Anda di halaman 1dari 35

FIELD PRACTICE 1

WEBINAR SERIES 2
Penyelenggara Makanan Pada Jasa Transportasi Udara: PT. Aerofood
Indonesia Garuda Group dan Penyelenggara Makanan Pada Kondisi
Kegawatdaruratan: Dinkes/BNPB

Disusun Oleh:
Iswanto
472017417

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2021
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................................................
BAB II .............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................
BAB III........................................................................................... .............................................
HASIL.............................................................................................................................................
BAB IV............................................................................................................................................
PEMBAHASAN ............................................................................ ............................................
4. 1. Mengevaluasi manajemen sistem penyelenggaraan makanan pada berbagai sektor.
4. 1. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group ..................................................................
4. 1. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB............................................................
2. Menyusun indikator keberhasilan penyelanggaraan makanan......................................
4. 2. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group ................. .............................................
4. 2. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB ........... .............................................
3. Mengevaluasi mutu pelayanan gizi dan kepuasan klien dalam pelayanan dan praktik kegizian
.......................................................................................................................................................
4. 3. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group ................. ..............................................
4. 3. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB............................................................
4. Menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan ....................................................
4. 4. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group ..................................................................
4. 4. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB............................................................
5. Menjelaskan sistem ketahanan pangan pada kondisi darurat bencana (assessment, kelompok
sasaran, Analisa stok, dan perencanaan makanan)................................................................
BAB V .............................................................................................................................................
KESIMPULAN ............................................................................. .............................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................................................
Tabel 1. Penghargaan yang di raih oleh PT. Aerofood Indonesia ACS ...............................
Gambar 1. Alur penyelenggaraan makanan ...........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Perusahaan makanan pada PT. Aerofood Indonesia merupakan salah satu inflight
catering yang menyediakan kebutuhan makanan dan minuman didalam pesawat. Selain melayani
kebutuhan makanan dan minuman, PT. Aerofood Indonesia juga menyediakan perlengkapan
penunjang lainnya, seperti perlengkapan logistik. Maskapai yang dilayani oleh PT. Aerofood
Indonesia tidak hanya maskapai Garuda Indonesia tetapi PT. Aerofood Indonesia juga melayani
pesanan makanan dari beberapa foreign airlines (Nindyasari, Mahmudiono, & Sumarmi, 2017).
Sistem penyelenggaraan makanan menjadi salah satu kegaitan penting dilakukan
dimanapun dalam menjamah responden atau target demi mendapatkan kesehatan dan
keuntungan. Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dan paling mendasar bagi
manusia. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas makanan semakin
besar. Industri pelayanan makanan memiliki tujuan untuk menyediakan makanan yang
berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Kualitas layanan yang baik dapat menciptakan
pembelian berulang dan loyalitas pelanggan. Karena kebutuhan yang terus meningkat, maka
perusahan katering penerbangan dituntut untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas
dari segi nilai gizi, rasa, serta aman untuk dikonsumsi (Nindyasari, Mahmudiono & Sumarmi,
2017). Hal ini terjadi karena salah satu kebutuhan makanan saat ini yang semakin meningkat
adalah kebutuhan makanan pada katering penerbangan.
Dalam keadaan darurat, ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi
masyarakat terdampak bencana menjadi sangat penting. Dalam keadaan demikian, keberadaan
pangan darurat bencana menjadi suatu keniscayaan. Pangan darurat atau emergency food harus
memiliki sifat aman dikonsumsi, palatable, mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi, dan
memiliki kandungan nutrisi yang cukup (USAID 2019).
Pangan Darurat adalah produk pangan yang dapat memenuhi kebutuhan energi manusia
yang di butuhkan dalam keadaan tertentu serta memiliki nilai gizi yang di rancang khusus sesuai
dengan kebutuhkan dalam situasi darurat. Pangan darurat ini sebaiknya memiliki daya simpan
yang panjang, mudah didistribusikan, nilai nutrisi yang tidak mudah rusak karena dalam
lingkungan posko pengaman, suhu dan faktor lingkungan lainnya tidak menentu. Pengembangan
Produk pangan darurat ini tidak hanya terpaku dalam bentuk padat atau berbentuk makanan pada
umumnya, namun dapat juga di kembangkan dalam bentuk pasta atau minuman yang di tujukan
untuk konsumen khusus misalnya untuk balita, ibu menyusui dan anak anak.
Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk mengevaluasi manajemen system penyelenggaraan
makanan pada berbagai sector, menyusun indikator keberhasilan penyelanggaraan makanan,
mengevaluasi mutu pelayanan gizi dan kepuasan klien dalam pelayanan dan praktik kegizian,
menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan, menjelaskan sistem ketahanan pangan
pada kondisi darurat bencana (assessment, kelompok sasaran, analisa stok, dan perencanaan
makanan).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada September 1975, PT Aero Dairy Farm Catering Service membuka dapur
penerbangan yang lebih besar dan dilengkapi dengan fasilitas yang telah memadai di Bandara
Halim Perdanakusuma. Setelah seluruh saham yang dimiliki Dairy Farm dibeli oleh Garuda
Indonesia Airways, maka tanggal 23 Desember 1981 berubah nama menjadi PT Aero Garuda
Catering Service kemudian pada tanggal 29 November 1982 berganti nama kembali menjadi PT
Angkasa Citra Sarana Catering Service dengan merek dagang Aerowisata Catering Service.
Tanggal 30 Maret 1985, setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta diresmikan, kegiatan
dapur penerbangan yang berada di Bandara Halim Perdanakusuma dan Kemayoran dipindahkan
ke Bandara Soekarno-Hatta dilayani oleh PT. Aerofood Indonesia. PT. Aerofood Indonesia
mulai membuka cabang-cabang di beberapa daerah untuk dapat meningkatkan serta memajukan
pelayanan jasa boga dalam penerbangan. Beberapa cabang tersebut ada yang berlokasi di Bali
yang didirikan pada tahun 1975, Medan pada tahun 1987, Surabaya pada tahun 1991 dan Biak
pada tahun 1993 (Imam, 2017).
PT. Aerowisata merupakan anak perusahaan dari Garuda Indonesia. Terdapat beberapa
unit perusahaan di bawah pengawasan PT Aerowisata yang bergerak dalam bidang catering, tour,
dan travel serta transportasi. Unit usaha yang bergerak di bidang catering adalah PT Aerofood
Indonesia. Kegiatan dari perusahaan ini bergerak dalam jasa makanan (catering) penerbangan
yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan pelayanan makanan dan minuman serta pelayanan
kabin dan laundry selain itu juga melayani jasa makanan (catering) untuk industri non
penerbangan. Kegiatan perusahaan ini meliputi pengelolaan, penyiapan, sampai dengan
pelayanan perbekalan untuk pesawat dan dunia industri. PT Aerofood Indonesia dibangun karena
adanya pemisahan bagian pembekalan pesawat dari Garuda Indonesia Airways. Pada tahun
1970-1974, perusahaan ini bernama Garuda Airlines Flight Kitchen yang berlokasi di
Kemayoran Internasional Airport. Pada tanggal 23 Desember 1974 PT Garuda Indonesia
Airways menjalin hubungan dengan Dairy Farm dalam hal manajemen dan permodalan sehingga
nama perusahaan berubah menjadi PT Aero Dairy Farm Catering Service (Imam, 2017).
Semakin berkembangnya PT Aerowisata ini, maka perusahaan flight catering termasuk
dalam enam besar industri jasa makanan penerbangan untuk wilayah Asia Tenggara. PT.
Aerofood Indonesia juga mendapatkan penghargaan ISO 9002 yang menunjukkan bahwa PT.
Aerofood Indonesia adalah industri jasa makanan penerbangan yang baik. Dengan
pengalamannya selama 40 tahun sebagai penyedia airline catering bertaraf internasional,
Aerofood ACS sebagai bagian dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia telah berhasil dan
selalu menjaga reputasi perusahaan untuk menghadirkan layanan kelas premium untuk produk
makanan dan minuman terbaik di kelasnya (Imam, 2017).

