Anda di halaman 1dari 23

MODUL IV

TITRASI POTENSIOMETRI

KELOMPOK XVI/JUMAT SIANG


Nindya Tsabitah
NRP : 02211940000113
Afifah Nur Aini
NRP : 02211940000150

ASISTEN
Moch. Ainun Hikam
NRP : 02211640000158

Tanggal Percobaan : 20 Maret 2020


Tanggal Pengumpulan Laporan : 27 Maret 2020
TUJUAN
Menentukan dan membandingkan titik akhir reaksi netralisasi secara potensiometri dan dengan
indikator.

DASAR TEORI
Potensiometri merupakan salah satu cara pengecekan fisika-kimia dengan menggunakan
peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda indikator. Besarnya potensial elektroda ini
bergantung pada kepekatan ion-ion tertentu dalam larutan. Karena itu, kepekatan ion dalam
larutan dapat dihitung langsung dari harga potensial yang diukur itu (Rivai,1995).
Kelebihan metode potensiometrik mencakup biaya yang rendah. Voltmeter dan
elektroda jauh lebih murah daripada instrumen-instrumen saintifik yang paling moder. Model
model yang cocok untuk potensiometrik langsung di lapangan yang jauh dari laboratorium
harganya tidak mahal, kompak, kuat, dan pemakaiannya mudah. Potensiometri pada dasarnya
bersifat nondestruktif terhadap sampel dalam arian bahwa penyisipan elektroda tidak mengubah
komposisi larutan uji (kecuali untuk sedikit kebocoran elektrolit dari elektroda acuan. Untuk
titrasi manual yaitu dengan penambahan kenaikan berurutan larutan titran, siapkan tabel volume
titran, lalu plot grafik, dan nyatakan di mana grafik tersebut yang paling curam dan ambil
volume tersebut untuk titik ujung (Underwood,2002).

ALAT DAN BAHAN :


1. pH Meter 7. Kertas tisue.
2. Mikro buret. 8. Larutan H3PO4 0,2 F.
3. Erlenmeyer 250 ml 9. Larutan Na3PO4 0,2 F.
4. Beaker glass 300 ml 10. Larutan NaOH 0,5 F dan HCI 0,5 F.
5. Pipet volume 10 ml 11. Larutan indikator MM dan PP.
6. Pengaduk magnit. 12. Aquadest.

IV-1
PROSEDUR

Start
H3PO4 0,2 F, Na3PO4 0,2 F, A B
NaOH 0,5 F, HCI 0,5 F,
indikator MM dan PP
Larutan indikator MM dan PP. Memasukkan Memasukkan
aquadest sampai aquadest sampai
larutan ½ gelas larutan ½ gelas
Ambil larutan H3PO4 0,2 F dengan pipet beaker beaker
volume 10 ml.

Masukkan kedalam Erlenmeyer


( 4 buah ) Mengaduk Mengaduk
hingga homogen hingga homogen

Encerkan dengan 50 ml aquades


ke masing-masing erlenmeyer
Memasukkan Memasukkan
elektroda kedalam elektroda kedalam
Tambahkan 2 tetes larutan lalu larutan
Tambahkan 2 tetes
masing-masing masing masing
indikator PP ke 2 indikator MM ke 2
mengukur pH dan E mengukur pH dan E
Erlenmeyer Erlenmeyer dari larutan H3PO4 0,2 dari larutan Na3PO4
F 0,2 F
Kocok larutan hingga
Kocok larutan hingga
homogen
homogen Menambahkan 1 ml Menambahkan 1 ml
NaOH 0,5 F HCl 0,5 F
Menitrasi dengan Menitrasi dengan
larutan NaOH 0,5 F larutan NaOH 0,5 F Mencatat pH dan E Mencatat pH dan E
setiap penambahan 1 setiap penambahan 1
Tidak ml NaOH 0,5 F ml HCl 0,5 F
Tidak
Warna Tidak Tidak
Warna
larutan
larutan pH=+ 2,6
merah pH=+ 11,0
bening
E=+ 300 E=+ 2,25
Ya
Ya
Mencatat volume NaOH yang
dibutuhkan Mematikan alat pH meter ,
merendam elektrode dengan
aquadest
Memasukkan 10 ml Memasukkan 10 ml
H3PO4 0,2 F ke gelas Na3PO4 0,2 F ke
Selesai
beaker gelas beaker

