Anda di halaman 1dari 74

PENGARUH KONFLIK INTERNAL PARTAI POLITIK TERHADAP

TINGKAT KEPERCAYAAN MAHASISWA PADA POLITISI

(Studi Peran Politisi dalam Pengambilan Kebijakan Publik)

PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN UNTUK UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH
METODE PENELITIAN

Oleh

Rozi Anavi Munawaroh


195030100111015

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sang Pemilik Alam
Semesta yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya. Berkat rahmat-Nya
lah peneliti mampu menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Konflik Internal Partai Politik Terhadap Tingkat Kepercayaan Mahasiswa Pada
Politisi (Studi Peran Politisi dalam Pengambilan Kebijakan Publik)”. Proposal
penelitian ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian
Administrasi Publik Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya yang dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Proses penulisan laporan penelitian ini peneliti dibantu oleh berbagai pihak, maka
dari itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.Abdul
Hakim, selaku Dosen Mata Kuliah Metode Penelitian Administrasi Publik, Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
peneliti harapkan. Hal tersebut guna perbaikan laporan penelitian ini dan demi
perbaikan kualitas penelitian. Akhirnya tidak lupa peneliti memohon maaf apabila
di dalam laporan penelitian ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga
penelitian ini mampu memberikan manfaat dan mampu memiliki nilai tambah
kepada para pembacanya.

Malang, 10 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................18
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................19
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................20
2.1 Partai Politik................................................................................................20
2.2 Konflik ........................................................................................................27
2.3 Konflik Internal Partai Politik .....................................................................31
2.4 Elit Politik (Politisi) ....................................................................................32
2.5 Kebijakan Publik .........................................................................................34
2.6 Kepercayaan ................................................................................................38
2.7 Kepercayaan Politik ....................................................................................40
2.8 Mahasiswa...................................................................................................43
2.9 Penelitian Terdahulu....................................................................................46
2.1 Kerangka Konseptual ..................................................................................53
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................54
3.1 Jenis Penelitian............................................................................................54
3.2 Lokasi Penelitian .........................................................................................55
3.3 Definisi Operasional dan Variabel ..............................................................55
3.4 Skala Pengukuran ........................................................................................58
3.5 Populasi dan Sampel ...................................................................................59
3.6 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................59
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................................59
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas.......................................................................60
3.9 Jadwal Penelitian ........................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................63

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Matriks Penelitian Terdahulu ................................................................... 50

Tabel 2 Konsep, Variabel, Indikator, dan Item ..................................................... 56

Tabel 3 Kriteria dan Skor Penilaian dengan Skala Likert ..................................... 59

Tabel 4 Populasi Mahasiswa ................................................................................. 60

Tabel 5Jadwal Penelitian ...................................................................................... 62

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara, ilmu administrasi

publik memegang peranan yang sangat penting dan pada dasarnya penyelenggaraan

administrasi publik tidak dapat terhindarkan dari ranah politik dan birokrasi. Ilmu

administrasi publik berasal dari kajian ilmu politik dimana ilmu administrasi publik

merupakan sebuah organisasi pelaksana bagi ilmu politik. Menurut Woodrow

Wilson (1887) sebagaimana dijelaskan oleh Alamsyah (2003) administrasi

merupakan sebuah keberlanjutan dari sebuah kebijakan yang berarti administrasi

akan berjalan dan akan stabil apabila ada suatu kebijakan dari suatu proses politik.

Politik menurut Andrew Heywood sebagaimana dikutip dalam (Kurniawan, Yudi.,

2017) merupakan sebuah kegiatan dalam negara dimana pada dasarnya memiliki

tujuan dalam membentuk, mengamandemen seta mempertahankan sebuah

peraturan umum sebagai pengatur kehidupan dimana politik juga tidak berarti bebas

dari kegiatan kerjasama dan suatu konflik. Politik merupakan segala hal yang

berkaitan segala bentuk aktivitas yang ada pada negara dimana menyakut suatu

kegiatan menentukan dan melaksankan cita-cita negara yang memerlukan kekuatan

(power) dan kewenangan (authority). Kekuatan dan kewenangan yang ada dalam

politik dan birokrasi ada bersumber warga negara sebagai manusia yang melakukan

interaksi untuk mendapatkan kekuatan dan kewenangan ini.

1
2

Woodrow Wilson sebagaimana dikutip dalam (Alamsyah, 2003)

menjelaskan bahwa politik merupakan sebuah formulasi dari suatu kebijakan yang

merupakan hak dari politisi yang dipilih dari pemilihan umum, sedangkan

administrasi adalah sebuah persoalan terkait bagaimana proses

mengimplementasikan kebijakan dengan efektif dan efisien dari hasil yang telah

dibuat politisi. Berdasarkan penjelasan Woodrow Wilson diatas politisi merupakan

seorang yang memiliki kewenangan dan hal terkait pembuatan kebijakan serta

administrasi sebagai organisasi yang merupakan wadah untuk

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Politisi juga dijelaskan oleh Woodrow

Wilson merupakan seorang yang terpilih dari pemilihan umum. Politisi ini adalah

seseorang yang berasal dari parta partai politik. Hal ini juga dijelaskan oleh (Jafar,

n.d) yang mengatakan bahwa pada dasarnya politik merupakan suatu interaksi

manusia yang melibatkan partai politik yang memiliki kekuasaan dan menjalankan

kekuasaan atas hal yang lainnya. Sehingga demikian administrasi publik, politik

dan birokrasi merupakan komponen terpenting dan saling terkait dalam

pemerintahan yang mana sangat berperan dalam pembuatan kebijakan publik dalam

pelaksanaan pemerintahan di suatu negara.

Kebijakan publik atau publik policy merupakan cabang dari ilmu

administrasi publik. Thomas R Dye sebagaimana dikutip dalam Jatmiko, Ageng

Purwo dan Suharno (2012) mendefinisikan kebijakan publik yaitu apapun yang

menjadi pilihan pemerintah yang akan dilakukan maupun tidak dilakukan. Pada

penjelasan yang dikemukakan oleh Thomas R Dye ini menekankan bahwa adanya

suatu aktivitas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bukan hanya sebuah

2
3

keinginan pemerintah saja. Kebijakan publik pada dasarnya adalah segala bentuk

aktivitas yang berkaitan dengan kebijakan untuk penyelenggaraan pemerintahan

bertujuan sebagai upaya penyelesaian permasalahan permasalahan yang ada dalam

masyarakat dan negara pada umumnya. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah

berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat. dan harus

sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kebijakan publik dibuat dengan melibatkan

para aktor politik, dimana keterlibat aktor politik tersebut berasal dari kewenangan,

jabatan, kedudukan aktor politik yaitu politisi yang diperoleh dari hasil pemilihan

umum atas pencalonan diri melalui partai politik ataupun keberadaan partai politik

itu sendir yang merupakan wadah untuk proses perumusan kebijakan.

Partai politik merupakan sebuah wadah bagi masyarakat pada proses

pemerintahan di suatu negara. Pada dasarnya partai politik adalah aktor penting

pada suatu negara yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan negara,

terutama pada negara demokrasi. Negara demokrasi sebagaimana merupakan

sebuah negara dengan kekuasaan tertinggi berada dibawah tangan rakyat, dimana

dalam proses penyelenggaran pemerintahan mengedepankan kepentingan,

kehendak dan kemauan rakyat. Sehingga dalam negara demokrasi perlu adanya

wadah atau lembaga yang memiliki peran sebagai penghubung antara masyarakat

dan pemerintah untuk menyampaikan aspirasinya. Hal ini sesuai dengan pengertian

partai politik yang dikemukakan oleh pendapat (Jafar, n.d) yang menjelaskan

bahwa sebuah partai politik adalah sebagai suatu bentuk dari sebuah keleluasaan

dalam mengemukakan aspirasi atau pendapat, wadah untuk berkumpul ataupun


4

berserikat dimana hal tersebut sebagai bentuk dari karakteristik sistem demokrasi

dalam suatu negara.

Sigmund Neuman yang sebagaimana dikutip dalam (Sitompul, 2018)

menjelaskan bahwa partai politik merupakan perkumpulan atau sebuah organisasi

dari para penggiat politik yang memiliki tujuan untuk berusaha memiliki kekuasaan

dalam negara maupun pemerintah dan untuk mendapatkan kepercayaan rakyat yang

didasari pada keinginan bersaing dengan lawan golongannya dimana golongan

tersebut memiliki perbedaan tujuan dan perspektif. Maran (2002) menjelaskan

partai politik yaitu sekelompok orang dimana telah terorganisasi dan memiliki

tujuan untuk memperoleh posisi atau kekuasaan di lembaga pemerintah dimana

setiap kelompok berorientasi pada persamaan nilai dan tujuan. Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2002 Pasal 1 tentang Partai Politik, menjelaskan partai politik

sebagai lembaga politik yang dibuat oleh sekumpulan warga Indonesia atas dasar

pada kehendak dan cita-cita yang sama secara sukarela yang bertujuan untuk

kepentingan masyarakat, anggota, dan negara berdasarkan pada proses pemilihan

umum”. Sehingga dapat kita simpulkan bahwasannya partai politik adalah lembaga

atau organisasi yang mempunyai anggota dimana anggota tersebut berasal dari

rakyat direkrut organisasi untuk melaksanakan suatu tujuan dalam mencapai cita-

cita organisasi dan memperoleh kewenangan serta kedudukan dalam pemerintahan.

Partai politik keberadaanya sangatlah penting bagi negara demokrasi

dimana pada dasarnya fungsi partai politik sendiri adalah sebagai jembatan atau

penghubung antara masyarakat dan kekuasaan, Huntington dalam (Diana, Yincha

dan Cahyadi, Robi, 2016) menjelaskan bahwa negara tidak akan memiliki
5

kelembagaan yang mampu meningkatkan perubahan dan menjadi wadah perubahan

dalam masyarakat jika tidak ada yang disebut dengan partai politik. Selain itu

Ramlan Surbakti (2010) menganggap bahwa partai politik adalah sebagai wujud

dari negara yang modern, sehingga pada negara setiap negara memiliki partai

politik seperti pada negara yang komunis, negara demokrasi maupun negara maju.

Menurut Ramlan Surbakti (2010) fungsi dan peran dari suatu partai politik pada

setiap negara dapat berbeda-beda. Fungsi partai menurut Ramlan Surbakti (2010)

diantaranya seperti sebagai proses untuk mensosialisasikan terkait politik,

rekrutmen politik, wadah berpartisipasi politik, sebagai pemandu dalam

menentukan kepentingan, wadah komunikasi atau informasi politik, sebagai proses

untuk mengendalikan politik serta sebagai proses mengontrol aktivitas politik.

Adanya partai politik adalah karena sebuah gerakan sosial dari masyarakat

dimana masyarakat ingin memperjuangkan atau memperoleh tujuan tertentu. Di

Indonesia partai politik hadir pada Tahun 1908 di Jakarta yaitu diprakarsai oleh

berdirinya sebuah organisasi pemuda yang disebut Boedi Oetomo (BO). yang

didirikan Dr.Wahidin Soedirohoesodo. Organisasi Boedi Utomo (BO) pada

awalnya tidak mengarah pada organisasi politik namun organisasi ini menurut ahli

sejarah Indonesia diyakini merupakan organisasi pelopor terbentuknya organisasi

modern saat ini dan yang menjadi cikal bakal adanya sebuah lembaga atau

organisasi politik di Indonesia. Partai politik pertama di Indonesia muncul ketika

masa penjajahan Belanda yaitu Indische Partij yang didirikan pada Tahun 1912 dan

dibawah kepemimpinan tokoh yang dikenal dengan tiga serangkai diantaranya KI


6

Hajar Dewantara Dr. Cipto Mangunkusumo dan Dr. Setiabudi, yang memiliki cita-

cita melepaskan Indonesia dari Belanda (Meyer, 2012).

Perkembangan organisasi partai politik di Indonesia dapat dilihat pada

jumlah partai politik dimana terus meningkat secara signifikan. Perubahan partai

politik yang dapat dikatakan besar pada masa pasca-Orde Baru dimana saat itu

berkembang sistem multipartai yang ditandai dengan munculnya partai dengan

jumlah ratusan dan beberapa diantaranya masuk dalam pemilihan umum. Tahun

1999 sebagai awal pemilu, partai politik yang ikut sebanyak 48 partai politik, lalu

pada periode berikutnya pada tahun 2004 terdapat sekitar 24 partai berpartisipasi

dalam pemilu (Romli, Lili, et.al, 2008). Hingga pada reformasi saat ini membawa

banyak perubahan pada adanya sistem multipartai dimana banyaknya pilihan partai

sehingga memunculkan berbagai permasalahan pada kondisi internal partai politik.

Pada tahun 2009 tercatat ada sebanyak 44 partai yang mengikuti pemilihan umum

dimana suara terbanyak dimenangkan oleh Partai Demokrat. Berdasarkan

penjelasan yang dikutip melalui Abraham (2019) pada pemilihan umum terakhir

tahun 2019 lalu juga banyak bermunculan partai-partai baru seperti Partai Idaman,

Partai Indonesia Kerja, Partai Beringin Karya, Partai Rakyat, Partai Pribumi, dan

Partai Solidaritas Indonesia (PSI)

Pada dasarnya partai politik adalah organisasi, dan jika berbicara mengenai

organisasi itu sendiri tidak dapat terhindarkan dari berbagai permasalahan.

Berkembangnya partai politik di Indonesia yang sangat signifikan mengarah pada

banyaknya permasalahan terkait partai politik itu sendiri. Perkembangan partai

politik yang mengarah pada adanya sistem kepartaian dinilai menjadi salah satu
7

timbulnya permasalahan. Namun saat ini berkembangnya partai politik dinilai

membuat sistem kepartaian menjadi kurang efektif dan kompatibel dengan sistem

pemerintahan presidensial yang ada di Indonesia. Permasalahan partai politik

lainnya yang banyak terjadi saat ini yaitu pada rendahnya pelembagaan internal

partai politik seperti peningkatan pemantapan wujud perilaku.

