Anda di halaman 1dari 10

Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal.

169-178

PEMILIHAN METODA PENYEMENAN PADA SUBNORMAL


FORMATION PRESSURE: 9 5/8” SECTION SUMUR Z-100

Bambang Yudho Suranta1*, Idam Rafif Maulana1 , dan Akhmad Sofyan1


1
Politeknik Energi dan Mineral Akamigas, Jalan Gajah Mada No. 38 Cepu, Blora - 58312
E-mail: bambang.suranta@esdm.go.id , , idamrafifmaulana@gmail.com , akhmads@esdm.go.id

ABSTRAK

Penyemenan dilakukan setelah sumur selesai dipasang casing. Penyemenan pada lapisan
subnormal formation pressure, diperlukan perlakukan khusus. Metode penyemenan pada subnormal
formation pressure dapat dilakukan pemilihan dari kombinasi antara cement slurry dan cementing
technique. Design cement slurry meliputi Class G Cement, TXI Lightweight dan foamed cement.
Sedangkan teknik penyemenan meliputi Teknik Single Stage Cementing, Teknik Dual Stage
Cementing, dan Teknik Liner Cementing. Masing-masing metode yang telah direncanakan akan dapat
mengetahui kebutuhan volume cement slurry dan estimasi pumping schedule. Pada operasi
penyemenan, tiap-tiap metode tersebut akan dilakukan assessment Equivalent Circulating Density
(ECD) terhadap subnormal formation pressure terkait penentukan metode penyemenan mana yang
paling sesuai dalam menghadapi subnormal formation pressure pada casing 9 5/8” Section di Sumur
Z-1000.

Kata Kunci: primary cementing, subnormal, cement slurry.

1. PENDAHULUAN

Penyemenan adalah suatu proses menempatkan bubur semen / cement slurry ke dalam
annulus antara casing dengan lubang yang terbuka. Penyemenan bertujuan untuk melekatkan
casing pada dinding sumur, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu
operasi pemboran, melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosif dan untuk
memisahkan zona satu terhadap zona yang lain di belakang casing.
Kondisi dan latar belakang sumur sangatlah berpengaruh terutama pada primary
cementing tersebut. Apabila dihadapkan dengan formasi yang memiliki permasalahan berupa
subnormal formation pressure pada interval kedalaman tertentu, maka pemilihan cementing
method harus diperhitungkan secara cermat sehingga haruslah teliti dalam merancang proses
penyemenan.
Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu mengenai:
• Teknik penyemenan terhadap casing 9 5/8” Section Sumur Z-100.
• Cement slurry design terhadap subnormal formation pressure.
• Analisis Equivalent Circulating Density terhadap subnormal formation pressure.
• Rekomendasi metode penyemenan.

2. METODE

Secara garis besar, penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Studi Kasus, yaitu metode yang digunakan
untuk mempelajari subjek secara mendalam dimana segala aspek harus diamati sepenuhnya,
sedangkan hasil analisa datanya hanya berlaku untuk tempat dan waktu tertentu.
Untuk itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis atau assessment terhadap
metode penyemenan berupa kombinasi antara teknik penyemenan dan jenis semen yang

169
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

digunakan. Setelah itu dilakukan analisis equivalent Circulating Density (ECD) pada tiap-tiap
metode terhahap subnormal formation pressure pada 9 5/8” Section Sumur Z-100.

3. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, permasalahan subnormal formation pressure yang akan dibahas
berupa 12 ¼” Open Hole Section pada Sumur Z-100 yang akan dilakukan operasi
penyemenan.
A. Well Geometry
Geometry Sumur Z-100 dapat dilihat pada Tabel 1, yang mana representasi dari
program sumur Z-100 itu sendiri.

Tabel 1. Geometry Sumur Z-100


Hole Casing Depth
inch inch meter
36 30 40
26 20 387
17 ½ 13 3/8 873
12 ¼ 9 5/8 1107
8 ½* 7 2057

B. Zona B
Trayek 9 5/8” pada Sumur Z-100 memiliki kedalaman hingga 1107 m yang
didalamnya adalah Zona B yang berupa batuan kapur / limestone. Batuan kapur tersebut
memiliki lubang pori batuan yang cukup besar (vugular) dan terdapat rongga-rongga
yang membentuk gua (cavern), sehingga memiliki permasalahan berupa fluid loss
maupun loss circulation.
Zona B dikategorikan formasi dengan subnormal pressure karena nilai tekanan
formasi kurang dari nilai tekanan normal (gradient tekanan normal = 0,465 psi/ft)
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan zona B untuk menerima tekanan hidrostatis
berlebih sehingga cement slurry design dengan teknik penyemenan / cementing technique
haruslah disesuaikan.
9 5/8” Section memiliki wellbore pressure sebagaimana pada Gambar 1., yang
kemudian dikonversi menjadi Equivalent Circulating Density (ECD) pada Gambar 2.

