lebih mampu mengembangkan pandangan, sikap dan perilaku
yang tepat terhadap alam. Menjaga dan memelihara alam, bukan saja karena alam itu penting bagi
kita, jantung kehidupan kita, melainkan karena kita mengalami kehadiran Allah bagi kita di dalamnya.
Alam memiliki nilai keilahian yang berasal dari sumber keilahian itu sendiri, Allah Pencipta. Kasih dan
kebaikan Allah, perhatian dan pertolongan-Nya kita rasakan dan alami secafra nyata dalam dan
melalui kehadiran sesama dalam kehidupan kita, melalui perhatian, kasih sayang, pertolongan dan
berbagai kontribusi sesama, secara langsung atau tidak langsung.
Sumber :

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan formalisme agama dan mengapa hal itu dianggap sebagai
praktek penghayatan dan pengamalan iman atau agama yang tergolong dangkal (jawablah disertai
contoh-contoh, baik tentang praktek formalisme agama maupun bentuk penghayatan dan
pengamalan iman/agama yang sesungguhnya). (10 poin, jumlah kata: 100-150) Boleh
Lebih dari 150 kata misalnya sampai 156 atau 160 kata
Answer :
Formalisme agama merupakan suatu bentuk penghayatan iman keagamaan yang hanya
mementingkan dimensi legalistik-formalistiknya. Ia lebih mengutamakan dimensi ekspresi artifisial
daripada dimensi transfisik-subtansialnya. Sehingga penampilan fisik lebih diutamakan daripada
penghayatan rohani-batiniah. Formalisme agama menghayati agama dengan sangat ketat sambil
menekankan struktur, aturan atau hukum yang sangat mengikat bahkan menuntut sikap disiplin
diri yang radikal. Jadi sebetulnya formalisme agama merupakan suatu sistem religius keagamaan
yang menekankan prinsip-prinsip, aturan dan hukum-hukum sebagai unsur yang paling penting
dalam penghayatan hidup religius dan kriteria evaluasi diri. Contoh yang baik adalah Para
penganutnya berpegang teguh pada tradisi-tradisi agama secara kukuh-radikal dan menjadikan
itu sebagai patokan dalam menilai tingkat kesalehan hidup religius.
Dalam praktiknya, para penganut formalisme agama juga bisa menunjukkan dimensi
patriarkalisme ekstrem maupun dominasi subordinatif yang cenderung mendiskreditkan kelompok
lain di luar mereka: entah bangsa lain, rasa lain, suku/etnis lain, golongan lain bahkan kaum
perempuan dalam konteks isu feminisme. Praktik formalisme agama bisa sangat diskriminatif
dalam sikap dan perlakuan pada sesama yang lain.

Sumber:

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Bagian II: Soal Kasus (maksimum 60 poin)

Kasus I: Bacalah artikel berikut sebelum menjawab pertanyaan 5 dan 6.


Dinamika Hubungan Agama dan Sains
Di beberapa negara maju (Amerika Serikat, Prancis, Inggris), proporsi anggota
masyarakat yang memeluk keyakinan agama semakin berkurang. Mereka lebih memercayai
temuan-temuan dari sains dan teknologi sebagai pemberi pedoman kehidupan mereka sehari
hari. Agama semakin tersingkir perannya dalam memandu dan mengarahkan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai yang dimilikinya.
Agak kontras dengan pengalaman yang terjadi di negara-negara maju pada umumnya,
pengalaman beragama di negara-negara berkembang seperti Indonesia justru semakin baik. Di
Indonesia terdapat kecenderungan peningkatan gairah beragama di kalangan kelas menengah
dan terdidik.
Pengalaman sejarah membuktikan bahwa hubungan agama dan ilmu pengetahuan

