Anda di halaman 1dari 90

Risiko Kredit

II.1 Pemahaman Risiko Kredit

II.2 Jenis-jenis Kredit

II.3 Identifikasi Risiko Kredit

II.4 Kebijakan dan Prosedur Perkreditan

II.5 Pengelolaan Risiko Kredit

II.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk Menutup Risiko Kredit –


Basel II
2.1 Pemahaman Risiko Kredit

Risiko Kredit adalah


Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban.
Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang mempunyai kegiatan
usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi,
Pada aktivitas pemberian kredit, baik kredit komersial maupun
kredit konsumsi, terdapat kemungkinan debitur tidak dapat
memenuhi kewajiban kepada bank karena berbagai alasan, seperti
kegagalan bisnis, karena karakter dari debitur yang tidak empunyai
itikad baik untuk memenuhi kewajiban mereka kepada bank.
2.1 Pemahaman Risiko Kredit

Pada aktivitas treasuri, terdapat risiko kredit misalkan aktivitas


penempatan dana kepada bank lain. Pada umumnya, limit
penempatan kepada bank lain bersifat clean, artimya tidak
mensyaratkan penyerahan agunan dari bank yang menerima dana.
Dengan demikian terdapat risiko kredit yang besar apabila bank
penerima dana tidak dapat memenuhi kewajiban kepada bank
pemberi dana.
Penentuan besarnya risiko kredit atau lebih dikenal dengan
pengukuran risiko kredit baik pada kredit komersial maupun kredit
konsumsi dilakukan dengan pendekatan berbeda. Pendekatan
pengukuran individual (transaksional) lebih umum dilakukan pada
kredit korporasi dan komersial, antara lain dengan menggunakan
sistem rating internal. Sedangkan pada kredit konsumsi, untuk
mengukur besarnya risiko pada umumnya dilakukan pendekatan
portofolio.
2.1 Pemahaman Risiko Kredit

Pada saat ini aktiva produktif perbankan nasional lebih didominasi


oleh kredit yang diberikan, sementara sumber dana bank terutama
besar dari dana pihak ketiga. Apabila terjadi peningkatan risiko
kredit yang signifikan terhadap bank, maka bank tersebut dapat
mengalami gangguan dari kemampuang membayar kepada
sumber dana. Apabila ini terjadi, maka kepercayaan masyarakat
untuk menyimpan dana mereka di bank dapat berkurang.
2.2 Jenis-Jenis Kredit

Jenis kredit yang diberikan bank mempunyai bentuk yang beraneka


ragam. Secara singkat, jenis kredit bank dapat didefinisikan
menurut:
1. Jenis aktiva,
2. Kegunaan kredit tersebut dalam usaha debitur,
3. Berdasarkan tujuan kredit,
4. Berdasarkan jangka waktu,
5. Jenis dana yang diberikan (tunai atau non-tunai),
6. Berdasarkan jenis valuta kredit.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.1 Berdasarkan Jenis Aktiva

Pertimbangan utama dalam penentuan struktur kredit adalah jenis


aktiva yang dibiayai (aktiva lancar atau aktiva tetap). Aktiva suatu
perusahaan secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
 Aktiva Tetap adalah aktiva yang tidak habis dipakai dalam satu
siklus produksi. Aktiva tetap adalah investasi jangka panjang
yang dibiayai dengan modal sendiri dan pinjaman jangka
panjang.
 Aktiva Lancar Permanen adalah sejumlah aktiva lancar yang
harus tetap dipelihara agar operasi bisnis normal dapat berjalan
lancar. Aktiva ini harus dibiayai dengan dana jangka panjang,
misalnya persediaan minimum yang harus dijaga agar produksi
berjalan lancar.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.1 Berdasarkan Jenis Aktiva

Aktiva suatu perusahaan secara umum dapat dibagi menjadi tiga


jenis, yaitu: (lanjutan)
 Aktiva Lancar yang fluktuatif adalah aktiva lancar dengan
kebutuhan tidak menentu, tetapi selalu berfluktuasi sesuai
perkembangan permintaan. Karena sifatnya yang fluktuatif dan
bersifat jangka pendek, pembiayaan dilakukan dengan dana
jangka pendek misalnya pinjaman rekening koran, pembiayaan
atas piutang.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.1 Berdasarkan Jenis Aktiva

Dalam memberikan pinjaman berdasarkan jenis aset dapat


dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Asset Conversion Lending
Digunakan untuk membiayai kebutuhan jangka pendek yang
bersifat temporer. Didalam aset conversion lending, bank
menginginkan agar seluruh pokok pinjaman dilunasi pada akhir
periode. Sumber pengembalian (source of payment) pinjaman
berasal dari siklus konversi tersebut. Pinjaman ini bersifat self
liquidating base, yaitu pinjaman yang akan lunas pada saat
siklus tersebut selesai.
contoh : dalam menghadapi lebaran, debitur akan meningkatkan
produksi pakaian muslim. Kredit diperlukan untuk membeli
bahan baku dan membiayai piutang. Setelah lebaran usai, hasil
penjualan digunakan untuk melunasi kredit musiman tersebut.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.1 Berdasarkan Jenis Aktiva

b. Assets Protection Lending


Pemberian kredit berdasarkan assets protection lending tidak
mengharapkan pokok pinjaman akan lunas di akhir periode. Aset
protection lending ini sesuai untuk membiayai permanent current
assets. Pinjaman mengikuti prinsip akuntansi going concern
yaitu suatu bisnis akan terus berlangsung.
Sumber pengembalian pinjaman berasal dari tingkat penurunan
permanent current assets. Sumber pelunasan yang lain yang
mungkin adalah berasal dari fresh money dari pemilik bisnis,
misalnya dengan adanya penyetoran tambahan modal.
contoh : modal kerja untuk membiayai persediaan dan piutang
pada suatu usaha toko besi, dimana kredit digunakan untuk
membiayai persediaan besi dan bahan bangunan, dan
membiayai piutang dengan tingkat perputaran yang wajar.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.1 Berdasarkan Jenis Aktiva