A B

IV-1
PRINSIP KERJA ALAT
Buret
Buret berbentuk silinder, terbuat dari jenis gelas soda, boroksilikat,amber. Prinsip Kerja : Buret
harus bersih, kering dan bebas lemaksebelum digunakan. Sebelum titrasi dimulai, pastikan tidak
adagelembung udara di bawah kran karena menyebabkan kesalahan saat melakukan
titrasi. Berfungsi untuk memberikan secara tetes demi tetes sejumlah volume larutan yang
diketahui denganteliti pada proses titrasi. (Abogunvill,2014)

PH METER
Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa elektroda kaca (glass
elektroda). Bulb ini dipasangkan dengan silinder kaca non-konduktor atau plastik memanjang,
yang selanjutnya diisi dengan larutan. Inti sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang
memiliki kemampuan untuk bertukar ion positif (H+) dengan larutan terukur. (Desmira, dkk)

PEMBAHASAN
Pada percobaan potensiometri ini, memiliki tujuan untuk menentukan serta
membandingkan titik akhir reaksi netralisasi secara potensiometri dan dengan indikator.
Perbedaan kedua metode tersebut yaitu terletak pada penentuan titik ekivalennya. Pada
penggunaan indikator, titik ekivalen dapat dilihat dari perubahan warna larutan, sedangkan pada
penggunaan secara potensiometri, titik ekivalen ditentukan dari Ph dan E yang sebelumnya
sudah ditentukan, ditunjukan oleh Ph meter.
Pada percobaan pertama yaitu dengan menggunakan indikator pertama-tama ambil larutan
H3PO4 0,2 F dengan pipet volume, masukkan kedalam 4 buah Erlenmeyer masing-masing
sebanyak 10 ml. Penggunaan Erlenmeyer dipilih dalam percobaan ini karena saat titrasi, larutan
pada wadah perlu dikocok sambil dititrasi dan tidak diperlukan ketelitian yang besar seperti pada
labu takar. Pipet volume digunakan karena ketelitiannya yang lebih tinggi daripada pipet ukur.
Lalu selanjutnya kedalam 2 erlenmeyer pertama (1 dan 2) tambahkan masing-masing 2 tetes
indikator MM dan 50 ml aquadest, sedang kedalam erlenmeyer yang lain (3 dan 4) tambahkan
masing-masing 2 tetes indikator PP dan 50 ml aquadest. Larutan diencerkan bertujuan untuk
menghemat larutan tugas dan juga agar lebih terlihat perubahan warnanya jika larutan yang
digunakan dalam jumlah banyak, sedangkan penggunaan MM dan PP karena sesuai dengan

IV-1
kondisi larutan, dengan trayek Ph MM 4,3-6,3 sedangkan PP 8,3-10,0. Kocok larutan sehingga
homogen lalu isi buret dengan larutan NaOH 0,5 F dan titrasi larutan diatas ( 2 ) sampai tercapai
titik ekivalen. Untuk 2 larutan pertama (1 dan 2) sampai warna merah tepat hilang, sedang untuk
2 larutan yang lain (3 dan 4) sampai tepat timbul warna merah. Catat jumlah volume larutan
NaOH yang diperlukan tiap titrasi. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu:
H3PO4 (aq) + NaOH (aq) → NaH2PO4 (aq) + H2O (l) (dengan MM) TE I
NaH2PO4 (aq) + NaOH (aq) → Na2HPO4 (aq) + H2O (l) (dengan PP) TE II
Na2HPO4 (aq) + NaOH (aq) → Na3PO4 (aq) + H2O (l)
Lalu dilanjutkan dengan titrasi Na3PO4 Langkah yang dilakukan sama dengan percobaan
larutan H3PO4, namun terjadi perbedaan di titran nya yaitu berupa HCl 0,5 F danwarna larutan
sebelum dan sesudah diteteskan indikator. Saat ditetesi indikator MM larutan akan berwarna
kuning, lalu dititrasi hingga larutan menjadi bening. Lalu saat ditetesi indikator PP larutan akan
berwarna merah muda, lalu dititrasi hingga larutan menjadi bening. Reaksi yang terjadi pada
percobaan ini yaitu:
Na3PO4 (aq) + HCl (aq) → Na2HPO4 (aq) + NaCl (aq) (dengan MM ) TE I
Na2HPO4 (aq) + HCl (aq) → NaH2PO4 (aq) + NaCl (aq) (dengan PP) TE II
NaH2PO4 (aq) + HCl (aq) → NaH3PO4 (aq) + NaCl (aq)
Pada percobaan menggunakan indikator, didapatkan hasil

