Makalah KLP 5 Hadits Tarbawi IV-pai-c
Makalah KLP 5 Hadits Tarbawi IV-pai-c
HADITS TARBAWI
Tentang
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Kelas : IV-PAI-C
Dosen :
1443 H/2022 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Hadits Tarbawi
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 3
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
1. Adil ......................................................................................................................................... 6
4. Tawadhu’ ............................................................................................................................. 10
BAB III................................................................................................................................................. 14
PENUTUP............................................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................................................ 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap orang yang pernah sekolah, pastilah berhubungan dengan guru dan mempunyai
gambaran tentang kepribadian guru. Walaupun gambaran tentang guru tidak lengkap dan
mungkin tidak benar seluruhnya, namun orang akan berinteraksi dengan guru.
Guru adalah pribadi yang menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa dan peradaban
manusia. Ditangannya, seorang anak yang awalnya tidak tahu apa-apa menjadi pribadi jenius.
Melalui sepuhannyalah, lahir generasi-generasi unggul.
Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian yang positif. Bagaimanapun alasannya
seorang pendidik harus memiliki sifat kelebihan dari anak didiknya. Karena ia bertugas
mendidik dan mengajar anak-anak didik, serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan
yang dicita-citakan yakni memiliki kepribadian yang takwa kepada Allah. Sulit rasanya
seorang pendidik mampu membawa anak didiknya menuju keberhasilan tujuan pendidikan
tersebut, jika seorang guru atau seorang pendidik tidak terlebih dahulu memiliki sifat-sifat
kepribadian tersebut. Seorang guru disamping keberadaannya sebagai figur contoh di hadapan
anak didik, dia juga harus mampu mewarnai dan mengubah kondisi anak didik dari kondisi
yang negatif menjadi positif dari keadaan kurang menjadi lebih.
Suatu hal yang penting diketahui oleh seorang pendidik atau calon pendidik adalah sikap
dan karakter anak didik. Anak didik di sekolah yang dihadapi seorang guru sudah membawa
karakter yang telah terbentuk dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan masyarakat yang
berbeda. Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada juga yang tidak patuh,
ada yang sukanya melanggar tata tertib sekolah dan ada juga yang tertib peraturan. Sikap dan
karakter peserta didik dapat diubah dan dibentuk sesuai keinginan dan tujuan pendidikan.
Disinilah peran guru, orang tua dan masyarakat yang amat penting dalam membentuk
lingkungan anak didik yang baik dan saling mendukung.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
3
C. Tujuan penulisan
Tujuan dari adanya penelitian ini yaitu :
D. Manfaat penulisan
1. Supaya dapat memberi referensi dari sudut pandang berbeda bagi pembaca.
2. Dapat menambah wawasan tentang guru
3. Dapat menambah wawasan mengenai sifat kepribadian guru
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik dan Kedudukannya
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara itu secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
perkembangan seuruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam.1
Kedudukan seorang pendidik atau guru terhadap anak didik bagaikan orang tua terhadap
anak-anaknya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Abu Hurairah:
ّْللاُْ َعلَي ِْهْ َو َسلَ َمإِنَ َماْأَنَاْلَ ُكمْْبِ َمن ِزلَ ِْة
َْ ْصلَى َْ ْ ل
َْ ِّْللا َْ عنْْأَبِيْهُ َري َرْةَْقَا
َْ َلْق
ُْ الْ َرسُو
ْال َوالِ ِْدْأُ َعلِّ ُم ُكم
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku
terhadap kamu menduduki sebagai orang tua aku mengajarkanmu”.
Dari hadits di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa kedudukan seorang guru atau
pendidik adalah seperti orang tua yang baik terhadap anak-anaknya, karena hakikat orang tua
adalah pendidik atau guru utama dan pertama. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih
sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya
sendiri.
1 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2015), cet. ke-3 hlm. 68.
5
Ada tiga hal yang selalu diberi pahala oleh Allah pada seseorang, kendatipun ia sudah
meninggal dunia. Tiga hal tersebut, yaitu (a) sedekah jariah (wakaf yang lma kegunaanya), (b)
ilmu yang bermanfaat, dan (c) doa yang dimohonkan oleh anak yang sholeh untuk orang
tuanya. Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang bermanfaat. Artinya ilmu yang
diajarkan oleh seseorang (alim atau guru) kepada orang lain dan tulisan (karangan) yang
dimanfaatkan orang lain. 2Pahala yang berkelanjutan merupakan salah satu keutamaan yang
akan diperoleh oleh pendidik (guru).
Keutamaan ini diberikan kepada guru karena ia sudah memberikan sesuatu yang sangat
vital dalam kehidupan manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata,
“Kalau sekiranya orang-orang berilmu tidak ada, niscaya manusia akan bodoh seperti hewan.