c. Cashflow Lending
Cashflow lending digunakan untuk memberikan pinjaman jangka
panjang yang digunakan untuk membiayai pembelian aktiva
tetap atau investasi. Dengan cash flow lending diharapkan
seluruh pinjaman pokok dilunasi pada akhir periode pinjaman.
Dalam cash flow lending harus ada jadual pelunasan pokok
pinjaman.
contoh : kredit untuk membiayai pembangunan pabrik
pembuatan keramik lantai. Investasi diperlukan untuk membeli
tanah dan bangunan, mesin dan peralatan dan biaya lainnya.
Pelunasan kredit diharapkan dari arus kas masuk setelah pabrik
selesai dan mulai melakukan produksi.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.2 Berdasarkan Kegunaan

a. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang digunakan
untuk keperluan investasi. Sebagai contoh, kredit ini digunakan
untuk pembangunan gedung kantor, gudang, jalan dan lain-lain.
Kredit investasi dapat pula digunakan untuk pembelian barang-
barang modal untuk keperluan produksi atau usaha. Contoh: kredit
pembelian tanah untuk perkebunan, kredit pembangunan gedung
pabrik, kredit pembelian mesin produksi.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.2 Berdasarkan Kegunaan

b. Kredit Modal Kerja


Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan modal kerja operasional perusahaan. Kriteria dari modal
kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam satu siklus usaha.
Contoh: kredit ekspor, kredit untuk membeli bahan baku, kredit
untuk membeli pupuk. Kredit untuk kontraktor bangunan yang
memperoleh proyek. Kredit modal kerja untuk pembiayaan
persediaan dan piutang akan terus tertanam pada perusahaan, dan
paling sesuai diberikan dalam bentuk kredit modal kerja permanen
yang bersifat jangka panjang.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.3 Berdasarkan Tujuan Kredit

a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan volume usaha
(penjualan) atau produksi. Contoh : kredit yang digunakan untuk
membuka usaha salon, kredit untuk usaha restoran.
b. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk konsumsi pribadi, seperti kredit
mobil, kredit pada pegawai, kredit membeli barang
elektronik.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.4 Berdasarkan Jangka Waktu

a. Kredit Jangka Pendek


merupakan kredit yang memiliki jangka paling lama 1 tahun,
misalnya kredit modal kerja musiman atau kredit insidentil.
b. Kredit Jangka Menengah
merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kredit antara 1 – 3
tahun, misalkan kredit pembelian mobil, kredit kepemilikan
rumah, kredit modal kerja tertentu.
c. Kredit Jangka Panjang
merupakan kredit dengan jangka waktu pengembalian diatas 3
tahun, pada umumnya merupakan kredit investasi.
Contoh: kredit untuk membuka perkebunan kelapa sawit, kredit
untuk membangun pabrik baja. Selain kredit investasi, modal
kerja untuk pembiayaan persediaan dan piutang juga dapat
dipertimbangkan diberikan kredit modal kerja permanen yang
mempunyai jangka lebih panjang.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.5 Berdasarkan Ketersediaan Dana

a. Cash loan
adalah kredit dengan dana langsung dicairkan kepada nasabah,
contoh: kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi.
b. Non cash
adalah kredit yang tidak langsung ditarik dalam bentuk tunai
tetapi didalamnya telah terkandung adanya suatu kesanggupan
untuk melakukan pembayaran di kemudian hari. Sebagai
contoh: Fasilitas bank garansi (bid bond, performance bond),
Fasilitas pembukaan Letter of Credit (L/C) impor, Fasilitas L/C
dalam negeri.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.6 Berdasarkan Jenis Valuta

a. Kredit Valuta Rupiah


Pinjaman yang diberikan dalam mata uang rupiah (umum
digunakan perbankan)
b. Kredit Valuta Asing
Pinjaman yang diberikan dalam mata uang asing
Hal yang perlu diperhatikan dalam pinjaman valuta asing adalah
risiko nilai tukar, yaitu kerugian yang timbul akibat perubahan nilai
mata uang asing terhadap rupiah.
Misalkan nilai tukar rupiah melemah, maka posisi kredit dalam
valuta rupiah akan naik, dan menjadi risiko apabila agunan debitur
menjadi tidak mencukupi.
2.2 Jenis-Jenis Kredit
2.2.6 Berdasarkan Jenis Valuta

Hal lain yang perlu mendapat perhatian untuk mitigasi risiko kredit
adalah proceed atau hasil penjualan perusahaan harus sebagian
besar dalam bentuk valuta asing yang sama. Kalau penghasilan
debitur dalam rupiah, apabila rupiah melemah, maka kewajiban
debitur dalam valuta asing meningkat, dan meningkatkan risiko
kemampuan membayar dari debitur.
2.3 Identifikasi Risiko Kredit

Identifikasi risiko kredit merupakan langkah awal dalam mengelola


risiko. Sesudah risiko diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah
mengukur besar risiko tersebut. Hasil dari pengukuran tersebut
akan digunakan untuk menentukan besarnya modal untuk menutup
risiko.
Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional
bank seperti aktivitas perkreditan, aktivitas tresuri dan aktivitas
investasi, pembiayaan perdagangan, yang tercatat baik pada
banking book maupun pada trading book.
2.3 Identifikasi Risiko Kredit

Analisa kredit dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh aspek risiko


yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi
merugikan bank. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
analisa kredit antara lain:
 Bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif
 Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional)
 Menggabungkan dan menganalisis informasi risiko dari seluruh
sumber informasi yang tersedia
 Menganalisis probabilitas timbulnya risiko serta konsekuensi
atas risiko tersebut.
2.3 Identifikasi Risiko Kredit

Untuk kegiatan perkreditan, penilaian risiko kredit perlu


memperhatikan kondisi keuangan debitur, khususnya kemampuan
membayar secara tepat waktu, jaminan atau agunan yang
diberikan sebagai pagar terakhir kalau terjadi gagal bayar.
Gagal bayar dapat disebabkan berbagai faktor. Penilaian debitur
mencakup analisis lingkungan debitur, karakteristik mitra usaha dari
debitur, kualitas pemegang saham dan pengelola usaha, kondisi
laporan keuangan beberapa tahun terakhir, kualitas strategi usaha
dan proyeksi keuangan, dan dokumen lainnya yang dapat
digunakan untuk mendukung analisis yang menyeluruh terhadap
kondisi dan kredibilitas debitur.
2.3 Identifikasi Risiko Kredit

Contoh kasus Risiko Kredit :