Permasalahan-permasalahan partai politik tidak terlepas pada adanya

konflik dalam internal partai politik. Konflik menurut Killman dan Thomas

sebagaimana yang dijelaskan oleh Wahyudi (2015) “konflik merupakan suatu

kondisi dimana adanya suatu ketidakcocokan antara nilai yang ada atau tujuan-

tujuan yang ingin dicapai baik yang berasal dalam diri individu maupun yang

berhubungan dengan orang lain sehingga dapat mengganggu bahkan menghambat

tercapainya emosi atau stress dan mempengaruhi produktivitas maupun efisiensi

dalam pekerjaan”(Wahyudi, 2015). Menurut Wood, Wallace, Zeffane,

Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1998) yang sebagaimana dikutip dalam

(Wahyudi, 2015) konflik dalam lingkup organisasi merupakan suatu kondisi atau

situasi yang mana terdapat dua atau banyak orang dimana mereka tidak saling setuju

atas suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan dalam suatu organisasi dan

adanya atau timbulnya perasaan atau permusuhan satu dengan yang lainya. Konflik

pada partai politik seringkali terjadi akibat adanya faktor internal maupun eksternal.

Konflik internal partai politik dapat muncul karena berbagai perbedaan pada dari

elemen internal partai sendiri.

Menurut Anto Djawamaku dalam (Kamarudin, 2013) terdapat beberapa

macam konflik internal dalam partai politik, diantaranya pertama disebabkan


8

karena partai politik tidak memiliki platform yang jelas sehingga mengakibatkan

tidak adanya ikatan ideologis diantara anggota partai politik, kedua faktor

kepemimpinan tunggal dan manajemen yang buruk dalam partai politik dimana

figure pemimpin menjadi sangat kuat sehingga dapat mematikan kaderisasi dalam

tubuh partai, ketiga, jika dipandang dari proses regenerasi dimana partai politik

gagal memunculkan tokoh baru maka dipandang bahwa partai gagal dalam

melakukan reformasi internal. Selain ketiga hal diatas, Nazaruddin Sjamsuddin,

Zulkifli Hamid, dan Toto Pribadi (Sitompul, 2018) mengungkapkan bahwa konflik

dalam partai politik disebabkan oleh tiga hal yaitu perbedaan ideologi dari anggota,

perbedaan pelaksanaan kebijakan dan persaingan kepemimpinan dalam partai.

Beberapa konflik internal partai politik yang terjadi di Indonesia

diantaranya konflik partai PKB pada tahun 2005 terkait sengketa anggota partai

politik PKB antara Alwi Shihab melawan Muhaimin Iskandar di tingkat Kasasi.

Konflik ini berkaitan dengan pemecatan Alwi Shihab dari keanggotaan partai PKB

yang dianggap cacat hukum karena melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga (AD/ART) dan tidak sesuai prosedur. Selain itu pada tahun 2002

partai PKB juga mengalami konflik terkait dualisme kepemimpinan antara PKB

Kuningan yang dipimpin Alwi Shihab dan PKB Batutulis yang dipimpin oleh

Matori Abd. Djalil, yang berakhir di pengadilan. Konflik yang terjadi pada tubuh

partai politik PKB tidak menjadi satu-satunya konflik yang terjadi pada partai

politik. Partai politik besar lainnya juga mengalami konflik serupa misalnya pada

Parta Demokrat, Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Demokrasi Indonesia


9

Perjuangan (PDIP), namun konflik yang dialami partai-partai tersebut tidak sampai

berujung ke pengadilan seperti yang terjadi pada partai PKB. (Kamarudin, 2013)

Perselisihan atau konflik internal kepartaian tidak hanya berujung pada

pengadilan, namun konflik internal partai ini dapat mengakibatkan perpecahan pada

partai politik yang bersangkutan. Konflik partai yang membawa perpecahan pernah

terjadi sebelumnya yaitu pada partai politik PDIP, tokoh pendiri partai PDIP

Haryanto Taslam partai mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan

(PNBK). Selain itu pada tahun 2014 konflik internal terjadi pada partai politik

Nasional Demokrat yang terkait pada pemilihan umum 2014. Konflik yang terjadi

pada Partai Nasdem ini merupakan konflik kepentingan dan kekuasaanlah yang

mendasari penyebab terjadinya konflik. Penyebab adanya konflik ini adalah

banyaknya kader partai yang tidak setuju terhadap hasil Kongres Partai Nasdem

pada 25-27 Januari 2013 yang menyatakan bahwa Surya Paloh sebagai Ketua

Umum Partai Nasdem. Konflik yang berujung pada perpecahan di tubuh partai

Nasional Demokrat atau Nasdem ditandai dengan keluarnya Ketua Dewan Pakar

Partai Nasdem, Hary Tanoe Soedibjo. Konflik ini juga mengakibatkan mundurnya

beberapa kader seperti beberapa Dewan Pemimpin Daerah (DPD) di provinsi-

provinsi Indonesia, dan mundurnya Ketua Dewan Pembina atau Ormas partai

Nasdem yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X karena partai Nasdem telah menjadi

partai politik. (Diana, Yunicha, et.al, 2016)

Konflik partai politik yang terjadi akibat perbedaan kepentingan dan

perebutan kekuasaan terjadi saat ini adalah konflik pada partai Demokrat. Konflik

internal partai demokrat ini ditandai dengan saling adanya klaim terkait
10

kepemimpinan hingga saling lapor. Ketua umum partai Demokrat terpilih Agus

Harimurti Yudhoyono pada tanggal 1 Februari 2021 menyatakan bahwa terdapat

adanya permasalahan dalam pertainya, yaitu adanya Gerakan pengambilalihan

kepemimpinan partai Demokrat secara paksa. Menurut Agus Harimurti Yudhoyono

terdapat Gerakan yang melibatkan lima orang, dimana empat orang merupakan

mantan kader partai Demokrat dan satu orang lainnya merupakan pejabat penting

pemerintahan, selain itu dijelaskan pula bahwa para elit tersebut akan

menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengganti pemimpin partai

Demokrat. Elit politik yang terlibat salah satunya adalah Kepala Kantor Staf

Kepresidenan Staf (KSP), Moeldoko serta beberapa mantan kader Partai Demokrat

yang telah dipecat dan diduga pemecatan ilegal yang tidak sesuai AD/ART partai.

Pihak partai Demokrat melakukan beberapa upaya terkait akan adanya KLB yaitu

melalui pengiriman surat permohonan perlindungan hukum dan pencegahan

penyelenggaraan KLB pada 4 Maret 2021 kepada Menteri Koordinator Politik dan

HAM. (kompas.com, 2021)

Adanya dugaan penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) seperti yang

dijelaskan oleh pihak partai Demokrat benar terjadi. Penyelenggaraan Kongres

Luar Biasa (KLB) dilakukan oleh beberapa elit politik yang terlibat pada 5 Maret

2021 di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara pukul

15.00. Kongres ini diduga diprakarsai oleh mantan kader partai Demokrat yang

telah dipecat yaitu Darmizal. Kongres Luar Biasa (KLB) memberikan hasil

terpilihnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko sebagainya Pada 8 Maret

2021, pihak Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan 34 anggota DPD
11

Partai Demokrat seluruh Indonesia mendatangi kantor Kementerian Hukum dan

HAM (Kemenkumham) untuk menyerahkan dokumen bukti-bukti terkait adanya

pelanggaran AD/ART dalam pelaksanaan Konferensi Luar Biasa (KLB) pada tubuh

partai Demokrat. Namun, pada kubu lain yaitu kepemimpinan Moeldoko

mengatakan telah mendaftarkan KLB Deli Serdang kepada Kemenkumham, pada

Senin 15 Maret 2021. Menurut Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo

Bambang Yudhoyono terjadinya Kongres Luar Biasa ini dinilai menyerang

kedaulatan partai Demokrat. (kompas.com, 2021)

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada

akhirnya secara resmi menolak hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat dengan

ketua umum Moeldoko. Penolakan hasil KLB yang dijelaskan oleh Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly melalui konferensi pers

online. Menurut Menkumham, penolakan ini dasarkan pada perbaikan dokumen

yang diserahkan oleh pihak KLB masing belum memenuhi kelengkapan dimana

harusnya kegiatan KLB dilakukan atas persetujuan DPD dan DPC, namun KLB

Deli Serdang ini tidak ada persetujuan tersebut. Sehingga pada akhirnya tidak

adanya dualisme kepemimpinan pada partai, Partai Demokrat secara resmi

dipimpin oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono sesuai dengan hasil

Kongres pada 15 Maret 2020. (CNN.Indonesia., 2021)

Konflik internal partai politik tidak terlepas dari para aktor dalam partai

politik itu sendiri. Politisi atau menurut Nimmo (1989) sebagaimana dijelaskan oleh

Maretha dan Driandipta (2014) merupakan orang yang memiliki cita-cita atau

tujuan serta memegang jabatan pada pemerintahan dimana jabatan mereka


12

diperoleh dari dipilih, ditunjuk atau pejabat karier dalam lembaga eksekutif,

legislatif atau yudikatif. Politisi atau elit politik memiliki pengaruh besar dalam

keberadaan partai politik. Partai politik memiliki peran dan andil cukup besar dalam

proses demokrasi Indonesia, yang mana mereka mengarahkan anggotanya untuk

terjun dalam proses demokrasi terutama dalam pemilihan umum. Partai politik akan

bersaing satu sama lain dalam proses demokrasi untuk meraih kemenangan

sehingga para elit politik akan mendapatkan kursi mereka sebagai wakil rakyat

dalam pemerintahan. Sebagai wakil rakyat politisi atau elit politik itu sendiri

berperan dalam menampung segala aspirasi rakyat yang mana dijadikan sebagai

pedoman dan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan. Rakyat memiliki berbagai

keinginan dan kepentingan masing-masing yang berbeda, bahkan tidak sejalan dan

bertentangan satu sama lain. Elit politik sebagai perumus kebijakan publik harus

selalu menjalankan tugas, fungsi dan perannya dalam mengajukan dan menetapkan

kepentingan dan keinginan-keinginan masyarakat serta mampu mencari alternatif

kebijakan yang mampu memenuhi segala kepentingan dan aspirasi masyarakat.

Konflik perbedaan kepentingan hingga berujung pada perebutan kekuasaan

dalam tubuh partai dinilai bahwa politisi atau elit politik akan melakukan segala

cara untuk memperoleh kekuasaan sesuai dengan kepentingannya tanpa

memperdulikan peran dan fungsi mereka yang sebenarnya. Kudeta yang terjadi saat

ini pada partai Demokrat menimbulkan berbagai gejolak di tubuh partai itu sendiri

dan bahkan dalam perpolitikan negara. Berdasarkan pada hal tersebut dapat

diketahui elit politik atau politisi berusaha melakukan segar acara untuk

memperoleh kekuasaan untuk kepentingannya dan kepentingan kelompoknya


13

dimana mereka telah bertindak menyalahi aturan seperti AD/ART dalam partai

mereka. Hal ini seharusnya tidak terjadi pada elit politik. Elit politik harus bisa

memberikan contoh dan menjalankan fungsinya dengan baik sehingga dapat

menjadi pilihan masyarakat dan mampu mendapat kepercayaan masyarakat, namun

apabila peran dan fungsi tidak mampu dijalankan dengan baik serta adanya berbagai

permasalahan yang ditimbulkan maka akan mengurangi dan kehilangan

kepercayaan publik atau masyarakat.

Kepercayaan menurut Faturochman dan Hardin sebagaimana dikutip dalam

(Haryanto & Rahmania, 2015) pada dasarnya merupakan bentuk pengharapan

dalam interaksi sosial yang melibatkan keberadaan pihak lainnya yang pada

dasarnya memiliki sebuah resiko dan mengarah pada munculnya adanya

konsekuensi negatif ketika harapan yang dimiliki tidak dipenuhi oleh pihak yang

memiliki kepercayaan sehingga akan timbul adanya rasa dikhianati, kecewa, dan

marah. Kepercayaan politik menurut Hetherington sebagaimana dikutip dalam

(Akhrani et al., 2018) merupakan “suatu orientasi evaluatif masyarakat terhadap

sistem politik atau bagian dari sistem politik dan bagian dari sistem tersebut

berdasarkan pada harapan normatif”. Menurut Listhaug yang dikutip melalui

(Akhrani et al., 2018) kepercayaan politik “merupakan pusat dari teori demokrasi

dimana hal tersebut mencerminkan evaluasi apakah otoritas politik dan lembaga

yang melakukan sesuai dengan harapan normatif yang dimiliki oleh publik”.

Kepercayaan politik pada dasarnya adalah penilaian masyarakat pada para politisi

atau elit politik serta partai politik itu sendiri yang berkaitan dengan bagaimana dan

sejauh mana politisi ataupun partai politik mampu atau menjalankan tugas dan
14

fungsinya. Kemampuan atau ketidakmampuan politisi dalam menjalankan tugas

dan fungsinya akan berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

mereka. Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting yang berkaitan dengan

masyarakat dan politik itu sendiri (Sahaar, 2014). Tanis dan Postnes sebagaimana

dikutip dalam (Haryanto & Rahmania, 2015) menjelaskan pentingnya keberadaan

kepercayaan politik yaitu menekankan pada penguatan jalinan interpersonal yang

bertujuan untuk mendekatkan pada tujuan yang bersifat konstruktif antara satu

dengan lainnya. Kepercayaan terhadap politik jika tidak dapat dibangun dengan

baik maka akan memberikan dampak yang kurang baik bahkan negatif terhadap

proses pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara dimasa yang akan datang.

Mengenai tingkat kepercayaan politik terdapat beberapa survei dan

penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, survei mengenai tingkat

kepercayaan partai politik yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI)

pada tahun 2018 terdapat 75% masyarakat khawatir dan kurang percaya pada partai

politik (Dwi, Mardina, 2019). Pada tahun 2018 tingkat kepercayaan masyarakat

pada partai politik menurut hasil survei Charta Politika terdapat sebesar 45,8 persen

responden menyatakan bahwa partai politik merupakan lembaga yang tidak dapat

dipercaya (merdeka.com, 2018). Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai

politik berdasarkan riset yang dilakukan oleh Indo Barometer Indonesia pada tahun

2020 yang melibatkan 1.200 responden dari 34 provinsi di Indonesia sebesar 49,1

persen (detik.com, 2020). Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat pada partai

politik menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia pada tahun 2021 terdapat
15

47,8 persen tingkat kepercayaan masyarakat pada partai politik (CNN.Indonesia,

2021).