Tabel 1. Hasil Kualitatif H3PO4 Tabel 2. Hasil Kualitatif Na3PO4


Percobaan Awal Akhir Percobaan Awal Akhir
H3PO4 + Aquades Bening Bening Benin
Na3PO4 + Aquades Bening
MerahMud g
H3PO4 + MM Bening Kunin
a Na3PO4 + MM Bening
H3PO4 + MM + Merah g
Bening Na3PO4 + MM + Merah
NaOH Muda Kuning
H3PO4 + PP Bening Bening HCl Muda
Merah Merah
H3PO4 + PP + NaOH Bening Na3PO4 + PP Bening
Muda Muda
Tabel 3. Hasil Kuantitatif H3PO4 Na
Tabel 4.
3 PO +
Hasil
4 PP + Merah
Kuantitatif Na3PO4Benin
HCl Muda g
V1 V2 ∆V V1 ∆V
Indikato V Rata- T V2 VRata-
(ml (ml (ml Indikator (ml (ml TE
r Rata E (ml) Rata
) ) ) ) )
23, 36,7 37,8 1,1
30 6,8 MM 1,15 I
2 37,8 39 1,2
MM 5,7 I
34, 39 44,8 5,8
30 4,6 PP 4,05 II
6
31,3 33 2,3
34, 35, IV-1
Selanjutnya yaitu percobaan kedua menggunakan metode potensiometri. Pertama-tama
ambil larutan H3PO4 0,2 F dengan pipet volume, lalu masukkan dalam beaker glass (2 buah)
masing-masing sebanyak 10 ml. Penggunaan beaker glass yaitu karena hanya dibutuhkan untuk
menampung cairan tanpa mmeperlukan perhitungan atau ketelitian setelah ditampung dalam
beaker glass, Tambahkan kepada masing-masing beaker glass aquedest sehingga volume larutan
+ ½ dari volume beaker glass, aduk menggunakan pengaduk magnit hingga homogen. Lalu
masukkan kedua elektrode kedalam larutan tersebut dan tentukan baik pH maupun potensialnya
(E).Melalui buret tambahkan larutan NaOH 0,5 F sebanyak 1 ml kedalam larutan tersebut dan
setelah beberapa menit ukurlah pH dan E larutannya. Catatlah hasil pengukuran pH dan E
tersebut. Lanjutkan pembacaan dan pencatatan pH maupun E larutan pada setiap penambahan
larutan NaOH 0,5 F sebanyak 1 ml, sehingga akhirnya diperoleh pH larutan = + 11,0 dan E = +
300.
Lalu untuk larutan Na3PO4 ulangi juga langkah yang sama namun dititrasi dengan
larutan HCI 0,5 F, untuk titrasi larutan Na3PO4 titrasi berakhir sampai pH = + 2,6 dan E =+
2,25. Setelah semua pekerjaan selesai, matikan alat pH meter, rendam elektrode dalam aquedest.
Berikut adalah hasil percobaan dari metode potensiometri:
Tabel 5. Hasil Percobaan Metode Potensiometri dengan Larutan H3PO4 0,2 F
No pH E (mV) ∆E (mV) V (ml) ∆V (ml) ∆E/∆V ∆2E/∆V2
0 2,52 291,9 0 0 0 0 0
1 2,61 285,3 -6,6 1 1 -6,6 -6,6
2 2,77 276,8 -8,5 2 1 -8,5 -1,9
3 2,97 264,8 -12 3 1 -12 -3,5
4 3,4 238,4 -26,4 4 1 -26,4 -14,4
5 6,01 84 -154,4 5 1 -154,4 -128
6 6,67 45,3 -38,7 6 1 -38,7 115,7
7 7,04 23 -22,3 7 1 -22,3 16,4
8 7,4 2,1 -20,9 8 1 -20,9 1,4
9 8,05 -36,4 -38,5 9 1 -38,5 -17,6
10 10,17 -162,5 -126,1 10 1 -126,1 -87,6
11 11,24 -206,4 -43,9 11 1 -43,9 82,2
12 11,26 -224,8 -18,4 12 1 -18,4 25,5
13 11,32 -241,3 -16,5 13 1 -16,5 1,9