Tripanca Group, didirikan dan dimiliki keluarga Sugiarto Wiharjo alias Alay,
merupakan satu group perusahaan di Lampung yang pada awalnya bergerak
dalam bidang perdagangan hasil bumi kemudian merambah usaha lainnya
termasuk Bank Perkreditan Rakyat. Dalam beberapa tahun terakhir, namanya
begitu harum, seiring dengan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Tripanca: membangun gedung baru dan megah, melancarkan program-program
baru demi memberikan kepuasan lebih terhadap konsumen, melebihi pelayanan
Bank lain.
Namun tiba-tiba performance Tripanca Group merosot dan tidak dapat memenuhi
kewajibannya baik kepada bank (kreditur), kepada supplier dan kepada nasabah
BPR. Ada berbagai berita tentang apa yang jadi penyebab utama Tripanca Group
terpuruk dan Alay dan keluarganya menghilang. Ada yang menyatakan karena
kerugian yang disebabkan jatuhnya harga kopi di pasaran dunia. Ada juga yang
menginformasikan karena kerugian dari permainan saham sekitar Rp.
350.000.000.000,- (tiga ratus miliar rupiah) yang dilakukan oleh pemilik usaha.
2.3 Identifikasi Risiko Kredit

Contoh kasus Risiko Kredit : (lanjutan)


Sugiharto Wiharjo alias Alay pemilik Tripanca Group terbelit persoalan kredit macet
dan diduga melarikan dana nasabah BPR Tripanca. Sugiharto melalui dua
perusahaan PT. Tripanca Group dan PT Cideng Makmur Pratama berhutang ke
lima bank besar dengan total mencapai hampir Rp 1,7 triliun yang terancam
macet. (Tempo interaktif 29Des 2008)
Dengan performance Group Tripanca yang telah dibuktikan bertahun-tahun,
banyak bank baik lokal maupun bank asing memberikan pinjaman kepada Group
tersebut. Namun ketika kasus ini diperiksa, banyak ditemukan kenyataan lain yang
menunjukkan praktek perusahaan yang tidak sehat. Meskipun saat ini kasus
tersebut belum selesai namun bank-bank pemberi kredit menghadapi risiko kredit.
2.4 Kebijakan dan Prosedur Perkreditan

Kebijakan dan Prosedur Perkreditan merupakan pedoman kerja


dibidang perkreditan yang memuat rangkaian peraturan untuk
menjamin kegiatan perkreditan dapat berjalan dengan baik.
Beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam menetapkan
kebijakan perkreditan yaitu:
 Asas likuiditas, bank harus dapat menjaga tingkat likuiditas
termasuk memenuhi permintaan penarikan kredit nasabah.
 Asas solvabilitas, bank dapat melakukan penempatan dana
sesuai dengan kemampuan mengumpulkan dana pihak ketiga,
dan sejauh mungkin menghindari risiko kegagalan kredit.
 Asas rentabilitas, bank harus memperoleh laba secara optimal
sesuai risiko yang diambil.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.1 Proses Kredit

Pada umumnya, proses perkreditan dapat dibagi dalam tiga


bagian.
a. Front end
Bagian front end atau unit bisnis yang bertugas mencari
nasabah yang ditargetkan, melakukan analisis kredit, dan
menentukan apakah permohonan debitur akan disetujui atau
ditolak.
Untuk kredit yang sudah ada dalam portofolio bank, harus dijaga
agar debitur sejauh mungkin tetap dalam kondisi baik sehingga
mampu membayar kewajibannya. Kunjungan secara rutin pada
nasabah dan analisis kondisi usaha perlu dilakukan secara
teratur, dan permasalahan perlu dideteksi secara dini agar lebih
mudah mengatasi permasalahan dan dapat mencegah agar
bank tidak terlalu besar mengalami kerugian.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.1 Proses Kredit

Pada umumnya, proses perkreditan dapat dibagi dalam tiga


bagian. (lanjutan)
b. Middle end
Bagian middle end pada umumnya dilakukan oleh unit
manajemen risiko atau SKMR, bertugas membantu unit bisnis
dalam menyediakan infrastruktur perkreditan seperti kebijakan
dan prosedur, sistem kewenangan memutus kredit, sistem
pemutusan kredit secara bersama antara unit bisnis dan risk
management, tata cara penarikan kredit dan sistem administrasi
kredit, dan alat analisis seperti sistem rating dan scoring,
prosedur baku analisis kredit dan analisis early warning signal
(EWS).
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.1 Proses Kredit

Pada umumnya, proses perkreditan dapat dibagi dalam tiga


bagian. (lanjutan)
b. Middle end (lanjutan)
Unit manajemen risiko memelihara portfolio kredit agar
senantiasa terkendali dari risiko konsentrasi pada sektor industri
tertentu maupun konsentrasi secara geografis, dan memantau
perkembangan kualitas kredit dalam portofolio sehingga dapat
diambil langkah strategi perkreditan yang diperlukan apabila
terjadi permasalahan dalam kualitas kredit.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.1 Proses Kredit

Pada umumnya, proses perkreditan dapat dibagi dalam tiga


bagian. (lanjutan)
c. Back end
Bagian back end bertugas menyelesaikan kredit bermasalah.
Walaupun bank sudah berupaya memelihara kualitas kredit,
pada umumnya ada sebagian kredit debitur yang menjadi kredit
bermasalah. Bagian recovery bertugas menentukan langkah
penyelamatan atau restrukturisasi dengan cara penjadualan
kembali angsuran hutang, memberikan bunga khusus atau cara
lainnya, dan dipilih sedemikian sehingga kerugian bank paling
minimal.
Unit credit operation melakukan proses administrasi kredit,
menentukan kapan debitur dapat menarik kredit setelah
persyaratan yang ditentukan bank dipenuhi.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.2 Credit Risk Rating

Credit risk rating adalah alat untuk mengukur klasifikasi kualitas


debitur dilihat dari sisi risiko kredit.
Sistem credit risk rating atau pemeringkatan dapat didasarkan pada
analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil akhir dari proses
pemeringkatan ini merupakan hasil dari beberapa parameter yang
telah diberi bobot tertentu. Rating dari nasabah merupakan indikasi
kualitas dari nasabah tersebut.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh bank adalah ketersediaan
data sebagai bahan analisa parameter dan bobot. Data keuangan
akan lebih mudah diperoleh apabila perusahaan-perusahaan sudah
terdaftar di bursa.
Dalam internal rating based (IRB) model pada Basel II, bank
diwajibkan memiliki minimal 8 peringkat risiko rating, minimal 7
peringkat debitur non-default, dan 1 peringkat rating bagi debitur
yang default.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

Rating kredit memberikan informasi mengenai kualitas kredit


debitur dan cukup untuk mengambil keputusan kredit untuk kredit
konsumer, kartu kredit atau kredit mikro.