Kesuksesan perusahaan dapat dirunut sejak berdirinya di tahun 1974, di mana saat itu
perusahaan memulai operasinya di bawah nama PT Aero Garuda Dairy Farm bekerjasama
dengan Dairy Farm, sebuah perusahaan catering yang berbasis di Hong Kong. Setelah sempat
berubah nama menjadi PT Angkasa Citra Sarana Catering Serving, di tahun 1991 perusahaan ini
beroperasi dengan bendera ACS (Aerowisata Catering Services). ACS kemudian melakukan
diversifikasi dengan menyediakan layanan industrial catering di tahun 2002, dan perusahaan
mulai merintis bisnis retail F&B di tahun 2008. Dengan beragam kesuksesan yang terus di raih,
perusahaan semakin mengembangkan divisi-divisi baru yang juga memberikan sumbangan bagi
perkembangan perusahaan (Imam, 2017).

Di tahun 2009, layanan manajemen laundry dan in-flight logistic memulai operasinya di
bawah divisi yang diberi nama Garuda Support. Berbarengan dengan terus majunya bisnis
perusahaan, di tahun 2010 Aerowisata Group sebagai perusahaan induk meluncurkan logo
perusahaan baru. Logo baru dimaksudkan untuk semakin memperkuat imej perusahaan berikut
anak-anak perusahaannya. Di tahun yang sama, ACS juga mengubah namanya menjadi
Aerofood ACS. Logo perusahaan sungg kuat. Dan logo baru ini juga menghembuskan semangat
baru ke seluruh sendi perusahaan yang berbasis di Jakarta ini dan semakin membulatkan tekad
Aerofood ACS untuk semakin mengembangkan sayapnya. Masih di tahun 2010, Aerofood ACS
membuka kantornya di Denpasar, Surabaya, Medan, Balikpapan, Bandung, Yogyakarta dan
Lombok. Di tahun 2014, cabang Pekanbaru direncanakan juga akan mulai beroperasi. uh
menunjukkan komitmen perusahaan yang lebih (Imam, 2017).

Pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) adalah makanan yang memiliki
energi dan densitas zat gizi yang tinggi untuk korban bencana alam yang dapat dikonsumsi
segera pada keadaan darurat. Penggunaan pangan darurat dapat dilakukan selama 3 sampai 7 hari
dan maksimal 15 hari. Produk ini bisa digunakan pada daerah yang memiliki iklim ekstrim dari
kutub utara sampai tropis. Produk pangan darurat harus dapat dikonsumsi secara langsung dan
cocok untuk segala usia mulai dari anak berusia 6 bulan sampai orang tua. Terdapat lima
karakter dari pangan darurat, yaitu aman, rasa dapat diterima, mudah dibagikan, mudah
digunakan, zat gizi lengkap. Produk pangan darurat sebaiknya berbentuk segi empat untuk
efisiensi saat proses pembungkusan. Warna dari food bar tergantung dari bahan yang digunakan
dan proses produksi yang digunakan (Kusumastuty, Fandianty & Julia, 2015).
BAB III

HASIL

3.1 Sistem manajemen keamanan pangan PT. Aerofood Indonesia

3.1.1 Company Overview

PT. Aerofood juga sudah mendapatkan sertifikat yang resmi dan halal dari berbagai
lembaga atas kebehasilan dalam memberikan kualitas pelayanan terbaik salah satunya ISO
22000-2005 yaitu tentang sistem management keamanan pangan dan juga ISO 9001 -2008
tentang sistem management mutu yang tentunya bersertifikat halal. Dalam penerapan sistem
keamanan pangan, customer dalam arti airline berpatner kepada aerofood Indonesia untuk
menyajikan atau menservise makanan yang aman dan layak, untuk itu disistem produksi harus
memiliki sistem keamanan pangan yang ketat. Sistem keamanan pangan ini akan diaudit oleh
lembaga sertifikasi biasanya 6 bulan sekali atau setiap airline mempunyai kewajiban untuk
mengudit pelayanan minimal 1 tahun sekali.
PT. Aerofood ACS Indonesia memiliki banyak cabang diantaranya aero-trans yang
bergerak dibidang kendaraan, kemudian aerofood juga ada bergerak dibidang hotel dan juga
salah satunya dibidang ketring. Jadi garuda Indonesia grup itu punya sistem hulu ke hilir,
aerofood memiliki beberapa cabang di Indonesia diantaranya di Medan, Bandung, Lombok,
pekan baru, Yogyakarta, Balikpapan, Surabaya dan Denpasar bali dan sampai hari ini masih
bejalan seperti biasanya. Aerofood garuda juga mensupport seperti laudry dan lain-lain melalui
ISTS (in-flight service total solution).

3.1.2 Hirarki Keamanan Pangan


Dalam pengendalian sistem keamanan pangan (complaint), ini seperti puzzle jadi setiap
bagian terkait satu sama lain harus kerjasama agar mutu keamanan pangan ini bisa tercapai,
kalau misalkan 1 bagian saja tidak bekerjasama atau egois hanya mementingkan hanya produksi
saja makan sistem keamanan pangan bisa saja tidak berhasil atau yang sudah kita targetkan
tersebut gagal pada industri pangan. Hirarki pada sistem keamanan pangan yang paling basic
atau dasar adalah GMP (good manufacturing pratices), yaitu cara-cara memproduksi makanan
yang baik, jika memproduksi makanan yang baik dan aman sudah sesuai, maka PT. aerofood
Indonesia mempunyai sistem sebagai tiang-tiang yaitu Hazard. Hazard itu memiliki indikator
tersendiri dalam setiap proses, dalam arti kalau misalkan tidak tercapai taget tersebut maka apa
yang harus dilakukan agar target
itu benar-benar tercapai. Kemudian dari HACCP (hazard analyisis critical control pint) akan
muncul ISO 22000 – 2018 ini sistemnya lebih kompleks dan baik.

Human capital mendukung adanya sistem keamanan pangan yang ada, tugas human
capital dalam sistem untuk mendukung keamanan pangan di antaranya adalah food handler
adapun poin penting dari food handler yaitu mewajibkan rectal swab, memonitoring supaya
rectal swabnya berhasil semuanya ikut, rectal swab hanya diwajibkan pada mereka yang food
handler atau penjamah makanan ini dipriksa 6 bulan sekali. Selanjutnya adalah MCU (medical
cek up) setiap 1 tahun sekali supaya meyakinkan yang masak yang menjamah makanan itu bebas
dari kontaminasi artinya personal hygienenya baik, selanjutnya human capital juga
mengkoordinasikan training yaitu refresh food safety, halal dalam hal ini 1 tahun sekali untuk
semua yang terkait dengan food handler.

Untuk personal hygiene harus terapkan baik wanita ataupun pria harus memiliki standar
diantaranya yaitu:

1. Hairnet menutupi bagian rambut dan telinga.


2. Masker menutupi mulut dan hidung
3. Tidak mengunakan jam tangan atau aksesosis seperti cincin, gelang, anting-
antingkalung dan lain-lain) dan tidak berkuku panjang.
4. Tidak berkumis dan berjambang.
5. Seragam bersih dan rapi.
6. Mengunakan safety shoes.