Tabel 2. Data Zona B


Lithology Limestone
12 ¼” inch
Open Hole
234 meter
P formasi* 1343,66 psi
BHST 168 °F
BHCT 125 °F

170
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

Gambar 1. 12 ¼ Open Hole Wellbore Pressure

Gambar 2. ECD Wellbore Pressure

C. Cementing Technique Design


Pemilihan Metode penyemenan yang sesuai pada kasus ini dilakukan menggunakan
kombinasi dari dua pendekatan, yaitu berdasarkan teknik penyemenan / placement
technique dan berdasarkan penggunaan jenis cement slurry. Berdasarkan teknik
penyemenan, akan dilakukan analisis berupa perhitungan kebutuhan volume cement
slurry dan volume displacement fluid serta estimasi total waktu yang dibutuhkan dalam
operasi penyemenan pada tiap-tiap teknik penyemenan.
1) Single Stage Cementing
Pada Teknik Penyemenan Single Stage Cementing, penyemenan dilakukan dari
dasar sumur / total depth hingga permukaan sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 3.

171
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

Gambar 3. Ilustrasi Single Stage Cementing


2) Dual Stage Cementing
Pada Teknik Penyemenan Dual Stage Cementing, Stage collar akan dipasang di
atas zona lemah / depleted zone yaitu pada kedalaman 889m. Ilustrasi penyemenan
dengan Teknik Dual Stage Cementing dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Ilustrasi Stage Pertama

Gambar 5. Ilustrasi Stage Kedua

172
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

3) Liner Cementing
Pada operasi penyemenan menggunakan Teknik Liner Cementing, Casing/Liner
disambungkan dengan drill pipe untuk ditempatkan pada kedalaman yang diinginkan
pada sumur yang mana liner hanger akan di pasang 200 ft di atas 13 3/8” Casing
Shoe yaitu pada kedalaman 776 m. Ilustrasi penyemenan dengan Teknik Liner
Cementing dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi Line Cementing


Berdasarkan perhitungan tiap-tiap teknik penyemenan yang telah didesain,
didapatkan bahwa kebutuhan volume cement slurry, dan waktu pemompaan cement
job sebagaimana Tabel 3.
Tabel 3. Komparasi Teknik Penyemenan
Pump
Volume
Method Job Cementing Unit
bbls min min
Single Stage cementing 260,77 261,35 161,87
Dual Stage Cementing 263,90 425,90 257,58
Liner Cementing 96,29 296,95 120,75

D. Cement Slurry Design


Pemilihan Metode penyemenan yang sesuai pada kasus ini dilakukan menggunakan
kombinasi dari dua pendekatan, yaitu berdasarkan teknik penyemenan / placement
technique dan berdasarkan penggunaan jenis cement slurry. Berdasarkan jenis semen
yang digunakan berupa Semen Class G, Lightweight Cement berupa TXI Lightweight dan
Foamed Cement.
Interval penyemenan pada Sumur Z-100 merupakan batuan kapur / limestone yang
memiliki lubang pori batuan yang cukup besar (vugular) dan terdapat rongga-rongga
yang membentuk gua (cavern), sehingga memiliki permasalahan berupa fluid loss

