Anda di halaman 1dari 25

‫انوع الكالم‬

(PEMBAGIAN KALAM)
MAKALAH
Diajukan:
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ULUMUN NAHWIYYAH
Dosen Mata Kuliah:
KOMARODIN, M.Pd. I

Disusun Oleh:

1. MUH. ROSYIH FAQIHADDIN (2021.080.01.0055)


2. NOVA KRISDIANA (2021.080.01.0070)
3. RIZA NGAFIFATUN NIHAYAH (2021.080.01.0080)
4. OBBY NURRIFQI P.C.P. (2021.080.01.0075)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DIPONEGORO TULUNGAGUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul” (‫ع اَ ْلك َََلم‬
ُ ‫ )أَ ْن َوا‬PEMBAGIAN KALAM” ini terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, yang membawa agama
Islam dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang-benderang.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih-II yang
dibimbing oleh Bapak Komarodin, M.Pd.I. kami ucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan tidak lupa ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. H. Sukarji, M.Pd. I selaku Ketua STAI Diponegoro Tulungagung
yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di
STAI Diponegoro Tulungagung.
2. Bapak Komarodin, M.Pd.I Selaku Kepala Program Studi PAI.
3. Bapak Komarodin, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumun
Nahwiyyah
4. Teman-teman yang sudah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari atas kekurangan makalah ini dan pastinya tidak luput dari
kata salah, sehingga kami mengharapkan segala kritik maupun saran terhadap
makalah kami yang bersifat membangun.
Demikianlah makalah ini kami susun, harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Tulungagung, 2 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Makalah ...................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 5
A. Pengertian Kalam.................................................................................... 5
B. Pembagian Kalam ................................................................................... 8
C. Definisi Mudzakar dan Muannas ............................................................ 15
D. Definisi Af’alul Khomsah ..................................................................... 19
E. Macam-Macam Isim .............................................................................. 20
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 23
A. Kesimpulan ............................................................................................ 23
B. Saran ...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu cara mengetahui Ilmu Nahwu paling mendasar adalah dengan cara
mengetahui susunan dari pada alimah kalimah tertentu, maka dari itu salah satu bab
yang paling banyak mencakup susunan pada bahasa arab adalah bab kalam ini,
karena bayak dari beberapa bahasa arab terpenuhi dengan kata-kata yang memuat
kalimah isim ,fiil, huruf dan lainya.
Kalam didalam makalah ini akan dibahas sedetail mungkin ,dalam kalam itu
ada beberapa aspek yang harus diketahui seperti lafadz ,murokkab, dan wad’i. Jadi
itu sekelumit dari pada kalam yang akan disajikan. Dan pembagian kalampun juga
ada beberapa yang harus diketahui seperti Isim, Fiil, dan Huruf.
Macam-macam dari pembagian Kalam pun ada banyak sekali seperti Isim yang
dibagi menjadi beberapa bagian didalamnya seperti Isim Mufrod dan lainya. Ada
juga seperti Fiil dibagi menjadi beberapa bagian yang harus diketahui seperti Fiil
Amar dan lainya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kalam?
2. Ada Berapa Kalam?
3. Apa Pengertian Mudzakar dan Muannas?
4. Apa Pengertian Asma’ul Khomsah?
5. Ada Berapa Macam Isim ?
C. Tujuan Makalah
1. Memahami Pengertian Kalam.
2. Mengetahui Macam-Macam Kalam.
3. Mengetahui Pengertian Mudzakar dan Muannas
4. Mengetahui Pengertian As’mual Khomsah.
5. Mengetahui Macam-Macam Isim.
4
BAB II

‫أ َ ْن َواع ا َ ْلك ََالم‬


(PEMBAGIAN KALAM)

A. Pengertian Kalam

Kalam (‫ )الك َََل ُم‬dalam istilah ilmu nahwu adalah sesuatu yang di
dalamnya berkumpul empat perkara. Yakni lafadz (ucapan), murokkab
(tersusun), mufid (memberi faidah) dan bil wadl’i (dengan bahasa arab).
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Jurumiyah:

ْ ‫ب ْال ُمف ْيدُ ب ْال َو‬


‫ض ِع‬ ُ ‫ا َ ْل َكَلَ ُم هُ َو الل ْفظُ ْال ُم َر َك‬
Artinya: “Kalam adalah lafadz yang tersusun yang memberi faidah
dengan menggunakan bahasa arab.”
Untuk memahami pengertian ini, kita perlu mempelajari lebih dalam
apa yang dimaksud dengan lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i.
Sehingga kita bisa mengetahui secara utuh apa itu Kalam.
1. Lafadz
Yang dimaksud dengan lafadz adalah suara/ucapan lisan yang
mengandung huruf hijaiyah. Misalnya lafadz “kitaabun” (‫)كتاب‬,
“masjidun” (‫ )مسجد‬dan “Zaidun” (‫)زيد‬. Lafadz-lafadz tersebut merupakan
ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah.
Beda dengan suara klakson, suara gemercik air, dan suara-suara
yang tidak mengandung huruf hijaiyah maka itu tidak termasuk lafadz.
Dan jika bukan lafadz, maka tidak bisa disebut kalam. Lafadz terbagi dua.
Ada lafadz muhmal dan ada lafadz musta’mal.
a. Lafadz muhmal, adalah lafadz yang tidak berguna, yakni ucapan lisan
yang mengandung huruf hijaiyah tapi tidak terpakai. Contoh kita secara
ngasal berucap “Jajaban juba” (‫ )ججبن جوبا‬atau “daizun” (‫ )ديز‬yang
entah apa artinya.

