Anda di halaman 1dari 21

HIV/AIDS

KELOMPOK 3
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. CINDY OCTAVIA (1905015120)


3A
2. ELISA SURATNI (1905015256)
3. FANNY RAHMASARI (1905015202)
4. HIKA WAHYUNI RAHMAWATI (1905015023)
5. KHOLIL GIBRAN (1905015246)
6. PUTRI KHAERUNNISA (1905015076)
01 02
 DEFINISI PENYAKIT  ANALISIS SITUASI KASUS
 PENYEBAB  TEKNIK PEMERIKSAAN

Table of
Contents
03 04
 FAKTOR YANG  PENCEGAHAN DAN
MEMPENGARUHI PENGOBATAN YANG
DAPAT DILAKUKAN
DEFINISI

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab penyakit Acquired


Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dengan cara menyerang sel darah putih
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. HIV/AIDS
merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di negara
berkembang (Coovadia & Hadingham, 2005), termasuk Indonesia. Penyakit
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit
yang mengakibatkan kematian di dunia. Menurut UNAIDS (United Nations
Programme on HIV and AIDS) dan WHO (World Health Organization), AIDS
telah mengakibatkan kematian lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui
tahun 1981(Kent et al., 2010).
02
PENYEBAB
Penularan AIDS pada ibu rumah tangga dapat terjadi melalui penularan AIDS
dari pekerja seks-pelanggan/suami-ibu rumah tangga. Misalkan 1 pekerja seks yang
terinfeksi HIV menularkan kepada 10 pelanggannya/suami, maka akan ada 10 ibu rumah
tangga yang akan memiliki risiko untuk terinfeksi HIV. Rantai penularan pekerja seks
pelanggan/suami-ibu rumah tangga ini dapat terjadi jika suami yang merupakan pengidap
HIV menulari istrinya melalui hubungan seks tanpa kondom.Bila para ibu rumah tangga ini
hamil, maka kemungkinan akan melahirkan anak dengan HIV sehingga akan menambah
daftar penduduk yang menderita HIV.

Data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2007-2015


menyebutkan bahwa kelompok pria risiko tinggi yang terinfeksi HIV didominasi oleh pria
dengan status kawin. Jika dibandingkan dengan pria yang belum pernah menikah,
perbandingannya adalah 2:1 untuk pria yang sudah menikah dan belum menikah. Selain itu,
data juga menyebutkan bahwa terjadi pergeseran dimana kelompok pria yang terinfeksi HIV
didominasi oleh kelompok pria yang tinggal bersama pasangan tetap dengan presentasenya
lebih dari 50 persen. Keinginan seksualitas yang lebih besar, pendidikan yang rendah,
pengetahuan dan pemahaman yang rendah tentang HIV serta tidak menerima informasi
tentang HIV pada laki-laki dapat menyebabkan laki-laki melakukan perilaku seksual berisiko
HIV seperti melakukan hubungan seksual secara vaginal atau anal dengan pasangan yang
tidak tetap atau lebih dari satu orang tanpa menggunakan kondom atau penggunaan kondom
yang tidak konsisten.Dampak dari fenomena tersebut adalah banyaknya ibu rumah tangga
yang menderita AIDS. Ibu rumah tangga yang menderita AIDS saat mendapatkan HIV berasal
dari suaminya yang melakukan hubungan seksual sembarangan dan tidak aman. Besarnya
risiko perilaku seksual laki-laki yang berganti-ganti pasangan, terutama terhadap istrinya
sendiri dapat semakin memperburuk kondisi perempuan, terutama ketika ibu rumah tangga
terinfeksi HIV/AIDS meskipun dari suaminya sendiri.
Tabel 1. Pencegahan HIV/AIDS BerdasarkanTeori

03 “ABCDE”

ANALISIS
KASUS
JURNAL 1:
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN
PENULARAN HUMAN Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah terendah ibu rumah
IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) OLEH tangga yang melakukan teori upaya pencegahan terdapat
IBU RUMAH TANGGA DI NGANJUK, JAWA pada teori upaya pencegahan C, yakni penggunaan
TIMUR kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan
seksual atau suami. Hanya sebagian kecil (6%) ibur
umah tangga yang telah melakukan teori upaya
pencegahan C.
Tabel 2 : Diketahui masih terdapat ibu rumah tangga yang memiliki
upaya pencegan HIV/AIDS tidak baik (34,0%).