173
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

maupun loss circulation dan dikategorikan sebagai subnormal formation pressure atau
depleted zone / zona lemah, sehingga dalam cement slurry diperlukan penambahan
additive berupa Lost-Circulation Control Agent.
Untuk menangani lubang pori batuan yang cukup besar (vugular) dan potensi
permeable dari formasi limestone, serta untuk menghindari efek bridging menuju formasi
dan menjaga properties cement slurry, akan ditambahkan additive Fluid-Loss Control
Agent. Fluid-Loss Agent Control berupa Hydroxyethyl cellulose (HEC). HEC merupakan
turunan cellulose dari water soluble polymer yang memiliki 2 efek superposisi berupa
adsorption / penyerapan dan aggregation / pengumpulan. Aggregation, kemampuan untuk
mengikat koloid kemudian mengumpulkannya sehingga mampu menjadi pengganjal,
serta adsorption, kemampuan untuk menyerap ke permukaan cement grain hingga
mengurangi ukuran pori. HEC sendiri memiliki kemampuan untuk mengurangi
sedimentasi, sehingga dapat tercipta kondisi cement slurry yang lebih homogen
Dispersant juga akan dibutuhkan untuk control fluid loss yang optimal dan karena
tekanan friksi yang dihasilkan oleh viscous slurry dapat menjadi resiko terhadap zona
yang lemah. Penambahan dispersant berupa Polynaphthalene sulfonate (PNS). PNS
memiliki kemampuan untuk mengurangi permeabilitas dari cement filtercake dan dapat
menciptakan tingkat fluid-loss control dengan materialnya sendiri, serta cenderung lebih
efektif dari segi harga daripada chemical dispersant yang dalam kategori superplasticizer
(yang tidak mempengaruhi set cement atau bahkan dapat meningkatkan strength).
Additive berupa accelerator juga ditambahkan untuk melawan set delay yang
diakibatkan penggunaan dispersant dan fluid-loss control agents. Additive sebagai
accelerator berupa Calcium Chloride dipilih karena memiliki efek dapat menaikkan
compressive strength secara signifikan yang mana juga dapat melawan efek retarding dari
additive extender yang akan digunakan terhadap cement slurry.
Additive berupa Strength Enhancer juga diperlukan untuk melawan efek samping
dari extender, sehingga ditambahkan chemical berupa Triisopropanolamine (TIPA).
TIPA dipilih karena rata-rata penambahan TIPA pada jenis Cement Portland dapat
menaikkan nilai compressive strength lebih tinggi daripada deviasi standard, yaitu dapat
menaikkan dengan rata rata 10% dengan cost yang lebih efektif pula. Sehingga
didapatkan komposisi lead cement slurry dan tail cement slurry dapat dilihat sebagai
berikut.
Sedangkan penggunaan preflush pada kasus ini tidak memerlukan chemical wash
karena penggunaan drilling fluid sebelumnya berupa water based mud, yang mana
komposisinya dapat secara menyeluruh dibersihkan oleh komposisi spacer yang tepat.
Komposisi spacer yang dimaksud terdiri dari campuran air dengan KCL serta
penambahan dispersant yang cocok terhadap drilling fluid sebelumnya dan cement slurry
itu sendiri berupa Polynaphthalene sulfonate (PNS), sedangkan penambahan fluid loss
control pada spacer berupa turunan cellulose: Hydroxyethyl cellulose (HEC).
KCL yang dominan dimaksudkan untuk melindungi atau mencegah terjadinya
terputusnya kandungan garam pada formasi limestone, yang mana efek garam pada
wellbore dapat mengakibatkan wellbore instability Penggunaan dispersant pada spacer
dapat menaikkan tingkat kecocokkan spacer terhadap WBM dan cement slurry. Sehingga
penambahan dispersant pada spacer dapat membersihkan mud pada wellbore secara lebih
efektif selaknya tujuan dari spacer itu sendiri. Dimana penggunaan dispersant pada spacer
haruslah disesuaikan dengan chemical pada cement slurry.
1) Class G Cement
Dikenakan interval penyemenan merupakan formasi dengan subnormal pressure
dengan pressure window 8,3 – 11,1 ppg, sedangkan semen yang digunakan
merupakan semen API Kelas G yang memiliki Slurry density 15,8 ppg maka dalam

174
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

cement slurry menggunakan Class G Cement diperlukan additive untuk menurunkan


density cement slurry yaitu Extender. Extender Additives, chemical yang sesuai
untuk operasi penyemenan dengan menggunakan ceramic microspheres berupa
cenosphere. Extender berupa Cenosphere dipilih karena memiliki compressive
strength yang bagus, low permeability dan mampu digunakan pada cement slurry
untuk densitas dari range 8,5 – 15 ppg. Selain itu, cenosphere juga dapat berfungsi
sebagai lost circulation agent, hal ini dikarenakan cenosphere sendiri dihasilkan dari
coal yang berfungsi sebagai bridging agent yaitu untuk menjembatani facture dan
menutup zona lemah.
2) TXI Lightweight Cement
TXI Lightweight Cement merupakan oilwell cement komersial yang memiliki
formula spesial, tersusun dari campuran Portland Cement Clinker dan lightweight
siliceous aggregate (Erik & Dominique, 2006). Pada operasi penyemenan
menggunakan semen lightweight berupa TXI Lightweight Cement yang memiliki sifat
fisik sebagaimana pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat Fisik Semen
Bulk Volume Absolute Volume (gal/lbm
Cement Sack Weight (lbm)
(ft3/sk [m3/t]) [m3/t])
API Classes A through H 94 1.0 [0.301] 0.0380 [0.317]
TXITM Lightweight 75 1.0 [0.377] 0.0425 [0.355]