Karena hanya dengan mengajar, para ulama dapat menaikkan orang banyak dari tingkat
kehewanan ke tingkat kemanusiaan.3
1. Adil
Secara bahasa adil mempunyai arti meletakkan sesuatu pada tempatnya, kepada yang
benar. Kemudian secara istilah, pengertian dari perilaku terpuji adil yaitu menetakpkan suatu
kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Dengan demikian perbuatan adil adalah suatu
tindakan yang berdasar kepada kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu pribadi.
2 Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi, Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV, hlm.
228 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
3 Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I, diterjemahkan Maisir Thahib, dkk., (Bukittinggi: Syamza
Offset, 1980), cet. Ke-3, hlm. 40.
6
(pembantu) kepada anakku ini”. Maka Rasulullah SAW bertanya: “Apakah semua anakmu
kamu beri budak seperti ini?” Ayah menjawab: “Tidak”. Rasulullah SAW lantas bersabda:
Tariklah kembali pemberianmu itu.” (HR. Muttafaq Alayh).4
Hadist ini menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang bapak agar bertindak seadil-
adilnya terhadap anak-anaknya. Seorang bapak di dalam rumah tangganya sebagai pendidik
terhadap keluarganya harus bersikap adil baik dalam bersikap, ucapan, dan segala tindakan.
Karena sikap adil ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pembinaan keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Tindakan adil dari orang tua atau dari seorang pendidik merupakan
pendidikan terhadap anaknya.5
Dalam hadits di atas dengan tegas Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat
(umatnya) agar berlaku adil diantara anak-anaknya. Dalam konteks pendidikan, peserta didik
adalah anak si pendidik. Dengan demikian pendidik wajib berlaku adil dalam berbagai hal
terhadap peserta didiknya.
Keadilan pendidik terhadap peserta didik mencakup dalam berbagai hal, seperti
memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan kebutuhan, bimbingan, pengajaran, dan
pemberian nilai. Apabila sifat ini tidak tidak dimiliki oleh seorang pendidik maka, pendidik
tidak akan disenangi oleh peserta didiknya. Dan apabila terjadi proses pembelajaran, maka
tidak akan mendapatkan hasil yang optimal.7
4 Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana, 2014), cet. ke-2, hlm. 67.
5 Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Hadis Tarbawi (Hadis-Hadis Pendidikan), (Jakarta: KENCANA,
2012) hal. 66-67
6 Bukhari Umar, Op.Cit., hlm. 80.
7 Bukhori Umar, M. Ag, op.cit, hlm. 6-7
7
dalm berbagai hal, seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan kebutuhan,
bimbingan, pengajaran, dan pemberian nilai. Apabila sifat ini tidak dimiliki oleh seorang
pendidik, maka, ia tidak akan disenangi oleh peserta didiknya, dan apabila terjadi proses
pembelajaran maka tidak akan mendapatkan hasil yang optimal.
Demikian pula keadilan seorang guru terhadap peserta didik selalu dituntut
sebagaimana keadilan orang tua terhadap anak-anaknya. Semua harus dilayani dengan sikap
yang sama. Tidak ada bedanya antara anaknya orang kaya dan orang yang tidak kaya ataupun
yang lainnya. Keadilan seorang guru dalam kelas akan menumbuhkan suasana kondusif
terhadap pendidikan mereka.
8 Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah (Al-Bukhari), Al-
Jami’ As-Shahih (Shahih Bukhari), juz 4, hlm: 2436
8
al-Abrasyi dalam kitab al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha memaparkan kisah kasih
saying Umar terhadap anak-anak ; suatu ketika ada salah seorang pegawai Umar bertamu
masuk ke rumahnya, melihat Umar sedang tiduran terlentang sedang anak-anaknya bermain
di sekitarnya. Seorang Pegawai tersebut tidak suka melihat anak-anak yang bermain itu. Lantas
Umar bertanya kepadanya : “Bagaimana anda bersama keluarga anda di rumah ?” Ia menjawab
: “Kalau aku masuk semua diam”. Umar marah seraya berkata : “ Pergilah dari pekerjaan anda,
sesungguhnya anda tidak ada rasa kasih saying terhadap anak istri anda bagaimana anda akan
busa saying terhadap umat Muhammad saw ?” 9
Umar bin al-Khathab member pelajaran kepada kita bahwa orang tua dan pendidik perlu
mempunyai sifat kasih saying terhadap anak-anak, keluarga dan anak didiknya, bergaul yang
menyenangkan sehingga anak-anak terdidik dengan baik tidak penakut dan tidak minder
menghadapi orang lain.