Sedangkan untuk tata cara membersihkan tangan sebelum dan sesuadah bekerja sangat
penting dimana dilakukan selama 2 menit agar tangan bersih dan tanpa adanya kontaminasi dari
benda asing maupun barang yang kotor pada saat kita akan menjamah suatu makanan atau
memproduksi pangan. Untuk tata cara yang dilakukan ada 11 cara diantaranya adalah:
1. Basahi tangan dengan air.
2. Beri sabun secukupnya
3. Gosok telapak tangan kiri dan kanan
4. Gosok telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari bertautan dan
sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak dengan jari bertautan.
6. Belakan jari untuk menggosok telapak yang berlawanan dengan jari bertaut.
7. Gosok ibu jari tergenggam ditelapak tangan kanan dengan cara memutar dan sebaliknya.
8. Gosok mundur dan maju secara memutar dengan jari-jari tangan kanan tergenggam
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
9. Basuh tangan dengan air.
10. Gunakan hand dryer untuk mengeringkan tangan.
11. Tangan anda telah bersih.

Kebijakan benda asing yang harus diperhatikan adalah:

1. Lampu diarea produksi tertutup.


2. Tidak ada material kayu di area produksi.
3. Tidak ada material kaca di area produksi.
4. Gelas kaca tidak boleh masuk ke area produksi.
5. Staples tidak digunakan di area produksi.
6. Peralatan mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
7. Cleaning dan Maintenance tershedule.

Selanjutnya adalah pest control ini menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan:

1. Adanya pengendalian hama internal / external yang tercatat.


2. Tidak meletakkan insect killer diatas meja produksi.
3. Tersedia plastic curtain di pintu yang berbatasan dengan area luar.

Pada PT. aerofood Indonesia kalibrasi dan maintenance setiap bulan harus diverifikasi
dan setiap tahun harus dikalibrasi dengan tujuan dalam hazard sistem yang ACS miliki
indikatornya kebanyakan itu suhu jadi suhu tersebut harus benar dibandingkan dengan masternya
apakah ada devisiasinya masih ditoleransi atau tidak. Pada sistem ACS disetiap area ada
pemantauan CCTV untuk menjaga keamanan pangan jika ada penyimpangan bisa
ditindaklanjuti. Pada masa pandemi covid-19 masa produksi PT. aerofood Indonesia produksi
turun menjadi 10-30 persen, sebelunya ACS memproduksi bisa 40 ribu sampai 50 ribu setiap
harinya.

Untuk planning sendiri memiliki tugas sebagai berikut yaitu:

1. Analisa pemakaian bahan baku.


2. Monitoring stok.
3. Membuat perencanaan bahan baku harian/mingguan/bulanan.
4. Membuat order ke Procurement.

Sedangkan tugas dari procurement itu sendiri adalah:

1. mencari vendor, melakukan vendor dan melakukan audit bersama quality user dan
procurement, untuk untuk mengetahui apakah material itu sudah sesuai atau belum,
sertifikatnya sudah sesuai atau belum dan tempatnya sudah sesuai atau belum.
2. memenuhi permintaan user untuk pengadaan bahan baku.

Receiving merupakan bagian awal alur dari proses penerimaan bahan baku:

1. Wajib dicatat! ( tanggal penerimaan, jenis barang, jumlah, expired date).


2. Pastikan cek suhu penerimaan daging, ayam dan ikan.
3. Suhu produk dingin 50c, suhu produk beku (-80c).
4. Tolak jika tidak sesuai.

PT. aerofood ACS Indonesia mempunyai 3 store atau penyimpanan setelah penerimaan
barang bahan baku:

1. Chiller (0-5oC).
2. Freezer (-18oC).
3. Dry (25oC).

Setelah penyimpanan, langkah selanjutnya masuk dalam persiapan produksi. Persiapan


produksi itu terdiri dari persiapan buah, sayur daging dan sebagainya. Untuk sayur dan buah
dicuci dengan larutan clorine 50-100 ppm selama 1-2 menit. Setelah dicuci, sayur dan buah harus
dikeringkan. Pada pengunaan cutting board, memiliki fungsi masing-masing hal ini untuk
mencegah kontaminasi silang yang dapat berbahaya jika digunakan bersamaan. Adapun warna
masing-masing cutting board yaitu kuning: khusus unggas, biru: khusus seafood dan ikan,
merah: khusus daging, hijau: khusus sayur dan buah dan putih: khusus makanan yang langsung
bisa dimakan atau makanan matang. Prinsip dari PT. aerofood ACS Indonesia menerapkan
prinsip tertutup, berjarak dan berlabel hal ini sama yaitu untuk mencegah kontaminasi silang dari
makanan yang lain.

Untuk hot kichen pencapaian yang kita ukur adalah air terdiri dari beberapa point penting
yaitu:

1. Air Baku 0,3-0,6 ppm.


2. Suhu inti cooking >650C.
3. Blast Chilling, suhu meal 600C menjadi 10C selama 4 jam.
4. Chiller 50C.

Setelah dimasak, kemudian dilakukan pendinginan secara cepat selanjutnya kita akan
lakukan proses hot dishing. Hot dishing disebut juga portioning atau pross sortir apakah ada
bahan makanan yang tidak baik sepeti ada ulat dalam makanan. karna jika makanan tersebut
terdapat benda asing akan menjadi pontesial complaint dalam PT. aerofood ACS Indonesia.

Dalam hal ini harus memperhatikan:

1. Catat makanan yang didishing, tanggal dishing, flight number dan cek suhu permukaan
produk dengan gun thermometer (suhu permukaan).
2. Jika suhu ruangan > 21 maka suhu produk tidak lebih dari 150C dan dishing proses tidak
lebih dari 45 menit.

Dalam proses bakery dan pastry ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu:

1. Suhu inti produk Baking/Cooking > 650C.


2. Chiller 0-50C.

Cold kitchen adalah perbedaannya dari gizi, cold kichen adalah menyiapkan appetizer
seperti salad bukan makanan utama. Beberapa yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Catat makanan yang didishing, tanggal dishing, flight number dan cek suhu permukaan
produk dengan gun thermometer (suhu permukaan).
2. Jika suhu ruangan > 21 maka suhu produk tidak lebih dari 150C dan dishing proses tidak
lebih dari 45 menit.

Equipment set up itu, setelah pesawat turun kemudian dicuci seperti sendok, garpu
kemudian piring dan lain-lain, itu pelayanan akan seting diruang masing-masing. Equipment set
up memiliki 3 hal penting yang harus diperhatikan yaitu: sortir, setting dan hand over.
Selanjutnya adalah meal tray set up adalah pengabunggan. Dalam meal tray set up ada 2 standar
yaitu:

1. TSU: suhu ruangan >150C maka suhu produk tidak lebih dari 150C dan dishing proses
tidak lebih dari 45 menit.
2. Dispatch = suhu meal max. 50C.

Delivery hal ini menjadi bagian yang cukup penting juga ini merupakan proses
pengantaran untuk menuju pesawat. sebelum diantar ada beberapa standar yang perlu
diperhatikan yaitu:

1. Cek Trolley sebelum diberangkatkan, kualitas, kuantitas, dan safety.


2. Seal trolley jika sudah di cek.
3. Sandar Aircraft Loading Makanan maksimal 100C.

Diswashing atau biasa disebut pembersihan perangkat nakan seperti sendok, garpu, piring dan
lain-lain:

1. Bersihkan equipment dari kotoran.


2. Cek termolable sebelum mesin dioperasikan, standar Dishwashing: suhu kontak air ke
equipment 710C, indikatornya dengan thermolable.
3. Cek kualitas equipment yang telah dicuci.

