Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM KARDIOVASKULER,RESPIRATORI

DAN HEMATOLOGI

NAMA KELOMPOK:
1.KHOIROTUN NISA (1130021012)
2.SITI AISYAH NURROHMAH (11300219)
3.SITINOR FAUZIYAH RAMADHANI (1130021032)
4.SHEILA MELYNDA (1130021036)

DOSEN PENGAMPU:
RAHMADANIAR ADITYA PUTRI,S.Kep.Ns,M.Tr.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala kelimpahan
rahmat – nya sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Keperawatan Maternitas dengan judul “ Asuhan Keperawatan Gangguan dan
Penatalaksanaan Sistem Kardiovaskuler“. Pada kesempatan ini, saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan saya
semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada dosen
pembimbing saya, Ibu Rahmadhaniar Aditya Putri,S.Kep.Ns.M.Kep.M.Tr.Kep yang
membantu saya dalam berbagai hal. Harapan saya, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di
dunia, melainkan Allah SWT. Karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah saya selanjutnya.

Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang saya angkat pada makalah ini, saya
mohon maaf. Wassalamualaikum Wr.Wb

WassalamualaikumWr.Wb

Surabaya,19 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Jantung Koroner (PJK) terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan di
dinding nadi koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga
mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu(Abdul Majid, 2016).

Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner PJK adalah Angina Pektoris dan Infark
Miokard. Angina Pektoris disebabkan oleh kurangnya pasokan darah karena
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan nyeri dada yang muncul pada saat
istirahat ataupun pada saat beraktifitas, bila darah tidak mengalir sama sekali karena
arteri koroner tersumbat, penderita dapat mengalami serangan jantung yang disebut
Infark Miokard rentang waktu yang lebih lama daripada Angina dan tidak akan
membaik dengan istirahat ataupun obat pereda nyeri sampai terjadi pingsan, syok,
bahkan meninggal seketika.(Abdul Majid, 2016)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Penyakit Jantung Koroner ?
2. Apa saja Tanda dan Gejala dari Jantung Koroner?
3. Apa saja faktor risiko yang mengakibatkan Penyakit Jantung Koroner?
4. Bagaimana cara mencegah Penyakit Jantung Koroner ?
5. Bagaimana Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner ?
6. Apa saja Komplikasi yang ditimbulkan akibat Penyakit Jantung Koroner?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada Penyakit Jantung Koroner
8. Apa pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnostik Jantung Koroner?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gangguan dan Penyakit Jantung Koroner
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Penyakit Jantung Koroner
3. Untuk mengetahui faktor risiko yang dapat mengakibatka Penyakit Jantung
Koroner
4. untuk mencegah Penyakit Jantung Koroner
5. Untuk mengetahui patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
6. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan akibat Jantung Koroner
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada Penyakit Jantung Koroner
8. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan apa saja yang tepat untuk penderita
Penyakit Jantung Koroner
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Gangguan Dan Penyakit Jantung Koroner


2.1.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan terjadinya penyumbatan


pembuluh arteri koroner atau menyempit karena endapan lemak, yang secara bertahap
menumpuk di dinding arteri. Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan bisa
terjadi di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner. Arteri koroner
adalah pembuluh darah di jantung yang berfungsi menyuplai makanan bagi sel-sel
jantung.(Dwiputra, 2016)

Penyakit jantung koroner juga dapat menyebabkan daya pompa jantung


melemah sehingga darah tidak beredar sempurna ke seluruh tubuh (gagal jantung).
Penderita gagal jantung akan sulit bernafas karena paru-parunya dipenuhi cairan,
merasa sangat lelah, dan bengkak-bengkak di kaki dan persendian.(Satoto, 2014)

Aterosklerosis merupakan penyebab semua sumbatan di pembuluh darah


( arteri) kemunculan plak dipembuluh darah biasanya dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya kadar kolesterol dalam darah biasannya disebabkan oleh hal-hal yang
cenderung dianggap sepele seperti makanan, kurangnya aktivitas fisik, dan stres yang
berkepanjangan(Patel, 2019)

2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner atau arteri koroner di anggap sangat berbahaya


karena dapat menimbulkan serangan jantung mendadak yang berujung kematian.
Serangan jantung terjadi akibat terhambatnya aliran darah menuju jantung sehingga
suplai oksigen dan nutrisi di otot jantung dan jaringan di sekitar jantung berkurang.
Tidak seperti otot tubuh lainnya, otot jantung tidak memiliki kemampuan
beregenerasi. Apabila terdapat sedikit saja kerusakan maka akan berakibat fatal bagi
tubuh. Semakin lama serangan jantung terjadi semakin banyak pula kerusakan di
jantung(Abarca, 2021)

Berikut ini beberapa gejala penyakit jantung koroner :