Tabel 3 melaporkan bahwa lebih dari setengah responden pada penelitian ini termasuk dalam
kategori berumur tua, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, penghasilan keluarga< UMR
Kab. Nganjuk (Rp. 1.660.444,69), melakukan hubungan seksual pertama kali di usia ≥ 21
tahun, memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS yang baik (Cut off point pengetahuan baik
bila hasil kuesioner pengetahuan ≥ 𝑚𝑒𝑎𝑛) diambil berdasarkan nilai mean) memiliki persepsi
berisiko HIV/AIDS positif, pekerjaan suami responden tidak termasuk dalam kelompok pria
risiko tinggi, tidak melakukan VCT, akses terhadap kondom mudah dan telah terpapari
nformasi tentang HIV/AIDS.
Pada penelitian ini juga mengidentifikasi sumber informasi tentang HIV/AIDS pada
Tabel 4. Adapun proporsi yang memperoleh informasi tentang HIV/AIDS dari teman
lebih tinggi (40%) dari pada dari saudara atau keluarga (22%), hal ini dapat
diakibatkan oleh masih adanya cultural taboo di masyarakat Indonesia. Tenaga
kesehatan menduduki peringkat ke 4 sebagai sumber infomasi tentang HIV/AIDS
bagi ibu rumah tangga (30%), setelah poster/leaflet/booklet (53%) dan internet (51%)
dan teman (40%).
Hasil akhir analisis multivariat menghasilkan bahwa variabel yang paling dominan
berhubungan dengan upaya pencegahan HIV/AIDS adalah riwayat VCT. Hasil
analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel keterpaparan informasi adalah 3,8,
artinya ibu rumah tangga yang telah melakukan VCT akan mempunyai peluang
melakukan upaya pencegahan baik sebesar 3,8 kali lebih tinggi dibandingkan ibu
rumah tangga yang tidak pernah melakukan VCT.
ANALISIS KASUS
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
● JURNAL 2: HIV/AIDS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
PELAJAR