Selanjutnya kalau sudah ada pencatatan, biasanya lembaga audit atau perusahaan yang
akan menimplementasikan jaminan keamanan pangan itu sendiri atau produknya itu sendiri,
bedanya aerofood dengan manufaturing lain adalah semua sistem masih manual. Selanjutnya
kepuasan customer, untuk mengetahui kepuasan customer pada tingkat pelayanan kita terhadap
mereka apakah sudah baik atau belum, PT. aerofood Indonesia memiliki survai untuk
mengetahui tingkat kepuasan customer biasanya dilakukan setiap tahun hanya sekali. Yang
dinilai dari survai ini adalah tampilan makanan, kebersihan dan keamanan makanan,
keseimbangan rasa makanan dan ketepatan waktu pengantaran apakah sudah tepat atau belum.
Dalam hal ini pelayanan, keamanan pangan yang akan disajikan serta kepuasan customer
menjadi hal yang sangat penting untuk di perhatikan, maka perlunya untuk terus menjaga
keamanan pangan agar tetap aman dan baik.

3.2 Ketahanan Pangan Ditengah Bencana / Kondisi Darurat

Menurut undang-undang NO. 24 tahun 2007 bencana adalah pristiwa atau ragkaian
pristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan suatu masyrakat bahkan baik oleh faktor
alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Kalau
kita bisa mengingat kembali banyak sekali kejadian bencana di Indonesia, kita semua tahu ada
bencana yang diakibatkan oleh alam diantaranya adalah gempa bumi, banjir, tsunami, angina
topan, gunung meletus. Sedangkan yang diakibatkan oleh manusia sendiri adalah seperti
kebakaran hutan, perang, krisis ekonomi, politik yang mengakibatkan terjadinya bencana
kemanusiaan, kemudian kalau dilihat secara teknis yang lain bencana juga bisa terjadi pada
jatuhnya pesawat, kapal tengelam, kecelakaan mobil/ motor, ledakan bahan kimia, ini beberapa
contoh dari bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia itu sendiri.

Yang menjadi permasalahan utama atau salah satu faktor yang menghambat ketahanan
pangan yaitu faktor bencana alam, bencana alam menjadi ancaman bagi pemerintah, karena
menghambat pembangunan pangan didaerah-daerah. Dimana bencana alam merupakan pristiwa
yang terjadi secara tiba-tiba, sehingga menganggu aktivitas masyrakat. Menurut data tahun 2018
Indonesia adalah negara yang mengalami bencana terbanyak, dimana menempati Indonesia
sebagai urutan ke 4 dunia yang mengalami banyak bencana sebanyak 15 bencana alam.

Pengertian ketahanan pangan menurut undang-undang No. 18 tahun 2012 ketahanan


pangan dan gizi adalah kondisi terpenuhinya pangan dan gizi bagi Negara sampai pada
perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, memenuhi kecukupan gizi, merata, terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama keyakinan dan budaya masyrakat untuk mewujudkan status gizi yang baik agar dapat
hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Dalam ketahanan pangan ada tiga pilar yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

1. Ketersediaan: a). produksi pangan domestic, b). Mempunyai stok / cadangan pangan
dan c). ekspor dan impor. Dalam hal ini ketersedian pangan harus berkesinambungan,
jangan hanya tersedia diwaktu itu saja, tetapi alangkah baiknya pangan tersebut harus
tersedia setiap saat dan mempunyai pasokan dan stok tanpa batas terutama disemua
wilayah.
2. Keterjangkauan: a). distribusi, b). stabilisasi pasokan dan harga, c). manajemen stok,
d). daya beli masyrakat dan e). akses terhadap pasar dan informasi. Maksud dari
keterjangkauan ini adalah bisa diakses secara ekonomi ataupun fisik dan bisa diakses
dari berbagai wilayah yang ada. Yang terpenting dari pangan ini kestabilan harga
harus terjaga agar akses pangan bisa diperoleh dengan mudah.
3. Pemanfaatan: a). perbaikan pangan konsumsi, b). penganekaragaman konsumsi, c).
perbaikan gizi dan d). keamanan dan mutu pangan. Jadi ketika sudah mengkonsumsi
pangan berarti kita menginkan status gizi yang baik. Dalam hal ini peganekaragaman
konsumsi pangan perlu untuk dilakukan agar mencapai status gizi yang baik dan
normal. Dari pilar ketiga ini bagaimana kita harus memperbaiki pola konsumsi,
bagaimana kita mengedukasi peanekaragaman konsumsi.

Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan utamanya dari hasil produksi
dalam negri dan cadangan pangan nasional atau impor apabila kedua sumber utama tidak dapat
memnuhi kebutuhan. Dalam ketesediaan pangan terdapat adanya cadangan pangan jika terjadi
kekurangan pangan atau terjadi keadaan darurat. Seperti kondisi saat ini dimasa pandemi covid-
19 kita berharap ketersediaan pangan dari produksi itu tetap berlanjut sampai kapanpun agar
ketersediaan pangan tetap ada dan terjaga. Bagaimana kriteria krisis pangan, dikatakan krisis
pangan ketika terjadinya penurunan pangan pokok bagi sebagian besar masyrakat jangka waktu
tertentu, lonjakan harga pangan pokok dalam jangka waktu tertentu dan penurunan konsumsi
pangan pokok sebagian besar masyrakat untuk memilih kebutuhan pangan sesuai norma gizi.
Adapun indicator lain tejadinya krisis pangan yaitu konsumsi makan masyrakat sudah kurang
dari 2.000 kkal perhari, kemudian angka kematian tinggi akibat krisis pangan.

Adapun ruang lingkup kegiatan gizi dalam penangulanggan bencana dibagi menjadi 3
yaitu:
1. Pra bencana: kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi resiko dampak
bencana.
2. Pada saat bencana: tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut.
3. Pasca bencana: melaksanakan pemantauan dan evaluasi.

Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana tentu menjadi hal yang penting. Untuk pra
bencana kita harus mempersiapkan diri atau mengantisipasi apa saja yang kita lakukan, kita
harus melakukan sosialisasi pelatihan petugas, kemudian melakukan pembinaan teknis,
melakukan analisa antisipasi apa saja yang bisa kita lakukan agar bencana yang terjadi tidak
berdampak besar pada saat terjadi nanti. Pada saat bencana terjadi, yaitu pada pase 1 pada tahap
tanggap darurat awal disitu kita melakukan RHA (rapid health assessment) kita mendata secara
cepat apa saja kebutuhan dari pengungsi. Selanjutnya pada pase tahap tanggap darurat 2 awal ini
kita melakukan pengumpulan antropometri balita, kemudian ada ibu hamil, disini akan dilihat
apakah ada kasus apakah balita masuk dalam gizi normal semua atau tidak. Selanjutnya tahap
tanggap darurat lanjutan, ini merupakan hasil analisa pengukuran antropometri dan faktor
penyukit.Kemudian dilakukan analisis apakah termaksud dalam situasi yang serius, situasi yang
beresiko atau normal saja, karna dalam hal ini akan ada penangganan yang berbeda disetiap
situasi yang kita analisa, selanjutnya dilakukan pemantauan dan evaluasi.

Kegiatan pra bencana ada beberapa poinpenting yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Sosialisai dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi bencana.