1. Timbulnya rasa nyeri di dada ( Angina Pectoris)


Rasa nyeri di dada merupakan salah satu gejala penyakit jantung.
Rasa nyeri ini timbul karena otot jantung tidak mendapat cukup suplai darah
sehingga kekurangan oksigen. Rasa nyeri di dada muncul dan menjalar di
beberapa bagian tubuh seperti leher, bahu, dada dan lengan. Intensitas
timbulnya rasa nyeri cukup bervariasi karena berhubungan dengan aktivitas
atau emosi, rasa nyeri yang timbul bisa stabil atau tidak stabil. Untuk rasa
nyeri yang stabil biasanya berlangsung dengan durasi 30 detik hingga
beberapa menit. Rasa nyeri ini akan hilang apabila penderita beristirahat,
menenangkan diri atau mengonsumsi obat. Rasa nyeri yang tidak stabil
biasannya bertahan (tidak segera menghilang) meskipun penderita beristirahat
atau menenangkan diri. Selain itu, terkadang disertai dengan keringat dingin,
lemas, bahkan pingsan(Abarca, 2021).
2. Sesak napas (dyspnea)
Rasa nyeri dan tidak nyaman di dada sebagai gejala penyakit jantung
biasannya disertai dengan sesak nafas (dyspnea). Sesak napas terjadi karena
ketidakmampuan tubuh untuk mendapatkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Masyarakat yang awam terhadap gejala penyakit jantung
umumnya menyamakan sesak napas (dyspnea) dengan gangguan paru-paru.
Namun, hal tersebut tidak selalu benar karena sebesar 75% penyebab dari
sesak napas berasal dari jantung. Ini artinya hanya 25% yang diakibatkan oleh
gangguan paru-paru.Perbedaan sesak napas akibat penyakit jantung dengan
sesak napas akibat gangguan paru paru(Abarca, 2021)
a. Sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung biasanya
disertai rasa mudah lelah, napas dalam dan cepat, merasa sesak bila
tidurhanya mengenakan satu bantal, napas berhenti saat tidur, batuk
kering, bahkan disertai darah yang berbui.
b. Sesak napas yang diakibatkan gangguan paru – paru, penderita
biasanya mengeluhkan sesak napa saat tidur dalam satu posisi.
Namun, ketika posisi tidurnya diubah rasa sesak napaspun
berkurang. Bahkan menghilang.
3. Keanehan pada Irama denyut Jantung
Apabila irama denyut jantung tidak teratur dan aneh, perlu diwaspadai
karena dapat berdampak fatal. Ketidakteraturan denyut jantung disebabkan
oleh penebalan otot di katup jantung sehingga katup jantung mengalami
penyempitan dan berakibat pada kebocoran jantung(Abarca, 2021)

4.Pusing

Gejala lain dari penyakit jantung adalah timbulnya rasa pusing. Rasa pusing
muncul sebagai akibat menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah
sehingga aliran darah dalam tubuh menjadi terganngu.(Abarca, 2021)

5.Rasa lelah berkepanjangan

Sering mengalami kelelahan yang luar biasa dan berkepanjangan padahal


tidak melakukan pekerjaan yang berat merupakan salah satu gejala penyakit jantung.
Gejala ini muncul sebulan lebih awal dari serangan jantung dan biasannya disertai
dengan sulit tidur, sulit bernapas dan gangguan pencernaan. Apabila segera disadari,
jangka waktu satu bulan dapat dimanfaatkan untuk pencegahan sebelum serangan
jantung benar-benar terjadi(Abarca, 2021)

6.Sakit perut, Mual, dan Muntah

Kebanyakan penderita penyakit jantung mengalami sakit perut , mual,


muntah bahkan disertai gangguan selera makan. Hal ini terjadi akibat adanya
pembengkakan di perut. Biasanya gejala sakit perut, mual dan muntah
disalahartikan sebagai masuk angin sehingga tindakan pengobatan yang
dilakukan tidak tepat sasaran.(Abarca, 2021)

2.1.3 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner


Faktor-Faktor apa saja yang meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

1. Faktor resiko yang dapat dihindari


a) Stres
Stres yang berkelanjutan akan mengakibatkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh tingginya produksi hormone
adrenalin dan zat katekolamin di dalam tubuh.(Ghani et al., 2016)
b) Aktivitas fisik kurang
Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko
penyakit jantung koroner. Pasalnya aktivitas fisik yang kurang identik
dengan obesitas. Hal ini menyebabkan otot jantung tidak bisa bergerak
dengan baik sehingga risiko penyakit jantung koroner pun semakin
meningkat.
c) Merokok
Rokok mengandung nikotin yang apabila masuk kedalam tubuh
mengakibatkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah yang lama
kelamaan berdampak pada pengerasan pembuluh darah. Hal ini
dikarenakan meerokok dapat merangsang proses arteriosklerosis karena
berefek langsung terhadap dinding arteri, Karbon monoksida
menyebabkan hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapatmenimbulkan reaksi trombosit, glikoprotein
tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri
d) Kolesterol Tinggi
Tingginya kadar kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh turut
mengakibatkan penyakit jantung koroner. Kandungan kolesterol jahat 8
yang beredar dalam darah lama kelamaan akan menumpuk di dinding
arteri sehingga menimbulkan plak yang mengakibatkan dinding arteri
menjadi kaku dan pembuluh darah semakin menyempit.
e) Obesitas
Menurut beberapa penelitihan didapatkan hasil bahwa ada hubungan
Indeks Masa Tubuh terhadap PJK. Orang yang mempunyai Indeks Massa
Tubuh > 25 mempunyai risiko 2,7 kali lebih tinggi tekena PJK
dibandingkan dengan orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh
f) Hipertensi
Hipertensi atau biasa dikenal dengan tekanan darah tinggi memegang
peranan besar pada terjadinya penyakit jantung koroner. Hipertensi
memaksa jantung bekerja lebih keras untuk mensirkulasikan darah
keseluruh tubuh. Akibatnya otot jantung kiri membesar sehingga
pemompaan darah di jantung menjadi tidak efisien dan dapat
menyebabkan kerja jantung semakin hebat.
2. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dihindari
a) Keturunan
Riwayat keluarga yang pernah mengalami sakit jantung turut
memperbesar potensi terkena penyakit jantung koroner. (Abdul Majid,
2016)
b) Usia
Risiko penyakit jantung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Umumnya risiko yang lebih besar terjadi ketika usia mencapai 40 tahun.
c) Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin pria cenderung berpotensi lebih besar
terkena serangan jantung dibandingkan dengan wanita. Namun risiko
penyakit jantung semakin meningkat pada wanita yang telah menopause
atau berusia di atas 65 tahun. Hal ini dikarenakan lakilaki tidak memiliki
faktor protektif antiaterogenik yang dipengaruhi oleh hormon estrogen
seperti pada perempuan. Hormon estrogen dapat meningkatkan kadar
HDL sehingga kadar LDL dapat ditekan. Ismantri sebagaimana dikutip
oleh Ariandiny, et al (2014) dalam penelitihannya mengutip menyatakan
bahwa wanita lebih jarang menderita PJK karena sebelum memasuki masa
menapouse, wanita memiliki hormon estrogen yang merupakan faktor
protektan terhadap kejadian aterosklerosis
2.1.4 Pencegahan dan Pertolongan Pertama Penyakit Jantung Koroner