Berkaitan dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap elit politik

dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh (Haryanto & Rahmania,

2015)dengan judul penelitian “Bagaimanakah Persepsi Keterpercayaan Masyarakat

terhadap Elit Politik” terdapat sepuluh besar faktor utama yang mempengaruhi

tingkat kepercayaan masyarakat kepada elit politik diantaranya yaitu kebohongan,

korupsi, mementingkan diri sendiri, tidak kompeten, berkasus, tidak bertanggung

jawab, menyalahgunakan kekuasaan, malas, kurang transparan, dan tidak tegas,

dimana kebohongan memegang persentase tertinggi. Berdasarkan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh (Yuliono, 2013) terkait Kepercayaan Masyarakat

Pada Partai Politik menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap partai politik relatif

rendah dimana hal ini dilihat dari kecenderungan peningkatan masyarakat yang

tidak menggunakan hak pilih pada pemilihan kepala daerah di wilayah Surabaya,

sumber penghambat rendahnya kepercayaan masyarakat lainnya adalah tingginya

tingkat korupsi para aktor politik, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap

partai politik serta sikap apatis masyarakat.

Mahasiswa merupakan agent of change dimana mahasiswa memiliki peran

dalam merubah tatanan sistem pemerintah negara menuju arah yang lebih baik.

Mahasiswa merupakan pendorong perubahan dan pelopor sejarah bangsa yang

merupakan bagian dari masyarakat atau warga negara. Mahasiswa adalah sebagai

harapan negara, harapan warga negara dalam mewujudkan kehidupan bernegara

yang lebih baik dan dalam reformasi di Indonesia. Berdasarkan kondisi empiris
16

sejarah Indonesia perubahan bangsa Indonesia mulai dari zaman sejarah hingga era

reformasi sekarang tidak terlepas dari peran mahasiswa yang berjuang untuk

perubahan dan kepentingan negara serta masyarakat melalui berbagai gerakan-

gerakan yang mereka bentuk, sehingga mahasiswa merupakan subjek terpenting,

kekuatan serta harapan masa depan bangsa Indonesia, khususnya dalam proses

perpolitikan di negara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mardina Dwi

(2019) bahwa mahasiswa sebagian besar juga memiliki pemahaman terkait peran

dan fungsi partai politik dan setuju bahwa partai politik dan politisi memegang

peran penting bagi sebuah demokrasi.

Peran mahasiswa dalam perpolitikan dapat berasal dari bidang akademik

atau keilmuan serta melalui lembaga-lembaga atau organisasi mahasiswa ekstra

kampus seperti banyaknya perhimpunan mahasiswa yang seringkali menjadi wadah

dan bergerak dalam perwakilan gerakan-gerakan yang mengarah pada kontrol

penyelenggaraan pemerintahan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan

Perwakilan Mahasiswa (DPM), Kesatuan Mahasiswa Muslim Islam (KAMMI),

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia

(GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) dan lain

sebagainya (Dwi, Mardina, 2019). Organisasi-organisasi mahasiswa ini memiliki

peran cukup kuat dalam kontribusi dan kontrol dalam penyelenggaraan

pemerintahan terutama terkait kontrol terhadap aktivitas perpolitikan dan

perumusan kebijakan publik.

Peran mahasiswa seringkali ditunjukkan dengan adanya diskusi mahasiswa

terkait kritik dalam penyelenggaraan pemerintah dan kebijakan pemerintah dan


17

diwujudkan dalam bentuk aksi atau gerakan tertentu. Gerakan-gerakan atau aksi-

aksi secara langsung menyuarakan aspirasi rakyat ini mengindikasikan bahwa

mahasiswa masih memiliki rasa kurang percaya kepada pemerintah dan para politisi

sebagai wakil rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan, merasa bahwa

lembaga pemerintah dan politik kurang mampu menyelesaikan permasalahan

rakyat, karena banyaknya pelanggaran pada tubuh pemerintah dan politisi itu

sendiri.

Selain itu dalam akademik mahasiswa memiliki dasar keilmuan terkait

kebijakan publik, penyelenggaraan pemerintahan, dan berkaitan partai politik dan

politisi seperti khususnya pada mahasiswa ilmu sosial dan politik, mahasiswa ilmu

hukum, dan mahasiswa ilmu administrasi negara atau publik. Berdasarkan

penjelasan diatas mengenai peran politisi dalam pembuatan kebijakan publik dan

konflik pada partai politik maka penelitian ini akan mengkaji pengaruh konflik

internal pada partai politik terhadap tingkat kepercayaan pada politisi yang diangkat

dalam judul “Pengaruh Konflik Internal Partai Politik Terhadap Tingkat

Kepercayaan Mahasiswa Pada Politisi (Studi Peran Politisi dalam Pengambilan

Kebijakan Publik)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh kudeta dalam partai politik terhadap tingkat

kepercayaan masyarakat pada politisi?


18

2. Bagaimanakah pengaruh kudeta dalam partai politik terhadap tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap peran politik dalam pengambilan kebijakan

publik?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kudeta dalam partai politik terhadap

tingkat kepercayaan masyarakat pada politisi.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kudeta dalam partai politik terhadap

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peran politisi dalam pengambilan

kebijakan publik.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penulisan penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan serta

referensi ataupun acuan penulisan terkait penelitian sejenis. Penulisan ini juga

diharapkan dapat meningkatkan wawasan khususnya terkait pengaruh konflik

internal partai politik, konsep mengenai tingkat kepercayaan partai politik sebagai

elemen dalam kebijakan publik pada mahasiswa khususnya, serta keterkaitan

politik terhadap ilmu administrasi publik.


19

2. Manfaat praktis

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada

khususnya adalah para politisi dan partai politik untuk dapat meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap politisi dengan menghindari segala bentuk

konflik yang ada pada tubuh partai politik serta meningkatkan kesadaran politisi

sebagai wakil masyarakat dalam perannya sebagai pembuat kebijakan publik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Partai Politik

Partai politik merupakan sebuah komponen terpenting dalam

penyelenggaraan proses politik dalam negara khususnya dalam negeri demokrasi.

Partai politik menjadi sebuah wadah proses demokrasi yang memiliki kewenangan

dan kedudukan dimana setiap anggota partai politik sebagai wakil masyarakat

dalam menyelenggarakan pemerintahan dalam proses menampung aspirasi

masyarakat hingga pengambilan kebijakan pemerintah yang berdasar pada aspirasi

dan keinginan masyarakat. Partai politik menurut Miriam Budiardjo (2008)

merupakan sebuah kelompok yang teratur atau tersusun dimana setiap anggotanya

memiliki orientasi, nilai dan tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan suatu

posisi atau kekuasaan politik serta untuk merampas kedudukan atau posisi politik

dan didapatkan melalui langkah konstitusional untuk menjalankan kebijakan yang

ada.

Pengertian partai politik juga dijelaskan oleh Ramlan Surbakti. Ramlan

Surbakti (2010) memberikan penjelasannya mengenai pertain politik yaitu:

“partai politik merupakan sekelompok anggota yang terorganisir dengan


rapi dan stabil yang dipersatukan dan adanya motivasi dengan ideologi
tertentu, serta sekelompok orang yang berusaha mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum
dengan tujuan melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka
susun” (Ramlan Surbakti, 2010)
Alternatif kebijakan umum menurut Ramlan Surbakti (2010) merupakan suatu hasil

dari gabungan berbagai kepentingan yang berasal dari masyarakat dan digunakan

20
21

untuk mencari dan mendapatkan kekuasaan dengan tujuan melaksanakan kebijakan

umum yang dapat ditempuh melalui adanya pemilihan umum atau cari demokrasi

lain yang sah.

Pengertian lain mengenai partai politik diungkapkan oleh beberapa tokoh

ahli politik diantaranya Carl J. Friedrich yang dikutip dalam Miriam Budiarjo

(2008), menyatakan sebagai berikut:

“Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil


dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini,
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil
serta materiil” (Miriam Budiardjo, 2010).

Partai politik menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai politik adalah sebuah lembaga

atau organisasi yang memiliki sifat nasionalisme dan didirikan oleh sekumpulan

atau sekelompok masyarakat Indonesia dengan sukarela dan atas dasar persamaan

kehendak serta cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik,

anggota, bangsa, negara dan masyarakat serta bertujuan untuk memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar pada Pancasila dan

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945.(UU No. 2 Tahun 2011)

Partai politik menurut Saltou yang dikutip melalui (Sitompul, 2018)

merupakan suatu kelompok warga negara sedikit mau banyak yang terorganisir,

yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dengan tujuan memanfaatkan

kekuasaan dengan tujuan menguasai pemerintahan dan melakukan kebijakan

mereka. Pendapat Saltou juga berkaitan dengan pendapat Ichlasul Amal yang
22

dikutip dari () yang menyatakan bahwa partai politik merupakan suatu kelompok

yang berupaya untuk mengajukan calon-calon untuk mendapatkan jabatan publik

dimakan akan dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan untuk mengontrol

dan mempengaruhi tindakan dalam pemerintahan.

Menurut (Jafar, n.d) partai politik muncul karena adanya gerakan sosial

yang merupakan gerakan dari sekelompok masyarakat yang terorganisir dengan

tujuan mendapatkan dan memperjuangkan tujuan tertentu dari kelompoknya sesuai

dengan cita-cita bersama anggota kelompok. Adanya gerakan sosial tersebut para

anggota kelompok dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik Ramlan Surbakti

(2010) menjelaskan bahwa asal-usul keberadaan partai politik dalam tiga teori yaitu

pertama, teori kelembagaan yang dimana melihat adanya hubungan antara

parlemen dan timbulnya partai politik, kedua, teori situasi historik yang melihat

timbulnya partai politik sebagai suatu upaya sistem politik untuk mengatasi krisis

yang ditimbulkan dengan adanya perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori

pembangunan yang melihat partai sebagai produk modernisasi sosial dan ekonomi.

(Ramlan Surbakti. 2010)

Pada negara demokrasi partai politik ada dikarenakan beberapa

kepentingan. Menurut (Jafar, n.d) kepentingan tersebut diantaranya yaitu adanya

ketidakpuasan pada pemerintah atau rezim yang memiliki kepuasaan sehingga

masyarakat memiliki persamaan kondisi terkait ketidakpuasan, karena sebuah

ideologi yang membuat masyarakat sebagai kelompok kepentingan memiliki

keinginan untuk ikut serta dalam kegiatan politik dengan idealism ideologinya,

adanya kelompok masyarakat yang memiliki kekuatan seperti dalam intelektual,


23

ekonomi dan massa ingin memperjuangkan kelompoknya dengan menjadikan

mereka sebagai wakil rakyat di pemerintahan, serta adanya ketidakpuasan serta

perbedaan perspektif mengenai kebijakan dalam sebuah partai politik sehingga

memunculkan partai politik baru dari anggota yang terpecah ataupun adanya

persamaan perspektif yang menyatukan ideologi mereka sehingga membentuk

partai baru

Partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang

Partai Politik Pasal 6 Tentang Partai Politik menjelaskan bahwa “partai politik

memiliki tujuan umum dan khusus sebagai berikut:

1. Tujuan umum partai politik:

a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia seperti yang dijelaskan

dalam Pembukaan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945

b. Mengembangkan suatu kehidupan yang demokrasi berdasar pada

Pancasila dan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-cita dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.” (UU No. 31 Tahun

2002 Tentang Partai Politik)

Fungsi utama partai politik dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (2010) pada

dasarnya adalah sebagai sebuah sarana partai politik adalah mencari dan

mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkan program-program yang disusun


24

berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama partai politik diatas Ramlan

Surbakti (2010) juga menjelaskan fungsi lainnya yaitu rekrutmen politik, partisipasi

politik, sosialisasi politik, komunikasi politik kontrol politik, pemandu

kepentingan. serta pengendalian konflik. Miriam Budiarjo (2008) juga menjelaskan

beberapa fungsi partai politik pada negara modern, diantaranya yaitu:

1. Sebagai wadah dalam komunikasi politik

Partai politik memiliki fungsi untuk menjembatani berbagai aspirasi, saran

serta pendapat masyarakat serta menjadi pengatur dalam mewadahi aspirasi rakyat

sehingga tidak adanya pendapat rakyat yang tidak terakomodir. Pendapat dan

aspirasi rakyat akan mudah hilang begitu saja apabila tidak adanya wadah untuk

menampung sehingga peran partai politik sangat penting. Proses aspirasi

masyarakat dalam partai politik terdapat dua proses yaitu penggabungan

kepentingan atau interest aggregation yang bertujuan untuk menggabung dan

menampung aspirasi, selanjutnya ada proses perumusan dan pengolahan aspirasi

menjadi sebuah kebijakan yang disebut perumusan kepentingan atau interest

articulation. Setelah menampung segala aspirasi masyarakat partai politik

melakukan perumusan kebijakan atas usul yang ada kemudian dibuat dalam bentuk

program atau platform partai untuk diperjuangkan dan disampaikan melalui meja

parlemen kepada pemerintah untuk dijadikan sebagai kebijakan publik (public

policy).

Selain itu partai politik berfungsi dalam mendiskusikan dan menyebarluaskan

segala rencana kebijakan dalam pemerintah sehingga arus komunikasi akan tercipta

dengan baik melalui dua arus yaitu top down ataupun button-up. Partai politik
25

merupakan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat karena kebijakan

sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat dan selain itu di dalamnya

pemerintah merupakan para elit politik yang harus mampu merespon dengan

tanggap segala kebutuhan masyarakat.

Menurut Sigmud Naeuman komunikasi politik dalam partai politik

merupakan suatu perantara yang penting dalam menggabungkan seluruh kekuatan

dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi serta yang berkaitan

deng aksi politik dalam masyarakat politik yang luas. Namun, dalam

pelaksanaannya fungsi komunikasi politik terkadang malah menghasilkan

informasi yang berkaitan dengan isu-isu yang timbul dan meresahkan pada

masyarakat dimana isu tersebut berkaitan dengan memihak kelompok

kepentingan.(Miriam, Budiarjo., 2008)

2. Sebagai wadah dalam Sosialisasi Politik

Sosialisasi politi merupakan sebuah proses oleh seseorang dalam

memperoleh sikap dan orientasi pada kejadian kejadian yang berhubungan dengan

politik di lingkungan masyarakat seseorang itu berasa. Sosialisasi politik dapat

terlaksana secara bertahap ketika mulai pada usia kanak-kanak hingga dewasa. Pada

proses sosialisasi politik dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan sosialisasi,

kader politik, workshop dan lain-lainya.