2. Menyusun rencana kontinjensi kegiatan gizi.
3. Konseling menyusui.
4. Konseling makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI).
5. Pengumpulan data awal daerah rawan bencana.
6. Penyediaaan bufferstoke MP-ASI.
7. Pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait dengan manajement gizi
bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya.

Pada fase 1 tanggap darurat awal adapun kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Memberi makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan
status gizinya.
2. Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan.
3. Menganalisis hasil rapid health assessment (RHA).

Fase 2 tanggap darurat awal:

1. Menghitung kebutuhan gizi setiap orang pengungsi, jadi disini kita lihat status gizi anak dan
ibu, berapa jumlahnya yang ada disana dan selanjutnya melakukan pengelolaan
penyelengaraan di dapur umum.

Fase tahap darurat lanjut, kegiatan penangganan gizi pada tahap ini:

1. Analisis faktor penyulit berdasarkan hasil RHA.


2. Pengumpulan data antropometri seperti berat badan, panjang badan, tinggi badan,
sedangkan untuk ibu hamil yaitu lingkar lengan atas (LILA).

Kegiatan pasca bencana yang dilakukan yaitu melaksanakan pemantauan dan evaluasi
sebagai bagian survailens untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan dan melaksanakan
kegiatan gizi sebagai tindakan lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara
terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyrakat untuk meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana. Penduduk rawan pangan yaitu
penduduk yang mngkonsumsi pangan atau kalori perharinya dibawah 70% AKG atau setara
1.400 kkal.

Adapun kelompok rawan pangan yang perlu diperhatikan secara serius dalam
penanggulangan tanggap bencana yaitu: a). anak usia 0-23 bulan, b). anak usia 24-59 bulan, c).
ibu hamil dan menyusui dan d). usia lanjut.

Pemantauan dan evaluasi untuk pra bencana yang perlu diperhatikan:

1. Harus tesedia pedoman pelaksanaan penangganan gizi dan situasi bencana.


2. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana.
3. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugas.
4. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencana.
5. Tersedianya data awal daerah bencana.

Pemantauan dan evaluasi tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut:
1. Tersedianya data sasaran hasil RHA.
2. Tersedianya standar didaerah bencana.
3. Tersedianya daftar menu makan didaerah bencana.
4. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita, ibu hamil dan menyusui.
5. Terlaksananya konseling menyusui dan MP-ASI.
6. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI didaerah bencana.
7. Tersedianya kapsul vitamin A.
8. Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula.

Menurut Kemenkes RI No. 145/MENKES/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan


bencana bidang kesehatan, yang menjadi penanggung jawabnya adalah mentri kesehatan di
tingkat pusat, akan dibantu oleh pejabat eselon 1 dibawah koordinasi nasional penanggulangan
bencana yang akan dikomandoi wakil presiden yang bertindak sebagai ketua BAKORNAS.
Selanjutnya ditingkat provinsi penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana
adalah kadinkes provinsi dibawah koordinasi gubernur. Selanjutnya untuk dikabupaten,
penanggung jawabnya adalah kadinkes dibawah koordinasi bupati/walikota.

Strategi mencapai ketahanan pangan yang dilakukan kementrian pertanian:

1. Peningkatan kapasitas produksi melalui: a). Percepatan padi pada masa tanam seluas 5,6
jt hektar dan pengembangan rawa dikalimantan tengah seluas 164,598 hektar.
2. Perluas area tanam baru diantaranya adalah padi, bawang merah, cabai, jagung, di daerah
devisit.
3. Peningkatan produksi gula, daging sapi dan bawang putih sebagai upaya mengurangi
import.
4. Penguatan cadangan dan sistem logistic pangan dengan cara penguatan cadangan beras
pemerintah provinsi, pengembangan lemabaga masyrakat.
5. Penguatan cadangan beras pemerintah daerah dan penguatan sistem logistic pangan
nasional untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan.
6. Pengembangan pertanian modern dengan cara: pengembangan smart farming dan
pengembangan korporasi petani.
7. Pengembangan food estate serta pengembangan pemanfaatan screen house untuk
meningkatkan komoditas holtikultura diluar musim tanam.
8. Diversifikasi pangan lokal melalui pengembangan pangan lokal berbasis kearifan lokal
berfokus pada satu produk pangan.

Agenda kementan atau kementrian pertanian ada 3 agenda penting yaitu:

1. Jangka pendek: menjaga stabilitas harga pangan dan membangun buffer stock.
2. Jangka menengah: melanjutkan padat karya pasca covid-19, verifikasi pangan lokal,
membantu ketersediaan pangan didaerah defisit, antisipasi kekeringan, mendorong family
farming dan meningkatkan ekspor pertanian.
3. Jangka panjang: mendorong peningkatan produksi 7% per tahun dan mendorong
kehilangan hasil.

Dampak covid terhadap ketahanan pangan:

1. Organisasi pangan dan pertanian PBB memperkirakan jumlah orang yang kekurangan
gizi meningkat 132 juta per tahun.
2. Rilis terbaru global hunger index 2020 menunjukan adanya perbaikan nilai index yang
dimiliki indonesiamenjadi 19/1 dari kategori serius menjadi moderat.
3. Posisi Indonesia peringkat 70 dari 107 negara dibawah skor index Vietnam dan Filipina
tentang angka pengangguran dan aktivitas produksi.

Kebijakan mendukung petani, pemerintah harus menjamin kelancaran distribusi bahan


pangan diseluruh daerah, pemetaan ulang stok-stok komoditas-komoditas masing daerah,
adaptasi pasar, kestabilan harga petani perlu dijaga, pemerintah dapat bekerjasama dengan
koperasi maupun BUM-Des untuk membantu petani memasarkan produknya dan konsumen
tidak panik buying dan membeli pada petani kecil.
BAB IV

PEMBAHASAN

4. 1. Mengevaluasi manajemen sistem penyelenggaraan makanan pada berbagai sektor

4. 1. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group

Aerofood ACS mendemonstrasikan komitmennya dengan menghadirkan layanan


katering yang inovatif sebagai wujud implementasi dari konsep ‘IFRESH’ (Integrity,
Fast, Reliable, Effective & Efficient, Service Excellence and Hygiene). Beberapa elemen
ini adalah rangkaian corporate value yang menjadi pegangan bagi karyawan dalam
melaksanakan tugas mereka, dan elemen ini pulalah yang telah menghantarkan
perusahaan untuk mencetak begitu banyak prestasi bisnis (Imam, 2017).