Tabel 6. Hasil Percobaan Metode Potensiometri dengan Larutan Na3PO4 0,2 F


No pH E (mV) ∆E (mV) V (ml) ∆V (ml) ∆E/∆V ∆2E/∆V2

IV-5
0 11,59 -249,5 0 0 0 0 0

IV-6
1 11,53 -245,6 3,9 1 1 3,9 3,9
2 11,41 -238,5 7,1 2 1 7,1 3,2
3 11,24 -229,1 9,4 3 1 9,4 2,3
4 10,90 -208,9 20,2 4 1 20,2 10,8
5 10,36 -175,8 33,1 5 1 33,1 12,9
6 9,00 -93,5 82,3 6 1 82,3 49,2
7 7,87 -27,3 66,2 7 1 66,2 -16,1
8 7,21 9,9 37,2 8 1 37,2 -29,0
9 6,98 24,4 14,5 9 1 14,5 -22,7
10 6,60 42,0 17,6 10 1 17,6 3,1
11 5,93 86,1 44,1 11 1 44,1 26,5
12 3,26 239,7 153,6 12 1 153,6 109,5
13 2,99 259,5 19,8 13 1 19,8 -133,8
14 2,79 271,8 12,3 14 1 12,3 -7,5

Pada dasarnya, setiap titrasi (titrasi asam-basa, titrasi kompleksometri, titrasi


pengendapan atau titrasi redoks) dapat dikuti secara potensiometri dengan bantuan clcktroda
indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi yang diperoleh
dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume pentiter yang ditambahkan,
mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan atau titik ekivalensi (Rivai, 1995)
Dapat dilihat dari tabel, selisih atau lonjakan tertinggi pada larutan H3PO4 yaitu saat
penambahan titran sudah mencapai 5 ml yang menunujukan terjadinya titik ekivalen I dan pada
10 ml yang menunjukan adanya titik ekivalensi II. Yang dimana titik ekivalen terjadi disekitar
volume 5 ml dan 10 ml. Pada larutan Na3PO4, selisih atau lonjakan tertinggi yaitu saat
penambahan titran sudah mencapai 6 ml yang menunujukan terjadinya titik ekivalen I dan pada
12 ml yang menunjukan adanya titik ekivalensi II. Yang dimana titik ekivalen terjadi disekitar
volume 6 ml dan 12 ml. Dari tabel yang sudah terdapat diatas, dapat dibuat grafik yang akan
menunjukan titik tercuram atau lonjakan tertinggi pula sama seperti pada tabel.
Perhitungan TE I dan II pada metode potensiometri dapat dihitung dengan menggunakan
rumus persamaan garis, sehingga didapatkan TE I sebesar 5,5 ml , TE II sebesar 10,5 ml untuk
larutan H3PO4 0,2 F dengan titran NaOH 0,5 F. Sedangkan didapatkan TE I sebesar 6,75 ml , TE
II sebesar 10,45 ml untuk larutan Na3PO4 0,2 F dengan titran HCl 0,5 F. Sedangkan pada
penggunaan indikator TE dapat dihitung dengan penghitungan rata-rata dari volume yang sudah
dicatat pada kedua Erlenmeyer. Untuk larutan Na3PO4 TE I yaitu 1,15 ml dan TE II 4,05 ml,
sedangkan untuk larutan H3PO4 didapatkan TE I yaitu 5,7 ml dan TE II 0,7 ml.

IV-6
Perhitungan teoritis didapatkan dengan menggunakan prinsip persamaan mol ekuivalen.
Hasil yang diperoleh yaitu volume HCl sebesar 4 ml untuk TE I dan 8 ml untuk TE II pada titrasi
Na3PO4 0,2 F dengan HCl 0,5 F. Sedangkan untuk NaOH sebesar 4 ml untuk TE I dan 8 ml
untuk TE II pada titrasi larutan H3PO4 0,2 F dengan NaOH 0,5 F.
Galat yang dihasilkan pada percobaan menggunakan indikator yaitu pada TE I 42,5 dan
pada TE II 91,25 pada larutan H3PO4, dan sebesar 71,25 pada TE I dan 49,37 pada TE II
untuk larutan Na3PO4. Pada metode potensiometri dihasilkan galat sebesar pada 37,5 TE I dan
31,25 pada TE II untuk larutan H3PO4, serta sebesar 68,75 pada TE I dan 30,62 pada TE II
untuk larutan Na3PO4. Maka dapat dilihat perbedaan hasil percobaan dan hasil teoritis serta
galat yang dihasilkan lebih kecil pada percobaan dengan potensiometri.