Lakukan pola hidup sehat untuk menghindari risiko penyakit jantung :

1) Hindari makanan dengan kandungan kolesterol jahat yang tinggi.


Kolesterol jahat atau LDL (Low density Lippoprotein) dikenal
sebagai penyebab utama terjadinya proses aterosklerosis yaitu proses
pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di jantung, otak, dan ginjal
Akibat proses itu, saluran pembuluh darah khususnya pembuluh darah
koroner menjadi sempit dan menghalangi aliran darah didalamnya. Akibatnya
jantung akan sulit memompa darah. Keadaan tersebut dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung.(Abdul Majid, 2016)
2) Konsumsi makanan dengan kandungan serat yang tinggi
Serat memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan. Berdasarkan
jenisnya serat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, serat larut dan tak larut.
Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan tetapi larut dalam air
panas. Serat larut dapat membuat perut kenyang lebih lama dan memberikan
energi lebih panjang serta bermanfaat menurunkan kadar kolesterol dalam
darah. Serat yang larut dalam tubuh dapat mengikat kolesterol dan
mengeluarkannya dari tubuh. Peran inilah yang mampu menurunkan risiko
penyakit jantung serat larut banyak terkandung pada buah dan sayur
3) Hindari mengonsumsi Alkohol
Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah otot jantung
mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri yang berdampak pada
serangan jantung. Karena itu, hindari mengonsumsi alkohol untuk hidup yang
lebih baik.(Abdul Majid, 2016)
2.1.5 Patofisiologi Penyakit Jantung

Gejala awal dari adanya Penyakit Jantung Koroner ialah nyeri di bagian dada
sebelah kiri yang dapat menjalar ke lengan kiri atau ke leher atau ke punggung. Nyeri
dada ini bersifat subjektif, ada yang merasa seperti ditekan benda berat, panas seperti
terbakar, sakit seperti tertusuk jarum, rasa tidak enak di dada dan ada yang
mengatakan seperti masuk angin. Lokasinya bisa juga terjadi di pertengahan dada, di
leher saja, punggung, dada kanan, dan bisa juga di ulu ati seperti sakit maag