Kasih sayang seorang pendidik tidak harus mengorbankan dirinya atau mengorban anak
didik sehingga menjadi tidak hormat atau kurang ajar terhadap guru. Kepribadian guru yang
baik menurut sebagina ahli didik adalah guru yang mencintai anak didik, penuh rasa tanggung
jawab dan penuh obyektif serta bersikap ramah adil dan jujur menuju kesejahteraan anak
didik. 10Pendidik yang sangat erat hubungannya dengan anak didik akan mengakibatkan
hilangnya kewibawaan dari pada pendidik. Sedang pendidik yang saangat keras akan ditakuti
oleh anak didik dan membuat frustasi dan tidak semngat belajar.
3. Penyampai Ilmu
ُ
ِ ََمنْ ُسئِ َلْ َعنْ ِعل ٍمْ َعلِ َمهُْثُ َمْ َكتَ َمهُْأل ِج َمْيَو َمْالقِياَ َم ِةْبِلِ َج ٍامْ ِم َنْالن
ْار
Dari arti hadits di atas, diantara sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik
pengajaran, pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain-lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi
oleh semua umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat
9
pancaran sinarnya ilmu. Menyampaikan ilmu adalah wajib dan menyimpannya merupakan
perbuatan dosa. Tugas guru adalah penyampai ilmu, penyampai ayat, dan penyampai hadis.
Orang yang menyimpan ilmu ancamannya besar sebagaimana disebutkan hadits di atas adalah
neraka.
Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan, pemurah, dan tidak pelit dalam ilmu
agama baik siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang diajarkan dan diberikan kepada orang
lain justru manfaatnya akan lebih banyak, dan ilmu itu malah bertambah dan tidak akan habis.
Diantara sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik melalui pengajaran,
pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain – lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi oleh semua
umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat pancaran
sinarnya ilmu. Kewajiban seorang alim adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain di
samping mengamalkannya untuk diri sendiri. Tugas guru adalah penyampai ilmu, penyampai
ayat, dan penyampai Hadis, tidak boleh menyimpannya. Maksud menyimpan ilmu tidak mau
menjawab pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang atau malah melarang buku yang dibaca.
11
4. Tawadhu’
Tawadhu’ artinya sifat rendah hati, tidak takabur/sombong atau angkuh atas kelebihan
yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Guru atau para calon guru agar bersikap tawadhu’
atau rendah hati dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui ilmu. Sifat tawadhu’ adalah
posisi pertengahan antara kesombongan (takabur) dan rendah hati (mudzillah). Seorang
berilmu tidak boleh sombong dengan ilmunya kerena ilmu pemberian Tuhan dan tidak boleh
merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu dan pemilik ilmu.
11 Abdul Majid, 2012, Hadis Tarbawi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup), hlm. 82
10
Artinya : Dari Masruq berkata: Kami masuk ke rumah Abdullah bin Mas’ud r.a. kemudian ia
berkata: “Wahai sekalian manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu maka hendaklah
ia mengatakan apa yang diketahuinya, dan barang siapa yang tidak mengetahuinya maka
hendaklah ia mengatakan “Allah lebih mengetahui “, karena sesungguhnya termasuk ilmu bila
seorang mengatakan “Allah lebih mengetahui”, terhadap sesuatu yang ia tidak diketahuinya.
(HR. Bukhari)
Kewajiban seorang yang memiliki ilmu yaitu menyampaikan ilmu atau menyebarkan
ilmu dan tidak boleh menyembunyikan ilmu terutama ketika menghadapi pertanyaan atau
jawaban yang bersifat wajib dijawab. Dan sifat rendah hati atau tidak sombong mengatakan
sesuatu yang tidak diketahui. Bagi orang yang tidak ada ilmunya lebih baik diam.
Menurut Syekh Al-islam dalam al-fatawa al-hamawiyah yang dikutip oleh al-asqalani
menjelaskan, bahwa rusaknya dunia dan agama karena empat perkara:
1. Hanya setengah memahami ilmu kalam. Orang yang pengetahuan ilmu kalamnya hanya
setengah akan merusak agama dan akidah, karena ilmu kalam yang setengah itutidak
akan sampai pada tujuan tapi akan menipu dirinya dan umat.
2. Setengah memahami hukum islam atau fiqih. Orang kedua ini akan menghancurkan
Negara, karena keputusan dipengadilan akan kacau dan merusak keadilan.
3. Setengah memahami bahasa. Orang ini akan merusak bahasa, karena ia mengira
bahasanya sudah benar dan mengira sudah sesuai dengan kaidah bahasa, tetapi
menyesatkan bagi pembacanya.
4. Setengah memahami ilmu kedokteran. Berbahaya bagi pasien yang berobat karena akan
terjadi kesalahan dalam resep pengobatan.
Perintah tawadhu’ kepada semua orang bukan hanya murid terhadap guru tetapi guru
terhadap muridnya pun sama.hanya disini kerena tema pembahasan kode etik guru atau
pendidik, pembahasannya lebih cenderung kepada guru.