1) Integrity Aerofood ACS selalu mengedepankan nilai kejujuran moral (moral


uprightness) sebagai bagian integral dari bagaimana Aerofood ACS melakukan
bisnis, mengaplikasikan nilai etis dalam kegiatan harian dan menguatkan rasa percaya
para mitra dan customer.
2) Fast Layanan premium Aerofood ACS dihadirkan dengan lekas dan hemat biaya,
dengan tujuan secara konstan memberikan respon yang cepat dan akurat terhadap
kebutuhan para customer.
3) Reliable Komitmen Aerofood ACS untuk menjunjung tinggi reputasi perusahaan dan
kepercayaan para customer adalah salah satu faktor yang membuat Aerofood ACS
sebagai mitra bisnis berkualitas yang selalu memahami kebutuhan bisnis anda.
4) Effective & Efficient Aerofood ACS dibangun di atas fondasi yang kuat berdasarkan
nilainilai yang luhur, prinsip yang berdasarkan kebaikan dan keahlian inovatif;
semuanya secara efektif diharmonisasikan untuk mendapatkan efisiensi maksimum.
5) Service Excellence Aerofood ACS terus berusaha menjadi yang terbaik dengan
mengoptimalkan keahlian Aerofood ACS dan mendayagunakan kekayaan
pengalaman untuk menghadirkan keunggulan layanan yang melebihi ekspektasi para
customer.
6) Hygiene Aerofood ACS selalu menggunakan standar higienis dan keamanan yang
paling ketat, tanpa kompromi sedikit pun. Karena itulah, semua produk Aerofood
ACS selalu memerhatikan dan memenuhi standar dan aturan kesehatan dan keamanan
internasional (Imam, 2017).
Manajemen sistem penyelenggaraan makanan PT. Aerofood Indonesia Garuda
Group sudah bisa dikatakan sangat baik. Produk makanan yang dihasilkan oleh PT.
Aerofood Indonseia telah memiliki sertifikat halal dari MUI sehingga produk tersebut
sudah terjamin kehalalannya. PT. Aerofood Indonesia juga menerapkan sistem HACCP,
ISO 9001:2008 untuk Manajemen Mutu Pangan dan ISO 22000:2005 untuk Manajemen
Keamanan Pangan . HACCP berfungsi untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat
digunakan sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi kebutuhan konsumen. ISO
22000 merupakan standar system manajemen keamanan pangan untuk seluruh rantai
makanan, dari mulai petani hingga penjualan (Nindyasari, Mahmudiono & Sumarmi,
2017).

Selain beberapa elemen diatas yang menjadi alasan dikatakan penyelenggaraan


makanan di PT. Aerofood Indonesia ACS sudah sangat baik, hal ini dibuktikan pula
dengan beberapa penghargaan yang diraih yaitu sebagai berikut:

Tabel Penghargaan yang di raih oleh PT. Aerofood Indonesia ACS

No Keterangan
1 ISO 9001 : 2008

Original approval on December 21, 1995 by Lloyd’s Register


Quality Assurance Limited and has been recommended for
upgrade to ISO 9001:2008 on 30 April 2015

2 ISO 22000 : 2005

ISO 22000 incorporates HACCP principles and is compatible


with ISO 9001 quality management systems, making it the ideal
basis for implementing a comprehensive, cost effective food safety
managementsystem

3 Certfication of Recognition 2015

The best contractor HSE performance during service at SPIL, PGN


saka

4 Certification of Apreciation 2012

For excellent team work effort & relationship support in year of


2012,Malaysia Airlines

5 Commendation 2012
For the excellent result in ramp handling at station without any
accident in the past one year, Japan Airlines

6 Certification of Apreciation 2016


For excellent team work effort, relationship support and zero
complaint in year of 2016, Philippine Airlines

Sumber: http://aerowisatafood.com/

4. 1. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB

Manajemen sistem penyelenggaraan makanan Kondisi Kegawatdaruratan:


Dinkes/BNPB masih dikatakan belum baik. Hal ini disebabkan karena bantuan makanan
yang sering terlambat, tidak berkesinambungan, dan terbatasnya ketersediaan pangan
lokal dapat memperburuk kondisi yang ada. Hal ini terjadi karena kerusakan fasilitas
umum dan transportasi, sehingga akses pangan di daerah bencana menjadi terbatas.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan kemasan dari dalam
dan luar daerah dengan masa kedaluwarsa yang sudah mendekati atau sudah lewat,
makanan tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal, serta melimpahnya
bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk dengan
kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)
bayi atau makanan camilan untuk bayi dan anak berumur di atas 6 bulan, di bawah lima
tahun (balita), dan di bawah dua tahun (baduta). Bayi dan anak berumur baduta
merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus.
Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada
bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga
menderita kekurangan zat gizi mikro (Ditjen Kesmas Kemenkes RI 2018).

Penelitian tentang produk pangan darurat bencana (emerging food product)


beberapa sudah dilakukan, akan tetapi produk pangan darurat bencana yang
mengembangkan potensi pangan lokal di seluruh Indonesia belum sepenuhnya lengkap.
Terlebih penelitian tentang penyelenggaraan makanan dalam kondisi darurat bencana di
Indonesia belum banyak dilakukan, terutama terkait bidang pangan dan gizi. Produk
pangan darurat bencana yang telah dikembangkan misalnya food bar dari tepung millet
putih dan tepung kacang merah (Anandito, et al. 2016).

2. Menyusun indikator keberhasilan penyelanggaraan makanan

4. 2. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group

Fokus utama perusahaan ini yakni sebagai penyedia catering bagi industrial
service dan In Flight service. Industrial Catering: Selain memersiapkan hidangan bergizi
yang memenuhi standar kesehatan tertinggi, divisi katering industrial Aerofood ACS juga
memberikan layanan konsultasi untuk membantu pengerjaan konstruksi dapur rumah
sakit agar memenuhi semua persyaratan keamanan dan kesehatan. Brand Aerofood ACS
sudah identik dengan layanan katering premium bagi industri tambang dan migas, town
catering, dan juga industri Rumah Sakit. Saat ini, Aerofood ACS melayani lebih dari satu
juta staf dan customer dari dua jenis industri di atas, dengan layanan terintegrasi yang
mencakup lingkup yang luas, dari mengelola kantin di lokasi dan pelayanan
housekeeping, hingga pemeliharaan dan laundry untuk kamp pertambangan maupun
asrama offshore.

Inflight Catering: Aktivitas bisnis Aerofood ACS dalam kategori ini termasuk
menyediakan lebih dari 1,5 juta porsi makanan per bulan pada 40 perusahaan
penerbangan komersial. Aerofood ACS berhasil memposisikan brand nya sebagai
penyedia katering dengan kualitas premium yang inovatif, dengan layanan yang
disesuaikan dengan keinginan spesifik para customer Aerofood ACS. Aerofood ACS
hanya menggunakan bahan-bahan makanan terbaik dan segar langsung dari produsennya
untuk menjawab tuntutan in-flight foodyang sehat dan berkualitas tinggi. Saat ini,
Aerofood ACS memiliki tujuh fasilitas inflight untuk skala operasional yang berbeda,
seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan, Balikpapan, Yogyakarta, Bandung dan
Lombok yang baru saja di operasikan di bulan Maret 2014. Pekanbaru juga direncanakan
akan dioperasikan pada tahun 2014 ini.

Selain penyediaan ketring, PT. Aerofood Indonesia Garuda Group juga


menyediakan Garuda Support Aerofood ACS yang menerapkan konsep In-flight Service
Total Solution (ISTS) pada divisi Garuda Support. Dengan konsep ini, perusahaan
memaksimalkan keahlian dan kapasitasnya dalam layanan pengadaan, penyimpanan dan
distribusi. Dengan menerapkan konsep ISTS, perusahaan memberikan layanan
manajemen in-flight logistic dalam penanganan peralatan makan, layanan dan pengadaan
suplai kabin, dry goods, dan distribusi minuman dan bahan makanan. First Class dan
Executive Lounge adalah fasilitas-fasilitas lain dari divisi ini yang menawarkan fasilitas
kelas dunia dilengkapi dengan business center berikut ruang rapat dan dukungan TI
terkini, area relaksasi, area istirahat yang dilengkapi dengan shower, ruang ASI, area
bagasi dan ruang beribadah. ACS Laundry, dengan dua fasilitas berskala besar di Jakarta
dan Denpasar beroperasi untuk menyediakan layanan kebutuhan-kebutuhan laundry.
Layanan ini juga diperuntukan untuk kebutuhankebutuhan laundry di hotel-hotel dan
restoran-restoran. Kedua fasilitas ini menggunakan mesin-mesin terkini untuk
mendayagunakan air yang telah dimurnikan dan disaring untuk menjamin tingkat
kebersihan maksimal.