Bila penyempitan pada pembuluh arteri telah mencapai 80-90%, dapat


menimbulkan masalah yang lebih parah lagi yaitu serangan jantung. Apabila aliran
darah di dalam urat nadi koroner terhalang secara total, bagian otot jantung 12 itu
mengalami kerusakan. Ini dikenal sebagai “serangan jantung akut” atau acute
myocardial infarction (AMI). AMI umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri
koroner secara tiba-tiba, yaitu karena pecahnya plak lemak artherosclerosis pada
arteri koroner. Plak lemak tersebut menjadi titik-titik lemah dari arteri itu dan
cenderung untuk pecah. Pada waktu pecah di lokasi tersebut, gumpalan cepat
terbentuk yang mengakibatkan penghambatan (okulasi) arteri yang menyeluruh, serta
memutuskan aliran darah ke otot jantung.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa kalau darah dapat dialirkan dengan cepat
ke otot jantung yang bersangkutan bisa terjadi pemulihan fungsi otot jantung tersebut.
Data statistik menyebutkan bahwa sepertiga orang yang mengalami penyakit jantung
dapat meninggal. Sebagian besar meninggal dalam dua jam pertama serangan
jantung. Karena itu, penting sekali untuk mengetahui gejala serangan jantung dan
mencari pertolongan segera.(Satoto, 2014)
2.1.6 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
a) Serangan Jantung Komplikasi ini terjadi apabila arteri tersumbat sepenuhnya,
akibat penumpukan lemak atau gumpalan darah. Kondisi ini akan merusak
otot jantung.
b) Gagal Jantung Hal ini terjadi apabila jantung tidak cukup memompa darah.
Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan
jantung.
c) Gangguan Irama Jantung (Aritmia) Hal ini dikarenakan kurangnya suplai
darah ke jantung atau kerusakan pada jantung akan mempengaruhi impuls
listrik pada jantung sehingga memicu Aritmia.
d) Dapat menimbulkan hipertensi akibat aterosklerosis yang lama
e) Thrombus yang terlepas dari plak ateriosklerosis, hal ini dapat menimbulkan
obstruksi aliran darah di sebelah hilir, menimbulkan stroke apabila pembuluh
darah otak yang tersumbat atau infark miokardium apabila pembuluh darah
jantung yang tekena.
f) Pembentukan suatu Aneurisma, pelemahan arteri Aneurisma tersebut dapat
pecah dan menimbulkan stroke apabila terkena di pembuluh serebelum.
2.1.7 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner
a) Modifikasi diet atau obat untuk menurunkan kadar kolestrol dan trigliserida
b) Asprin atau obat – obat anti trombosit untuk mengurangi pembentukan
troumbus (Dokter et al., 2019)
c) Program olahraga terancang baik dapat meningkatkan pembentukan pembuluh
kolateral disekitar bagian yang tersumbat dan dapat menurunkan jumlah
lemak dalam darah serta meningkatkan HDL
d) Pada pengidap diabetes, kontol gula darah, kurangi merokok
e) Tindakan invasif : PTCA (percutaneous Transluminal Coronaria
Angioplasty), dikenal sebagai pemasangan ciincin pada pembuluh darah yang
tersumbat
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Jantung Koroner
1) Pemeriksaan Fisik
Terdiri atas pengukuran tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Tujuannya adalah untuk mengeksklusi penyebab nyeri dada non-
cardiac dan non-ischemic seperti penyakit paru dan lambung. Pemeriksaan
fisik mungkin dapat tidak menunjukkan kelainan apapun pada saat angina.
Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar suara atrial atau ventrikel dan
murmur sistolik daerah apeks jantung. Frekuensi jantung dapat menurun,
menetap, ataupun meningkat saat melakukan perkusi batas jantung bisa
dirasakan melebur. Selain itu, pemeriksaan tekanan darah dengan tujuan untuk
melakukan deteksi dini terhadap penyakit hipertensi yang menjadi risiko
penyakit Jantung(Tajudin et al., 2020)
2) Pemeriksaan Lab
a. profil lipid puasa terdiri atas TC, LDL, HDL, dan trigliserida Peningkatan
kadar kolestrol dan trigelserida dapat mengindikasi adanya faktor risiko
untuk jantung koroner. Kadar Kolestrol diatas 180mg/dL pada orang yang
berusia 30 tahun atau kurang atau diatas 200mg/dL untuk 14 mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dianggap meningkat dan berisiko khusus
mengalami penyakit jantung koroner
b. glukosa puasa Deteksi dini Diabetes Melitus melalui pengecekan
Glukosa Darah Sewaktu dan Indeks Masa Tubuh. Tujan dari
pemeriksaan ini untuk mengetahui kadar GDS dan IMT agar dapat
melakukan tindakan kuratif dan segera melakukan pemeriksaan
berkelanjutan agat dapat mencegah komplikasi lain
3) Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi adalah pemeriksaan untuk menampilan gambaran
jantung pasien di monitor. Selama pemeriksaan, dokter akan memeriksa
semua bagian dinding jantung dapat berfungsi baik dalam memompa darah.
Dinding jantung yang bergerak lama bisa disebabkan kekurangan oksigen,
yaitu adanya kerusakan akibat serangan jantung. Hal tersebut bisa menjadi
tanda PJK.

4) Kateterisasi jantung dan Angiografi Koroner


Pemeriksaan ini merupakan gold standart diagnosis PJK . hasil
pemeriksaan dapat digunakan untuk mengetahui gambaran detail pembuluh
darah jantung, pilihan tatalaksana dan perkiraan prognosis. Kateterisasi
jantung bertujuan untuk melihat kondisi jantung, dengan memasukkan kateter
melalui pembuluh darah di lengan atau paha untuk dialirkan ke jantung.
Kemudian dilanjutkan prosedur angiografi koroner. Prosedur ini dilakukan
dengan menyuntikkan cairan kontras, dan menggunakan foto rontgen untuk
melihat aliran darah menuju jantung, Melalui angiografi koroner, dokter dapat
mengetahui apabila ada penyumbatan di pembuluh darah.(Tajudin et al.,
2020)

2.2 Teori Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Koroner


2.2.1 Pengkajian

Data yang harus dikaji pada penyakit jantung koroner dengan nyeri akut
menurut Udjianti (2010) :

a. identitas klien

yang perlu dikaji yaitu nama, nomor rekam medis, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, status,
agama,alamat, pekerjaan, serta umur pasien.

b. Keluhan Utama

merupakan keluhan paling menonjol yaitu klien mengeluh nyeri dada


di anterior, prekordial, substernal yang dapat menjalar ke lengan kiri,
leher, punggung dan epigastrium. Nyeri dada dirasakan seperti
tertekan beban berat, diremas yang timbul mendadak. Durasi serangan
dapat bervariasi dan merupakan alasan pokok klien masuk rumah sakit
atau keluhan utama saat dilakukan pengkajian oleh perawat.

c. Riwayat penyakit sekarang, merupakan informasi tentang keadaan dan


keluhan keluhan klien saat timbul serangan yang baru timbul atau
sering hilang timbul, durasi, kronologis dan frekuensi serangan nyeri.
Gejala utama yang diidentifikasi klien dengan penyakit kardiovaskuler
meliputi nyeri dada (chest pain), sesak napas, fatigue, palpitasi,
pingsan, nyeri pada ekstremitas.