Menurut A. Rahman yang sebagaimana dikutip dalam Fitriasih, Maretha

dan Driandipta (2014) menjelaskan bahwa fungsi partai politik sebagai sosialisasi

politik dianggap sebagai suatu langkah dalam menciptakan citra bahwa partai

politik harus memperjuangkan kepentingan umum. Hal ini berkaitan dengan tujuan
26

partai politik dalam keterlibatannya dalam pemilu dimana partai memiliki tujuan

untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangannya, selain itu partai politik

harus mampu menjalankan fungsi terkait sosialisasi politik ini sebagai bentuk upaya

mendidik anggota politik terkait tanggung jawabnya kepada masyarakat, dimana

mampu mendahulukan kepentingan rakyat diatas segala kepentingan.

3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.

Partai politik memiliki fungsi dalam proses mencari serta memberikan

kesempatan untuk mengikutsertakan seseorang yang memiliki kompetensi dan

kemampuan untuk berkontribusi dalam kegiatan politik dimana seseorang ini akan

menjadi anggota partai politik (political recruitment) sehingga dapat meningkatkan

partai politik selain itu sebagai sarana untuk meningkatkan minat generasi muda

dalam politik dan menjadi kader dan pemimpin masa depan (selection of

leadership).

4. Sebagai sarana pengatur konflik.

Peran politik yang menjadi dasar dan penting adalah sebagai wadah

pengatur konflik. Partai politik sebagai bagian dari proses demokrasi dimana

seharusnya menjadi media untuk mengantisipasi maraknya konflik persaingan,

perbedaan pendapat dan kepentingan, bukan malah sebaliknya. Partai politik

seharusnya menjadi jalan tengan perdamaian masyarakat dengan pemerintah dan

menjadi wakil masyarakat dalam penyelenggaraan negara.

Menurut Undang-Undang No.31 Tahun Tentang Partai Politik yang

dijelaskan kembali pada Undang – Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Pasal 11 ayat 1, partai politik memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu:


27

a. Sebagai pendidikan politik bagi para kadernya dan masyarakat sebagai upaya

untuk membentuk warga negara yang sadar tentang hak dan kewajiban dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

b. Sebagai upaya untuk menciptakan suatu iklim yang kondusif dan sebagai upaya

untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menciptakan

kesejahteraan masyarakat.

c. Sebagai sarana penghimpun, penyalur dan penyerap segala bentuk aspirasi

untuk proses perumusan dan penetapan kebijakan suatu negara secara

konstitusional,

d. Sebagai proses partisipasi politik setiap warga negara dalam bentuk demokrasi

e. Sebagai proses rekrutmen politik dalam kaderisasi jabatan politik dengan

memperhatikan keadilan melalui proses demokrasi.

2.2. Konflik

Konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat atau

organisasi yang mengarah pada adanya ketidakseimbangan proses organisasi atau

masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa

konflik merupakan pertentangan, percekcokan atau ketegangan atau pertentangan

antara dua kekuatan atau dua tokoh. Konflik menurut Nurdjana sebagaimana

dikutip oleh (Wahyudi, 2015) merupakan sebuah akibat dari keadaan yang mana

terdapat perbedaan antara kehendak dan keinginan antara satu dengan yang lainnya

sehingga diantara mereka saling terganggu. Menurut Lili Romli “konflik

merupakan sesuatu yang inheren dalam setiap masyarakat atau organisasi” (Romli,

2017). Berdasarkan pendapat tersebut kita tahu bahwa konflik merupakan


28

perselisihan atau suatu keadaan dimana adanya ketidakcocokan antara dua belah

pihak atau lebih atas suatu hal tertentu yang dapat terjadi di masyarakat atau sebuah

organisasi.

Soerjono Soekanto (1995) menjelaskan bahwa konflik merupakan sebuah

proses hubungan sosialisasi oleh seorang atau sekelompok manusia yang bertujuan

untuk mencapai tujuan dengan langkah untuk melakukan pertentangan kepada

pihak lawan melalui bentuk ancaman atau kekerasan. Pendapat Soerjono Soekanto

sejalan dengan pendapat Lili Romli (2017) yang menjelaskan bahwasanya konflik

yang terjadi dalam sebuah masyarakat dapat berupa bentuk kekerasan maupun non-

kekerasan.

Konflik menurut Coser sebagaimana dikutip oleh (Adawiah, 2013)

merupakan sebuah perselisihan terkait nilai tertentu atau sebuah tuntutan yang

berkaitan dengan kekuasaan, status tertentu, sumber kekayaan dimana yang tersedia

tidak mencukupi, sehingga pihak yang berselisih tidak memiliki kemampuan untuk

memperoleh barang atau sesuatu yang diinginkan sehingga akan merugikan,

menyudutkan bahkan melakukan penghancuran pada pihak lainnya yaitu pihak

lawan. Ramlan Surbakti (2010) dalam bukunya yang berjudul Memahami Ilmu

Politik berpandangan bahwa konflik merupakan sebuah kegiatan yang dapat

mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan dari sebuah kebijakan atau

sebuah upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai, dimana dalam

proses mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai tersebut terjadi sebuah

perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, adanya persaingan hingga perdebatan.


29

Konflik pada dasarnya adalah suatu tindakan yang terjadi karena adanya

perbedaaan pada suatu komponen dalam masyarakat atau organisasi, dimana

perbedaan tersebut terjadi antara dua pihak atau lebih sehingga pihak-pihak tersebut

akan berupaya untuk memperjuangkan pandangan mereka meskipun ada

pertententangan dari pihak lainnya. Adanya sebuah konflik di masyarakat dapat

mempengaruhi proses dalam masyarakat atau organisasi lingkungan konflik

tersebut terjadi sehingga adanya suatu kondisi ketidaktentraman atau

ketidakseimbangan dalam masyarakat tersebut.

Menurut Ralf Dahrendorf sebagaimana dikutip oleh (Adawiah, 2013)

menjelaskan bahwa konflik yang terjadi dalam suatu masyarakat terjadi

dikarenakan karena adanya suatu pendistribusian sebuah kewenangan yang terjadi

tidak merata sehingga menimbulkan adanya penambahan kewenangan pada satu

pihak tertentu sehingga kewenangan pihak lain menjadi berkurang. Sehingga dapat

diketahui bahwa konflik merupakan gejala pada masyarakat yang kehadirannya

tidak dapat dipungkiri sehingga bisa dianggap merupakan suatu yang sudah melekat

pada masyarakat. Terkait hal ini juga dijelaskan oleh Ramlan Surbakti (2010)

dimana dalam masyarakat dalam sebuah negara perlu adanya konflik karena adanya

konflik yang mengarah pada perbedaan adanya pendapat, aspirasi maupun ide dapat

meningkatkan gagasan yang lebih bervariasi sehingga menjadi sumber inovasi,

perubahan dan kemajuan jika dikelola dengan mekanisme yang baik, sehingga

konflik dapat menjadi sumber arah kemajuan.

Menurut Santosa Edi, dan Lilin Budiati menjelaskan terdapat beberapa

indikator penyebab terjadinya konflik yaitu intelektualitas, pengalaman,


30

kesejahteraan, keyakinan, kepercayaan, pemahaman, ideologi, keadilan, kekuasaan,

kewenangan, etnik, budaya dan kepemimpinan. Selain itu, koflik dapat timbul

karena adanya berbagai perbedaan dalam lingkungan masyarakat atau ornganisasi.

Konflik terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan, terdapat beberapa

penyebab konflik menurut Wirawan (2009) diantaranya yaitu:

1. Adanya keterbatasan sumber

Dalam kehidupan bernegara manusia pasti akan menghadapi keterbatasan

sumber-sumber yang diperlukan dalam hidup bermasyarakat, keterbatasan ini akan

menyebabkan adanya kemampuan untuk berkompetisi antar manusia satu dengan

yang lainnya sehingga mengarah pada adanya pertentangan satu sama lain.

2. Adanya perbedaan tujuan

Menurut Hocker dan Wilmot sebagaimana dikutip melalui (Wirawan, 2009)

konflik terjadi karena adanya pihak yang terlibat konflik memiliki tujuan yang

berbeda satu sama lain atau dapat juga terjadi ketika memiliki tujuan yang sama

namun terdapat perbedaan cara mencapainya.

3. Adanya keberagaman karakteristik sosial

Berbicara mengenai keberagaman karakteristik di masyarakat khususnya di

Indoensia memiliki karakteristik yang beragam seperi perbedaan suku, budaya,

agama dan ideologi, hal ini dapat menimbulkan konflik antar lingkungan sosial

masyarakat satu dengan yang lainnya atas pola hidup mereka sehingga memicu

timbulnya konflik.

4. Adanya faktor pribadi pada seseorang


31

Setiap individu pasti memiliki kepribadian yang berbeda satu dengan yang

lainnya, kepribadian individu seseorang yang cenderung ingin menang atau ingin

mengusai terhadap suatu hal akan membuat orang tersebut melakukan segala cara

untuk menjatuhkan pihak lainnya, misalnya pada seseorang ingin memiliki jabatan

khusus di organisasi. Sehingga hal tersebut akan membuat lingkungan organisasi

menjadi kurang baik dan akhirnya menimbulkan konflik.

5. Adanya faktor kebutuhan

Seseorang dalam kehidupannya tidak terlepas dari yang dinamakan

kebutuhan, dimana kebutuhan setiap orang berbeda satu dengan yang lainnya, serta

kebutuhan manusia terbatas. Keterbatasan kebutuhan manusia ini akan mendorong

perilaku manusia untuk berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan kebutuhan

yang diinginkan, sehingga dari adanya persaingan dan jika kebutuhan tersebut

terhambat akan memunculkan suatu konflik.

6. Adanya faktor perasaan dan emosi

Manusia dilahirkan dengan memiliki perasaan dan emosi yang berbeda-

beda. Seseorang hidup bermasyarakat sebagian besar pasti mengikuti perasaan dan

emosinya dalam bersosial dan berinteraksi dengan orang lain, perasaan dan emosi

yang berlebihan terhadap menyikapi sesuatu akan mengarah ke sikap yang rasional

sehingga akan menimbulkan suatu konflik

2.3 Konflik Internal Partai Politik

Konflik internal merupakan konflik yang sering terjadi dalam sebuah

organisasi karena organisasi tidak terlepas dari politik. Konflik internal merupakan

konflik yang timbul pada tubuh partai politik yang berkaitan dengan segala aspek
32

internal. Menurut (jurnal wacana politik) konflik internal yang terjadi dalam sebuah

partai politik disebabkan oleh berbagai macam hal seperti tidak adanya peramaan

kehendak, tujuan, cita-cita ataupun karena anggota dalam partai politik tersebut

tidak memiliki kepercayaan pada kepemimpinannyaKonflik internal partai politik

menurut (Romli, 2018) disebabkan oleh adanya kepentingan elit politik dalam

partai ketik dan biasanya terjadi ketika memilih koalisi dalam pencalonan presiden

atau untuk mendapatkan kekuasaan tertentu dalam pemerintah selain itu konflik

internal yang terjadi di partai politik pada era reformasi saat ini dikarenakan adanya

motif untuk memiliki kekuasan saja bukan karena adanya panggilan pada pribadi

yang ingin berkontribusi pada politik.

Konflik internal partai politik menurut (Romli, 2018) disebabkan karena

adanya faktor faksionalisme dan faktor koalisi. Zariaski sebagaimana dikutip

(Romli, 2018) menjelaskan faksi merupakan sebuah kelompok yang ada di dalam

partai dimana anggotanya memiliki identitas dan tujuan yang sama untuk mencapai

tujuan, dimana tujuan fraksi tersebut memiliki keragaman seperti dapat

mempengaruhi strategi dan kebijakan dalam partai, mengusulkan sebuah nilai baru

pada partai, David Hine yang sebagaimana dikutip oleh (Romli, 2018) menjelaskan

bahwasannya faksi dapat mempengaruhi terjadinya konflik dalam partai karena

diakibatkan adanya dalam faksi tersebut terdapat pengaruh dari individu atau

kelompoknya daripada persamaan gagasan dalam partai. Selain itu adanya faktor

pilihan koalisi yang dapat mempengaruhi konflik internal partai, dimana menurut

lili romli koalisi merupakan sebuah kesepakatan yang berada dalam partai yang

bertujuan untuk membangun suatu pemerintahan, pilihan koalisi ini berakibat pada
33

terjadinya konflik partai karena pilihan koalisi dibangun didasarkan pada kehendak

untuk meningkatkan peluang untuk merebutkan posisi dalam pemerintahan.(Romli,

2018)

2.4. Elite Politik (Politisi)

Elite menurut Syafiie (2017) diartikan sebagai sekelompok orang yang ada

pada masyarakat yang memiliki kedudukan yang tinggi atau sekelompok orang

yang memiliki posisi atau terkemuka di dalam masyarakat atau bidang tertentu

khususnya sebagai pemegang sebagai golongan minoritas. Menurut Nasruddin

(2008) elit disebut sebagai the ruling class atau suatu golongan yang memiliki

kekuasaan baik secara formal maupun non-formal pada suatu strata sosial tertentu

sehingga dapat mempengaruhi perkembangan dan hubungan pada masyarakat, dan

pada dasarnya bahwa elite juga merupakan produk dari masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan pengertian mengenai elit dapat kita ketahui pengertian elit

politik yaitu seseorang yang sebagai dasarnya adalah elit atau orang yang memiliki

kedudukan tertentu dalam sebuah lembaga yang ada dalam pemerintahan dimana

mereka akan mampu memiliki kekuasaan dan mempengaruhi orang disekelilingnya

dengan posisi yang mereka miliki. Elit politik menurut S.P Varma sebagaimana

dikutip oleh Syafiie (2017) dibedakan menjadi dua bagian yaitu elit politik lokal

dan elit non-politik dimana elit politik lokal ini merupakan seseorang yang

memegang kekuasaan tertinggi pada lembaga eksekutif maupun legislatif di

pemerintahan lokal dimana keberadaan dan kedudukan mereka diperoleh dari

proses pemilihan umum yang pada dasarnya mereka memiliki peran dan fungsi
34

untuk menjalankan dan membuat sebuah kebijakan publik yang berlaku di

masyarakat. Sedangkan elit-non politik adalah mereka seseorang yang menduduki

jabatan tertentu dan dapat mempengaruhi pemerintah maupun masyarakat,

misalnya elit kepemudaan, elit agama, elit organisasi dan sebagainya.