Data tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan prilaku


seksual pranikah diperoleh degan instrumen kuisioner
yang terdiri dari dua kuisioner yaitu kuisioner
pengetahuan seksual pranikah dan kuisioner prilaku
seksual pranikah. Jumlah keseluruhan populasi 890
orang, diperoleh sampel sebanyak 90 orang
Dari hasil tabel 1 dapat dilihat bahwa mayoritas jenis kelamin perempuan (59%)
lebih banyak dari pada jenis kelamin lakilaki (41%). Dalam penelitian ini mayoritas
usia responden 16-17 tahun sebanyak 64 orang (71%), dimana rentang usia tersebut
merupakan usia pada tahap remaja tengah. Dalam hal ini membuktikan masa
responden yang telah mencapai SMA menunjukan responden telah banyak
memperoleh pengetahuan. Remaja pada tahap menengah ini telah mampu
membayangkan opini orang lain terhadap dirinya. Remaja juga sudah menyadari
bahwa dimasyarakat terdapat norma dan adat istiadat yang berlaku sehingga dalam
tahap ini remaja mampu mengambil sikap sesuai dengan norma dan adat istiadat
yang berlaku.
(Gambar 1). Mayoritas pengetahuan tentang HIV/AIDS siswa-siswi SMA Negeri 1 rengat cukup
sebanyak 54% dan baik sebanyak 43 %. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa selisih
tingkat frekuensi antara yang memiliki pengetahuan baik dan cukup tidak terlalu besar sehingga
diketahui sebaran responden tentang pengetahuan HIV/AIDS bervariasi. Hal tersebut terjadi karena
dipengaruhi oleh instruksi verbal. Intruksi verbal merupakan penerimaan informasi verbal seperti
melihat, mendengar melalui alat komunikasi sepertir radio, televisi, internet dan petugas kesehatan
yang mengakibatkan responden memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda.
(Gambar 2) Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas prilaku responden positif 99% dan
pengetahuannya tentang HIV/AIDS mayoritas cukup baik di Gambar 1. Prilaku positif responden
menunjukan bahwa sebagian besar responden tahu akan bahaya prilaku seksual pranikah, salah
satunya dapat menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
(Tabel 2) Berdasarkan uji Univariat
didapatkan P Value< 0,05 (P value = 0,000)
) artinya terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan HIV/AIDS
dengan prilaku seksual pranikah siswa
siswa SMA Negeri 1 rengat, sehingga
semakin baik tingat pengetahuan siswa
siswi SMA Negeri 1 Rengat maka semakin
kecil kemungkinan untuk melakukan
tindakan seksual pranikah sehinga dapat
mencegah penularan penyakit seksual
seperti HIV/AIDS.
04
TEKNIK
PEMERIKSAAN
Prosedur Pemeriksaan kualitatif HIV 1
dan 2 dengan menggunakan metode
Imunokromatograp Rapid Test sebagai
berikut :
1. Membuka aluminium pembungkus,
mengambil strip
2. Diteteskan serum sebanyak 30 ul
pada lubang sample (S)
3. Ditambahkan 1 tetes buffer pada
lubang strip tersebut, kemudian
timer dijalankan
4. Dibaca hasilnya antara 15 – 30
menit setelah diteteskan buffer
5. Pembacaan hasil:

Test tersebut meliputi deteksi antibodi HIV1, HIV-2 dan subtipe O dalam darah, serum, plasma oleh protein
immunodominant pada virus HIV yang sudah dilumpuhkan dalam membran. T1 test line telah dicoated
dengan HIV-1 dan subtipe O antigen sedangkan T2 test line dicoated dengan HIV-2 antigen. Antigen
pengikatnya adalah protein rekombinan dari HIV-1 pada region gp-120, gp-41, p24. Sedangkan untuk HIV-2
juga termasuk rekombinan gp-36. Adanya antibodi positif dapat dibaca dengan terbentuknya garis
kemerahan pada membrane (region T). Garis kontrol tambahan diletakkan pada membran (region C) untuk
memeriksa reaktivitas kit. HIV 1 / 2 Antibodi Rapid Test mempunyai sensitifitas> 99,9% dan spesifsitas>
99,9%.
05
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
2. Hubungan riwayat
IMS dengan kejadian
1.Hubungan HIV pada LSL
penggunaan kondom
dengan kejadian HIV
pada LSL Dari 19 responden yang mengatakan pernah
mengalami riwayat IMS 2 responden (10,5%)
mengalami klamidia, 2 responden (10,5%)
dengan herpes genetalia, terbanyak pernah
Penggunaan kondom dalam penelitian ini dibagi mengalami gonoreyaitu 12 responden (63,2%),
dalam 2 kategori, yaitu ya dan tidak. sifilis sebanyak 1 reponden (5,3%), dan 2
Penggunaan kondom dikategorikan “ya” apabila responden (10,5%) pernah mengalami
LSL tersebut selalu menggunakan kondom trikomoniasis. Sedangkan dari 5 responden
setiap melakukan hubungan seksual. yang terinfeksi HIV, 80% mengalami gonore
Penggunaan kondom pada LSL dikategorikan sisanya 20% mengalami herpes genetalia.
“tidak” apabila responden tidak pernah dan Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit
kadang-kadang menggunakan kondom setiap yang penularan utamanya melalui hubungan
melakukan hubungan seksual. Dari 22 seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya
responden yang terinfeksi HIV, 5 responden terbatas secara genito-genital (kelamin ke
(22,72%) dikategorikan “ya” menggunakan kelamin) saja, tetapi dapat juga secara oro-
kondom, 2 responden (9,1%) dikategorikan genital (mulu ke kelamin), atau secara ano-
tidak menggunakan kondom dan sisanya 15 genital (kelamin ke dubur). IMS merupakan
responden (68,18%) dikategorikan tidak pintu masuk bagi penularan HIV karena adanya
“kadang-kadang” cairan tubuh atau darah pada luka akibat IMS.
4.Hubungan
penggunaan
narkoba suntik
3.Hubungan perilaku dengan kejadian
seks berisiko dengan HIV pada LSL
kejadian HIV pada
LSL
Narkoba parenteral adalah semua jenis narkoba yang digunakan
dengan cara disuntikkan pada saluran intravena. Narkoba parenteral
Seks anal merupakan aktivitas seksual yang juga merupakan faktor risiko penularan HIV&AIDS. Penggunaan
dilakukan LSL untuk mencapai kepuasan narkoba suntik sangat rentan tertular HIV&AIDS karena alat suntik
seksualnya dan sangat berbahaya karena anus sering digunakan secara bergantian. Menurut UNAIDS, 10% infeksi
mengandung banyak bakteri sumber penyakit. HIV di dunia didapat melalui jarum atau peralatan jarum suntik.
Hal ini yang menurut peneliti meningkatkan Menurut penelitian meskipun hasil penelitian menunjukkan tidak
penularan HIV, karena anus tidak didesain untuk ada hubungan antara kejadian HIV dengan penggunaan narkoba
suntik, namun jikadilihat dari data penelitian ditemukan bahwa ada
berhubungan seksual sehingga akan mengalami LSL berbagi jarum suntik bersama. Hal ini menandakan meskipun
perlukaan saat melakukan anal seks dan tingkat penggunaan jarum suntik rendah pada komunitas LSL,
memudahkan masuknya virus HIV. Apalagi anus namun mereka cendrung berbagi jarum suntik dengan penggunaan
kaya akansel CD4 yang merupakan target utama narkoba lainnya sehingga penularan HIV bisa berasal dari luar
dari virus HIV. Selain itu, anus tidak seperti komunitas LSL atau sebaliknya.
vagina pada wanita yang dapat melumasi saat
merasa terangsang sehingga mudah sekali
untuk mengalami perlukaan.
06
PECEGAHAN
DAN
PENGOBATAN
Pencegahan HIV dan AIDS dapat di lakukan melalui teori upaya pencegahan
ABCDE” yakni :

A= Abstinence B= Be faithful C= condom


Tidak melakukan Tetap setia pada satu Menggunakan kondom
hubungan seksual di pasangan seksual dan saat melakukan
luar pernikahan tidak berganti ganti hubungan seksual
pasangan seksual

D= Don’t use drugs


E= Education
Pemberian pendidikan yang
Tidak mengkonsumsi benar tentang HIV/AIDS
sehingga mendapatkan
NAPZA pemahaman yang benar
tentang HIV/AIDS
PENGOBATAN

Pengobatan antiretroviral (ARV) merupakan terapi terbaik bagi pasien terinfeksi


Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama pemberian
ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan
status imun pasien HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik.
Antiretroviral selain sebagai antivirus juga berguna untuk mencegah penularan HIV
kepada pasangan seksual, maupun penularan HIV dari ibu ke anaknya. Hingga pada
akhirnya dapat mengurangi jumlah kasus orang terinfeksi HIV baru di berbagai
negara. Keberhasilan pengobatan pada pasien HIV dinilai dari tiga hal, yaitu
keberhasilan klinis, keberhasilan imunologis, dan keberhasilan virologis.
Daftar Pustaka

Herbawani, C. K., & Erwandi, D. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) Prevention Behavior
by Housewife in Nganjuk, East Java. Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 10(2),2019, 93-95.

Rahayu, I., Rismawanti, V., & Jaelani, A. K. (2017). HUBUNGAN


TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DENGAN PERILAKU
SEKSUAL PRANIKAH PELAJAR. Journal Endurance 2(2) June 2017
(145-150), 147-148.

Anda mungkin juga menyukai