Untuk kredit komersial, dimana perlu menentukan limit kredit yang


akan diberikan, bank masih perlu melakukan analisa kredit, antara
lain melihat proyeksi arus kas untuk mengukur kemampuan debitur
membayar kewajiban. Salah satu pendekatan klasik yang dapat
digunakan adalah analisa kredit 5C.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.1 Pendekatan 5Cs


Pada analisa 5C, kemampuan membayar debitur dapat dilihat dari
5 faktor yaitu (1) character, menilai karakter nasabah, (2) capacity,
menilai kapasitas membayar kewajiban dari debitur, (3) capital,
menilai modal yang dimiliki, (4) condition, menilai kondisi ekonomi
dan (5) collateral, menilai ketersediaan agunan.
a. Character
Character atau watak calon debitur merupakan faktor penting.
Bank hanya mengadakan hubungan dengan debitur yang dapat
dipercaya. Sifat dan watak calon debitur ini dapat dilihat dari
latar belakang pekerjaan maupun pribadi seperti gaya hidup dan
keadaan keluarga. Bank juga dapat memperoleh informasi
terkait karakter debitur dari pusat informasi debitur Bank
Indonesia. Sifat dan watak ini dapat menggambarkan kemauan
debitur untuk membayar.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.1 Pendekatan 5Cs


Prinsip 5C : (lanjutan)
b. Capacity
Analisis capacity bertujuan untuk menilai kemampuan calon
debitur dalam membayar kewajiban. Kemampuan debitur
tercermin dari kemampuan menghasilkan arus kas dari usaha
(operating cash flow). Usaha yang berhasil memenangkan
persaingan akan mempunyai peluang lebih baik untuk dapat
menghasilkan arus kas yang lebih besar.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.1 Pendekatan 5Cs
Prinsip 5C : (lanjutan)
c. Capital
Analisis capital melihat aspek kecukupan permodalan debitur.
Kondisi keuangan akan sehat apabila jumlah modal memadai
dibandingkan dengan jumlah pinjaman. Analisis capital harus
menganalisis persentase modal sendiri yang digunakan untuk
membiayai proyek. Bagi bank, semakin besar porsi modal, maka
kondisi keuangan nasabah akan semakin baik.
d. Condition
Penilaian kredit juga dinilai berdasarkan kondisi ekonomi, sosial,
dan politik yang ada saat ini dan prediksi dimasa mendatang.
Kondisi ekonomi dalam keadaan resesi kurang baik untuk usaha
yang memproduksi barang mewah, tapi bukan masalah bagi
usaha yang memproduksi kebutuhan pokok seperti farmasi,
bahan makanan, dsb.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.1 Pendekatan 5Cs
Prinsip 5C : (lanjutan)
e. Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon debitur baik berbentuk
agunan di dalam proyek maupun agunan di luar proyek. Agunan
juga dapat berupa jaminan pelunasan dari misalkan induk
perusahaan.
Jaminan seharusnya melebihi jumlah kredit yang diberikan serta
harus diteliti aspek keabsahan dan dapat diikat secara legal.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.1 Pendekatan 5Cs


Contoh kasus Aplikasi 5Cs :
Pengajuan kredit harus dilengkapi analisis antara lain dengan 5C (character,
capacity, capital, collateral, dan condition). Character bermanfaat untuk mengukur
seberapa jauh calon debitur memiliki niat baik untuk mengembalikan kredit yang
diperoleh. Sementara itu, capacity digunakan untuk mengukur kemampuan debitur
dalam mengembalikan kreditnya atas dasar kemampuan menjalankan bisnis,
sedangkan capital untuk mengetahui sejauh mana perusahaan mampu
menggunakan modal secara efektif.
Dua C terakhir, yakni collateral berguna untuk melihat sejauh mana jaminan yang
diberikan dapat menutupi risiko yang mungkin timbul dan yang terakhir, condition,
dimaksudkan untuk meneliti prospek bisnis dikaitkan dengan kondisi saat ini dan
mendatang. Dengan kata lain, perlu dilakukan analisis secara kuantitatif dan
kualitatif sebelum kredit disetujui.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.1 Pendekatan 5Cs


Contoh kasus Aplikasi 5Cs : (lanjutan)
Selain itu, bank dapat mempertimbangkan untuk melakukan kunjungan ke
lapangan. Hal ini bukan hanya untuk membuktikan kebenaran dan kelayakan
jaminan yang akan diikat, tetapi juga untuk mendeteksi secara langsung bisnis
yang tengah berjalan. Bisa saja terjadi, jaminan gedung yang semula tampak
bagus dalam foto ternyata hanya bangunan terlantar yang tidak bernilai. Begitu
pula jaminan yang berupa tanah lapangan, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut
ternyata bukan milik debitur. Agunan dalam perkreditan berperan penting untuk
mengukur seberapa jauh kredit dapat disetujui.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.2 Analisa kredit secara generik


Faktor yang harus dipertimbangkan dalam persetujuan kredit
antara lain :
 Tujuan kredit dan sumber pembayaran. Bank harus memastikan
kredit yang akan digunakan untuk tujuan yang dapat diterima
sesuai dengan kebijakan kredit bank. Tujuan kredit pentig
dianalisa agar kredit yang diberikan tidak digunakan untuk
maksud lain yang tidak disetujui oleh bank.
 Profil risiko terkini dari debitur, kinerja historis, industri dimana
calon debitur menjalankan usaha. Profil risiko harus sesuai
kebijakan bank yang menetapkan profil risiko tertentu yang
dapat diterima bank.
 Kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi/usaha
debitur serta posisi debitur dalam industri.
2.5 Pengelolaan Risiko Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.2 Analisa kredit secara generik