Elit politik atau dapat disebut politisi memegang peran penting dalam

sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. Dapat terlihat secara jelas bahwa

politik merupakan pemegang kekuasaan dalam lembaga pemerintahan seperti

lembaga legislatif maupun eksekutif dimana mereka adalah aktor dalam

berjalannya sistem pemerintahan yang ada di suatu negara. Elit politik atau politisi

berasal dari kalangan masyarakat dimana mereka memiliki kekuasaan tersebut pada

dasarnya adalah sebagai wakil dari masyarakat karena mereka telah diberikan

kepercayaan dari proses pemilihan umum. Politisi merupakan perwakilan

masyarakat yang menjadi kader dari partai tertentu memiliki peran sebagai pelopor

perubahan dan harus mampu memberikan contoh kepada masyarakat lainnya dalam

berperilaku yang sesuai dengan aturan yang telah mereka buat sendiri.

Elit politik atau politisi menurut Wila Chandra (2002) merupakan pelopor

perubahan, dalam segala aspek pada masyarakat yaitu sebagai pelopor perubahan

terhadap perilaku tercela, dan panutan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu para

politisi memiliki peran sebagai aktor pemerintahan dimana mereka sebagai

pembuat kebijakan dan peraturan yang berlaku di masyarakat dalam sistem

pemerintahan. Peran ini sangat penting dipegang oleh para elit politik, dimana

dalam pembuatan kebijakan sudah sepantasnya mereka mementingkan segala


35

aspirasi masyarakat dan tidak bertindak semena-mena ataupun bertujuan untuk

kelompok atau kepentingan individu mereka.

2.5. Kebijakan Publik

Sebelum membahas mengenai konsep kebijakan publik pantasnya untuk

mengetahui konsep dasar kebijakan. Kebijakan menurut Carl Friedrich

sebagaimana dikutip oleh (Leo Agustino, 2003) merupakan suatu susunan perilaku

atau kegiatan yang yang berasal dari usulan seseorang, sekelompok orang atau

pemerintah dalam lingkungan tertentu dimana didalamnya terdapat suatu hambatan

dan suatu kemungkinan dimana kebijakan yang diusulkan tersebut bertujuan untuk

mengatasinya serta mencapai suatu tujuan yang dimaksudkan. Kebijakan menurut

Noeng Muhadjir yang sebagaimana dikutip dalam Rusdiani (2017) adalah suatu

upaya memecahkan suatu persoalan atau problem sosial demi kepentingan

masyarakat berdasarkan atas dasar keadilan dan kesejahteraan pada masyarakat itu

sendiri.

Budi Winarno (2012) mendefinisikan kebijakan merupakan “sebuah

kegiatan serta konsekuensinya yang banyak berhubungan dengan mereka yang

memiliki keterkaitan dengan kegiatan tersebut untuk mencapai suatu keputusan

tersendiri”. Sedangkan menurut Amara Raksasataya sebagaimana dikutip oleh

(Suwitri, 2014) menjelaskan kebijakan merupakan sebuah strategi atau taktik yang

ditujukan untuk mencapai sebuah tujuan, sehingga menurutnya kebijakan memuat

3 (tiga) elemen seperti mengidentifikasikan tujuan yang ingin dicapai, taktik atau

strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan sebagai
36

penyedia suatu input untuk menuju langkah nyata dari suatu strategi dan taktik

tersebut.

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan sebagaimana dikutip oleh (Suwitri,

Dwi, 2014) menjelaskan bahwa kebijakan merupakan program pencapaian tujuan,

nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Hal ini sejalan dengan pendapat James

E Anderson yang dikutip oleh Islamy (2009) yang mana mendefinisikan kebijakan

merupakan “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in

dealing with a problem or matter of concern” (Islamy,2009) atau sebagai sebuah

rangkaian yang memiliki tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang

pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Menurut Sahyana Anggara (2018), kebijakan (policy) pada dasarnya

digunakan untuk proses pemilihan dan memilih suatu pilihan yang terpenting untuk

meningkatkan kehidupan dalam organisasi pemerintahan maupun swasta dimana

kebijakan tersebut harus terbebas dari pemaknaan kata politis (political) yang

mengarah pada adanya keberpihakan atau kepentingan tertentu. Sahyana Anggara

(2018) juga menjelaskan bahwasannya kebijakan adalah suatu ketetapan yang

dicirikan pada konsistensi dan berulang dari proses pembuatan dan proses

pelaksanaan hingga yang menaatinya.

Berdasarkan pada penjelasan beberapa tokoh mengenai kebijakan maka

dapat kita ketahui bahwa kebijakan merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang

berkaitan dengan rumusan suatu hal atau berhubungan dengan tindakan yang harus

dilakukan dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Kebijakan dapat hadir
37

berdasarkan suatu keadaan tertentu atau sebuah permasalahan tertentu yang ada

dalam sebuah lingkungan masyarakat dimana kondisi tersebut menuntut adanya

perubahan yang mengarah ke perbaikan. Kebijakan dapat ditetapkan oleh seseorang

atau sekelompok orang yang memiliki kewenangan atau posisi tertentu dalam

sebuah organisasi baik publik maupun privat.

Kebijakan publik berasal dari dua kata yaitu public policy, dimana kata

policy diartikan sebagai kebijakan atau kebijaksanaan Kebijakan publik berarti

sesuatu tindakan yang dilakukan oleh pihak tertentu yaitu pihak yang berwenang

dengan tujuan untuk mempengaruhi pihak lainnya yaitu publik atau masyarakat.

Kebijakan dijelaskan oleh Chief J.O Udoji (1981) yang sebagaimana dikutip oleh

(Abdoellah, Awan dan Rusfiana, Yudi., 2016) adalah sebuah tindakan yang

mengarah pada kesaksian dengan adanya tujuan yang timbul akibat permasalahan

tertentu atau suatu kelompok permasalah tertentu sang saling terkait untuk

mempengaruhi sebagian atau seluruh masyarakat. Menurut David Easton (1953)

sebagaimana dikutip oleh (Abdoellah, Awan dan Rusfiana, Yudi., 2016) kebijakan

publik merupakan “the authoritative allocation of values for the whole society”

yang kebijakan publik adalah sebagai sebuah proses pendistribusian nilai dengan

paksa yang diberikan kepada seluruh masyarakat. (dijelaskan)

Menurut W. I Jenkins (1978) yang sebagaimana dikutip dalam Abdul

Wahab (2012) menjelaskan kebijakan publik sebagai berikut:

“Kebijakan publik merupakan sebuah keputusan yang berkaitan satu sama


lain dimana keputusan tersebut diambil oleh seorang aktor politik atau
sekelompok aktor yang memiliki tujuan tertentu yang telah dipilih beserta
cara-cara untuk mencapainya dalam situasi. Keputusan-keputusan itu pada
38

prinsipnya masih berada dalam batas- batas kemenangan kekuasaan


daripada aktor tersebut” (Abdul Wahab, 2012).
Definisi kebijakan publik lainnya dijelaskan oleh Thomas R Dye sebagaimana

dikutip melalui (Jadmiko,Ageng dan Suharno, 2012) dimana menurutnya kebijakan

publik atau public policy adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pihak pemerintah

dengan tujuan untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan “whatever government

chooses to do or not to do” (Thomas R Dye,1992). Hal ini menjelaskan bahwa

menurut Thomas R Dye bahwa kebijakan tidak hanya persoalan yang akan

dilakukan oleh pemerintah tetapi terkait segala hal yang dilakukan ataupun tidak

dilakukan pemerintah terkait mengatasi atau dalam suatu persoalan tertentu dalam

sebuah negara.

Menurut Abdoellah, Awan dan Rusfiana, Yudi (2016) menegaskan bahwa

public policy merupakan sekumpulan tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan

oleh pemerintah yang berdasar pada tujuan atau kepentingan tertentu pada suatu

masyarakat yang mengandung implikasi diantaranya yaitu:

1. kebijakan pemerintah merupakan bentuk perdana berupa penetapan tindakan-

tindakan pemerintah;

2. kebijakan pemerintah tidak hanya untuk dinyatakan tetapi untuk dilaksanakan

dalam bentuk yang nyata;

3. kebijakan pemerintah baik memiliki landasan tertentu dalam pelaksanaanya

baik itu akan dilakukan atau tidak dilakukan;

4. kebijakan pemerintah harus didasarkan dan ditujukan atas kepentingan

masyarakat
39

Kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu keputusan yang berasal dari

pihak yang memiliki kewenangan yang biasanya mengambil peran dalam hal ini

adalah pemerintah dan aktor pemerintah terkait. Kebijakan publik diambil oleh

pemerintah pada dasarnya berdasarkan pada permasalahan yang terjadi pada

masyarakat atau publik dimana masyarakat membutuhkan sebuah keputusan dari

pemerintah untuk melakukan upaya menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan sesuai dengan

bidang permasalahan yang terkait dan yang terjadi di masyarakat dimana kebijakan

dapat dijadikan pemerintah sebagai dasar dalam menyelenggarakan pemerintahan

guna mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik karena pemerintahlah yang

memiliki kewenangan berdasarkan hukum yang ada.

2.6. Kepercayaan
Kepercayaan menurut Ocampo dalam (Dwi,Mardina., 2019) merupakan

suatu fondasi pada setiap hubungan manusia dan proses interaksi konstitusional,

serta kepercayaan dalam memainkan sebuah peran dalam setiap proses

pengambilan dan mengumumkan kebijakan baru. Menurut Maharani (2010)

kepercayaan merupakan suatu keyakinan dari satu pihak mengenai integritas,

reliabilitas dan durabilitas pada pihak lain dalam proses hubungan atau relationship

dan dalam hal keyakinan terhadap suatu tindakan yang merupakan suatu

kepentingan yang baik sehingga akan menghasilkan hal yang positif untuk dapat

dipercaya oleh orang lain.

Pengertian kepercayaan bahwa dikemukakan juga oleh Yousafzai (dalam

Donni Juni., 2017) dimana kepercayaan (trust) merupakan sebuah pondasi dalam
40

suatu hubungan, hubungan antara kedua belah pihak akan terjalin dan terjadi jika

antara masing-masing pihak saling mempercayai. Pihak lainnya tidak dapat begitu

mudah dapat mengakui adanya suatu kepercayaan, tetapi kepercayaan harus

dibangun dan dapat membuktikan. Sedangkan menurut Pavlov dalam Donni Juni

(2017) kepercayaan adalah suatu penilaian terhadap hubungan seseorang dengan

yang lainnya dimana akan melakukan suatu transaksi tertentu yang dilakukan

dengan suatu harapan dalam sebuah lingkungan yang tidak memiliki kepastian.

Menurut (Kanna, 2017) kepercayaan atau trust adalah suatu keyakinan dalam

individu atau kelompok lain dalam melakukan kewajiban demi kepentingan

bersama. Pada dasarnya kepercayaan merupakan sebuah rasa keyakinan yang

dimiliki oleh seseorang terhadap orang lainnya dimana orang tersebut memiliki

harapan dan rasa yakin akan segala hal yang diperbuat oleh individu yang

dipercayai.

Donni Juni sebagaimana dikutip oleh (Putri,Dhea., 2018) menjelaskan

bahwasannya kepercayaan dibangun berdasarkan karakteristik-karakteristik yang

ada dalam individu dengan individu lainnya. Karakteristik kepercayaan yang

dikemukakan oleh Donni Juni diantaranya yaitu mampu menerima pengaruh,

memiliki keterbukaan dalam komunikasi, mengatasi adanya pengawasan, adanya

kesabaran yang dimiliki seseorang, memberikan pembelaan, adanya rasa untuk

menjalin hubungan, adanya rasa ingin memberikan pembelaan, memberi informasi

yang positif, adanya sikap mampu menerima resiko, adanya kenyamanan yang

dimiliki oleh orang tersebut dan adanya rasa kepuasaan yang diberikan pada

individu
41

Selain karakteristik yang diungkapkan diatas dikatakan bahwa seorang

individu dapat dipercaya oleh individu lainnya pasti memiliki sesuatu yang dapat

memberikan keyakinan pada individu lain atau sesuatu yang dapat mempengaruhi

individu tersebut. Mayer, Davis dan Schoorman (1995) menjelaskan terdapat

beberapa aspek yang mempengaruhi kepercaayaan atau trust itu sendiri diantaranya

ability, benevolence, dan integrity. Ability atau kemampuan yang berkaitan dengan

suatu yang berhubungan dengan kompetensi, keterampilan dan karakteristik yang

dimiliki oleh seorang individu dimana aspek tersebut dapat memberikan pengaruh

pada bidang lainnya. Benevolence atau kebajikan merupakan aspek yang berkaitan

dengan sejauh mana individu seseorang memberikan keyakinan untuk melakukan

yang terbaik pada orang yang ingin dipercayai tanpa adanya motif keuntungan

pribadi atau egosentris. Integrity atau integritas berkaitan dengan bagaimana sifat

individu pada individu lainnya seperti kejujuran dapat dipercaya dan tidak

mengingkari janji.

2.7. Kepercayaan Politik

Kepercayaan politik atau political trust merupakan sebuah rasa yang

dimiliki seseorang terhadap suatu sistem ataupun organisasi politik dimana

seseorang tersebut memiliki keyakinan yang mengarah pada suatu pandangan

positif pada sistem politik itu. Kepercayaan politik menurut (Hasbi Wahyudi et al.,

2013) merupakan sebuah pandangan orang terkait dengan hal-hal yang dihasilkan

oleh proses politik seperti pada politisi, institusi atau lembaga politik dan sistem

politik iu sendiri. Sedangkan menurut Gamson sebagaimana dikutip dalam (Kim

et.al., 2002) pada kepercayaan politik terdapat suatu keyakinan seseorang bahwa
42

pemerintah akan bertindak sesuai dengan kepentingan publik dan individu.