d. Riwayat penyakit masa lalu, meliputi riwayat penyakit yang pernah


diderita oleh klien terutama penyakit yang mendukung munculnya
penyakit sekarang contohnya Hipertensi, penyakit pembuluh darah,
diabetes mellitus, gangguan fungsi tiroid, rheumatoid heart disease.

e. Riwayat penyakit keluarga, informasi dapat digali tertang usia dan


status kesehatan anggota keluarga yang bertali darah. Status kesehatan
anggota keluarga meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita
keluarga klien terutama gangguan sistem kardiovaskular.

f. Riwayat psikososial, berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta


dampaknya terhadap kehidupan sosial klien. Keluarga dan klien akan
menghadapi kondisi yang menghadirkan situasi kematian atau rasa
takut terhadap nyeri, ketidakmampuan serta perubahan pada dinamika
keluarga. Perlu dicatat tentang jenis pekerjaan klien serta adanya stres
fisik maupun psikis yang mempengaruhi beban kerja jantung.

g. Pengkajian, terkait hal-hal yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada
coroner menurut Padila (2013) :

1) Lokasi nyeri, pengkajian daerah mana tempat mulai nyeri,


penjalaranya, nyeri dada koroner khas mulai dari sternal
menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian
aula.
2) Sifat nyeri, perasaan penuh rasa berat seperti kejang diremas,
menusuk, mencekik dan rasa terbakar.
3) Ciri rasa nyeri, derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul
dalam jangka waktu tertentu.
4) Kronologis nyeri, awal timbul nyeri serta perkembanganya
secara berurutan.
5) Keadaan pada waktu serangan, apakah timbul saat kondisi
tertentu
6) Faktor yang memperkuat atau meringankan rasa nyeri misalnya
sikap atau posisi tubuh, pergerakan, tekanan.
7) Karakteristik nyeri, komponen pengkajian analisis symptom
meliputi Paliatif atau provocative, Quality atau Quantity,
Region, Severity, dan Timing (PQRST) menurut Andarmoyo
(2013).
a. Palitatif atau provocative yang menyebabkan timbulnya
masalah, perilaku yang memperbesar dan memperkecil
masalah, posisi sewaktu terjadi nyeri.
b. Quality atau Quantity yaitu kualitas dan kuantitas nyeri
yang dirasakan, sejauh mana nyeri dirasakan, aktifitas
apa yang terganggu, parah atau ringan dari nyeri
sebelumnya.
c. Region yaitu lokasi nyeri, penyebaran merambat pada
punggung atau lengan, merambat pada leher atau
merambat di kaki.
d. Severity yaitu keparahan, nyeri dirasakan dengan skala
berapa dari 1-10, ringan, sedang, berat, atau sangat
berat.
e. Timing yaitu waktu berlangsungnya nyeri kapan dan
sampai berapa lama, seberapa sering berlangsung, tiba-
tiba atau bertahap.

h. Pemeriksaan fisik (B1-B6)


1. Breathing (B1)
Inspeksi : Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah,
terjadipendarahan spontan pada hidung.
Palpasi : Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas
pernapasan buruk karena pendarahan pada saluran respirasi.
Perkusi : Suara paru sonor atau pekak.
Auskultasi : Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi
yang muncul akibat dari komplikasi gejala lain.

2. Blood(B2)
Inspeksi : Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma
dan Sianosis akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit,
purpura.
Palpasi : Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan
kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak
teraba. Takikardi, adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi
(sebagai bentuk takikardia kompensasi).
Perkusi : Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung.
Auskultasi : Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi
peningkatan sistolik, namun normal pada diastolik.
3. Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala,
perubahan tingkat kesadaran, gelisah dan ketidakstabilan
vasomotor.
4. Bladder (B4)
Inspeksi: Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung
darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin
biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran
kemih.
Palpasi : Kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih
karena distensi sebagai bentuk komplikasi
5. Bowel (B5)
Inspeksi : Klien biasanya mengalami mual muntah penurunan
nafsu makan,dan peningkatan lingkar abdomen akibat
pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.
Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan
pada saluran cerna.
Perkusi: Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah
dalam abdomen.
Auskultasi: Terdengar bising usus menurun (normal
5-12x/menit).
6. Bone (B6)
Inspeksi: Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung,
aktivitas mandiri terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian
akibat kelemahan.Toleransi terhadap aktivitas sangat rendah.

2.2.2 Diagnosis
Diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan Jantung
Koroner dalam penelitian ini menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2016, yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas


dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi. Perawat
harus mengkaji data gejala dan tanda mayor dan minor (Tim
Pokja SDKI, 2016) meliputi :
a. Subjektif :
1) Mayor : Perubahan irama jantung (palpitasi),
perubahan preload (lelah), perubahan afterload
(dispnea), perubahan kontraktilitas (Paroxymal
noctural Dysnea dan batuk)
2) Minor : Perilaku/ emosional (cemas, dan gelisah)
b. Objektif :
1) Mayor : perubahan irama jantung (takikardi), gambaran
EKG aritmia), perubahan afterload (tekanan darah
meningkat, oliguria, sianosis), perubahan kontraktilitas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Data pasien intoleransi aktivitas termasuk dalam kategori
fisiologis dan subkategori aktivitas/istirahat. Perawat harus
mengkaji data gejala dan tanda mayor dan minor (Tim Pokja
SDKI, 2016) meliputi :

a. Subjektif :
1) Mayor : mengeluh lelah
2) Minor : dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah.
b. Objektif
1) Mayor : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat
2) Minor : tekanan darah berubah >20% dari kondisi
istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan
iskemia, sianosis
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencendera fisiologis
(iskemia). Data pasien nyeri termasuk dalam kategori fisiologis
dan subkategori nyeri dan kenyamanan. Perawat harus
mengkaji data gejala tanda mayor dan minor (Tim Pokja
SDKI, 2016), meliputi :

a) Subjektif :
1) Mayor : mengeluh nyeri
2) Minor: _
b) Objektif
1) Mayor : tampak meringis, bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