Faktor yang harus dipertimbangkan dalam persetujuan kredit
antara lain : (lanjutan)
 Analisis pemasaran hasil produksi dan aspek teknis sebagai
dasar menentukan asumsi proyeksi keuangan yang rasional.
 Analisis keuangan termasuk analisa rasio dan analisa
kemampuan untuk membayar kembali, berdasarkan proyeksi
arus kas
 Aspek legal dan agunan, untuk menentukan persyaratan kredit
misalkan untuk membatasi perubahan eksposur risiko debitur di
waktu yang akan datang.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


Penilaian kinerja historis dapat dilakukan dengan analisis keuangan
berdasarkan beberapa rasio keuangan sebagai berikut :
a. Analisa Rasio Keuangan
• Rasio Likuiditas
Adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek (termasuk bagian dari
kewajiban jangka panjang yang telah berubah menjadi
kewajiban jangka pendek).
Rasio yang biasa digunakan dalam mengukur likuiditas
perusahaan adalah Current Ratio, Cash Ratio dan Quick Ratio.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


a. Analisa Rasio Keuangan (lanjutan)
• Rasio Likuiditas (lanjutan)
Current ratio yang lebih besar dari 100% dengan trend
membaik, dan sejalan dengan rasio industri pada bidang usaha
yang sama. Cash ratio dan quick ratio menilai kualitas dari
komponen aktiva lancar, yang dapat digunakan untuk
membayar kewajiban. Semakin besar rasio tersebut, kondisi
debitur akan semakin baik.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


a. Analisa Rasio Keuangan (lanjutan)
• Rasio Leverage
Adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan
menggunakan utang sebagai sumber modal (dana pihak luar).
Rasio ini juga menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari bank
sebagai kreditor. Bagi bank, semakin kecil Debt Equity Ratio
(DER), kondisi perusahaan semakin baik dengan risiko yang
lebih kecil.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


a. Analisa Rasio Keuangan (lanjutan)
• Rasio Aktivitas
Adalah rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektifitas
manajemen dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya.
Penilaian perputaran dilakukan dengan menilai trend, dan
perbandingan dengan industri sejenis. Perputaran yang semakin
(atau jumlah hari yang lebih kecil) akan semakin baik bagi
perusahaan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


a. Analisa Rasio Keuangan (lanjutan)
• Rasio Profitabilitas
Adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
mencetak laba. Untuk pemegang saham, rasio ini menunjukkan
tingkat penghasilan mereka dalam melakukan investasi.
Penilaian rasio profitabilitas dilakukan dengan melihat trend dan
perbandingan dengan industri sejenis.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


b. Analisa Vertikal
Analisis ini juga dikenal dengan istilah Common Size Analysis yaitu
analisis laporan keuangan dalam satu periode tertentu dengan cara
membanding-bandingkan pos yang satu dengan pos yang lainnya.
Perbandingan tersebut dilakukan dengan menggunakan
persentase dimana salah satu pos ditetapkan sebagai patokan
100%.
Pada neraca, analisa vertikal sering dikaitkan sebagai prosentase
dari total aset. Pada rugi laba, komponen laba dan biaya
dibandingkan dengan nilai penjualan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


c. Analisa Horizontal
Analisis ini dilakukan dengan membandingkan pos-pos laporan
keuangan untuk dua periode atau lebih. Tujuan perbandingan ini
adalah untuk mengetahui perubahan dan perkembangan masing-
masing pos selama jangka waktu tertentu.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.3 Analisis Kinerja Keuangan Historis


d. Interpretasi Analisis Kinerja keuangan Historis
Analisis keuangan harus dapat menyimpulkan kondisi keuangan
historis calon debitur, dan menilai bagaimana calon debitur
merencanakan untuk mengatasi berbagai rasio keuangan yang
menunjukan angka yang kurang baik.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan analisis DuPont, yaitu dengan melihat
perkembangan rasio ROE (return on equity) selama dua periode,
dan melakukan analisis untuk dapat melihat permasalahan yang
dihadapi calon debitur, dan menilai bagaimana strategi untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.4 Kebutuhan Biaya Proyek


a. Kebutuhan Investasi
Kebutuhan investasi meliputi analisis kebutuhan tanah, bangunan,
mesin produksi, peralatan penunjang, kendaraan dan biaya pra-
operasional yang diperlukan agar perusahaan dapat melakukan
produksi sesuai rencana. Untuk beberapa proyek yang
memerlukan pembangunan jangka panjang misalkan proyek
perkebunan, perlu juga diperhitungkan bunga masa konstruksi
yang dikapitalisir menjadi bagian dari investasi.
Dalam analisa kebutuhan investasi, analis harus memastikan
bahwa investasi tersebut memang dibutuhkan untuk melakukan
produksi, dan biaya investasi diteliti agar tidak terjadi
penggelembungan harga.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.4 Kebutuhan Biaya Proyek (lanjutan)


b. Kebutuhan Modal Kerja
Modal kerja diperlukan untuk membiayai persediaan bahan baku
dan bahan pembantu, serta piutang pada pelanggan, atau
pengeluaran yang habis dalam satu siklus usaha. Pada dasarnya,
metode perhitungan kebutuhan dana suatu bisnis sebenarnya
merupakan perhitungan untuk mengidentifikasi Financial Gap
(Kesenjangan Keuangan) yaitu selisih antara kebutuhan aktiva
dengan sumber pembiayaan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.5 Analisis Pemasaran


Analisa pemasaran bertujuan untuk menyimpulkan berapa
kemampuan perusahaan untuk memperoleh pangsa pasar, volume
penjualan dan harga jual, dengan mempertimbangkan struktur
industri dimana perusahaan berada, dan kondisi persaingan.
Untuk menilai daya saing perusahaan, analisa Porter dapat
digunakan untuk melihat bagaimana kondisi barrier to entry,
adanya produk pengganti (substitute products), dan posisi tawar
dari pembeli produk perusahaan, serta peta persaingan pada
industri dimana perusahaan berada.
Usaha debitur dari sisi barrier to entry baik apabila pesaing tidak
mudah masuk pada industri yang sama. Usaha debitur akan
semakin baik apabila tidak ada atau sulit mencari produk pengganti
yang dapat menggantikan fungsinya.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.5 Analisis Pemasaran (lanjutan)