Pendapat Hasbi dan Gamson ini memiliki keterkaitan bahwa pada dasarnya

kepercayaan politik merupakan sebuah keyakinan dan pandangan pada suatu hal

yang dilakukan atau tindakan sistem politik yang didalamnya termasuk pemerintah

Hetherington (1990) sebagaimana dikutip melalui (Akhrani et al., 2018)

merupakan sebuah orientasi masyarakat pada sistem politik atau sebagian sistem

tersebut yang bersifat evaluatif yang didasarkan pada suatu harapan yang bersifat

normatif. Menurut Miller dan Listhaug (1990) kepercayaan politik adalah sebuah

pusat dari teori demokrasi yang mencerminkan suatu kegiatan evaluasi yang

berkenaan dengan apakah otoritas politik dan lembaga dalam melakukan fungsinya

sesuai atau tidak dengan harapan dari publik yang bersifat normatif itu. Pendapat

Hetherington, Miller dan Lithsaung terkait kepercayaan politik mengarah pada

sebuah harapan normatif masyarakat yang dimiliki masyarakat terhadap sistem

politik itu sendiri dan mengarah pada upaya evaluatif terhadap sistem politik.

Pada dasarnya kepercayaan politik merupakan sebuah keyakinan yang

dimiliki oleh masyarakat pada politik yang didalamnya termasuk sistem politik

yang ada dalam sebuah negara, politisi sebagai aktor politik yang mewakili

masyarakat dalam pemerintahan dan pemerintah itu sendiri dimana keyakinan

tersebut mengarah pada adanya harapan yang positif terhadap elemen politik dalam

menjalankan fungsinya sehingga dengan adanya harapan dan keyakinan akan

membuat masyarakat mendukung segala hal yang terjadi dalam proses politik. Hal

ini sejalan dengan pendapat Askvik (2011) yang dikutip oleh (Dwi, Mardina, 2019)

yang mengatakan bahwa ketika individu telah memiliki kepercayaan dalam


43

lembaga, maka individu akan mendukung setiap kebijakan yang dihasilkan oleh

lembaga tersebut.

Menurut Wong sebagaimana dikutip oleh (Wahyudi, 2013) terdapat dua

faktor yang dapat mempengaruhi sebuah kepercayaan politik pada seseorang

diantaranya yaitu pertama adalah faktor institusi dimana faktor ini berkaitan dengan

kinerja lembaga politik termasuk pemerintah serta pada aspek ekonomi, dan yang

kedua adalah faktor budaya yang terdiri dari faktor psikologis dan sosiologis.

Berkaitan dengan faktor budaya dan sosiologis dijelaskan lebih lanjut oleh

Christensen dan Lagrid yang dikutip oleh (Wahyudi, 2013) bahwa budaya politik

dan sosiodemografi yang berpengaruh dalam pembentukan kepercayaan politik

adalah umur, pekerjaan dan pendidikan.

Menurut Loeber (2011) menjelaskan bahwasanya kepercayaan politik

memiliki dimensi-dimensi tertentu yang terbagi menjadi tiga dimensi diantaranya

yaitu kepercayaan terhadap para pejabat termasuk politisi dan pemerintah (trust

with politicians), kepercayaan terhadap lembaga atau institusi politik (trust with

institution) seperti lembaga legislatif yang meliputi DPR, DPRD dll, dan yang

terakhir merupakan kepercayaan terhadap sistem demokrasi yang ada dalam sebuah

negara (trust with democracy). Kepercayaan politik sebagaimana dijelaskan oleh

Loeber salah satu dimensinya adalah kepercayaan terhadap politisi. Politisi sebagai

sebuah elemen penting dalam proses politik di sebuah negara karena politisi adalah

sumber daya manusia menjadi pelaku atau yang menjalankan seluruh dimensi

lainnya termasuk institusi dan sistem demokrasi. dimana tanpa adanya politisi

sistem yang ada tidak akan berjalan.


44

2.8. Mahasiswa
Mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan

sebuah sebutan pada mereka yang menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi, baik

perguruan tinggi negeri maupun swasta.Menurut Fachry Aly yang sebagaimana

dikutip oleh Abdus Sair (2016) mahasiswa merupakan dunia pelajar yang terdiri

dari anak muda dimana berkesempatan untuk memiliki pendidikan di perguruan

tinggi atau akademisi dimana adanya etos yang dimiliki mahasiswa mengarahkan

pada adanya pola hubungan yang khas pada pemuda tersebut. Menurut Jayanti

sebagaimana dikutip oleh Mardina Dwi (2019) mahasiswa adalah seseorang yang

memiliki kemampuan yang dapat mendekati kapasitas tertentu hingga maksimum

dalam upaya untuk mendapatkan dan memperoleh pengetahuan pada masa

sekarang yang dapat diselesaikan dengan cara yang tersistematis dan untuk

memperoleh pencapaian pada suatu kreatifitas yang baru. Jayanti menjelaskan pula

bahwa dengan melakukan kegiatan perkuliahan mahasiswa mampu untuk

mengembangkan intelektualitas dan segi moral serta memperoleh tantangan

akademis bahkan tantangan sosial.

Mahasiswa menurut memiliki sebuah sikap yang dapat menjadikan dirinya sebagai

agent of change dan agent of control. Pada peran mahasiswa sebagai agent of

changes dapat diketahui bahwa mahasiswa memiliki kewajiban dan tugas untuk

membawa perubahan pada masyarakat di berbagai bidan dalam bermasyarakat.

Peran mahasiswa sebagai agent of change menurut Yosep Yermias (2018)

ditunjukan melalui berbagai gerakan yang dilakukan mahasiswa masih

menekankan pada aspek nilai, moral, rasa empati dan simpati terhadap rakyat dan
45

bangsanya, semangat untuk berpihak pada rakyat dan menjadi aktor penghubung

antara insan akademisi dan masyarakat itu sendiri. Sebagai agent of control peran

mahasiswa adalah keterlibatan secara aktif mahasiswa dalam upaya untuk menjaga,

memperbaiki dan mendorong peran nilai dan norma sosial agar terus ada dalam

masyarakat. Peran agent of control juga dapat dilihat pada upaya yang dilakukan

mahasiswa ketika terjadi ketidakstabilan proses penyelenggaraan negara seperti

adanya kebijakan yang dapat merugikan masyarakat.

Peran mahasiswa di atas mengarah pada peran mahasiswa dalam

perpolitikan dimana mahasiswa turut aktif menjaga sistem pemerintahan di negara

Indonesia. Mahasiswa juga memiliki peran dalam perpolitikan dimana mahasiswa

berkontribusi aktif dan berpartisipasi secara konvensional yang berbentuk ikut serta

dalam pemilu, diskusi politik, komunikasi pada politisi langsung maupun tidak

langsung, bergabung dengan interest group, kampanye, dan lain sebagainya.

Mahasiswa memegang peranan penting dalam perpolitikan dan proses

pemerintahan di Indonesia yang ditunjukkan dengan berbagai aksi heroik yang

memperjuangkan kepentingan bersama, berbangsa dan bernegara. Peran mahasiswa

telah berlangsung dari masa penjajahan di Indonesia saat ini. Selain itu banyak

gerakan-gerakan mahasiswa yang diinisiasi sebagai peran mahasiswa untuk negara

ini seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Badan Eksekutif Mahasiswa,

Perkumpulan Mahasiswa Islam Indonesia dan sebagainya. Selain itu pendidikan

yang ditempuh mahasiswa di perkuliahan juga menjadi dasar mahasiswa untuk

memahami mengenai perpolitikan di Indonesia dari peran politik, sistem politik,

peran elit politik dan sebagainya.


46

2.9. Penelitian Terdahulu


Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat pada partai politik dan terkait konflik internal partai

politik:

2.9.1. Handayani, Mardiana Dwi (2019)

Mardiana Dwi dalam penelitiannya yang berjudul “Kepercayaan Mahasiswa

Unnes Terhadap Partai Politik Setelah Pemilihan Umum 2019” melakukan

penelitian yang mengenai kepercayaan mahasiswa di Universitas Negeri Semarang

terhadap partai politik setelah adanya pemilihan umum. Penelitian ini dilakukan

dengan metode kuantitatif dan analisis deskriptif dimana teknik pengumpulan data

menggunakan teknik cluster random sampling yang dilakukan oleh sebanyak 209

mahasiswa serta dengan menggunakan skala kepercayaan politik sebanyak 40 item.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kepercayaan terhadap partai politik

mahasiswa Universitas Negeri Semarang masih terbilang dalam kategori cenderung

rendah. Serta berdasarkan hasil pengukuran mean empiris diperoleh angka 70,33 dan

dengan persentase 83,6% dengan jumlah subjek 175 mahasiswa sehingga

mendapatkan hasil bahwa tingkat kepercayaan politik pada kategori.

Tingkat kepercayaan politik yang didasarkan pada tiga aspek trust with

politician, trust with the institution, dan trust with democracy. Rendahnya tingkat

kepercayaan mahasiswa Universitas Negeri Semarang disebabkan oleh beberapa

faktor diantaranya seperti mahasiswa menganggap partai politik sebagai alat

pencitraan, partai politik mementingkan kepentingan pribadi saja tanpa


47

mengedepankan kepentingan rakyat selain itu mahasiswa merasa kebijakan yang

dikeluarkan pemerintah tidak sesuai dengan masyarakat.

2.9.2. Anggaraini, Mery dan Zetra, Aidinil (2019)

Penelitian yang dilakukan oleh Mery Anggraini dan Aidinil Zetra berjudul

“Pengaruh Kesadaran Dan Kepercayaan Politik Terhadap Partisipasi Politik

Masyarakat Dharmasraya Pada Pilkada 2015” pada dasarnya merupakan penelitian

yang bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kesadaran politik pada

partisipasi masyarakat Kabupaten Dharmasraya. Penelitian ini dilakukan dengan

metode penelitian explanatory research dan dengan Uji Kendall Tau.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran politik dan

kepercayaan terhadap sistem pemerintahan pada Masyarakat Kabupaten

Dharmasraya cukup tinggi serta tingkat kesadaran politik dan kepercayaan

pemerintah pada penelitian ini memiliki hubungan yang positif terhadap partisipasi

Masyarakat di Kabupaten Dharmasraya. Pada penelitian ini disebutkan bahwa

selain faktor kesadaran politik dan kepercayaan politik juga terdapat faktor lain

yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yaitu faktor status ekonomi dan sosial.

2.9.3. Kanna, Moch Syukur (2017)

Moch. Syukur, Kanna dalam penelitiannya yang berjudul “Tingkat

Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Golkar Di Kelurahan Lembo Kecamatan

Tallo” bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat di

Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo terhadap partai Golkar. Penelitian ini dilakukan

dengan metode penelitian kualitatif, dimana penulis melakukan proses wawancara


48

mendalam pada informan yang berjumlah 15 informan. Berdasarkan analisis

dijelaskan bahwa terdapat tiga faktor penyebab adanya pengaruh tingkat

kepercayaan masyarakat yaitu faktor psikologis, faktor sosiologis dan pilihan

rasional. Selain itu berdasarkan hasil wawancara para informan menjelaskan bahwa

di daerah mereka tidak ada kader partai, masih banyaknya masyarakat yang kurang

minat dan berpartisipasi pada pemilu, dan masih tidak ada kegiatan tentang program

partai atau pengkaderan di partai Golkar pada khususnya.

2.9.4. Hasbi Wahyudi, Tantio Fernando, Azhari Ahmad, Ayu Khairani,

Fatimah, Ivan Muhammad Agung, Mirra Noor Milla (2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Hasbi Tantio Fernando, Azhari Ahmad, Ayu

Khairani, Fatimah, Ivan Muhammad Agung, Mirra Noor Milla yang berjudul Peran

Kepercayaan politik dan Kepuasan Demokrasi terhadap Partisipasi Politik

Mahasiswa ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui atau membuktikan terkait

hubungan kepercayaan politik dan pada kepuasaan demokrasi. Penelitian ini

dilakukan pada mahasiswa Universitas Riau dengan jumlah sampel 307 sampel.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan penyebaran kuesioner.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis mediasional.

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan yang

positif antara kepercayaan politik dengan kepuasan demokrasi pada mahasiswa

terhadap partisipasi politik mahasiswa itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin tinggi angka kepercayaan politik maka semakin tinggi pula partisipasi

mahasiswa dalam politik. Selain itu ditunjukkan bahwa kepuasan demokrasi tidak
49

berhubungan secara langsung dengan kepercayaan politik dimana hal ini

menjelaskan bahwa kepuasan sebagai variabel mediator.

2.9.5. Handrix Chris Haryanto1 Tia Rahmania, Ahmad R. Mubarok, Agung B.

Dopo, Hafil Fauzi, Erdizal Fajr

Pada dasarnya penelitian yang berjudul Bagaimanakah Persepsi

Keterpercayaan Masyarakat terhadap Elit Politik ini dilakukan dengan tujuan untuk

menidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap pihak elit

politik pada Masyarakat Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif

dan dengan teknik analisis konten. Penelitian ini melibatkan 461 orang sebagai

sampel penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menjelaskan terdapat

sepuluh faktor yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap elit politik

diantaranya yaitu kebohongan, mementingkan diri sendiri, tidak kompeten, kurang

transparan, tidak bertanggung jawab, malas, menyalahgunakan kekuasaan dan tidak

tegas. Selain itu terdapat faktor yang membuat tingkat kepercayan pada elit politik

yang mana ditekankan pada sikap yang erat terhadap nilai norma dan motif yang

baik.