2) Minor : tekanan darah meningkat, pola napas


berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu, diaforesis

2.2.3 Intervensi

Dalam intervensi keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner


dengan intoleransi aktivitas menggunakan perencanaan keperawatan
pada intoleransi aktivitas menurut Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
menggunakan label toleransi aktivitas (PPNI, 2018). Beberapa intervensi
yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas sesuai dengan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) meliputi manajemen energi
dan rehabilitasi jantung (Tim Pokja SIKI, 2018). Adapun intervensi
keperawatan untuk mengatasi intoleransi aktivitas adalah sebagai
berikut.
Standar Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SLKI)
D. 0008 L. 02008 I. 02075
Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan Jantung
Setelahdilakukan intervensi
Jantung 1. Observasi
selama 3 x 24 jam, maka a. Identifikasi tanda/ gejala
Kategori : Fisiologis
curah jantung meningkat, primer penurunan curah
Subkategori : Sirkulasi
dengan kriteria hasil: jantung (meliputi,
Penurunan curah
1. Palpitasi dari skala 2 dispnea,kelelahan,
jantung berhubungan
(meningkat) menjadi paroxymal noctural
dengan kontraktilitas
skala 5 (menurun) dyspnea)
dibuktikan dengan
2. Takikardi dari skala b. Identifikasi tanda/ gejala
Gejala dan Tanda
2 (meningkat) sekunder penurunan
Mayor Subjektif
menjadi skala 5 curah jantung (meliputi
1. Perubahan Irama
(menurun) peningkatan berat
Jantung (Palpitasi)
3. Gambaran EKG badan,palpitasi,
2. Perubahan preload
arirmia dari skala 2 oliguria,batuk, ronkhi,
(Lelah)
(meningkat) menjadi sianosis)
3. Perubahan afterload
skala 5 (menurun) c. Monitor tekanan darah
(dispnea)
4. Lelah dari skala 2 d. Monitor keluhan nyeri
4. Perubahan
(meningkat) menjadi dada (mis. Intensitas,
kontraktilitas
skala 5 (menurun) lokasi,radiasi,durasi,presti
(Paroxysmal noctural
5. Dispnea dari skala 2 viasi yang mengurangi
dypnea dan batuk)
(meningkat) menjadi nyeri)
Objektif
skala 5 (menurun) e. Monitor EKG 12 sadapan
1. Perubahan irama
6. Oliguria dari skala 2 f. Monitor aritmia
jantung (takikardi
(meningkat) menjadi g. Periksa tekanan darah dan
dan gambaran
skala 5 (menurun) frekuensi nadi sebelum
EKG Aritmia)
7. Sianosis dari skala 2 dan sesudah aktivitas.
2. Perubahan
afterload (tekanan (meningkat) menjadi
darah meningkat) skala 5 (menurun) 2. Terapeutik
3. Perubahan 8. Batuk dari skala 2 a. Posisikan pasien semi
kontraktilitas (meningkat) menjadi fowler atau fowler
(terdengar skala 5 (menurun) dengan kaki kebawah
suara jantung S3 9. Berat badan dari atau posisi nyaman
dan/atau S4) skala 2 (meningkat)
b. Berikan terapi
Gejala dan Tanda menjadi skala 5
relaksasi untuk
Mayor Subjektif (menurun)
mengurangi stres, jika
1. Perilaku /emosional
(cemas dan gelisah) perlu.
Objektif c. Berikan dukungan
1. Peubahan preload
emosiaonal dan
(murmur jantung, BB
spiritual.
bertambah)
2. Pulmonary vascular 3. Edukasi
resistance a. Anjurkan pemeriksaan
fisik secara toleran