5
6

Ucapan tersebut termasuk lafadz karena merupakan suara lisan yang


mengandung huruf hijaiyah. Hanya saja, lafadz tersebut tergolong lafadz
muhmal, karena tidak dipakai dan tidak pula memiliki arti.
b. Lafadz musta’mal, adalah lafadz yang berguna, yakni ucapan lisan
yang mengandung huruf hijaiyah dan digunakan. Contohnya lafadz
“kitaabun” (‫)كتاب‬, “masjidun” (‫ )مسجد‬dan “Zaidun” (‫)زيد‬.
Lafadz-lafadz tersebut biasa digunakan dalam percakapan. Kitaabun
diucapakan merujuk pada buku, masjid merujuk tempat ibadah dan Zaid
adalah nama orang.
2. Murakkab (Tersusun)
Murakkab adalah sesuatu yang tersusun dari dua susunan kata atau
lebih. Sehingga bila suatu lafadz hanya terdiri dari satu kata, maka lafadz
tersebut bukan murakkab. Contoh murakkab:

‫زَ يْد قَائم‬


Artinya: “Zaid adalah yang berdiri”
Kalimat “zaidun qoimun” (‫ )زَ يْد َقائم‬merupakan murakkab karena
tersusun dari dua kata, yakni kata ‫ زيد‬dan kata ‫قائم‬.
Apabila hanya ‫ زيد‬saja atau ‫ قائم‬saja, maka itu bukan murakkab
karena tidak tersusun. Dan jika bukan murakkab, maka tidak bisa disebut
kalam.
Adapun murakkab yang menjadi syarat kalam adalah murakkab
isnadiy, bukan murakkab tarkib majzi dan murakkab idlofiy.

3. Mufid (Memberi Faidah)


Mufid artinya ucapan yang memberi faidah/ makna. Sehingga
seseorang yang mendengar ucapan tersebut tidak mempertanyakan dan
tidak penasaran lagi mendengarnya. Dan bisa diam dengan nyaman.
Contoh mufid:

‫زَ يْد َقائم‬


Artinya: “Zaid adalah orang yang berdiri”
7

Ucapan di atas mufid. Karena sudah memberikan makna dengan


susunan sempurna. Contoh ucapan yang tidak mufid:

‫ا ْن َقام َ زَ يْد‬
Artinya: “Jika zaid berdiri,”
Ucapan di atas tidak mufid karena tidak memberikan makna
sempurna. Sebab dalam ucapan tersebut terkandung kata “in” (ْ‫ )ان‬yang
artinya “jika”. Dimana “in” termasuk huruf syarat yang membutuhkan
jawab. Biasanya jawabnya memiliki arti “maka”. Sedangkan di sini
jawabnya tidak ada. Sehingga maknanya menjadi nanggung. Orang yang
mendengar ucapan tersebut akan penasaran dan tidak nyaman. Oleh
karena itu lafadz ‫ ا ْن َقام َ زَ يْد‬tidak mufid, sehingga tidak bisa disebut kalam.
4. Bil Wadl’i
Adapun bil wadh’i (‫ )بالوضع‬sebagian ulama menafsirkannya dengan
maksud (‫)بالقصد‬. Maka perkataan orang yang tidur dan lengah/lalai tidak
dinamakan kalam menurut ulama nahwu. Sebagian lain menafsirkan
dengan bahasa Arab (‫ )العربي‬maka perkataan orang ‘ajam/non Arab
seperti Turki, Barbar tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu.
Berikut ini contoh kalam yang sudah memenuhi empat syarat
(Berupa lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i) adalah sebagai berikut:

َ ‫جد‬
َ ‫َو‬ ‫َم ْن َجد‬
Artinya, “Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan
berhasil.”
Ucapan di atas merupakan kalam karena sudah memenuhi 4 syarat,
yakni (1) lafadz, berupa ucapan yang mengandung huruf hijaiyyah, (2)
murakkab, karena tersusun dari beberapa kata, (3) mufid, karena memberi
faidah berupa makna sempurna, dan (4) bil wadl’i, berupa bahasa arab.
8

B. Pembagian Kalam

Kalam atau kalimat terbagi menjadi 3, yaitu kalimat isim, kalimat


fi’il dan kalimat huruf. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab al-
Ajurumiyah:

َ ‫َوأ َ ْق‬
‫ َو َح ْرف‬،‫ َوف ْعل‬،‫ اسْم‬: ‫سا ُمهُ ث َ ََلثَة‬
Artinya, “Pembagian kalam ada tiga: Isim, Fi’il, dan Huruf”.
1. Isim
Pengertian isim adalah sebagai berikut:

ْ ‫ َولَ ْم ت ُ ْقت ََر ْن بزَ َم ٍن َو‬،‫علَى َم ْعنًى في نَ ْفس َها‬


‫ضعًا‬ َ ‫ َوه َُو كَل َمة دَلت‬،‫اال ْس ُم‬
Artinya, “isim adalah kata yang menunjukkan terhadap makna yang
ada pada dirinya tanpa dibarengi dengan penempatan waktu.”
Jadi isim itu selalu memiliki makna tersendiri. Hal ini berbeda
dengan huruf yang tidak memiliki makna kecuali sudah bersanding
dengan kalimat lain.
Isim pun tidak bisa dibarengi dengan penempatan waktu yang
jumlahnya ada 3: yaitu waktu yang sudah berlalu (zaman madli), waktu
yang sedang berlangsung (zaman hal), dan waktu yang akan datang
(zaman mustaqbal). Beda dengan fi’il yang selalu dibarengi dengan
penempatan waktu tersebut.
Contoh kalimat isim:
– ‫ كتَاب‬/ Kitaabun / Buku
– ‫ زَ يْد‬/ Zaidun / Zaid (Nama orang)
– ‫ بَيْت‬/ Baytun / Rumah
– ‫ َأنَا‬/ Ana / Saya
– ‫ هَ َذا‬/ Hadza / Ini
Dalam contoh di atas lafadz memiliki makna tersendiri, yaitu
artinya sebuah buku. Dan lafadz kitaabun tidak bisa dibarengi
penempatan zaman yang tiga, tidak bisa dikatakan misalnya, “telah
buku”, “sedang buku” dan “akan buku”.
9

Begitu pun dengan contoh-contoh isim yang lainnya, seluruhnya


memiliki makna sendiri, tanpa pernah bisa dibarengi dengan penempatan
waktu.

2. Fi’il
Pengertian fi’il adalah sebagai berikut:

‫ضعًا‬ ْ ‫ َوا ْقتُرن‬،‫علَى َم ْعنًى في نَ ْفس َها‬


ْ ‫َت بزَ َم ٍن َو‬ َ ‫ َوه َُو كَل َمة دَلت‬،ُ‫الف ْعل‬
Artinya, “Fi’il adalah kalimat yang menunjukkan terhadap makna
yang ada pada dirinya dan dibarengi dengan penempatan waktu.”
Sebagaimana isim, fi’il pun selalu memiliki makna sendiri. Hal ini
berbeda dengan huruf yang tidak memiliki makna kecuali sudah
bersanding dengan kalimat lain. Namun fi’il dibarengi dengan
penempatan waktu yang jumlahnya ada 3, yaitu waktu yang sudah
berlalu (zaman madli), waktu yang sedang berlangsung (zaman hal), dan
waktu yang akan datang (zaman mustaqbal).
Jika fi’il menunjukan makna yang sudah berlalu, maka fi’il tersebut
dinamakan fi’il madhi. Contohnya:
Telah berdiri: َ ‫َقام‬
Jika fi’il menunjukan makna yang sedang berlangsung atau akan
berlangsung, maka fi’il tersebut dinamakan fi’il mudhori. Contohnya:
Yaquumu / Sedang berdiri / Akan berdiri: ُ‫يَ ُق ْوم‬
Dan jika fi’il yang mutlak menunjukan makna yang belum terjadi
dan baru akan dilaksanakan serta berupa perintah, maka fi’il tersebut
dinamakan fi’il amar. Contohnya:
– Qum! / Berdirilah!: ‫ُق ْم‬

3. Huruf

Pengertian huruf adalah sebagai berikut:

َ ‫علَى َم ْعنًى في‬


‫غيْرهَا‬ َ ‫ َوه َُو كَل َمة دَلت‬،‫ف‬
ُ ‫ال َح ْر‬
10

Artinya, “Huruf adalah kalimat yang menunjukkan terhadap makna di


selainnya”.

Maksud dari pengertian ini kurang lebih menunjukkan bahwa huruf


itu tidak memiliki makna. Adapun huruf dapat menunjukkan makna bila
sudah bersanding dengan kalimat lainnya, yakni kalimat isim maupun
fi’il.

Contoh kalimat huruf:

‫ ك‬،‫ ب‬،‫ في‬،‫ هل‬،‫ و‬، ‫ل‬

Huruf-huruf tersebut belum bisa menunjukan makna selagi belum


disandingkan dengan kalimat lain, yakni isim dan fi’il.