Berdasarkan kajian penelitian yang telah dijelaskan dan dideskripsikan di

atas, maka disajikan matriks penelitian empiris terdahulu pada Tabel 2.1 sebagai

berikut:
50

Tabel 1 Matriks Penelitian Terdahulu

Persamaan dan
No Peneliti Metode Hasil Temuan
Perbedaan
1. Mardina Dwi Kualitatif dan Penelitian Persamaan:
(2019) teknik analisis dilakukan pada Mengkaji mengenai
deskriptif yang Mahasiswa tingkat kepercayaan
menjelaskan Universitas Negeri
“Kepercayaa mahasiswa terhadap
tingkat Semarang tentang partai politik
n Mahasiswa
kepercayaan tingkat kepercayaan
UNNES
mahasiswa mahasiswa terhadap
Terhadap Perbedaan:
terhadap partai partai politik.
Partai Politik Desain penelitian
politik. Penelitian
Setelah kualitatif yang hanya
dilakukan dengan
Pemilihan mendeskripsikan
responden sebanyak
Umum 2019” bagaimana tingkat
209 mahasiswa
dimana kepercayaan
menghasilkan mahasiswa pada partai
bahwa tingkat politik, belum mengkaji
kepercayaan partai adakah keterkaitan
politik mahasiswa faktor yang
terbilang sedang mempengaruhi tingkat
dan cenderung kepercayaan pada
rendah, namun jika partai politik
dilihat dengan
kategorisasi tingkat
kepercayaan
mahasiswa terhadap
partai politik
cenderung sedang.
2. Mery Metode Penelitian ini Persamaan:
Anggraini, penelitian yang dilakukan pada Mengkaji mengenai
dkk (2018) digunakan masyarakat pengaruh kepercayaan
adalah metode Kabupaten masyarakat terhadap
explanatory Dharmasraya yang
“Pengaruh politik
research menguji tentang
Kesadaran
dimana pengaruh kesadaran
Dan Perbedaan:
menggunakan dan kepercayaan
Kepercayaan Desain penelitian
teknik analisis politik terhadap
Politik explanatory research
Kendall Tau partisipasi
Terhadap dimana melihat
masyarakat. Hasil
Partisipasi hubungan dari
penelitian ini
Politik kesadaran dan
adalah kesadaran
Masyarakat kepercayaan terhadap
politik dan
Dharmasraya partisipasi politik.
kepercayaan politik
Pada Pilkada Sedangkan pada
terhadap sistem
2015” penelitian yang akan
51

pemerintahan dilakukan melihat


memiliki hubungan pengaruh konflik partai
positif dengan politik terhadap
partisipasi kepercayaan politik.
masyarakat.
3. Moch. Syukur Metode Penelitian ini Persamaan:
Kanna (2017) penelitian ini dilakukan di Mengkaji mengenai
menggunakan Kelurahan Lembo kepercayaan masyarakat
metode Kecamatan Tallo,
“Tingkat terhadap partai politik
Kepercayaan kualitatif dimana penelitian
dimana ini bertujuan untuk
Masyarakat Perbedaan:
dilakukan mengukur tingkat
Terhadap Desain penelitian pada
Partai Golkar dengan kepercayaan
penelitian terdahulu
Di Kelurahan wawancara masyarakat
mendalam terhadap partai menggunakan kualitatif
Lembo dimana hanya
pada informan politik Golkar.
Kecamatan mendeskripsikan hasil
untuk melihat Berdasarkan hasil
Tallo” penelitian seperti faktor
persepsi penelitian yang
masyarakat didapatkan dapat yang mempengaruhi
terhadap partai diperoleh data tingkat kepercayaan
golkar bahwa terdapat tiga terhadap partai politik.
faktor yang Pada penelitian yang
mempengaruhi akan dilakukan akan
tingkat kepercayaan mengkaji pengaruh
masyarakat konflik pada partai
terhadap partai politik terhadap
Golkar, yaitu faktor kepercayaan
sosiologis, faktor masyarakat.
psikologis dan
pilihan rasional.
3. Moch. Syukur Metode Penelitian ini Persamaan:
Kanna (2017) penelitian ini dilakukan di Mengkaji mengenai
menggunakan Kelurahan Lembo kepercayaan masyarakat
metode Kecamatan Tallo,
“Tingkat terhadap partai politik
Kepercayaan kualitatif dimana penelitian
dimana ini bertujuan untuk
Masyarakat Perbedaan:
dilakukan mengukur tingkat
Terhadap Desain penelitian pada
Partai Golkar dengan kepercayaan
penelitian terdahulu
Di Kelurahan wawancara masyarakat
mendalam terhadap partai menggunakan kualitatif
Lembo dimana hanya
pada informan politik Golkar.
Kecamatan mendeskripsikan hasil
untuk melihat Berdasarkan hasil
Tallo” penelitian seperti faktor
persepsi penelitian yang
masyarakat didapatkan dapat yang mempengaruhi
terhadap partai diperoleh data tingkat kepercayaan
golkar bahwa terdapat tiga terhadap partai politik.
52

faktor yang Pada penelitian yang


mempengaruhi akan dilakukan akan
tingkat kepercayaan mengkaji pengaruh
masyarakat konflik pada partai
terhadap partai politik terhadap
Golkar, yaitu faktor kepercayaan
sosiologis, faktor masyarakat.
psikologis dan
pilihan rasional.
4. Hasbi Metode Penelitian ini Persamaan:
Wahyudi,Tant penelitian yang bertujuan untuk Mengkaji mengenai
io Fernando, digunakan melihat hubungan peran kepercayaan
Azhari adalah metode antara kepercayaan politik dan kepuasan
Ahmad, Ayu survei dengan politik dan demokrasi terhadap
Khairani, teknik analisis kepuasan partisipasi politik
Fatimah, Ivan deskriptif dan demokrasi terhadap
Muhammad analisis partisipasi politik
Perbedaan:
Agung, Mirra mediasional Penelitian ini
Noor Milla menghasilkan Desain penelitian pada
(2013) adanya pengaruh penelitian terdahulu
positif antara menggunakan metode
kepercayaan politik survei dimana menguji
“Peran peran kepercayaan
dengan kepuasan
Kepercayaan politik dan kepuasan
demokrasi dan
politik dan demokrasi pada
membuktikan
Kepuasan partisipasi mahasiswa
bahwa semakin
Demokrasi dimana penelitian ini
tinggi kepercayaan
terhadap mengarah pada
maka akan
Partisipasi bagaimana kepercayaan
Politik meningkatkan
partisipasi politik. politik pada partisipasi
Mahasiswa” masyarakat tidak
menjelaskan faktor
kepercayaan politik
tersebut.

2.10. Kerangka Konseptual


Berdasarkan pemapatan kajian teoritis dan kajian penelitian terdahulu atau

empiris dapat disususn kerangka konseptual dalam penelitian ini, sebagai berikut:
53

PENGARUH KONFLIK INTERNAL PARTAI POLITIK TERHADAP


TINGKAT KEPERCAYAN MAHASISWA PADA POLITISI

(Studi Peran Politisi dalam Pengambilan Kebijakan Publik)

Pendekatan kuantitatif korelasional

Hipotesis penelitian

Metode Penelitian (Data Sekunder)

Landasan Teori: Kajian Empiris:

1. Teori Politik 1. Mardiana Dwi


2. Teori Konflik 2. Mery Anggraini, dkk
3. Teori Kebijakan Publik 3. Moch. Syukur Kanna
4. Teori Kepercayaan Politik 4. Hasbi Wahyudi,Tantio
5. Teori Keberhasilan Bisnis Fernando, Azhari Ahmad, Ayu
Khairani, Fatimah, Ivan
Muhammad Agung, Mirra
Noor Milla
5. Handrix Chris
Haryanto1 Tia Rahmania,
Ahmad R. Mubarok, Agung B.
- Analisis Statistik DekriptifDopo, Hafil Fauzi, Erdizal
- Fajri
Analisis Statistik Inferensial
- Uji Reabilitas dan Validitas

Hasil dan Pembahasan

Simpulan dan Saran

Gambar 1 Kerangka Konseptual Penelitian


Sumber: Data Olahan Peneliti (2021)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

korelasional. Menurut Arikunto (2010) penelitian korelasi atau correlational

studies merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan antar dua atau beberapa variabel. Ciri dari penelitian korelasi dapat

dilihat dari penelitian tersebut tidak menuntut banyak subjek penelitian. Menurut

Nikolaus (2019) data - data yang diperoleh dari populasi tentang variabel dalam

penelitian korelasional tertentu disajikan dalam bentuk angka kemudian diolah dan

dianalisis untuk melihat apakah ada hubungan antara satu variabel terkait dengan

variabel lainnya. Hasil ini kemudian digunakan untuk membuat prediksi pada suatu

populasi dari lokasi sampel diambil. Jenis penelitian ini dipilih sebab peneliti ingin

mengetahui keberadaan hubungan antara variabel konflik dengan kepercayaan pada

politisi yang berkaitan dengan perannya dalam pengambilan kebijakan publik.

Pendekatan penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) kuantitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan positivisme yang digunakan untuk meneliti sampel.

Metode penelitian ini dikenal banyak menggunakan angka, mulai dari

pengumpulan datanya hingga penarikan kesimpulan yang biasanya disertai data

tabel dan grafik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat gambaran secara

sistematis, faktual, dan akurat tentang sifat dan hubungan antar fenomena yang

diteliti. Instrumen yang digunakan untuk mendapat data adalah dengan


54
55

menggunakan kuesioner dan angket. Indikator untuk kedua variabel kemudian

dijabarkan untuk memperoleh data primer dari sampel.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Malang tepatnya di Universitas Brawijaya.

Penelitian dilakukan di Universitas Brawijaya dikarenakan Universitas Brawijaya

merupakan salah satu kampus yang memiliki jumlah mahasiswa terbanyak di

Indonesia dan salah satu kampus favorit di Indonesia. Selain itu Universitas

Brawijaya memiliki jurusan-jurusan yang mendukung penelitian yaitu jurusan ilmu

sosial dan politik, jurusan ilmu pemerintahan dan jurusan ilmu administrasi yang

telah memiliki akreditasi A pada jurusan tersebut.

3.3. Definisi Operasional dan Variabel

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2017) adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, obyek, organisasi atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Definisi operasional variabel penelitian menurut Sugiyono (2017)

adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari objek atau kegiatan yang memiliki

variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Definisi variabel penelitian harus dirumuskan untuk

menghindari kesesatan dalam mengumpulkan data. Definisi operasional dan

variabel dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel, sebagai berikut:
56

Tabel 2 Konsep, Variabel, Indikator, dan Item

Teori Konsep Variabel Indikator Item


Konflik Konflik Konflik (X) Intelektualitas 1. Tingkat
kemampuan politisi
emosional dalam
menjalankan peran
2. Sikap politisi dalam
menjalankan peran
Pengalaman 1. Lama waktu
bekerja sebagai
politisi
2. Tingkat
pengetahuan dan
keterampilan
Kesejahteraan 1. Ketentraman batin
politisi dalam
menjalankan tugas
2. rasa kenikmatan
politisi dalam
menjalankan tugas
Keyakinan, 1. Keyakinan dalam
mengambil langkah
2.
Kepercayaan, 1. Ada rasa
ketidakpercayaan
pada pemimpin partai
2. Kepercayaan diri
atas jabatan yang
dimiliki
Pemahaman, 1. Kurang
pemahaman terhadap
peran dan fungsi
2. Rendahnya
pemahaman
mengenai kebijakan
Ideologi, 1. Perbedaan ideologi
antar politisi
2. Ideologi yang tidak
sesuai pada individu
57

Keadilan, 1. Adanya
ketidakadilan antar
anggota
2. Rasa iri pada
anggota lain
Kekuasaan, 1. Ingin memperoleh
jabatan yang leih
tinggi
2. Kekuasaan individu
atau kelompok
mendominasi
Kewenangan, 1. Tumpang tindih
kewenangan
2. Adanya
penyalahgunaan
kewenangan pada
tugas dan fungsi
Etnik, budaya 1. etnik dan budaya
organisasi kurang
sesuai
2. etnik dan budaya
individu pada
organisasi
Kepemimpinan 1. Adanya
kepemimpinan
otoriter
2. Kurangnya proses
kepemimpinan
Keperca Kepercayaa Kepercayaa Ability, 1. Kurangnya
yaan n n (Y) pemahaman
pengetahuan tentang
peran dan fungsi
2. Kurangnya
keterampilan dan
kompetensi
3. Kurangnya
kemampuan pada
politisi
4. Kurangnya
pengalaman politisi
Benevolence, 1. Tidak adanya rasa
empati pada anggota
lainnya
2. Memiliki keinginan
yang kuat dari
individu politisi untuk
58

memperoleh hal
tertentu.
3. Tidak memiliki
keyakinan dan daya
terima
Integrity 1. Tidak memiliki rasa
kesetiaan antar
anggota
2. Terlalu bersikap
terus terang
3. Selalu ingin
memenuhi kemauan
diri dan kelompok
4. Kurang memiliki
keandalan dalam
menyikapi sesuatu

Sumber: Data Olahan Peneliti (2021)

3.4. Skala Pengukuran

Teknik pengukuran data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

menggunakan Skala Likert. Skala Likert Menurut Sugiyono (2010) digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial. Fenomena sosial yang dimaksud dalam penelitian ini telah

ditetapkan peneliti dalam variabel penelitian. Pengukuran data dengan Skala Likert

dilakukan dengan penjabaran variabel menjadi indikator variabel yang kemudian

indikator tersebut dijadikan sebagai tolok ukur untuk menyusun item instrumen

yang akan digunakan untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

kepada responden.

Menurut Ulber Silalahi (2012) Skala Likert sebagai teknik penilaian skala

yang banyak digunakan utamanya untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi

seseorang tentang dirinya atau kelompoknya orang yang berhubungan dengan suatu
59

hal. Skala ini sering disebut sebagai summated scale yang berisi sejumlah

pernyataan dengan kategori respons. Pengukuran Skala Likert dalam penelitian ini

akan dikategorikan ke dalam empat kategori dari setiap nilai variabel penelitian

melalui jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan dan setiap jawaban akan

diberikan skor nilai 1 sampai dengan 4 sebagai berikut:

Tabel 3 Kriteria dan Skor Penilaian dengan Skala Likert

No. Jawaban Responden Skor

1. Sangat Setuju 4

2. Setuju 3

3. Tidak Setuju 2

4. Sangat Tidak Setuju 1

Sumber: Data Olahan Peneliti (2020)

3.5. Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi

Populasi menurut Arikunto (2010) adalah keseluruhan objek penelitian, dan

apabila seorang peneliti ingin melakukan penelitian semua elemen yang ada dalam

suatu wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Universitas Brawijaya dengan

jenjang Sarjana tahun 2019 pada jurusan politik, ilmu pemerintahan, ilmu hukum

dan ilmu administrasi publik yang mana pada dasarnya mahasiswa pada jurusan

tersebut memiliki dasar keilmuan terkait sistem pemerintahan, sistem politik dan

kebijakan publik. Jumlah populasi mahasiswa berdasarkan jurusan tersebut

diperoleh sebanyak 6.015 mahasiswa.