kerap kali mengalami dinamika. Keduanya tidak selalu seiring sejalan. Terkadang agama dan
sains saling mendukung, misalnya dalam hal penghormatan terhadap harkat dan martabat
manusia. Tetapi kadang-kadang hubungan itu bersifat konfliktual misalnya tersingkap dalam
kasus geosentrisme vs heliosentrisme, bumi bulat vs bumi datar.
Agama dan sains perlu saling berdialog dengan dilandasi prinsip keterbukaan,
obyektivitas, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Sumber: Disadur dari artikel yang dimuat di website https://www.nu.or.id/risalah
redaksi/ketika-agama-menghadapi-tantangan-sains-dan-teknologi-VTuQO, pada 1 September
2019 | 10:30 WIB. Di Copy pada Kamis, 17/3/2021. Pkl. 04.43 WIB.
Pertanyaan:
5. Berdasarkan artikel di atas, buatlah sebuah analisis tentang dinamika hubungan yang berkembang
antara agama dan ilmu pengetahuan (sains). Di bagian akhir analisis, utarakan dengan jelas
pilihan sikap Anda! (15 poin, jumlah kata: 200-300) Boleh Lebih dari 300 kata
misalnya sampai 310 kata
Answer :
Sains dan agama masing-masing memiliki keterbatasan untuk memecahkan pelbagai fenomen yang
terjadi dalam alam semesta. Agama terbatas dalam hal kemampuannya untuk memecahkan
pelbagai fakta secara empiris. Sebaliknya, sains terbatas dalam metodologinya. Tidak semua
problem dalam alam semesta bisa dipecahkan oleh Sains. Sains dan agama perlu memahami
keterbatasan masing-masing. Sains tidak bisa memecahan pelbagai misteri yang ada dalam alam
semesta. Sains terbatas dalam hal pemberian makna, nilai, dan terbatas memahami alam semesta
secara komprehensif. Sebaliknya agama juga terbatas dalam hal riset-riset empiris yang lebih detail
dan spesifik. Selama ada dialog dan pencarian bersama terus berlangsung, akan ada pertumbuhan
menuju pemahaman timbal balik dan tersingkapnya minat-minat pada kepedulian bersama. Setiap
disiplin harus saling memperkaya, mengembangkan, dan menantang disiplin yang lain untuk menjadi
lebih penuh. Agama dan sains harus bisa menjaga otonomi dan sifat disting (beda) mereka. Agama
tidak didirikan di atas ilmu, dan ilmu bukanlah perluasan agama. Masing-masing harus memiliki
asasnya sendiri, pola-pola tata langkahnya, perbedaaan-perbedaan penafsiran, dan kesimpulan-
kesimpulannya sendiri. Oleh sebab itu sains dan agama perlu dialog dan Kerjasama yang didasari
pada prinsip saling memperkaya, mengembangkan, dan menantang disiplin yang lain untuk menjadi
lebih penuh. Sains membersihkan agama dari tahyul-tahyul, dan agama membersihkan sains dari
postulat-postulat palsu. Sikap yang yang diperlukan adalah keterbukaan dan kerjasama intelektual
agar bisa memahami masing-masing bagian. Banyak hal yang diberikan oleh masing-masing kepada
yang lain. Agama perlu menegaskan otonominya, demikianpun sains dapat menegaskan
otonominya. Agama dan ilmu pengetahuan memiliki hukum-hukumnya sendiri.

Sumber :

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Leahy, Louis (1997), Sains dan Agama dalam Konteks Zaman Ini, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