Misal jika kita menemukan huruf ‫ ل‬saja sendirian, kita akan


kebingungan untuk tahu maknanya. Namun jika ‫ ل‬sudah disandingkan
dengan kalimat lain, maka maknanya akan ketahuan. Sebagai contoh:

‫َاب لزَ ْي ٍد‬


ُ ‫الكت‬

Artinya, “Buku itu milik Zaid”

Makna ‫ ل‬dalam lafadz ‫ ل زَ ْي ٍد‬mengandung arti “milik”.

َ َ‫َكت َ ْبنَا لنَحْ ف‬


‫ظ‬

Artinya, “Kami menulis agar kami hafal”.

َ َ‫ لنَحْ ف‬mengandung arti “agar”.


Makna ‫ ل‬dalam lafadz ‫ظ‬
11

ُ ‫الع ْل ُم لَ َكانَ الن‬


‫اس كَالبَ َهائم‬

Artinya, “Seandainya tiada berilmu niscaya manusia itu seperti


binatang”.

Makna ‫ ل‬dalam lafadz َ‫ لَكَان‬mengandung arti “niscaya”.

Cara Membedakan Kalimat Isim, Fi’il dan Huruf

Mengetahui mana kalimat isim, fi’il dan huruf dalam sejumlah


kalimat bahasa arab adalah kunci agar bisa membaca, memahami dan
menerjemahkan bahasa arab.Agar kita bisa tahu sebuah kalimat adalah
isim, fi’il atau huruf adalah dengan tanda atau ciri-ciri.

1. Kalimat Isim dan Tanda-Tandanya

Dalam kitab al-Ajurumiyah disebutkan:

َ ‫ َوه‬،‫ف بال َخ ْفض َوالت ْنويْن َودُ ُخ ْول األَلف َوالَلم َو ُح ُر ْوف ال َخ ْفض‬
:‫ي‬ ُ ‫فَاإل ْس ُم يُ ْع َر‬
،)‫َاف) َو (الَل ُم‬ ُ ‫علَى) َو (ف ْي) َو‬
ُ ‫(رب) َو (البَا ُء) َو (الك‬ َ ( ‫(م ْن) َو (إلَى) َو‬
َ ( ‫ع ْن) َو‬
)‫(الو ُاو) َو (البَا ُء) َو (التا ُء‬
َ :‫ي‬ َ َ‫ف الق‬
َ ‫ َوه‬،‫سم‬ ُ ‫َو ُح ُر ْو‬
Artinya, “Isim bisa diketahui dengan adanya khofad, tanwin,
masuknya alif dan lam, masuknya huruf-huruf khofad berupa min, ila,
‘an, ‘ala, fii, rubba, ba, kaf, dan lam serta huruf-huruf qosam berupa
wawu, ba, dan ta“.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kalimat isim
adalah sebagai berikut:
a. Khofad / Kasrah / Jer
Setiap kalimat yang i’rabnya khofad, sederhananya huruf
terakhirnya dibaca kasrah/jer karena pengaruh amil, maka hampir bisa
dipastikan bahwa kalimat tersebut adalah kalimat isim. Sebab kalimat
fi’il tidak menerima khafad dan harakat kasrah, begitu pun kalimat huruf
tidak ada yang dibaca kasrah sebab pengaruh amil.
12

Contoh:

‫َم َر ْرتُ بزَ يْد‬


Artinya, “Aku melewati sebuah masjid”.
Kata madrasah dalam lafadz di atas merupakan kalimat isim. Cirinya
karena khafadz dengan kasrah disebabkan masuknya amil, yakni huruf
jer.
b. Tanwin
Apabila suatu kalimat yang huruf terakhirnya dibaca tanwin,
baik tanwin fatah (-ً), tanwin kasrah () atau tanwin dlommah (), maka bisa
dipastikan kalimat tersebut merupakan kalimat isim. Contohnya:

‫ َم َر ْرتُ ب ُم َحم ٍد‬،ً‫ َرأَيْتُ ُم َحمدا‬،‫ُم َحمد َرسُ ْو ُل هللا‬


Lafadz ‫ ُم َحمد‬dalam contoh di atas seluruhnya menggunakan tanwin.
Ini menunjukan bahwa lafadz tersebut termasuk kalimat isim.
c. Adanya alif dan lam (‫)ال‬
Selain tanwin, apabila suatu kalimat memiliki alif lam (‫ )ال‬di
awalnya, maka kalimat tersebut merupakan kalimat isim. Contoh:
– ‫ الرجُل‬/ ar-Rojuul / Laki-laki
– ‫ الغُ ََلم‬/ al-Ghulaam / Anak muda
– Dan lain sebagainya.
d. Dimasuki huruf khofadl (huruf yang menjerkan)
Setiap kalimat yang di dahului oleh huruf khofadl, maka kalimat
tersebut adalah isim. Adapun huruf khofadl diantaranya adalah:
– ‫ من‬/ min / dari , Contoh:

‫ص َرة إلَى الكُ ْوفَة‬


ْ َ‫سرتُ من الب‬
Artinya, “aku berjalan dari Basrah ke Kufah”
–‫ الى‬/ ila / ke, contoh:

‫ص َرة إلَى الكُ ْوفَة‬


ْ ‫سرتُ من ال َب‬
Artinya, “aku berjalan dari Basrah ke Kufah”.
– ‫عن‬
َ / ‘an / dari, contoh:
13

‫عن القَ ْوس‬


َ ‫َر َميْتُ الس ْه َم‬
– ‫علَى‬
َ / ‘ala / diatas / pada, contoh:
‫علَى الف َْرس‬
َ ُ‫َركبْت‬
Artinya, “aku berkendara di atas kuda”.
– ‫ في‬/ fii / didalam, contoh:

‫ال َما ُء في الكُ ْوز‬


Artinya, “Air itu di dalam kendi”.
– ‫ ُرب‬/ rubba / sedikit, contoh:

ُ‫ُرب َر ُج ٍل كَر ٍيم لَقَ ْيتُه‬


Artinya, “Sedikit lelaki mulia yang aku temui”.
– ‫ ْال َبا ُء‬/ ba / dengan, contoh:

‫ض َربْتُ الش َج َرة َ بالسيْف‬


َ
Artinya, “aku memukul pohon dengan pendang”.
ُ ‫ ْالك‬/ kaf / seperti, contoh:
– ‫َاف‬

‫زَ يْد كَالبَدْر‬


Artinya, “Zaid seperti purnama”.
– ‫ الَل ُم‬/ lam / milik /untuk, contoh:

‫ال َما ُل لزَ ْي ٍد‬


Artinya, “Harta itu milik Zaid”.
– ‫ ح ُُروف ْالقَ َسم‬/ huruf-huruf yang digunakan untuk bersumpah yaitu: wawu,
ba, ta / demi, contoh:

‫ ت َالل‬،‫ باَّلل‬،‫َوَّللا‬
Artinya, “demi Allah”.
2.Kalimat Fi’il dan Tanda-Tandanya
Dalam kitab al-Ajurumiyah disebutkan:

‫ساكنة‬
َ ‫ وت َاء الت َأنيث ال‬،‫ف‬
َ ‫س ْو‬
َ ‫ و‬،‫ والسين‬،‫ بقد‬: ‫ف‬ َ ‫والف ْع ُل ي‬
ُ ‫ُعر‬
Artinya, “Fi’il bisa dikenali dengan adanya Qod (harfiyah), sin
(tanfis), saufa (taswif), dan ta tanis sakinah“.
14

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kalimat isim


adalah sebagai berikut:
a. Qad (‫)قَ ْد‬
Apabila suatu kalimat didahului oleh ‫ قَد‬maka kalimat tersebut bisa
dipastikan merupakan kalimat fi’il. Contohnya:

َ َ‫زَ يْد قَدْ ق‬


‫ام‬
Artinya, “Zaid telah berdiri”.

ْ‫زَ يْد يَقُ ْو ُم قَد‬


Artinya, “Zaid terkadang berdiri”.
Dalam dua contoh di atas, lafadz ‫قام‬
َ dan ‫ يقو ُم‬merupakan kalimat fi’il
cirinya didahului oleh lafadz ‫ قد‬.
b. Sin (‫)س‬
Apabila suatu kalimat didahului oleh ‫ س‬tanfis maka kalimat tersebut
bisa dipastikan merupakan kalimat fi’il. Contohnya:

‫سيَقُ ْو ُم‬
َ ‫زَ يْد‬
Artinya, “Zaid akan berdiri”.
Lafadz ‫ يقو ُم‬merupakan kalimat fi’il sebab didahului oleh sin tanfis.
c. Saufa (‫)سوف‬
Apabila suatu kalimat didahului oleh ‫ سوف‬taswif maka kalimat
tersebut bisa dipastikan merupakan kalimat fi’il. Contohnya:

‫س َيقُ ْو ُم زَ يْد‬
َ
Artinya: “Zaid akan berdiri”.
Lafadz ‫ َيقُ ْو ُم‬merupakan kalimat fi’il sebab didahului oleh saufa
taswif.
d. Ta Tanis Sakinah (‫)تاء التأنيث الساكنة‬
Ta tanis sakinah adalah ta sukun ( ْ‫ )ت‬yang selalu menempel pada di
ujung fi’il madli. Contohnya:

‫ت ه ْند‬
ْ ‫قَا َم‬
Artinya, “Hindun telah berdiri”.
15

َ َ‫ ق‬merupakan kalimat fi’il sebab diujungnya menempel ta


Lafadz ‫ام‬
tanis sakinah.