SIMPULAN
Dari percobaan yang pertama yaitu menggunakan indikator didapatkan hasil titik
ekivalen I (TE I) sebesar 5,7 ml, dan TE II 0,7 ml pada H3PO4 serta TE I sebesar 1,15 ml dan
TE II sebesar 4,05 ml pada Na3PO4. Sedangkan yang menggunakan metode potensiometri
dihasilkan TE I sebesar 5,5 ml dan TE II sebesar 10,5 ml pada H3PO4, serta TE 1 sebesar 6,75
ml dan TE II sebesar pada 10,45 ml Na3PO4. Jika dibandingkan dengan perhitungan teoritis
seperti pada pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa yang paling mendekati hasil teoritis
yaitu dengan metode potensiometri, sehingga dapat dikatakan lebih akurat dibandingkan
menggunakan indikator.

DAFTAR PUSTAKA
Abogunvill, Adi. 2014. Jenis-jenis Alat Laboraturium.
https://www.academia.edu/8353066/TUGAS_INSTRUMENTASI (diakses pada tanggal 15
April 2020, pukul 14.37)
Day, R A, dan Underwood, A L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta
: Erlangga
Desmira, dkk. 2018. Penerapan Sensor pH Pada Area Elektrolizer Di PT. SULFINDO
ADIUSAHA. Jurnal PROSISKO. 5(1) 9-12.
Rivai, Harrizul. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.

IV-7
APPENDIKS
1. Perhitungan secara Teoritis
Titrasi H3PO4 0,2 F dengan NaOH 0,5 F
Reaksi :

H3PO4 (aq) + NaOH (aq) → NaH2PO4 (aq) + H2O (l)

NaH2PO4 (aq) + NaOH (aq) → Na2HPO4 (aq) + H2O (l)

Na2HPO4 (aq) + NaOH (aq) → Na3PO4 (aq) + H2O (l)

mol analit = mol titran

0,2 F x 10 ml = 0,5 F x V NaOH

V NaOH = 4 ml (TE I)

TE II = 2 x TE I

=2x4

= 8 ml

Titrasi Na3PO4 0,2 F dengan HCl 0,5 F

Reaksi :

Na3PO4 (aq) + HCl (aq) → Na2HPO4 (aq) + NaCl (aq)

Na2HPO4 (aq) + HCl (aq) → NaH2PO4 (aq) + NaCl (aq)

NaH2PO4 (aq) + HCl (aq) → NaH3PO4 (aq) + NaCl (aq)

mol analit = mol titran

0,2 F x 10 ml = 0,5 F x V HCl

IV-8
V HCl = 4 ml (TE I)

TE II = 2 x TE I

=2x4

= 8 ml

2. Perhitungan Titrasi dengan Indikator


Titrasi H3PO4 0,2 F dengan NaOH 0,5 F

Data Hasil Percobaan

Indikato
V1 (ml) V2 (ml) ∆V (ml) VRata-Rata TE
r

23,2 30 6,8
MM 5,7 I
30 34,6 4,6

34,6 35,6 1
PP 0,7 II
35,6 36 0,4

1) Dengan Indikator MM = TE I
V1 = 6,8 ml
V2 = 4,6 ml
6,8+4,6
TE I = V = = 5,7 ml
2
2) Dengan Indikator PP = TE II
V1 = 1 ml
V2 = 0,4 ml
1+ 0,4
TE II = V = = 0,7 ml
2

IV-9
Titrasi Na3PO4 0,2 F dengan HCl 0,5 F

IV-6
Data Hasil Percobaan

Indikato
V1 (ml) V2 (ml) ∆V (ml) VRata-Rata TE
r

36,7 37,8 1,1


MM 1,15 I
37,8 39 1,2

39 44,8 5,8
PP 4,05 II
31,3 33 2,3

1) Dengan Indikator MM = TE I
V1 = 1,1 ml
V2 = 1,2 ml
1,1+ 1,2
TE I = V = = 1,15 ml
2
2) Dengan Indikator PP = TE II
V1 = 5,8 ml
V2 = 2,3 ml
5,8+2,3
TE II = V = = 4,05 ml
2

3. Perhitungan Titrasi dengan Potensiometri


Penurunan Rumus TE
y− y 0 x−x 0
=
y 1− y 0 x 1−x 0
2 2
0−∆ E0 /∆V 0 V −V 0
2 2 2 2
=
∆ E1 /∆ V −∆ E 0 /∆ V
1 0
V 1−V 0