6. Dengan diinspirasi artikel di atas, kembangkan penelusuran Anda terkait isu-isu kontemporer yang
sangat menantang dan berpotensi melemahkan kehidupan beriman dan beragama Anda sebagai
anak muda, dan solusi apa yang Anda akan tempuh menghadapi situasi itu? (15 poin, jumlah
kata: 200-300) Boleh Lebih dari 300 kata misalnya sampai 310 kata
Answer :
Kemajemukan merupakan fakta permanen masyarakat kontemporer. Di antara pelbagai nilai dan
pandangan hidup yang berbeda-beda, diperlukan sikap toleransi dan kerjasama. Toleransi dan
kerjasama dilandasi oleh cita-cita masing-masing kelompok untuk tetap bertahan dari waktu ke
waktu dan dari generasi ke generasi berikutnya. Prinsip keadilan merupakan dasar paling ideal
untuk menata masyarakat majemuk. Prinsip keadilan menjadi dasar universum untuk di atasnya
semua yang berbeda-beda itu bisa eksis. Toleransi dan Kerjasama merupakan cara paling ideal
untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan beradab. Sebagai individu, setiap orang perlu
bersikap Non-Konformis, artinya tidak menyesuaikan diri dengan kelompok, melainkan bertindak
menurut kepribadian sendiri. Selain itu diperlukan sikap penegasan-diri, yakni menjadi subjek yang
turut membangun hubungan positif serta respek terhadap kepribadian sendiri dan orang lain. Dalam
negara yang menganut system demokrasi, setiap warga negara wajib mencintai kebebasan, yakni
mencintai kebebasan sendiri dan orang lain serta melatih Trust di tengah iklim yang sarat
kecurigaan. Stragegi bertindak tanpa kekerasan dilakukan dengan memproduksi dan menguatkan
lembaga/instansi, forum interreligius pada masing-masing agama, sehingga dalamsituasi konflik
dapat bertindak menengahi nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini yang ditamakan adalah
komunikasi dan ikut jalur hukum, bukan main hakim sendiri. Selain itu perlu memperbanyak
komunitas-kominitas syang sadar hak dan forum-forum deliberasi. Melalui dialog, agama dapat
berpartisipasi dalam menciptakan dunia yang lebih baik, dunia yang lebih adil, dan dunia yang
damai. Dialog dapat dilakukan dalam beberapa model seperti dialog kehidupan sehari-hari, dialog
melakukan pekerjaan sosial, dialog pengalaman keagamaan, dan dialog pandangan teologis. Dialog
paling intens berhubungan dengan pemahaman dan interpretasi atas teks-teks suci.
Sumber :

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Hardiman, F. Budi (2019), Demokrasi dan Sentimentalitas: Dari “Bangsa Setan-setan”, Radikalisme
Agama, sampai Post-Sekularisme, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Kasus 2: Bacalah artikel berikut sebelum menjawab pertanyaan 7 dan 8.

Teknologi Digital
Pada saat ini kita masuk dalam industry 4.0. Karakter atau perilaku kita banyak dibentuk
oleh adiksi (ketergantungan) online, media sosial, dan kedekatan artifisial aplikasi messaging
(chating).
Karakter serba-online nyaris tidak menyisakan ruang yang memadai untuk
perkembangan individu secara orisinal, tangguh, dan berkarakter baik. Anak-anak milenial
tumbuh dalam pelbagai kemudahan dan proses instan.
Teknologi digital menimbulkan pengaruh positif dan juga berdampak negatif. Pengaruh
positif misalnya mempermudah kegiatan belajar, memudahkan interaksi, mudah mendaptkan
teman, mudah mendapatkan dan membagi informasi, menghilangkan rasa jenuh dan lain-lain.
Sedangkan dampak negatifnya antara lain merusak kesehatan mental dan fisik, meningkatkan
ketergantungan, merusak moralitas, dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan agama, teknologi digital merupakan sarana yang membantu
penganut setiap agama untuk semakin dalam mempraktikan agama. Sebagai produk akal budi
manusia, teknologi digital membantu manusia untuk mengartikulasikan secara jelas inti

penghayatan iman agar lebih mendalam sehingga kedamaian dan ketenangan hati bisa
ditemukan. Teknologi digital memudahkan umat beragama untuk melakukan penyiaran.
Sumber: kemenag.go.id Rabu, 18 Agustus 2021 07:14 WIB. Dicopy pada Kamis,
17/3/2022. Pertanyaan:
7. Bertolak dari artiklel di atas, paparkan lebih jauh bagaimana perkembangan teknologi
digital membuka jalan baru bagi manusia, yang membawa manfaat bagi peningkatan
kualitas kehidupan keagamaan setiap orang. Jelaskan dengan contoh seperti
dipraktekkan di agama Anda sendiri. (15 poin, jumlah kata: 200-300) Boleh
Lebih dari 300 kata misalnya sampai 310 kata