b. Anjurkan berhenti
merokok

c. Anjurkan pasien dan


keluarga menimbang BB
harian

4. Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
antiaritma, jika perlu

b. Rujuk ke program

D.0056 rehabilitasi.
L.05047
Toleransi Aktivitas Setelah
Intoleransi
dilakukan I. 05178
Aktivitas Kategori
intervensi selama 3 x 24 Manajemen Energi
: Fisiologis 1. Observasi
jam,maka toleransi
Sub Kategori : a. Identifikasi gangguan
aktivitas meningkat,
Aktivitas/ Istirahat fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil:
Intoleransi aktivitas mengakibatkan kelelahan
1. Fekuensi nadi dari
Berhubungan dengan
skala 5 (meningkat) b. Monitor kelelahan fisik
ketidakseimbangan
menjadi 2 (cukup dan mental
antara suplai dan
menurun) 2. Terapeutik
kebutuhan oksigen
2. keluhan lelah dari skala
dibuktikan dengan a. Lakukan latihan rentang
2 (menungkat) menjadi
Gejala dan Tanda gerak pasif dan/aktif
skala 5 (menurun)
Mayor 3. Edukasi
3. Dispnea saat aktivitas
a. Anjurkan tirah baring
Subjektif : lelah dari skala 2
1. Pasien mengeluh (meningkat) menjadi 4. Kolaborasi
lelah skala 5 (menurun) a. Kolaborasi dengan ahli
Objektif 4. Dispnea setelah gizi tentang cara
aktivitas lela dari skala meningkatkan asupan
2. Frekuensi jantung
2 (meningkat) menjadi makanan
meningkat >20% dari
skala 5 (menurun) I. 02081
kondisi istirahat
5. Perasaan lemah lelah Rehabilitasi Jantung
Gejala dan Tanda 1. Observasi
dari skala 2 (meningkat
Minor a. Monitor tingkat toleransi
) menjadi skala 5
Subjektif : aktivitas
(menurun)
1. Dispnea saat/setelah
6. Aritmia saat aktivitas b. Periksa kontraindikasi
aktivitas
2. Merasa tidak lelah dari skala 2 latihan (takikardi >120
nyaman setelah
(menigkat) menjadi 5 x/menit, TDS >180
aktivitas
3. Merasa lemah (menurun) mmHg,TDD >110 mmHg,
Objektif 7. Aritma setelah aktivitas hipotensi ortostatik >20
lelah dari skala 2
1. Tampak tekanan mmHg, angina, dispnea,
(meningkat) menjadi
darah berubah >20% gambaran EKG iskemia,
skala (5) menurun
dari kondisi istirahat blok atrioventrikuler
8. Sianosis lelah dari skala
2. Gambaran EKG derajat 2 dan 3, takikardia
2 (meningkat) menjadi
menunjukkan ventrikel)
skala 5 (menurun)
aritmia saat/setelah 2. Terapeutik
9. Tekanan darah dari 2
aktivitas a. Fasilitas pasien menjalani
(cukup memburuk)
3. Gambaran EKG latihan fase 1 (inpatient)
menjadi skala 5
menunjukkan
3. Edukasi
(membaik)
iskemia
10.EKG iskemia dari a. Anjurkan menjalani latihan
4. Sianosis.
skala 2 (cukup sesuai aktivitas
memburuk) menjadi
skala 5 (membaik)

L. 08066
D.0077
Tingkat Nyeri
Nyeri Akut
I. 06238
Kategori : Psikologis Setelah dilakukan
1. 08238
Sub Kategori : Nyeri intervensi selama 3 x 24
Manajemen Nyeri
dan Keamanan jam, maka tingkat nyeri
1. Observasi
Nyeri berhubungan meningkat, dengan
a. Identifikasi lokasi,
dengan Agen kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
Pencedera Fisiologis 1. Keluhan nyeri dari
frekuensi,kualitas,
(iskemia) dibuktikan skala 2 (cukup
intensitas nyeri
dengan meningkat) menjadi
b. Identifikasi skala nyeri
Gejala dan Tanda 5 (menurun)
c. Identifikasi faktor yang
Mayor 2. Meringis dari skala
memperberat dan
Subjektif : 2 (cukup meningkat)
meringankan nyeri
1. Mengeluh nyeri menjadi 5
Monitor keberhasilan
Objektif : (menurun)
1. Tampak meringis terapi komplementer
3. Sikap protektif dari
2. Bersikap protektif yang sudah diberikan
skala 2 (cukup
(mis. Waspada, e. Monitor efek samping
meningkat) menjadi
posisi penggunaan analgesik
5 (menurun)
menghindari 2. Terapeutik
4. Gelisah dari skala 2
nyeri) a.Berikan teknik non
(cukup meningkat)
3. Gelisah farmakologi untuk
menjadi 5
mengurangi nyeri (mis.
4. Frekuensi nadi (menurun)
Hipnosis, Terapi musik,
meningkat 5. Kesulitran tidur dari
teknik Imajinasi
skala 2 (cukup
5. Sulit tidur
terbimbing)
meningkat) menjadi
b. Fasilitas istirahat dan
5 (menurun)
Gejala dan Tanda tidur
6. Diaforesis dari skala
Minor Subjektif : c. Pertimbangkan jenis dan
2 (cukup meningkat)
1. (tidak tersedia) sumber nyeri dalam
menjadi 5
Objektif : pemilihan strategi
(menurun)
1. Tekanan darah
7. Tekana darah dari meredakan nyeri
meningkat
skala 2 (cukup d. Monitor keberhasilan
2. Pola napas berubah
memburuk) menjadi terapi komplementer
3. Nafsu makan
skala 5 (membaik) yang sudah diberikan
berubah
8. Nafsu makan dari e. Monitor efek samping
4. Proses berpikir
skala 2 (cukup penggunaan analgesik
terganggu
memburuk) menjadi 2. Terapeutik
5. Diaforesis
5 (membaik)
a. Berikan teknik non
9. Proses berpikir dari
farmakologi untuk
skala 2 (cukup
mengurangi nyeri
memburuk) menjadi
(mis. Hipnosis,
skala 5 (membaik)
terapi musik,
teknik imajinasi
terbimbing)
b. Fasilitas istirahat
dan tidur
c. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi

a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat
d. Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a.Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu

2.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses


keperawatan.Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada
manusia. Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut
diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga
pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan
Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Price & Wilson, 2009).