3. Ciri-ciri Kalimat Huruf


Adapun ciri kalimat huruf adalah tidak adanya ciri isim dan ciri fi’il.
Dengan kata lain, ciri kalimat huruf adalah dengan tidak adanya ciri.
Ibarat kita ingin mengetahui antara jim (‫)ج‬, kha (‫)خ‬, dan ha (‫)ح‬. Untuk
mengetahui jim cirinya ada titik di bawah, untuk mengetahui kho cirinya
ada titik di atas, dan untuk mengetahui ha adalah dengan tidak adanya
ciri jim maupun kha.1

C. Definisi mudzakar dan Muannas

1. Pengertian Mudzakkar

ٰ
Mudzakkar adalah isim yang sah untuk di-isyarah-i dengan ‘hadza (‫’)هذَا‬.
Contoh:

‫ٰهذَا َر ُجل >= َر ُجل‬ ‫ٰهذَا قَ َمر >= قَ َمر‬

‫صبي‬ َ ‫ٰهذَا‬
َ => ‫صبي‬ ‫ٰهذَا كت َاب >= كت َاب‬
a. Mudzakkar Haqiqi (‫)ا ْلمذَكَّر ا ْلحَقيْقي‬

Mudzakkar Haqiqi adalah isim yang menunjukkan atas laki-laki baik


manusia atau hewan (jantan).

Pria :‫جل‬
ُ ‫َر‬
Bocah laki-laki :‫صبي‬
َ
َ َ‫أ‬
Singa jantan :‫سد‬

Unta jantan :‫ج َمل‬


َ

1 https://www.santripedia.com/pengertian-kalam-dalam-ilmu-nahwu/
16

b.Mudzakkar Majazi (‫)ا ْلمذَكَّر ا ْل َمجَازي‬

Mudzakkar Majazi adalah isim yang diberlakukan dengan pemberlakuan


laki-laki atau pun jantan, namun ia tidak termasuk darinya.

Bulan :‫قَ َمر‬

Kitab :‫كت َاب‬

Purnama :‫بَدْر‬

Malam :‫لَيْل‬

Pintu:‫بَاب‬

Walaupun “baab (‫) َباب‬/pintu” pada kenyataannya tidak memiliki kelamin


baik laki-laki dan perempuan, namun ia digolongkan sebagai isim mudzakkar secara
majaz.

2. Pengertian Muannats

ٰ
Muannats adalah isim yang sah untuk di-isyarah-i dengan ‘hadzihi (‫’)هذه‬.
Contohnya:

‫ٰهذه ا ْم َرأَة >= ا ْم َرأَة‬ ‫ش ْمس‬ َ ‫ٰهذه‬


َ => ‫ش ْمس‬

‫ٰهذه نَاقَة >= نَاقَة‬ ‫ٰهذه دَار >= دَار‬


Kemudian muannats dibagi menjadi empat macam, antara lain:

a. Muannats Lafdhiy (‫)ا ْلم َؤنَّث اللَّ ْفظي‬

Muannats lafdhiy adalah isim yang bertemu dengan alamat ta’nits, baik ia
menunjukkan atas perempuan atau pun laki-laki selagi ia secara lafadh memiliki
alamat/tanda ta’nits.
17

Contoh yang menunjukkan perempuan adalah:

Fathimah )nama anak perempuan( :ُ‫فَاط َمة‬

Khadijah )nama perempuan( :ُ‫خَد ْي َجة‬


Contoh yang menunjukkan laki-laki adalah:

Tholhah )nama laki-laki( :ُ‫ط ْل َحة‬


َ

Hamzah )nama laki-laki( :ُ ‫ح ْمزَ ة‬


َ

b.Muannats Ma’nawiy (‫)ا ْلم َؤنَّث ا ْل َم ْعنَوي‬

Muannats ma’nawiy adalah isim yang menunjukkan perempuan secara


makna, walaupun secara lafadh tidak ada alamat ta’nits.

Hindun )nama perempuan( :‫ه ْند‬

Suad )nama perempuan( :ُ‫عاد‬


َ ُ‫س‬

c.Muannats Haqiqiy (‫)ا ْلم َؤنَّث ا ْلحَقيْقي‬

Muannats haqiqiy adalah isim yang menunjukkan perempuan baik


manusia atau pun hewan (betina).

Seorang Perempuan :‫ا ْم َرأَة‬

Anak Perempuan :‫غُ ََل َمة‬

Unta Betina :‫نَاقَة‬

Keledai Betina :‫أَت َان‬


18

d.Muannats Majaziy (‫)ا ْلم َؤنَّث ا ْل َمجَازي‬

Muannats majaziy adalah isim yang diberlakukan dengan pemberlakuan


perempuan atau betina, namun ia tidak termasuk darinya.