60

Tabel 4 Populasi Mahasiswa

No Nama Prodi Jumlah


1 Ilmu Administrasi Bisnis 1.481
2 Ilmu Pemerintahan 719
3 Ilmu Hukum 3.064
4 Ilmu Politik 751
Jumlah 6.015

Sumber PDDikti Universitas Brawijaya Tahun 2019/2020

3.5.2 Sampel

Menurut Arikunto (2010) sampel merupakan sebagian atau wakil populasi

yang diteliti. Jika peneliti hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka

penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sedangkan, menurut Sugiyono (2012)

pengertian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi.

Teknik sampling menurut Sugiyono (2017) merupakan teknik yang

digunakan untuk melakukan pengambilan sampel.Teknik sampling yang digunakan

peneliti dalam melakukan penelitian adalah menggunakan teknik nonprobability

sampling dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013) pengertian

nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi

peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur ataupun anggota dari populasi

untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan metode purposive sampling menurut

Sugiyono (2017) adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling adalah karena

peneliti memiliki kriteria responden dalam penelitian yaitu mahasiswa aktif tahun
61

2019 jenjang Sarjana di Universitas Brawijaya yang tegolong dalam jurusan ilmu

administrasi publik, ilmu politik, ilmu pemerintahan dan ilmu hukum.

Berkaitan dengan sampel yang menjadi wakil dari populasi dalam

penelitian, peneliti menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan apabila

jumlah populasinya diketahui secara pasti. Rumus Slovin dilakukan dengan

perhitungan sebagai berikut:

Dimana:
n = besaran sampel
N = besaran populasi
E = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)

Maka didapatkan perhitungan:

n= 6.015
1+(6.015x 0,052)
n= 6.015
1+(6.015x 0,052)
n= 6.015
1+ 15,0375
n= 6.015
16,0375
n= 375,07015027748

Berdasarkan hasil perhitungan melalui rumus slovin dan dengan dibulatkan

pada margin of error 5% maka akan diperoleh sampel penelitian sebanyak 375

sampel.
62

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Riduwan (2010) adalah teknik atau cara-

cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik

penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui

kuesioner. Menurut Sugiyono (2010) kuesioner merupakan teknik pengumpulan

data dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk menjawabnya. Alasan penulis menggunakan kuesioner dalam penelitian ini

dengan bertujuan untuk mendapatkan gambaran sesuai dengan permasalahan yang

akan dikaji dan yang terjadi melalui jawaban dari para responden.

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menurut Sugiyono (2013) merupakan “kegiatan

pengelompokan data berdasarkan variabel, menyajikan data pada tiap-tiap variabel

yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah serta

melakukan perhitungan untuk pengujian hipotesis yang telah diajukan”. Teknis

analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik

analisis statistik deskriptif, teknik statistik inferensial korelasional, teknik analisis

dan teknik uji koefisien determinasi (R2), sebagai berikut:

1. Teknik Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan teknik untuk pencatatan, pengorganisasian,

dan peringkasan informasi dari data numerik ke bentuk lain yang dapat

digunakan dan dapat dikomunikasikan atau dapat dimengerti (Silalahi,

2010:36). Penelitian ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan

antara variabel penelitian serta menganalisis data yang diperoleh secara


63

keseluruhan sesuai dengan hasil data yang ada. Selain itu tujuan teknik analisis

ini adalah untuk menganalisis seberapa kuatnya hubungan antar variabel

penelitian yang ada.

2. Teknik Analisis Statistik Inferensial

Teknik analisis statistik inferensial menurut Sugiyono (2013) adalah “teknik

analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya

akan diberlakukan untuk populasi yang jelas dan teknik pengambilan sampel

dari populasi yang dilakukan secara acak”(Sugiyono, 2013). Peneliti dalam

penelitian ini menggunakan teknik analisis inferensial jenis korelasional.

Teknik analisis korelasional menurut Azwar (2010) bertujuan untuk

menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan pada satu atau

lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Teknik analisis statistik

inferensial korelasional adalah teknik analisis yang berusaha untuk mencari

hubungan ataupun pengaruh antara dua variabel atau lebih dalam penelitian.

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (X) yaitu konflik, variabel

terikat (Y) yaitu kepercayaan politik

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas


3.8.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2017) menjelaskan pengertian “validitas instrumen

adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data

yang dapat dilaporkan oleh penelitian”. Berdasarkan pengertian tersebut data yang

valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti

dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Proses mencari
64

validitas sebab item, dapat dilakukan dengan mengkorelasikan skor item dengan

total item-item sehingga menghasilkan penelitian yang valid. Hasil penelitian

dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan yang

sesungguhnya terjadi pada objek penelitian.

Adapun syarat dalam uji validitas yang dikemukakan oleh Sugiyono (2017)

yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut:

a. Jika koefisien korelasi r ≥ 0,3 maka item tersebut dinyatakan valid.

b. Jika koefisien korelasi r < 0,3 maka item tersebut dinyatakan tidak valid.

Uji validitas instrumen dapat menggunakan rumus korelasi. Pada penelitian

ini dalam mencari nilai korelasi peneliti menggunakan rumus Pearson Product

Moment (Product Moment Correlation Analysis), dengan menggunakan rumus

konsep yang diajukan Sugiyono (2017) adalah sebagai berikut:

Teknik perhitungan tersebut jika koefisien korelasi lebih besar daripada atau

sama dengan nilai ketetapan 0.3 maka instrumen penelitian tersebut memiliki

derajat ketepatan dalam mengukur variabel penelitian dan layak digunakan dalam

pengujian hipotesis penelitian. Tetapi, jika koefisien korelasi lebih kecil dari nilai

ketetapan 0.3 maka instrumen penelitian tersebut tidak akan diikutsertakan dalam

pengujian hipotesis atau instrumen tersebut harus dihilangkan dari pengukuran

variabel. Tabel diatas merupakan hasil uji validitas instrumen penelitian. Data hasil

uji validitas Corrected Item-Total Correlation dan rtabel didapatkan melalui sistem

software SPSS 25. Seluruh pernyataan dinyatakan valid apabila hasil uji Corrected

Item-Total Correlation rhitung memiliki nilai ≥ 0,3. Berdasarkan hasil pengujian dari
65

Corrected Item-Total Correlation rhitung adalah lebih besar dari 0,3 maka dapat

disimpulkan bahwa keseluruhan item dalam instrumen penelitian dinyatakan valid.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2017) uji reliabilitas digunakan untuk mendapatkan

hasil penelitian yang valid dan reliabel serta digunakan untuk mengukur berkali-

kali untuk menghasilkan data yang sama (konsistensi). Uji reliabilitas dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten. Cara melihat

reliabilitas masing-masing instrumen yang digunakan, penulis menggunakan teknik

Cronbach Alpha (α) yang dilakukan dengan bantuan komputer melalui software

SPSS. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar dari

0,7 yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

𝑘. 𝑟
𝐴=
1 + (𝑘 − 1). 𝑟
Keterangan:
A = Koefisien reliabilitas

k = Jumlah item reliabilitas

r = Rata-rata korelasi antar item

1 = Bilangan konstanta

3.9. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara teratur dan sistematis dengan adanya rencana

proses penelitian yang disusun dalam sebuah jadwal penelitian. Adapun susunan

dari proses perencanaan ini terkait pelaksanaan waktu penelitian yang telah disusun

sebagai berikut:
66

Tabel 5 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan proposal
2. Bimbingan dan
konsultasi proposal
3. Seminar proposal
4. Pembuatan dan
penyebaran quesioner
5. Menyusun dan analisi
data
6. Penyusunan laporan
penelitian
67

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, N. R. (2013). Konflik Internal Partai Nasdem ( Studi Tentang Dpw Partai
Nasdem Sulawesi Selatan ) Program Studi Ilmu Politik.

Agung, Bintoro (2018). Survei LIPI: Demokrasi Kian Dipercaya, Parpol Makin
Dijauhi. Diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180720025810-32-
315566/survei-lipi-demokrasi-kian-dipercaya-parpol-makin-dijauhi
pada 20 Maret 2021

Akhrani, L. A., Imansari, F., & Faizah, F. (2018). Kepercayaan Politik dan
Partisipasi Politik Pemilih Pemula. Mediapsi, 4(1), 1–6.
Alamsyah. 2003. Politik dan Birokrasi Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam
Proses Politik Lokal. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. FISIP,
Universitas Lampung
Anderson, James E. 1970. Public Policy Making. New York: Reinhart and
Wiston.
Amal, Ichlasul, 1988, Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Penerbit Tiara Wacana,
Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Askvik, S., Jamil, I and Tek Nath Dhakal. T.K (2011).Citizens' trust in public and
political institutions in Nepal. International Political Science Review.
(32), 17

Azanella, Lutfia Ayu. (2021). Kronologi Konflik Demokrat: dari Klaim


Kepemimpinan hingga Saling Lapor. Di akses melalui
https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/10/150000965/kronologi-
konflik-demokrat-dari-klaim-kepemimpinan-hingga-saling-
lapor?page=all pada Maret 2021

Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta. Gramedia Pustaka


Utama

Detik.com. (2013). Survei LSI: 52 % Publik Nilai Elite Politik Tak Bisa Jadi
Teladan. Diakses melalui
https://www.google.com/search?q=tingkat+kepercayaan+masyarakat+t
erhadap+politisi+DETIK.COM& pada Maret 2021
68

Diana, Yunicha dan Kuniawan, Robi Cahyadi. (2016). Konflik Internal Partai
Nasdem dan Pemilihan Legislati 2014. Jurnal Wacana Politik 1 (1). 10-
17
Donni Junni Priansa. (2017). Perilaku Konsumen dalam Bisnis Kontemporer.
Bandung: Alfabeta
Dwi, Mardina. (2019). Kepercayaan Mahasiswa Unnes Terhadap Partai Politik
Setelah Pemilihan Umum. Skripsi Jurusan Prsikologi Universitas
Negeri Semarang.
Hasbi Wahyudi, Tantio Fernando, Azhari Ahmad, Ayu Khairani, Fatimah, Ivan
Muhammad Agung, & Mirra Noor Milla. (2013). Peran Kepercayaan
politik dan Kepuasan Demokrasi terhadap Partisipasi Politik
Mahasiswa. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
9(Desember), 94–99.
Haryanto, H. C., & Rahmania, T. (2015). Bagaimanakah Persepsi Keterpercayaan
Masyarakat terhadap Elit Politik? Jurnal Psikologi, 42(3), 243.
Jafar, Mohammad. n.d,. Peranan Politik Dalam Demokrasi di Indonesia. Banten:
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi.
Jatmiko, Ageng Purwo and Suharno, Suharno (2012) Kebijakan Pemerintah
Daerah Kabupaten Purworejo Dalam Pelestarian Benda Cagar Budaya
Sebagai Kearifan Lokal. S1 thesis, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Kamarudin. (2013). Konflik Internal Partai Politik : Studi Kasus Partai
Kebangkitan Bangsa Intra-Party Conflict : Jurnal Penelitian Politik,
10(1), 29–39.
Kanna, M. S. (2017). Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Golkar
Di Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo. Skripsi.
Leo Agustino. (2003). Analisis Kebijakan Pembangunan Di Desa Suligi Kecamatan
Pendalian Iv Koto Kabupaten Rokan Hulu. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 287. h
Loeber, L. (n.d.). Political trust and trust in the election process.
Maharani, Asri Diah.2010. Analisis Pengaruh Kepercayaan dan Kepuasan
Pelanggan Terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan Bank Mega
Semarang. Vol. 2 No.1. Universitas Diponegoro: Semarang,
Maretha Fitriasih, Driandipta Buana (2014) Peran Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP)Dalam Memperjuangkan Proses Pemekaran
Wilayah Di Kabupaten Cilacap. S1 thesis, UNY.
Meyer, T. (2012). Peran Partai Politik dalam Sebuah Sistem Demokrasi : Sembilan
69

Tesis. Peran Partai Politik Dalam Sembilan Tesis Sebuah Sistem


Demokrasi, 1–46.
M, Nasruddin Anshoriy Ch,. (2008) Bangsa Gagal Mencari Identitas Kebangsaan,
Yoyakarta: LKiS,

Priyasmoro, M. Radityo. (2018.) Survei Charta Politika: Kepercayaan publik


terhadap parpol masih rendah. Diakses melalui
https://www.merdeka.com/politik/survei-charta-politika-kepercayaan-
publik-terhadap-parpol-masih-rendah.html, pada 20 Maret 2021

Putri, Dea Aprilinda (2018) Analisis Pengaruh Kepercayaan Dan Kualitas


Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Go-Jek. Skripsi thesis, IIB
DARMAJAYA.

Romli, L. (2018). Koalisi dan Konflik Internal Partai Politik pada Era Reformasi.
Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan
Internasional, 8(2), 95–118.
Santosa, Edi dan Budiati, Lilin (n.d). Ruang Lingkup Manajemen Konflik. Modul
1. 1-39
Sitompul, C. (2018). Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab
Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia. Journal Legislasi
Indonesia, 5(1), 102–129.
Soerjono Soekanto. (1995).Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Graha Grafindo
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
—. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
—. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwitri, S. (2014). Konsep Dasar Kebijakan Publik MODUL 1. Analisis Kebijakan
Publik, 2, 1–51.
Surbakti, Ramlan (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Syafi'ie, Mohammad (2017) Peran elite politik dalam pemekaran wilayah di
Kabupaten Sumenep. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No 2 Tahun 2008 Tentang Partai politik
70

Wahyudi, A. (2015). Konflik, Konsep Teori Dan Permasalahan. Jurnal Publiciana,


8(1), 1–15.
Wahyudi, H., Fernando, T., Ahmad, A., Khairani, A., Fatimah, Agung, I. M., &
Milla, M. N. (2013). Peran Kepercayaan Politik dan Kepuasan
Demokrasi terhadap Partisipasi Politik Mahasiswa. Jurnal Psikologi,
Winarno, Budi. (2008). Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta:
MedPress.
Wirawan. 2009. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika
Yuliono, A. (2013). Kepercayaan Masyarakat Pada Partai Politik. JurnaL
Administrasi Publik, 11(1), 173–184.

Anda mungkin juga menyukai