0−∆ 2 E0 /∆V 20 V −V 0
=
2 2 2
∆ E1 /∆ V −∆ E 0 /∆ V
1
2
0
∆V

IV-10
[ ]
2 2
−∆ E0 /∆ V 0
V =V 0+ x∆V
∆2 E1 /∆ V 21−∆2 E 0 /∆ V 20

Titrasi H3PO4 0,2 F dengan NaOH 0,5 F

Data yang Diketahui

No pH E (mV) ∆E (mV) V (ml) ∆V (ml) ∆E/∆V ∆2E/∆V2

0 2,52 291,9 0 0 0 0 0

1 2,61 285,3 -6,6 1 1 -6,6 -6,6

2 2,77 276,8 -8,5 2 1 -8,5 -1,9

3 2,97 264,8 -12 3 1 -12 -3,5

4 3,4 238,4 -26,4 4 1 -26,4 -14,4

5 6,01 84 -154,4 5 1 -154,4 -128

6 6,67 45,3 -38,7 6 1 -38,7 115,7

7 7,04 23 -22,3 7 1 -22,3 16,4

8 7,4 2,1 -20,9 8 1 -20,9 1,4

9 8,05 -36,4 -38,5 9 1 -38,5 -17,6

10 10,17 -162,5 -126,1 10 1 -126,1 -87,6

11 11,24 -206,4 -43,9 11 1 -43,9 82,2

12 11,26 -224,8 -18,4 12 1 -18,4 25,5

13 11,32 -241,3 -16,5 13 1 -16,5 1,9

1) Titik Ekuivalen I

IV-11
[ ]
2 2
−∆ E0 /∆ V 0
V =V 0+ x∆V
∆2 E1 /∆ V 21−∆2 E 0 /∆ V 20

V 1=5+ [ −(−128)
115,7−(−128)
x1 ]
V1 = 5,525235 ≈ 5,5 ml = TE I

2) Titik Ekuivalen II

V =V 0+
[ 2
−∆ 2 E0 /∆ V 20
2 2
∆ E1 /∆ V 1−∆ E 0 /∆ V 0
2
] x∆V

V 2=10+
[ −(−8 7,6)
82,2−(−8 7,6)
x1
]
V2 = 10,5159 ≈ 10,5 ml = TE II
Titrasi Na3PO4 0,2 F dengan HCl 0,5 F

Data yang Diketahui

No pH E (mV) ∆E (mV) V (ml) ∆V (ml) ∆E/∆V ∆2E/∆V2


0 11,59 -249,5 0 0 0 0 0
1 11,53 -245,6 3,9 1 1 3,9 3,9
2 11,41 -238,5 7,1 2 1 7,1 3,2
3 11,24 -229,1 9,4 3 1 9,4 2,3
4 10,90 -208,9 20,2 4 1 20,2 10,8
5 10,36 -175,8 33,1 5 1 33,1 12,9
6 9,00 -93,5 82,3 6 1 82,3 49,2
7 7,87 -27,3 66,2 7 1 66,2 -16,1
8 7,21 9,9 37,2 8 1 37,2 -29,0
9 6,98 24,4 14,5 9 1 14,5 -22,7

IV-12
10 6,60 42,0 17,6 10 1 17,6 3,1

11 5,93 86,1 44,1 11 1 44,1 26,5

12 3,26 239,7 153,6 12 1 153,6 109,5

13 2,99 259,5 19,8 13 1 19,8 -133,8

14 2,79 271,8 12,3 14 1 12,3 -7,5

1) Titik Ekuivalen I

V =V 0+
[ 2
−∆ 2 E0 /∆ V 20
2
∆ E1 /∆ V 1−∆ E 0 /∆ V 0
2 2
] x∆V

V 1=6+
[ −(49,2)
−16,1−(49,2)
x1
]
V1 = 6,7534 ≈ 6,75 ml = TE I

2) Titik Ekuivalen II

[ ]
2 2
−∆ E0 /∆ V 0
V =V 0+ 2 2 2 2
x∆V
∆ E1 /∆ V 1−∆ E 0 /∆ V 0

V 2=12+
[ −(109,5)
−133,8−(109,5)
x1
]
V2 = 10,45006 ≈ 10,45 ml = TE II

IV-13
IV-14
IV-15
IV-16
IV-17
IV-18
IV-19
IV-10

Anda mungkin juga menyukai