Penggunaan TXI Lightweight Cement hanya menggantikan semen Class G


sehingga dalam perencanaan cement slurry tetap ditambahkan additive yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3) Foamed Cement
Gas yang dicampur dengan semen sehingga tercipta foamed cement berupa
nitrogen, sehingga tercipta densitas dari foamed cement yang relatif lebih rendah
daripada cement slurry pada umumnya. Foamed cement digunakan hanya untuk
menggantikan tail cement class G atau hanya untuk penyemenan pada zona
subnormal formation pressure.
Tabel 5. Density Cement Slurry
Cement Type Cement Type Density (ppg)
Lead Cement 12,22
Class G Cement
Tail Cement 11,06
Lead Cement 11,11
TXI Lightweight
Tail Cement 10,88
Lead Cement 12,22
Foamed Cement
Tail Cement 9,45

E. Cementing Method
Penggunaan cement slurry maupun teknik penyemenan haruslah disesuaikan pada
operasi penyemenan Open Hole 12 ¼” akibat dari ketidakmampuan zona B untuk
menerima tekanan hidrostatis berlebih. Dalam mendesain cement job pada kasus ini
dilakukan pemilihan / assessment berupa kombinasi dari dua pendekatan, yaitu
berdasarkan teknik penyemenan / placement technique dan berdasarkan penggunaan jenis
cement slurry. Berdasarkan placement technique berupa Single Stage Cementing, Dual
Stage Cementing, dan Liner Cementing. Sedangkan berdasarkan jenis semen yang
digunakan berupa Class G Cement, TXI Lightweight Cement dan foamed cement.
Sehingga dari kombinasi antara teknik penyemenan dan jenis semen yang digunakan

175
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

menghasilkan metode penyemenan berjumlah sembilan (9) yang kemudian akan


dilakukan analisis berupa Equivalent Circulating Density (ECD) dan final pressure
sebagai assessment kesesuaian untuk cement job pada subnormal formation pressure
Sumur Z-100.
Final pressure didapat dari analisis perhitungan differential pressure antara annulus
dengan inside casing pada saat bump plug, kondisi dimana top plug duduk di bottom plug
yang menandakan bahwa cement slurry telah sepenuhnya ter displace / end of job. Final
Pressure merupakan tekanan yang diaplikasian untuk memastikan bahwa float collar
dapat bekerja dengan baik yaitu sebagai one way valve. Di lapangan, umumnya pada saat
final pressure ditambahkan surface pressure sebasar 500 psi terhadap differential pressure
yang telah didapat.
Pressure yang terdapat pada annulus dan inside casing didapat dari penjumlahan
antara hydrostatic pressure (Ph) dan Annular Pressure Losses (APL). Hal ini dikarenakan
pemompaan semen yang dilakukan dari string menuju permukaan melalui annulus,
menciptakan annular pressure loss yang terjadi pada arah dasar sumur.
Equivalent Circulating Density (ECD) didapat dari analisis perhitungan hydrostatic
pressure dan annular pressure losses pada suatu kedalaman yang mana dalam hal ini pada
kedalaman 950 m, karena pada kedalaman tersebut memiliki nilai formation pressure
yang paling rendah yaitu sebesar 11,1 ppg.
Analisis final pressure dan ECD dilakukan pada tiap tiap metode penyemenan hasil
kombinasi antara teknik penyemenan dengan jenis semen, yaitu:
• Single Stage Cementing – Class G Cement
• Dual Stage Cementing – Class G Cement
• Liner Cementing – Class G Cement
• Single Stage Cementing – TXI Lightweight Cement
• Dual Stage Cementing – TXI Lightweight Cement
• Liner Cementin – TXI Lightweight Cement
• Single Stage Cementing – Foamed Cement
• Dual Stage Cementing – Foamed Cement
• Liner Cementing – Foamed Cement
Hasil dari analisis final pressure dan ECD pada masing-masing metode tersebut
dapat dilihat pada Tabel 6. dan Tabel 7. , yang kemudian dilakukan plotting terhadap
drilling window interval penyemenan Sumur Z-100 (Gambar 7).
Tabel 6. Final Pressure