Matahari :‫ش ْمس‬


َ

Rumah :‫دَار‬

Mata :‫عيْن‬
َ
Dalam Kitab Alfiyyah ibn Malik, dijelaskan bahwa muannats
ma’nawiy sebenarnya memiliki ta’ ta’nits yang di-taqdir-kan. Hal tersebut
bisa diketahui melalui beberapa hal:

Yang pertama, dengan dlamir yang kembali padanya. Contoh:

٧٢ :‫َّللاُ (الحج‬
‫عدَهَا ه‬
َ ‫ار َو‬
ُ ‫الن‬
Yang kedua, dengan isyarah. Contoh:

ٙ ْ ‫ار‬
٨٣ :‫األخ َرة ُ (القصص‬ ُ ‫ت ْلكَ الد‬
Yang ketiga, dengan shifat-nya, hal-nya, atau khabar-nya. Contoh:

٦ :‫َّللا ْال ُم ْوقَدَة ُ (الهمزة‬


‫َار ه‬ُ ‫ن‬
٥٢ :‫فَت ْلكَ بُي ُْوت ُ ُه ْم خَاويَةً (النمل‬

٥٦ :‫إن أ َ ْرض ْي َواس َعة (العنكبوت‬


Yang keempat, dari fiil yang disandarkan padanya menggunakan
ta’. Contoh:

٩٤ :‫صلَت ْالعي ُْر (يوسف‬


َ َ‫َولَما ف‬
Yang kelima, dari adad-nya yang berupa bilangan 3 sampai 10 ( ‫ثَلثة‬
‫)الي عشرة‬, yang mana adad tersebut menggugurkan ta’-nya jika ma’dud-
nya mu’annats. Contoh:
19

ٍ ‫ث أَذْ ُر‬
‫ع‬ ُ ‫ي ث َ ََل‬
َ ‫َوه‬
“‫ ”أَذْ ُرع‬adalah bentuk jama’ dari “‫”ذ َراع‬

Yang keenam, dari bentuk tashghir-nya yang mana ta’ pada


muannats ma’nawiy dikembalikan. Contoh:

‫عُيَ ْينَة‬
Artinya adalah mata kecil sedangkan asalnya yakni ‘ ‫عيْن‬
َ ’.

Isim yang bisa mudzakkar dan bisa muannats

Terdapat beberapa isim yang bisa di-mudzakkar-kan dan bisa di-


muannats-kan. Contohnya adalah:

‫السب ْي ُل‬ ‫الطر ْي ُق‬ ‫سا ُن‬


َ ‫الل‬ ُ‫الذ َراع‬
(Jalan) (jalan) (lidah) (lengan)

Contoh lain isim yang bisa di-mudzakkar-kan dan di-muannats-kan


sedangkan di dalamnya terdapat alamat ta’nits, antara lain:

Anak Kambing )jantan/betina( :ُ‫الس ْخلَة‬

Kambing )jantan/betina( :ُ‫الشاة‬

D.Definisi Af’alul Khomsah

Pengertian Af’alul Khomsah Diantara bagian bentuk fi’il ada yang disebut
dengan af’alul khomsah. Sebenarnya, tidak ada pengertian khusus dalam ilmu
nahwu tentang pengertian af’alul khomsah ini, kami belum menemukan pengertian
atau definisi yang menjelaskan tentang af’alul khomsah ini.
20

Dilihat dari segi bahasanya, kata “af’al” berarti “kata kerja” sedangkan
kata khomsah berarti “lima”, jadi secara bahasa yang dimaksud dengan af’alul
khomsah ini adalah kata kerja yang berjumlah lima wazan.

Adapun lafadz yang lima wazan tersebut ialah sebagai berikut :

.Mereka berdua )laki-laki( sedang melakukan sesuatu :‫يَ ْفعَ ََلن‬

.kamu berdua sedang melakukan sesuatu :‫تَ ْفع َ ََلن‬

َ ‫يَ ْفع َ ُل ْو‬


.Mereka )laki-laki( sedang melakukan sesuatu :‫ن‬

َ ‫تَ ْفع َ ُل ْو‬


.Kalian )laki-laki( sedang melakukan sesuatu :‫ن‬

َ ‫تَ ْفعَل ْي‬


.Kamu )seorang perempauan( sedang melakukan sesuatu :‫ن‬

Kyai Nadzim tentang al’alul khamsah ini :

‫ َويَ ْف َعل ْونَ ت َ ْف َعل ْونَ َم ْعه َمابي‬# ‫ِبيَفَ َعلَ ِن ت َ ْف َعلَ ِن ا َ ْنت َما‬

‫ت بال َخ ْمسَة ا َال ْفعَال‬


ْ ‫ َوا ْشتُه َر‬# ‫َوتَ ْفعَل ْي َن ت َْر َحم ْي َن َحالى‬
Artinya “ dengan wazan yaf’alaani, taf’alaani (dhamir mukhathabah) antuma. Dan
yaf’aluuna, taf’aluuna” .2
Demikian pula taf’aliina seperti halnya perkataan tarhamiina haalii (kamu-
seorang perempuan kasih sayang kepada keadaanku) dan wazan-wazan tersebut
terkenal dengan sebutan af’alul khamsah.

E. Macam-Macam Isim
Pembagian isim asalnya sangat bayak sekali, dari segi berdasarkan
jenisnya, dari berdasarkan bilangannya, dan juga berdasarkan perubahannya.
Namun yang akan kita bahas dalam macam macam-macam ini adalah macam-
macam dari berdasarkan jenis dan perubahannya.

