Anda di halaman 1dari 7

I.

JUDUL : Penentuan Kadar Asam Cuka dengan Titrasi Asam-Basa

II. TUJUAN PERCOBAAN :


1. Mengetahui pengertian titik ekuivalen
2. Mengetahui cara-cara dan teknik-teknik dalam melakukan titrasi
3. Mengetahui pengaruh penambahan indikaktor PP dalam titrasi asam basa
4. Mengetahui perbedaan keekuivalenan dengan melakukan beberapa kali percobaan
5. Menentukan kadar larutan asam cuka yang biasa dikonsumsi pada titrasi dengan penitrasi
NaOH serta indikator PP

III. TINJAUAN TEORITIS


Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan
larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah
suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis
pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari
suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah
warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat
habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat
perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi. Proses penentuan konsentrasi suatu
larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-
kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang
ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai
dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Khopkar, 1990).
Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui
molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan
bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama.
Dalam hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian
juga kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu analisis
titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan
standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada
volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi.
Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel
dengan larutan standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang
digunakan adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh
analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis
tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering
menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu
kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran.
Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi kemolaran dengan
valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai berikut dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
VA = Volume sebelum pengenceran
MA = Molaritas sebelum pengenceran
VB = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi
persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang
pasti dalam reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Ada 4 macam titrasi Asam-Basa :


1. Titrasi asam dengan basa kuat
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat. Misal:
HCl + NaOH NaCl + H2O
2. Titrasi asam lemah dan basa kuat
Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal :
asam asetat dengan NaOH. Persamaan reaksinya: CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
3. Titrasi basa lemah dan asam kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4Cl dan HCl dengan persamaan reaksi : NH4OH + HCl NH4Cl + H2O
4. Titrasi asam lemah dan basa lemah
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misal : asam asetat dan NH4OH dengan persamaan reaksi : CH3COOH + NH4OH
CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
No Nama alat Ukuran Jumlah
1. Erlenmeyer 250 ml 1 buah
2. Buret 50 ml 1 buah
3. Pipet tetes Besar 3 buah
4. Gelas Ukur 10 ml 1 buah
5. Statif - 1 buah
6. Botol Semprot - 1 buah
7. Kaca Corong - 1 buah

B. BAHAN
No Nama bahan Konsentrasi Rumus Kimia Jumlah
1. Larutan Natrium Hidroksida 1M NaOH
2. Asam Cuka - CH3COOH
3. Indikator Penolftalein - -
4. Aquades - H2O

V. PROSEDUR KERJA
No Prosedur kerja Hasil pengamatan
1.

Tidak ada perubahan yang terjadi

Masukkan larutan titer NaOH ke dalam buret


sebanyak 50 ml
2

Tidak ada terjadi perubahan

Masukkan sampel Asam cuka ke dalam


erlenmeyer sebanyak 10 ml
3.

Tidak ada terjadi perubahan

Kemudian teteskan indikator penolftalein


sebanyak 3 tetes
4.

Tidak ada terjadi perubahan

Lalu semprot sedikit erlenmeyer dengan aquades


5.

Warna tetesan semakin lama


semakin berwarna, yaitu
berwarna merah muda

Secara hati-hati tetesi dengan lancar larutan


sampel asam cuka dengan larutan NaOH, dan
sesekali diaduk perlahan-lawan berlawanan arah
jarum jam
6.

Warna yang dihasilkan


berubah warna dari berwarna
bening, kemudian berbentuk
tetesan warna merah muda,
lalu menyebar dan
menghasilkan warna
keseluruhan berwarna merah
muda

Warna larutan yang ada di dalam erlenmeyer


VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
(habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah
asam yang dinetralkan yang disertai perubahan warna indicator
2. Dalam melakukan titrasi diperlukan kehati-hatian pada pengaturan volume penitrasi
pada buret. Harus tetes demi tetes agar perubahan warna yang terjadi dapat diketahui
pada volume ke berapa
3. Indicator fenolftalein jika ditambahkan ke dalam larutan asam tidak akan mengubah
ataupun mengalami perubahan warna. Tapi jika ditambahkan dengan larutan basa
akan mengubah warna larutan menjadi ungu
4. Pada proses titrasi asam basa perlu dilakukan beberapa kali percobaan untuk
mngetahui % kesalahan ataupun untuk mencari rata-rata hasil yang akan diperoleh
sehingga hasilnya lebih akurat.
5. Setelah melakukan perhitungan maka didapat hasil bahwa kadar asam cuka adalah

B. SARAN
Setiap kita melakukan praktikum harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar tidak
terjadi kesalahan dalam praktikum. Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-
hati dalam menggunakan larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan
praktikum kali ini kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan
basa (NaOH), karena volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi
CH3COOH.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.

Anda mungkin juga menyukai