4. 2. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB

Dampak bencana baik bencana alam dan nonalam maupun konflik sosial,
mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk masalah kesehatan dan
gizi. Dampak bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan
prasarana fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. Akan tetapi, dampak bencana yang lebih
mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada masyarakat korban
bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan,
rusaknya sarana air bersih, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi sebagai
dampak bencana yang mungkin timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak
mendapatkan air susu ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya
status gizi masyarakat. Bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan,
dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada. Hal ini
terjadi karena kerusakan fasilitas umum dan transportasi, sehingga akses pangan di
daerah bencana menjadi terbatas (Sumarto, Radiati & Listianasari, 2019).

3. Mengevaluasi mutu pelayanan gizi dan kepuasan klien dalam pelayanan dan praktik
kegizian

4. 3. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group

Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan penerapan GMP
(Good Manufacturing Practice), yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan semua
persyaratan yang diperlukan agar produk pangan dapat diterima mutunya. Dengan adanya
sistem pengendalian mutu ini, diharapkan suatu industri pangan dapat meminimalisir
adanya gangguan kesehatan akibat aspek pangan, serta bagi industri sendiri akan
menghemat biaya produksi serta dapat bersaing dengan industri pangan lainnya
(Nindyasari, Mahmudiono & Sumarmi, 2017).

Makanan dikatakan halal tidak hanya terhindar dari makanan yang dilarang untuk
dikonsumsi, namun kebersihan dalam seluruh proses pengolahan makanan termasuk
higiene personal dan kebersihan equipment juga . Sehingga dalam proses produksi
makanan di PT. Aerofood Indonesia perlu diadakan pengawasan atau monitoring
makanan halal dan kualitas makanan disetiap proses produksinya. Kualitas makanan yang
baik akan terhindar dari bahaya kontaminasi makanan baik secara fisik, kimia, dan
biologi sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Monitoring proses produksi
dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, persiapan bahan
baku, proses pengolahan makanan, portioning makanan, pengemasan hingga
pendistribusian kedalam pesawat. Dimana dalam alur proses produksinya dari
penerimaan bahan hingga pendistribusian produk memiliki risiko (Nindyasari,
Mahmudiono & Sumarmi, 2017).

Untuk menjaga kualitas produk makanan dan minuman, maka diperlukan


monitoring kualitas pangan disetiap proses produksinya. Kualitas makanan yang baik
akan terhindar dari bahaya kontaminasi makanan baik secara fisik, kimia, dan biologi
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Di setiap komponen pada makanan
memiliki batas kritis. PT. Aerofood Indonesia menetapkan 5 critical control point (CCP)
pada pengolahan makanan (Nindyasari, Mahmudiono & Sumarmi, 2017).

(Nindyasari, Mahmudiono & Sumarmi, 2017).


4. 3. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB

Selama ini bantuan pangan yang paling banyak diberikan kepada korban bencana
alam adalah beras dan mie instan. Sebelum dikonsumsi kedua komoditi ini harus dimasak
terlebih dahulu dan membutuhkan air dalam proses pemasakannya. Adanya aktivitas
pengolahan pangan menjadikan kedua komoditi ini dinilai kurang efektif jika bencana
menyebabkan pengadaan air bersih dan dapur umum tidak memungkinkan. Pada kondisi
seperti ini resiko keracunan pangan akibat pengolahan yang tidak higienis menjadi besar.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengadaan bahan pangan yang mampu
menyuplai kebutuhan gizi dan energi para korban bencana alam dengan karakter produk
yang dapat langsung dikonsumsi tanpa memerlukan proses pengolahan pangan lanjutan.
Produk pangan yang mampu memenuhi kebutuhan para korban bencana ini biasa dikenal
sebagai pangan darurat. Pangan darurat sengaja dirancang untuk dapat memenuhi
kebutuhan energi harian manusia dalam keadaan darurat dan dapat langsung dikonsumsi
(Ekafitri & Faradilla, 2011).

Pada dasarnya produk pangan darurat dapat diproduksi dari komoditas apa saja.
Namun idealnya pangan darurat diproduksi dari bahan-bahan yang dapat dihasilkan oleh
negeri sendiri demi menciptakan ketahanan pangan. Bahan baku lokal yang berpotensi
tersebut seperti kedelai, kacang hijau, pisang, singkong, dan ubi jalar (Ekafitri &
Faradilla, 2011).

4. Menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan

4. 4. 1: PT. Aerofood Indonesia Garuda Group

Kualitas atau mutu produk makanan yang dihasilkan oleh PT. Aerofood ACS
berkaitan erat dengan penyelenggaraan purchase. Guna meningkatkan/ mempertahankan
kualitas mutu produk dan ketepatan waktu pesanan, penyelenggaraan purchase dapat
memegang peranan penting. Penyelenggaraan purchase meliputi tahap perencanaan
pembelian, pelaksanaan proses pembelian, pengawasan pembelian serta evaluasi
pembelian. Keberhasilan penyelenggaraan purchase tidak dapat dilihat secara parsial,
karena pembelian/purchase pada dasarnya adalah sebuah/suatu sistem, sebagaimana
sistem dalam suatu organisasi pada umumnya yaitu meliputi alur input-process-output-
outcome. Sistem dalam operasionalnya berada dalam sebuah sistem operasional/teknis
yang menghasilkan sebuah ‘produk’. Sistem operasional berada dalam sistem organisasi,
yaitu suatu sistem yang menyediakan jasa/pelayanan untuk sistem operasional/teknis,
demikian pula sistem organisasi berada dalam sistem kelembagaan yaitu suatu tingkatan
sistem yang membuat kebijakan untuk tingkat organisasi (Mufitdah, 2013).

Secara keseluruhan, sistem-sistem tersebut dalam penyelenggaraan purchase


melibatkan berbagai komponen, yaitu: 1) tujuan; 2) pelaku purchase; 3) sarana/alat; 4)
dana pembelian; 5) lingkungan, dan lain sebagainya (Mufitdah, 2013).

Untuk menjaga kualitas dan mutu, pembelian meliputi serangkaian kegiatan mulai
dari penentuan jumlah dan jenis bahan yang harus dibeli, sumber dari mana bahan itu
akan dibeli, cara pembelian, harga dan mutu yang dapat disetujui hingga pelaksanaan
pembayaran. Fungsi pembelian merupakan kegiatan yang menghubungkan perusahaan
dengan pemasok (supplier) bahan baku. Seluruh kegiatan operasional perusahaan,
departemen purchasing berhubungan erat dengan departemen lain seperti pemasaran
(marketing), pengolahan (production), perancangan (engineering), hukum (legal),
penerimaan (receiving) dan akuntansi (accounting) (Mufitdah, 2013).

Dalam penyelenggaraan makanan agar menciptakan makanan yang berkualitas


dan aman, penerapan higiene sanitasi makanan perlu dilakukan. Dalam penerapannya,
makanan harus diperhatikan mutunya selama proses produksi. Selain makanan yang
diperhatikan, penjamah makanan juga harus diperhatikan sanitasinya agar dapat
meminimalisir terjadinya pencemaran baik biologi, kimia, maupun fisik yang dapat
terjadi (Rahmadhani & Sumarmi, 2017).