Final Pressure
Technique Cemen Type
(psi)
Single Stage Cementing 827,13
Dual Stage Cementing Class G 541,74
Liner Cementing 592,56
Single Stage Cementing 666,84
Dual Stage Cementing TXI Lightweight 535,45
Liner Cementing 582,77
Single Stage Cementing 745,40
Dual Stage Cementing Foamed Cement 513,98
Liner Cementing 505,79

176
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

Tabel 7. Equivalent Circulating Density


ECD
Technique Cemen Type
(ppg)
Single Stage Cementing 12,07
Dual Stage Cementing Class G 10,31
Liner Cementing 10,39
Single Stage Cementing 11,11
Dual Stage Cementing TXI Lightweight 10,30
Liner Cementing 10,36
Single Stage Cementing 11,81
Dual Stage Cementing Foamed Cement 10,21
Liner Cementing 10,10

Gambar 7. Plot ECD pada Drlling Windows


F. Cement Job Selection
Berdasarkan parameter tersebut dapat menggambarkan bagaimana tiap-tiap metode
memiliki nilai ECD yang berbeda, yang mana dari nilai ECD tersebut tidaklah diizinkan
untuk melebihi tekanan rekah pada dasar formasi yaitu 11,1. Sehingga dari nilai tersebut
menjadi pertimbangan dalam memilih metode mana yang paling sesuai dan efisien pada
kasus ini. Sehingga didapatkan bahwa urutan metode yang sesuai serta efisien
sebagaimana diilustraskan pada gambar 8.

Gambar 8. Rekomendasi Cementing Method

177
Bambang Yudho Suranta, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 169-178

4. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada kasus Sumur Z-100 pada formasi
subnormal formation pressure berupa pemilihan metode operasi penyemenan, maka dapat
disimpulan proses penyemenan didapatkan adalah secara berurutan yang beresiko rendah
adalah :
Metode Liner Cementing – Foamed Cement,
Metode Dual Stage Cementing – TXI Lightweight Cement,
Metode Dual Stage Cementing – Foamed Cement,
Metode Dual Stage Cementing – Class G Cement,
Metode Liner Cementing – TXI Lightweight Cement, dan
Metode Liner Cementing – Class G Cement.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] American Petroleum Institute. 1999. API 10A Specification for Cement and Material for
Well Cementing Twenty-Second Edition. Washington DC: API.
[2] Baker Hughes INTEQ. 1995. Drilling Engineering Workbook: A Distributed Learning
Course. Houston: Baker Hughes INTEQ
[3] Guo, Boyun, dan Gafei Liu. 2011. Applied Drilling Circulation System: Hydraulics,
calculations, and Models. Gulf Professional Publishing.
[4] Herriot-Watt University. 2005. Drilling Engineering. Edinburg: Herriot-Watt Institute of
Petroleum Engineering.
[5] International Association of Drilling Contractor. 2000. IADC Drilling Manual. Texas:
Technical Toolbox Inc.
[6] Kremieniewski, Marcin. 2020. Recipe of Lightweight Slurry with High Early Strength of the
Resultant Cement Sheath. Poland: Oil and Gas Institute, National Research Institute.
[7] Lapeyrouse, Norton J. ____ . Formula and Calculation for Drilling, Production, and Work-
over. Texas: Gulf Professional Publishing.
[8] Nelson, Erik B., dan Dominique Gullot. 2006. Well Cementing Second Edition. Texas:
Schlumberger.
[9] Pernites, Roderick, et all. 2020. Reducing Well Construction Costs through Field
Application of New Unconventional Lightweight Cementing Solutions — Multiple Case
Histories in the Permian Basin. Texas: Unconventional Resources Technology Conference
(URTeC).
[10] Rabia, Hussain. 2002. Well Engineering & Construction. London: Entrac Consulting
Limited.
[11] Rubiandini, Rudi. 2012. Teknik Operasi Pemboran. Bandung: ITB.
[12] Sabins, Fred. 2012. Ultra-Lightweight Cement Slurries Improve Cement Performance.
Houston: Hart Publication Inc.
[13] Sandberg, Paul J., dan Doncaster, F. 2003. On the mechanism of strength enhancement of
cement paste and mortar with triisopropanolamine. Cambridge: Cement and Concrete
Research.
[14] Schlumberger. 2010. LiteCRETE. Texas: Schlumberger.
[15] Shell International Exploration and Production. 1998. Well Engineering Notebook 4th
Edition. Den Haag: EP Learning and Development.

178

Anda mungkin juga menyukai