Usaha debitur akan semakin aman apabila bahan baku yang
diperlukan cukup banyak pihak yang menyediakan, dan hasil
produksi dapat diserap oleh pasar secara luas, tidak ada pihak
yang dapat menguasai atau mendikte harga beli bahan baku
maupun harga jual produk jadi. Usaha debitur akan semakin aman
bila peta persaingan industri yang dipilih debitur tidak terlalu ketat,
pesaing tidak terlalu banyak.
Pada akhir analisa pemasaran, analis harus menyimpulkan berapa
volume penjualan dan dengan harga berapa, sebagai dasar
menentukan asumsi yang akan digunakan pada analisis keuangan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.6 Analisis Teknis Produksi


Analisa teknis produksi bertujuan untuk menyimpulkan berapa
kemampuan perusahaan untuk melakukan produksi, biaya produksi
baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung, dengan
mempertimbangkan unsur bahan baku, bahan pembantu, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya umum.
Usaha debitur akan semakin baik apabila proses produksi lebih
efisien dibandingkan dengan pesaing, dengan biaya operasional
dan biaya umum yang lebih rendah.
Pada akhir analisa teknis, analis harus menyimpulkan berapa
volume produksi dan dengan biaya berapa, sebagai dasar
menentukan asumsi yang akan digunakan pada analisis keuangan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.7 Aspek Keuangan


Sumber informasi keuangan yang digunakan untuk melakukan
analisis keuangan adalah hasil dari analisa kebutuhan investasi
dan modal kerja, dan hasil dari analisa pemasaran dan analisa
aspek teknis.
Dari biaya investasi dan modal kerja, kebijakan bank mengatur
berapa proses harus dibiayai oleh debitur sendiri dari modal, dan
berapa dibiayai dari kredit bank.
Semakin besar porsi kredit, untuk bank semakin mempunyai risiko
yang lebih tinggi. Seluruh biaya investasi dan modal kerja
merupakan pengeluaran awal yang direncanakan menghasilkan
arus kas pada tahun-tahun berikutnya. Analisa keuangan akan
melihat apakah rencana penghasilan arus kas cukup untuk
menutup biaya investasi dan modal kerja yang harus dikeluarkan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.7 Aspek Keuangan
Untuk menilai kelayakan suatu proyek investasi dapat
menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Metode nilai tunai bersih atau Net Present value (NPV)
Dengan asumsi proyeksi keuangan yang diperoleh dari analisa
pemasaran dan analisa teknis, bank menyusun proyeksi arus
kas. Arus kas tersebut dibandingkan dengan investasi awal,
dengan menggunakan angka diskonto tertentu. Proyek
dinyatakan layak apabila NPV memberikan nilai positif.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.7 Aspek Keuangan


b. Metode Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian
internal
Adalah tingkat bunga yang dapat menjadikan NPV sama dengan
nol. Proyek dinilai layak kalau IRR lebih besar dari angka
diskonto tertentu yang disebut dengan hurdle rate bank.
Faktor utama dalam perhitungan NPV dan IRR adalah
menentukan jenis arus kas, menentukan umur proyek dan
menentukan angka diskonto yang sesuai.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.8 Aspek yuridis / hukum dan agunan


Hubungan kredit dengan dapat menimbulkan permasalahan
apabila faktor legal lemah.
Aspek hukum menilai masalah legalitas badan usaha serta izin-izin
yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian
dimulai dengan meneliti keabsahan dan kesempurnaan akte
pendirian perusahaan dan dokumen serta surat-surat penting
lainnya. Hal ini perlu dilakukan agar bank tidak berhubungan
dengan perusahaan yang rentan terhadap masalah hukum
dikemudian hari.
Jaminan yang biasa diberikan dari nasabah kepada debitur
beraneka-ragam sesuai dengan jenis kredit yang diminta, beberapa
diantaranya Tanah dan Bangunan, Mesin-mesin, Kapal, Kendaraan
bermotor, Stock barang, Deposito, Tagihan (piutang) atau Anjak
Piutang (factoring)
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.8 Aspek yuridis / hukum dan agunan


Pengikatan Jaminan kebendaan tergantung dari jenis agunan,
diantaranya:
a. Hak Tanggungan
Beberapa unsur pokok hak tanggungan yaitu hak jaminan untuk
pelunasan utang. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah
sesuai UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Hak tanggungan
dapat dibebankan atas tanah saja atau berikut benda-benda
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
Hipotik merupakan hak kebendaan atas benda-benda tidak
bergerak, untuk dijadikan sebagai pengganti bagi pelunasan
suatu perikatan seperti perjanjian kredit. Saat ini sudah
digantikan menjadi hak tanggungan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.8 Aspek yuridis / hukum dan agunan
(lanjutan)
b. Gadai
Hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak
yang diserahkan oleh debitur, dan memberi kekuasaan kepada
kreditur untuk mengambil benda tersebut dan menjual sebagai
upaya pelunasan dari kewajiban debitur.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.8 Aspek yuridis / hukum dan agunan
(lanjutan)
c. Fidusia
Fidusia merupakan bentuk lain bagi jaminan atas benda
bergerak selain gadai. Sertifikat fidusia dikeluarkan oleh seorang
notaris untuk pihak kreditur dan debitur. Jika suatu saat pihak
debitur tidak dapat melaksanakan semua kewajibannya, pihak
kreditur mempunyai hak untuk menyita dan melelang obyek
yang dijadikan agunan.
Serifikat fidusia memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk
jumlah kredit yang tidak cukup besar, bank jarang membuat
sertifikat fidusia di hadapan seorang notaris, sebab debitur dan
kreditur harus mendaftarkannya lagi pada kanwil departemen
hukum dan HAM setempat, supaya secara otomatis pihak
kreditur mempunyai hak eksekusi langsung.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit
2.5.3.8 Aspek yuridis / hukum dan agunan
(lanjutan)
d. Cessie Piutang
Pada dasarnya cessie bukan merupakan lembaga jaminan,
dalam praktek perbankan cessie digunakan untuk
memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang
dijadikan jaminan suatu kredit.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.9 Aspek AMDAL


Amdal atau analisis dampak lingkungan merupakan analisis
terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara serta kesehatan
manusia apabila proyek tersebut dijalankan.
Amdal merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan di Indonesia. Amdal
dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Dasar hukum adalah peraturan pemerintah no. 27 Tahun 1999
tentang ”Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup”.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.10 Customer Profitability Analysis (CPA)


