Schwartz, 2008).
Schwartz, 2008).
malu dan ragu (1-3 tahun), Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun),
tahun).
anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya
mulai berkembang pada anak dalam fase ini, terutama awal usia 6 tahun
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan
berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya psikososial yaitu: percaya vs
tidak percaya (0-1 tahun), Otonomi vs rasa
malu dan ragu (1-3 tahun), Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun),
Industry vs Inferority (6-12 tahun), Identitas vs keracunan peran (12-18
tahun).
anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya
mulai berkembang pada anak dalam fase ini, terutama awal usia 6 tahun
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan
dan anak tidal berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase
menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu. dan anak tidal berhasil memenuhinya. Harga
diri yang kurang pada fase
Kesehatan Jiwa
adalah relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan
merasakan.
Jiwa yang sehat sulit didefenisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari gejala
gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada padanya.
Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat
bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman
adalah relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan
merasakan.
Jiwa yang sehat sulit didefenisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari gejala
gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada padanya.
Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat
sebgainya.
Kesehatan Jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran
dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain". Makna
kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap
masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari
mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan
perkembangan orang lain.
kriteria orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan Menurut Undang-undang No 3
Tahun 1966 yang dimaksud dengan
Kesehatan Jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran
dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain". Makna
kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap
individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif,
masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari
mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan
kriteria orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan
perinatal.
perinatal.
keagamaan.
Pentingnya Dukungan Kesehatan Jiwa-Psikososial bagi Peserta Didik
Sebagai orangtua, sudah menjadi kewajibannya terus memberikan motivasi dan dukungan kepada anak.
Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini. Sebagian siswa belum bisa masuk sekolah dan
masih harus menjalani sekolah online.
Namun bagi satuan pendidikan di daerah berstatus PPKM level 1-3, Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sudah memperbolehkan menggelar
pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.
Tidak hanya sekedar mempersiapkan sarana dan prasarana terkait protokol kesehatan (prokes), penting
bagi pihak sekolah dan keluarga untuk memberikan dukungan kejiwaan dan psikososial. Terlebih bagi
peserta didik yang mungkin terdampak pandemi Covid-19.
Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) adalah dukungan jenis apa pun dari luar atau lokal
yang bertujuan melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis. Atau mencegah serta
menangani kondisi kesehatan jiwa dan psikososial.
DKJPS dipakai berbagai pihak untuk merespons kondisi kedaruratan maupun bencana, salah satunya
pandemi Covid-19. DKJPS mengintegrasikan pendekatan biologis, psikologis, dan sosiokultural di bidang
kesehatan, sosial, pendidikan dan komunitas.
DKJPS dalam situasi kedaruratan mengedepankan berbagai tingkatan intervensi agar diintegrasikan
dalam kegiatan respons pandemi Covid-19. Tingkatan-tingkatan ini disesuaikan dengan spektrum
kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial dan digambarkan dalam piramida intervensi.
Mulai dari mempertimbangkan aspek sosial dan budaya dalam layanan-layanan dasar. Hingga
memberikan layanan spesialis untuk orang-orang dengan masalah kesehatan jiwa dan psikososial yang
lebih berat.
Dalam konsep DKJPS, diperkenalkan sebuah piramida intervensi dalam upaya memberikan dukungan
kejiwaan dan psikososial. Dukungan ini bisa berupa beberapa hal sebagai berikut ini:
Dalam kondisi Pandemi Covid-19, orangtua tidak boleh stres terlebih dahulu sehingga mereka bisa
memenuhi hak-hak pengasuhan anaknya yang berada di usia sekolah.
Kreativitas orang tua dalam berinteraksi juga mempengaruhi mental anak-anak untuk tetap ceria dan
bersedia bergaul dengan orang-orang di sekitarnya. Orangtua juga didorong menggunakan kata-kata
positif dalam menjelaskan situasi yang terjadi, sehingga anak tidak merasa stres karena tidak aman.
Dalam konteks pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah, lingkungan sekolah harus
menjadi ruang yang ramah anak.
Guru sebagai orang terdekat di luar orangtua berperan penting dalam menjaga psikososial peserta didik.
Kehadiran guru yang aktif menyapa baik saat melakukan sekolah daring atau luring. Hal ini akan
membuat peserta didik merasa terus diperhatikan.
Lingkungan sekolah dan keluarga juga harus memperhatikan bila terjadi perubahan sikap yang signifikan
dari peserta didik. Bila peserta didik nampak murung, tidak bersemangat atau perubahan fisik dan
emosional lainnya, keluarga atau pun guru dapat membantu mengarahkan peserta didik untuk
berkonsultasi.
Misalnya kepada pihak-pihak nonspesialis yang bisa memberikan bantuan layanan kesehatan jiwa dasar
seperti guru BK, dokter layanan kesehatan primer, maupun kader kesehatan.
4. Layanan spesialis
Bila kondisi kejiwaan maupun psikososial peserta didik tidak berangsur membaik, maka pihak sekolah
maupun keluarga dapat membantu peserta didik mendapatkan layanan kesehatan spesialis. Seperti
perawat kesehatan jiwa, psikolog, psikiater, dan lain-lain.
Pihak sekolah maupun keluarga diharapkan dapat menjangkau bahkan menjalin kerja sama khusus
dengan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa terdekat.
Sinergi yang baik antara orangtua, guru, masyarakat, dan pemerintah juga sangat diperlukan demi
meminimalisir dampak pandemi Covid-19 pada peserta didik.
hubungan antar manusia (artis in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki
membentuk, menciptakan kelompok dan aktivitas, aktivitas sebagai cara untuk mencapai
tujuan pendidikan;
(4) catalytic agent atau inovator, yaitu orang yang mampu menciptakan
(mental hygiene worker) artinya, guru bertanggungjawab bagi terciptanya kesehatan mental
para siswa.