Abdullah Nasih mengatakan bahwa hendaknya seorang murid tawadhu’ terhadap gurunya,
bagaikan pasien terhadap dokter ahli.alangkan indahnya guru dan murid sama-sama tawadhu’
saling menghargai dan mencintai satu sama lain karena Allah SWT.
11
5. Toleran dan Bijaksana
َ َْفَق،ْ ُاولَهُْالنَاس
ْال َ َعنْأبىْهُ َري َرةَْقَا َلْقَا َمْأَع َرابِ ٌّىْفَب
َ َالْفِىْال َمس ِج ِدْفَتَن
ًْْوهَ ِريقُواْ َعلَىْبَولِ ِهْ َسجال
َ ُْ«ْ َد ُعوه-ْْصلىّْللاْعليهْوسلم-ْلَهُ ُمْالنَبِ ُّى
ْْولَمْتُب َعثُوا،ْ
َ ين ِْ ْفَإِنَ َماْبُ ِعثتُمْ ُميَس،ْْأَوْ َذنُوبًاْ ِمنْ َما ٍء،ِْمنْ َما ٍء
َ ِّر
)ينْ(رواهْالبخاري
َ ِّر
ِ ُم َعس
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata :“Seorang ‘Arab (Badui) berdiri dan kencing di masjid.
Maka para sahabat ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda
kepada mereka, “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air -atau
dengan setimba besar air-. Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak
diutus untuk memberi kesusahan.” (HR Bukhari)
Selain hadist yang disandarkan pada Abu Hurairah, juga ada hadist yang disandarkan pada
Anas dengan konteks yang sama, yaitu :
12
Rasulallahmencegah para sahabat-sahabat yang mencobamencegahnyadengan kata-kata yang
lembutdanbijak.
Dalam kajian sederhana, hadits ini memberitahukan kepada kita bahwa ketika ada
berbagai kerusakan berkumpul, maka yang dilakukan adalah kerusakan yang lebih ringan.
Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- membiarkannya sampai selesai kencing, agar tidak
mengakibatkan mudhorat dengan terputusnya kencing (secara mendadak) dan dari terkotorinya
badannya, pakaiannya, dan menyebarnya kencing tersebut ke daerah lain di dalam masjid
tersebut, serta bahaya yang terjadi pada tubuhnya khususnya saluran kencing.
Demikian sikap seorang pendidik yang diberikan Rasulullah pada saat menghadapi
kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak didiknya. Sikap lemah lembut, toleran
dan bijaksana akan dapat menyelesaikan masalah. Kesalahan dan pelanggaran tidak harus
dihadapi dengan kekejaman namun jika masalah itu dibesarkan maka hanya akan menimbulkan
masalah baru dan merusak keberhasilan dalam pendidikan.
Dengan sikap lapang dada dan jauh dari kedengkian akan mewujudkan keseimbangan
jiwa bagi manusia dan akan membiasakannya untuk selalu cinta kepada kebaikan. Ia juga akan
memberikan jalan kebaikan pada manusia untuk sampai kepada puncaknya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat
kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiannya (baik sebagai
khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks
ini bukan hanya terbatas pada orang yang bertugas di sekolah saja, tetapi semua orang yang
terlibat dalam pendidikan anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai
meninggal dunia.
Kedudukan seorang guru atau pendidik adalah seperti orang tua yang baik terhadap anak-
anaknya, karena hakikat orang tua adalah pendidik atau guru utama dan pertama. Mendidik
anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan
peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri.
Banyak sifat kepribadian yang harus dimiliki seorang pendidik, namun dalam penulisan ini
hanya ada beberapa yang harus dimiliki, yaitu:
1. Adil
2. Pengasih
3. Penyampai Ilmu
4. Tawadhu
5. Toleransi dan Bijaksana
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami dari kelompok 5 sangat menyadari, bahwa isi maupun
cara penulisan makalah masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan sekali masukan baik berupa pertanyaan maupun usulan dari teman-teman dan
arahan dan bimbingan dari Bapak Dosen demi kesempurnaan makalah kami ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, 2012, Hadis Tarbawi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup)
Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi, Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV,
hlm. 228 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah (Al-
Bukhari), Al-Jami’ As-Shahih (Shahih Bukhari), juz 4
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar, 2002, Tarjamah Fathul Baari Sarah Sahih Al-
Bukhari, (penterjemah Amiruddin, Lc), Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I, diterjemahkan Maisir Thahib, dkk., (Bukittinggi:
Syamza Offset, 1980), cet. Ke-3.
Khon, Abdul Majid, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana, 2014), cet. ke-2.
Sabiq, Sayyid , 1993, Fikih Sunah, (penterjemah Mahyuddin Syaf), Bandung: Al-Ma’arif.
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, ( Yogyakarta : FIP-IKIP, tth)
Thahan , Mahmud , Ilmu Hadits Praktis, (penterjemah Abu Fuad), (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2010)
15