2 nadzmul imrithi
21

Macam-macam Isim dalam segi berdasarkan bilangannya terbagi menjadi


3, yaitu mufrod,tasniyyah,dan jamak. Mari kita ulas satu persatu dari masing-
masing bagian isim berdasarkan bilangannya:
1.Isim Mufrod
Isim yang menunjukan makna satu atau tungal baik dari segi mudzakar
atau muannasnya. ‫( استاذ‬Pak guru) ‫( استاذة‬Bu guru)3
2.Isim Tasniyyah
Isim tasniyyah adalah isim yang menunjukan makna dua atau ganda,
baik pada mudakar ataupun muannas. contoh: ‫[ استاذان‬Dua Orang guru
(laki-laki)] ‫([ استاذتان‬Dua Orang guru (perempuan)].
3.Isim Jama’
Isim yang menunjukan makna lebih dari dua, baik secara mudzakar
ataupun muannasnya. secara umum jamak juga dibagi menjadi 3 yaitu
jamak mudzakar salim, jamak muannas salim, dan jamak taksir.
a.Jama’ mudzakar salim
Jama’ mudzakar salim adalah isim yang menujukan makna
lebih dari dua dan juga terkhusus kepada golongan laki laki saja. Ciri
ciri dari jamak mudzakar salim yaitu adanya tamabahan wawu + nun
/ya’ + nun, yang mana i’rob jama’ mudzakar salim ini ketika keadaan
rofa’ diberi wawu dan ketika nashob dan jer itu di ya’.4
b.jama’ muannas salim
Jama’ muannas salim adalah isim yang menunjukkan makna
lebih dari dua dan juga terkhusus kepada golongan wanita, ciri-ciri
dari jama’ ini yaitu ada penambahan huruf alif + ta’/ya’ +ta’,yang
mana jama’ muannas salim ini ketika keadaan rofa’ diberi tambahan
alif+ta’, dan ketika dalam keadaan nashob dan jer ditambahkan huruf
ya’+ta’.5
c.jama’ taksir

3 Modern Santri,Terjemah Nadzom Al-Imrithi,Bab Alamat I’rob,Hal 72


4 Modern Santri,Terjemah Nadzom Al-Imrithi,Bab Alamat I’rob,Hal 78
5 Modern Santri,Terjemah Nadzom Al-Imrithi,Bab Alamat I’rob,Hal 76
22

Isim yang menujukan makna banyak namun tidak beraturan


dalam perubahan bentuknya, sehingga perlu untuk dihafalkan wazan
wazannya. Misalnya lafadz “baitun” dijama’ taksirkan menjadi
“buyutun”6

6 Modern Santri,Terjemah Nadzom Al-Imrithi,Bab Alamat I’rob,Hal 72


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kalam merupakan suatu lafad yang tersusun yang memberikan
faidah dengan disengaja, dari pembahasan ini kita tau bahwa suatu lafadz
yang tidak memenuhi kriteria tersebut berarti bukan dikatakan kalam.
Kalam juga terdiri dari dari beberapa kalimat yaitu ada kalimat isim fiil
dan huruf, namun untuk kalimat huruf tidak akan pernah berarti kecuali
ketika kalimat huruf tersebut bersamaan dengan isim ataupun huruf.
isim adalah kata benda yang mana menurut definisinya yaitu suatu
kata yang menunjukkan makna namun tidak besertaan dengan zaman,
juga kalimat isim ini adalah kebalikan dari pada kalimat fiil, yang mana
kalimat fiil menunjukkan zaman-zaman tersebut bisa kita sebut dengan
madhi, mustaqbal, dan hal.
isim mudakar yang kita ketahui adalah isim yang menunjukkan
makna laki laki ,sebaliknya dengan maunnats adalah isim yang
menunjukkan makna perempuan.
af’alul khomsah adalah lafadz yang bermula dari susunan fiil
mudhori’ yang kemudian ditashrifkan dalam tashrif lughowi.
Macam-macam isim dalam beberapa bentuk ada sekian warna yang
sudah kira ketehui seperti isim mufrod yaitu isim yang menujukan makna
satu, isim tasniyyah yaitu isim yag menujukan makna ganda ata dua dan
juga jama’ yaitu isim yang menujukan mkna lebih dari dua atau banyak.
Jamak juga ada beberapa jenis yang harus diketahui seperti jama’
mudzakar salim ,jama’ muannas salim, dan juga jama’ taksir.

23
24

B. Saran
Kami berharap ada kritik dan saran dari makalah yang kami buat
agar bisa menjadi koreksi untuk membuat makalah ke depannya. Mudah-
mudahan makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kami
khususnya dan pembaca umumnya meskipun makalah ini dibuat dengan
sederhana.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.santripedia.com/pengertian-kalam-dalam-ilmu-nahwu/

Modern Santri,Terjemh Nadzom Al-Imrithi

nadzmul imrithi

25

Anda mungkin juga menyukai