Dalam penerapan higiene sanitasi makanan, terdapat beberapa aspek yang harus
diperhatikan. Terdapat enam aspek dalam penerapan higiene sanitasi makanan, dimulai
dari pemilihan bahan baku makanan hingga penyajian makanan matang (Rahmadhani &
Sumarmi, 2017).

4. 4. 2: Kondisi Kegawatdaruratan : Dinkes/BNPB

Pangan darurat atau yang dikenal dengan Emergency Food Product (EFP)
merupakan produk pangan olahan yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan
energi harian manusia (2100 kkal) dan dikonsumsi pada situasi yang tidak normal seperti
banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan, kebakaran, peperangan dan kejadian lain
yang mengakibatkan manusia tidak dapat hidup secara normal. Emergency Food Product
ditujukan untuk mengurangi kematian para korban bencana dengan menyediakan
makanan yang secara nutrisi lengkap sehingga dapat menjadi sumber nutrisi selama lima
belas hari terhitung dari awal pengungsian terjadi. Dalam pengembangan pangan darurat
terdapat beberapa karakteristik kritis yang harus diperhatikan, yaitu aman, memiliki
warna, aroma, tekstur, dan penampakan yang dapat diterima, mudah didistribusikan,
mudah digunakan dan kandungan gizi yang lengkap (Ekafitri & Faradilla, 2011).

Produk pangan darurat/EFP terdiri dari dua jenis. Jenis pertama merupakan
pangan darurat yang dirancang untuk kondisi di mana para korban bencana dapat
memasak atau mempersiapkan makanan. Jenis kedua adalah pangan darurat yang
didesain untuk kondisi di mana akses terhadap air dan api terbatas sehingga para korban
bencana tidak dapat memasak makanan. Pangan darurat untuk korban bencana, terutama
yang bersifat siap santap, sampai saat ini belum dikembangkan di Indonesia tetapi sudah
banyak berkembang untuk kepentingan tentara di lapangan (Ekafitri & Faradilla, 2011).

5. Menjelaskan sistem ketahanan pangan pada kondisi darurat bencana (assessment,


kelompok sasaran, Analisa stok, dan perencanaan makanan)

Konsep pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 adalah segala sesuatu
yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan
atau pembuatan makanan atau minuman (Purwaningsih, 2008).

Konsep ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasar konsep tersebut, maka
terdapat beberapa prinsip yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung terhadap ketahanan
pangan (food security), yang harus diperhatikan:
• Rumah tangga sebagai unit perhatian terpenting pemenuhan kebutuhan pangan nasional
maupun komunitas dan individu.

• Kewajiban negara untuk menjamin hak atas pangan setiap warganya yang terhimpun dalam
satuan masyarakat terkecil untuk mendapatkan pangan bagi keberlangsungan hidup.

• Ketersediaan pangan mencakup aspek ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency) dan
terjamin mutunya (food quality).

• Produksi pangan yang sangat menentukan jumlah pangan sebagai kegiatan atau proses
menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali
dan atau mengubah bentuk pangan.

• Mutu pangan yang nilainya ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi
dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman.

• Keamanan pangan (food safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu,
merugikan dan membahayakan keadaan manusia.

• Kemerataan pangan merupakan dimensi penting keadilan pangan bagi masyarakat yang
ukurannya sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara dalam menjamin hak pangan warga
negara melalui sistem distribusi produksi pangan yang dikembangkannya. Prinsip kemerataan
pangan mengamanatkan sistem pangan nasional harus mampu menjamin hak pangan bagi setiap
rumah tangga tanpa terkecuali.

• Keterjangkauan pangan mempresentasikan kesamaan derajat keleluasaan akses dan kontrol


yang dimiliki oleh setiap rumah tangga dalam memenuhi hak pangan mereka. Prinsip ini
merupakan salah satu dimensi keadilan pangan yang penting untuk diperhatikan (Purwaningsih,
2008).
BAB V

KESIMPULAN

Aerofood Indonesia Garuda Group Fokus utama perusahaan ini yakni sebagai penyedia
catering bagi industrial service dan In Flight service. hal ini akan memperhatikan Kondisi
Kegawatdaruratan dari Dinkes/BNPB, Mengevaluasi mutu pelayanan gizi dan kepuasan klien
dalam pelayanan dan praktik kegiziannya, Menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan,
dan Menjelaskan sitem ketahanan pangan pada kondisi darurat bencana (assessment, kelompok
sasaran, Analisa stok, dan perencanaan makanan). Pada PT. Aerofood ACS pasti memiliki hiraki
keamanan pangan. Hirarki pada sistem keamanan pangan yang paling basic atau dasar adalah
GMP (good manufacturing pratices). Dalam pengendalian sistem keamanan pangan, setiap
bagian-bagian yang terkait satu sama lain harus kerjasama agar mutu keamanan pangan ini bisa
tercapai. Human capital mendukung adanya sistem keamanan pangan yang ada, tugas human
capital dalam sistem untuk mendukung keamanan pangan di antaranya adalah food handler.
Dalam ketahanan pangan ada tiga pilar yangperlu diperhatikan Ketersediaan atau stok pangan,
keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan tersebut. pada seminar ini, PT.
DAFTAR PUSTAKA

Anandito RBK, Siswanti, Nurhartadi E, Hapsari R. 2016. Formulasi Pangan Darurat Berbentuk
Food Bars Berbasis Tepung Millet Putih (Panicum Milliaceum L.) Dan Tepung Kacang
Merah (Phaseolus Vulgaris L.). Agritech. 36(1): 23–29. https://doi.org/10.22146/
agritech.10680
Ditjen Kesmas Kemenkes RI. 2018. Pedoman Penanganan Gizi Dalam Penanggulangan
Bencana. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI
Ekafitri, R., & Faradilla, R. F. (2011). Pemanfaatan Komoditas Lokal Sebagai Bahan Baku
Pangan Darurat. Jurnal Pangan, 20(2), 153-162.
http://aerowisatafood.com/ diakses pada tanggal 10 Juni 2021
Imam, I. (2017). Laporan Praktik Kerja Lapangan Pada Pt. Aerofood Indonesia Acs (Garuda
Indonesia Group) Kantor Pusat Tebet, Jakarta.
Mufitdah, I. (2013). Penyelenggaraan Pembelian (Purchasing) Bahan Baku Pt. Aerofood
Aerowisata Catering Service (Pt. Aerofood Acs) Surabaya. Jurnal Tata Boga, 2(3).
Nindyasari, A., Mahmudiono, T., & Sumarmi, S. (2017). Monitoring Proses Pengolahan
Makanan Moslem Meal Di PT. Aerofood Indonesia, Tangerang, Banten. Amerta
Nutrition, 1(4), 318-330.
Purwaningsih, Y. (2008). Ketahanan pangan: situasi, permasalahan, kebijakan, dan
pemberdayaan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi dan
Pembangunan, 9(1), 1-27.
Sumarto, S., Radiati, A., & Listianasari, Y. (2019). Peningkatan Kapasitas Tenaga
Penyelenggara Makanan Darurat Bencana melalui Penyuluhan di Desa Sukarasa, Salawu,
Tasikmalaya. Agrokreatif: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 5(3), 266-274.
Rahmadhani, D., & Sumarmi, S. (2017). Gambaran Penerapan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Di PT Aerofood Indonesia, Tangerang, Banten. Amerta Nutrition, 1(4), 291-299.
Kusumastuty, I., Fandianty, L., & Julia, A. R. (2015). Formulasi food bar tepung bekatul dan
tepung jagung sebagai Pangan darurat. Indonesian journal of human nutrition, 2(2), 68-75.

Anda mungkin juga menyukai