CPA adalah analisis komprehensif hubungan nasabah dengan
bank, meliputi transaksi kredit, dana, fee based, dan hubungan
basis lainnya.
Manfaat dari customer profitability analysis bagi bank adalah:
 Sebagai dasar pengukuran profitability dari nasabah suatu bank
atas berbagai relationship dengan bank.
 Sebagai dasar dalam menentukan pricing atas berbagai service
yang diberikan oleh bank termasuk loan pricing. Artinya bank
dapat memberikan bunga kredit yang lebih rendah apabila
nasabah memberikan bisnis lain yang memberikan keuntungan
bagi bank.
 Sebagai alat analisis dalam menghadapi persaingan pasar untuk
menentukan target market/ nasabah yang potensial.
 Sebagai alat analisis untuk pengembangan produk dan jasa
perbankan.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.10 Customer Profitability Analysis (CPA)


Revenue yang dihasilkan oleh bank dapat berasal dari penghasilan
bunga (interest income) dan penghasilan komisi (fee based
income). Begitu juga biaya bank terdiri dari biaya bunga (interest
expense) yang dikeluarkan oleh bank kepada deposan dan biaya
non bunga seperti biaya overhead dan biaya lainnya.
2.5 Proses Kredit
2.5.3 Analisis Kredit

2.5.3.11 Pengikatan Kredit


Apabila permohonan kredit dari nasabah sudah diterima, Bank
mempersiapkan perjanjian kredit dengan nasabah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian kredit adalah:
 Perjanjian kredit sesuai dengan tujuan penggunaan dana kredit.
 Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian
uang pinjaman itu disertai pembayaran bunga sesuai yang
diperjanjikan atau pembagian hasil.
 Sebagai penjagaan apabila debitur tidak membayar kewajiban,
Bank pada umumnya mensyaratkan penyerahan agunan yang
harus diikat sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
2.5 Proses Kredit
2.5.4 Penetapan Suku Bunga Kredit (Loan Pricing)

Penetapan suku bunga kredit (loan pricing) pinjaman dengan


berdasarkan pada risk based pricing (RBP). Penetapan bunga
kredit atas dasar RBP mempertimbangkan unsur biaya dana
masyarakat, biaya premi risiko, biaya regulasi (GWM), biaya
overhead baik untuk penghimpunan dana dan proses kredit, biaya
modal dan margin keuntungan bank.
2.5 Proses Kredit
2.5.4 Penetapan Suku Bunga Kredit (Loan Pricing)

2.5.4.1 Bunga tetap (fixed rate) vs. Bunga mengambang (floating


rate)
Terdapat dua jenis suku bunga kredit yang umumnya dapat
diberikan kepada nasabah berdasarkan ketentuan tarif yang
diberikan yaitu:
a. Fixed rate atau suku bunga tetap
Pada sistem fixed rate, suku bunga kredit ditentukan tetap
sampai kredit tersebut lunas. Pinjaman dengan bunga tetap
akan mengandung risiko suku bunga.
Apabila selama masa kredit tingkat bunga pasar naik, maka
biaya bunga bank akan meningkat sedangkan pendapatan
bunga bersih bank menurun. Hal ini karena komposisi dana
pihak ketiga (DPK) pada umumnya bersifat jangka pendek
(short-term)
2.5 Proses Kredit
2.5.4 Penetapan Suku Bunga Kredit (Loan Pricing)

2.5.4.1 Bunga tetap (fixed rate) vs. Bunga mengambang (floating


rate)
a. Fixed rate atau suku bunga tetap (lanjutan)
Dengan memberikan bunga secara fixed rate, berarti bank
sudah mengambil alih perubahan risiko suku bunga pasar. Pada
umumnya bunga secara fixed rate akan lebih tinggi
dibandingkan dengan bunga kredit floating rate.
2.5 Proses Kredit
2.5.4 Penetapan Suku Bunga Kredit (Loan Pricing)

2.5.4.1 Bunga tetap (fixed rate) vs. Bunga mengambang (floating


rate)
b. Floating rate atau suku bunga mengambang
Dimana suku bunga kredit dibuat mengambang sesuai dengan
fluktuasi bunga pasar referensi, sebagai contoh atas dasar
JIBOR, SIBOR, atau LIBOR ditambah suatu persentase tertentu
sebagai margin.
Pinjaman dengan suku bunga mengambang secara efektif
mengalihkan risiko suku bunga dari bank kepada debitur. Di lain
pihak, apabila kenaikan suku bunga terjadi secara terus
menerus, pada akhirnya hal ini dapat meningkatkan risiko kredit.
Kenaikan suku bunga kredit akan menyebabkan kenaikan biaya
pinjaman debitur, yang apabila kenaikan tersebut tidak disertai
oleh kenaikan cash flow dari operasional usaha debitur, dapat
menyebabkan kemampuan debitur untuk memenuhi
kewajibannya kepada bank terganggu atau bahkan tidak dapat
memenuhi kewajibannya sama sekali.
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

2.5.5.1 Penyebab Kegagalan Dalam Pemberian Kredit


Kegagalan dalam suatu transaksi kredit dapat disebabkan oleh
berbagai macam kejadian, antara lain sbb:
 Self Dealing (aktivitas yang dilaksanakan untuk kepentingan diri
sendiri), yaitu adanya keterlibatan pegawai bank dalam kegiatan
usaha nasabah karena adanya kepentingan pribadi atas
pemberian kredit tersebut.
 Anxiety for Income (haus akan laba) namun kurang
mengupayakan sumber pengembalian, yaitu arus kas
 Kompromi terhadap prinsip pemberian kredit yang sehat
 Tidak tersedia kebijakan dan prosedur perkreditan yang
memenuhi syarat.
 Informasi kredit tidak lengkap
 Lambat dalam mengambil tindakan likuidasi sesuai perjanjian.
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

2.5.5.1 Penyebab Kegagalan Dalam Pemberian Kredit (lanjutan)


 Menggampangkan permasalahan yang terjadi
 Tidak terdapat pengawasan kredit yang konsisten
 Kurang memiliki kemampuan teknis
 Ketidakmampuan melakukan seleksi atas risiko
 Pemberian kredit yang melampaui batas
 Tekanan persaingan usaha
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