Answer :
Apapun pengaruh teknologi terhadap kehidupan keagamaan sejatinya merupakan jalan untuk
mempertegas identitas agama di zaman yang berubah ini. Agama harus hadir sebagai kekuatan
pembebas yang mampu membaca tanda-tanda zaman. Oleh karena itu praktik keagamaan yang
inklusif dalam menaggapi teknologi. Beragama di era digital memiliki peluang dan tantangan yang
harus disikapi dengan bijak. Kemajuan teknologi bagaimanapun harus dilihat sebagai sarana yang
membantu pemeluk agama untuk semakin memperdalam praktik imannya. Dengan demikian
pemeluk agama harus mampu mengaplikasikan produk teknologi bagi kehidupan imannya. Teknologi
digital memang perlu dalam praktik keagamaan namun tidak sepenuhnya bisa menggantikan peran,
fungsi dan makna agama yang asli. Cinta merupakan salah satu keutamaan yang menjadi nilai
universal. Ditengah keberagaman dan kecendrungan zaman yang begitu plural saat ini, agama cinta
adalah media yang mempersatukan setiap orang. Agama cinta adalah praktik keagamaan yang tidak
berhenti pada interpretasi atas agama tetapi lebih dari itu masuk pada substansi agama yakni
mencintai Tuhan dengan segenap jiwa dan hati. Dalam agama cinta substansi agama adalah Tuhan
sendiri sang sumber cinta. Dalam dunia yang berubah dan penuh sentiment ini cinta itulah yang
harus diwartakan kepada semua orang di segala penjuru. Media komunikasi digital menjadi corong
untuk menyebarkan cinta kepada semua orang. Contohnya adalah maraknya dakwah melalui media
social seperti youtube, Instagram, dan tiktok yang sangat bermanfaat bagi generasi millennial.
Sumber :

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Caputo, John, Agama Cinta, Agama Masa Depan, Jakarta: Mizan, 2001.

8. Refleksikan secara khusus pernyataan yang tertuang pada paragraf kedua artikel di atas.
Paparkan hasil refleksimu terkait kenyataan kaum milenial khususnya yang tumbuh dan
berkembang dalam suasana serba penuh kemudahan dan instan di satu pihak, dan
kebutuhan penting tercapainya pertumbuhan dan perkenbangan diri yang original, utuh
dan tangguh, sebagai pribadi yang berkarakter baik di pihak lain. (15 poin, jumlah
kata: 200-300) Boleh Lebih dari 300 kata misalnya sampai 310 kata
Answer :
Karakter yang tidak menikmati proses dan hanya berorientasi pada hasil menyebabkan generasi
“instan”, yang akan cepat mengeluh bila menerima tugas berat, dan cenderung akan mengambil
jalan pintas ketika menemui kebuntuan. Sikap minimalis dan berorientasi target ini, membuat kawan-
kawan muda berwawasan lebar dan tidak dalam. Banyak tahu (mungkin) namun dangkal. Efek yang
lebih dalam dari kecenderungan instan ini adalah rendahnya integritas. Ketika seluruh komunitas
berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, maka integritas menjadi nomer sekian dalam
kehidupan. Yang penting saya lulus, yang penting saya diakui orang lain, yang penting saya
mendapat nilai bagus, perkara prosesnya meniadakan integritas, itu bukan salah saya, karena toh
semua juga melakukan hal yang sama. Semangat ini menjadi semangat yang menakutkan. Jadilah
subyek bukan obyek. Kita harus memahat diri agar pencirian yang dilekatkan pada kalian menjadi
kekuatan dan bukan kelemahan. Kita perlu memanfaatkan karakter yang dikonstruksikan kepada
kalian sebagai agen perubahan. Agen perubahan adalah kesediaan dan kemauan untuk berubah.
Berubah itu proses yang membutuhkan konsistensi dan integritas. Karena ketika kalian nanti masuk
ke dunia yang lebih luas, generasi yang baru juga akan muncul dengan karakter yang berbeda lagi.
Manfaatkan “kemewahan” akses teknologi yang sekarang kalian miliki, bersikap peka terhadap
lingkungan sosial, jadilah agen perubahan bagi diri kalian sendiri, dan akhirnya jadilah agen
perubahan yang membawa nilai positif bagi peradaban dunia.
Sumber :

Washington, B. T. (2017). Character building. Character Building, 1–204.


https://doi.org/10.4324/9781315081526

Rahutami, A. I., & Suwarno, D. Perzpektif-Social and Technological Outlooks on Life" Sebuah Asa Generasi
Untuk Generasi". Perzpektif-Social and Technological Outlooks on Life.
http://repository.unika.ac.id/17593/1/Perzpektif-%20Social%20and%20Technological%20Outlooks%20on
%20Life.pdf

Anda mungkin juga menyukai