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.Terdapat


tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sesuai dengan
intervensi yang direncanakan. Implementasi lebih ditujukkan pada upaya
perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya pemberian informasi yang
akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan, upaya tindakan peredaan nyeri
farmakologis, dan pemberian terapi non-farmakologis (Andarmoyo, 2013).
Dalam mengatasi intoleransi aktivitas ini disarankan pasien dengan
PJK istirahat dengan tidur telentang atau setengah duduk sampai keadaan pasien
stabil dan mampu untuk beraktivitas (Aspiani, 2014). Kerusakan jantung ini
juga dapat diperkecil dengan mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen jantung. Caranya adalah anjurkan tirah baring untuk
mempertahankan jantung dan dapat mengurangi kebutuhan oksigen (Yasin,
2016). Pasien perlu beristirahat baik secara fisik maupun emosional karena akan
mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, menurunkan
tekanan darah, mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen.

Posisikan kepala temat tidur harus dinaikan 20-30cm (8-10 inci) atau
pasien juga bisa didudukan di kursi, karena pengaturan posisi tempat tidur
juga penting. Posisi ini dapat menyebabkan aliran balik vena ke jantung dan
paru-paru akan berkurang, kongesti paru nantinya juga akan berkurang,
penekanan hepar di diagfragma menjadi minimal. Kemudian pada lengan
bawah dapat disanga dengan bantal karena hal tersebut dapat mengurangi
kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik secara terus-menerus.
Istirahat dengan cara tirah baring juga dapat menimbulkan bahay seperti
penyakit dikubitus. Latihan harian ringan juga dapat memperbaiki aliran darah
ke jaringan perifer, hal tersebut dapat mengatasi terjadinya dikubitus (Brunner
30%Suddarth, 2013).

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien PJK yang


sudah memiliki cukup energy dengancara melakukan latihan dan mobilisasi
secara bertahap setiap harinya seperti latihan nafas dalam, melakukan
pergerakan pasif dan gerak aktif, dapat melakukan makan sendiri, duduk di
pinggir tempat tidur, dengan kaki ke bawah atau diletakkan di atas kursi
selama kurang lebih 20 menit 2x sehari, lalu dengan Latihan turun dari tempat
tidur , melakukan perawtan diri secara mandiri, kemudian dapat berjalan
diruangan 2x sehari dan berikan pendidikan kesehatan tentang serangan
jantung atau factor resiko dan pengendaliannya (Aspiani,2014)
Efek positif dari latihan aktivitas fisik secara teratur termasuk penurunan
tekanan darah, agregasi trombosit, kadar insulin, dan berat badan. Latihan
fisik secara teratur juga dapat mengurangi resiko terjadinya PJK dengan
beberapa cara yaitu, menurunkan tingkat VLDL, LDL, dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar HDL (LeMone et al, 2011)

2.2.5 Evaluasi

Dalam penelitian ini, diharapkan klien dapat menunjukkan


peningkatan toleransi terhadap aktivitas dan klien mendemonstrasikan
penurunan tanda fisiologis intoleransi aktivitas (Muttaqin, 2014). Dengan
kriteria hasil menurut SLKI meliputi frekuensi nadi menurun, keluhan lelah
menurun, dispnea saat aktivitas menurun, dispnea setelah aktivitas
menurun, perasaan lemah menurun, aritmia saat aktivitas menurun, aritmia
setelah aktivitas menurun, sianosis menurun, tekanan darah membaik, EKG
iskemia membaik (PPNI, 2018).

BAB III
APLIKASI TEORI
DAFTAR PUSTAKA

Abarca, R. M. (2021). Penyakit Jantung Koroner 1. Nuevos Sistemas de


Comunicación E Información, 2013–2015.
Abdul Majid. (2016). Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan
Pengobatan Terkini. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap, 1(1), 1–53.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf

Dokter, P., Kardiovaskular, S., & Ketiga, E. (2019). Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut Edisi Ketiga.

Dwiputra, B. D. (2016). Penyakit Jantung Koroner. From Smart Patient, 2(01), 280–
290.

Ghani, L., Susilawati, M. D., & Novriani, H. (2016). Faktor Risiko Dominan
Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(3),
153–164. https://doi.org/10.22435/bpk.v44i3.5436.153-164

Patel. (2019). Aterosklerosis. Universitas Diponegoro, 1999, 9–25.

Satoto, H. H. (2014). Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. JAI (Jurnal


Anestesiologi Indonesia), 6(3), 209–224. https://doi.org/10.14710/jai.v6i3.9127

Tajudin, T., Nugroho, I. D. W., & Faradiba, V. (2020). ANALISIS KOMBINASI


PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN JANTUNG KORONER (Coronary
Heart Disease) DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMAH SAKIT X
CILACAP TAHUN 2019. Pharmaqueous : Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 1(2), 6–
13. https://doi.org/10.36760/jp.v1i2.111

Saifuddin. (2018). Tinjauan Teoritis Tanggung Jawab Bidan Praktik Mandiri Dan
Pencatatan Kemajuan Persalinan (Partograf). 1–48.

Rachman, T. (2018). Identifikasi Faktor Resiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner


di Ruang Rawat Inap Jantung Rumah Sakit Umum Haji. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 10–27.

Nugroho, M. B. (2017). Konsep Dasar Penyakit Jantung Koroner. Journal of


Chemical Information and Modeling, 53(9), 121–130.

Yudhistira, S. (2019). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康


関連指標に関する共分散構造分析 Title.

(sulfianti, 2020),Asuhan kebidanan dan Persalinan

Anda mungkin juga menyukai