2.5.5.2 Penanganan Kredit Bermasalah


Penanganan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti:
a. Rescheduling
Suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang
jangka waktu kredit atau jangka waktu angsuran
b. Reconditioning
Reconditioning dimaksudkan bahwa bank mengubah beberapa
persyaratan yang ada seperti:
 Kapitalisasi bunga yaitu bunga dijadikan hutang pokok.
 Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu
 Penurunan suku bunga
 Pembebasan bunga
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

Penanganan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berbagai


cara seperti: (lanjutan)
c. Restructuring
Merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara
menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah
memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang
dibiayai memang masih layak.
d. Kombinasi
Merupakan kombinasi dari Rescheduling, Reconditioning, dan
Restructuring.
e. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah
sudah benar-benar tidak mempunyai itikad baik ataupun sudah
tidak mampu lagi untuk membayar semua kewajibannya.
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

Alternatif penyelamatan kredit dipilih yang paling memberikan


kerugian minimal bagi bank. Dengan kata lain yang memberikan
NPV maksimum bagi bank.
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

2.5.5.3 Penagihan (Collection)


Peran seorang collector sangat penting dalam menentukan tingkat
keberhasilan perusahaan dalam penagihan. Sehingga dibutuhkan
keahlian dan teknik-teknik yang jitu dalam proses penagihan.
Petugas penagihan harus memahami peran serta fungsi bagian
penagihan kredit, mengetahui proses tindakan penagihan dan
menentukan kapan dan bagaimana caranya melakukan penagihan.
Mengetahui posisi bagian penagihan terhadap bisnis secara
keseluruhan.
Petugas penagihan harus menggunakan strategi penagihan yang
sesuai dengan kondisi debitur, memahami cara-cara mengelola
kredit yang macet berdasarkan tingkat risiko kredit tersebut serta
menentukan prioritas tindakan yang harus dilakukan pada setiap
tingkat tunggakan kredit.
2.5 Proses Kredit
2.5.5 Penyelesaian Kredit bermasalah dan penagihan

2.5.5.3 Penagihan (Collection) lanjutan.


Teknik penagihan perlu mempelajari cara komunikasi selama
melakukan penagihan, dan menentukan cara perilaku untuk
mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi selama negosiasi
yang berlangsung dengan tipe debitur yang berbeda, sehingga
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak sesuai
dengan kebijakan bank yang berlaku.
Petugas penagihan harus mengenal berbagai macam laporan yang
digunakan di bagian penagihan seperti Productivity dan Portfolio
MIS, cara membaca dan cara menafsirkan artinya. Dari hasil MIS
tersebut juga bisa diketahui bahwa Strategi Penagihan yang
dipakai berhasil atau tidak.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

Basel dan Bank Indonesia menentukan 3 (tiga) pendekatan yang


dapat digunakan oleh setiap bank dalam menghitung kebutuhan
modal untuk menutup risiko kredit, yaitu:
 Standardized Approach
 Foundation Internal Rating Based Approach
 Advanced Internal Rating Based Approach
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

2.6.1 Standardized Approach/Pendekatan Standar


Dalam Pendekatan Standar, peringkat kredit ditetapkan oleh
Lembaga Pemeringkat eksternal yang sudah diakui oleh Bank
Indonesia. Bank dapat menggunakan peringkat yang ditetapkan
oleh lembaga pemeringkat dimaksud untuk menetapkan bobot
risiko untuk tujuan kecukupan modal.
Kebutuhan modal dengan menggunakan Standardized Approach
adalah minimal 8% dikalikan eksposur atau ATMR (Aktiva
tertimbang menurut risiko).
Untuk menentukan ATMR dengan Standardized Approach pada
Basel II pilar 1, asset bank dibagi dalam kategori asset tertentu,
dan kemudian masing-masing kategori asset tersebut diberikan
bobot risiko sesuai dengan tingkat risiko. Pada pendekatan ini,
rating dari counterparty akan menentukan besarnya bobot risiko.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

2.6.1 Standardized Approach/Pendekatan Standar


ATMR risiko kredit pendekatan standar merupakan hasil perkalian
antara tagihan bersih dengan bobot risiko.
Tagihan bersih eksposur asset dalam neraca adalah nilai tercatat
asset ditambah dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika
ada) setelah dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai
(CKPN).
Untuk tagihan bersih eksposur rekening administratif adalah hasil
perkalian antara nilai kewajiban komitmen atau kewajiban kontijensi
setelah dikurangi dengan penyisihan penghapusan asset khusus
(PPA Khusus) dengan faktor konversi kredit (FKK) sesuai
ketentuan Bank Indonesia.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

2.6.1.1 Penilaian kredit oleh Pihak Eksternal


Hasil penilaian harus dilakukan oleh lembaga rating eksternal.
Kriteria yang harus dipenuhi oleh lembaga rating eksternal adalah
sebagai berikut:
 Objektivitas
 Independen
 Transparansi
 Sumber daya yang mencukupi
 Kredibilitas
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II
2.6.1.2 Mitigasi Risiko Kredit
Untuk transaksi dengan agunan, nilai agunan diperkenankan untuk
mengurangi eksposur risiko terhadap suatu counterparty ketika
memperhitungkan kebutuhan modal. Jenis agunan keuangan yang
diakui yaitu:
 Kas dan emas
 Surat hutang yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat
eksternal yang diakui dengan peringkat tertentu.
 Surat hutang yang tidak diperingkat oleh lembaga
pemeringkat eksternal yang diakui dan memenuhi
persyaratan tertentu
 Ekuitas (termasuk obligasi konversi) yang termasuk dalam
indeks utama
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II
2.6.1.2 Mitigasi Risiko Kredit (lanjutan)
 Investasi kolektif pada efek yang dapat ditransfer dan
reksadana yang memenuhi persyaratan tertentu.
Khusus untuk debitur non-lancar, mitigasi risiko kredit dapat
memperhitungkan agunan berupa aktiva tetap seperti tanah dan
bangunan.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

2.6.2 Internal Rating Based (IRB)


Pendekatan Internal rating Based (IRB) mengukur risiko
berdasarkan internal rating yang telah dimiliki oleh bank. Jika bank
memilih untuk menggunakan pendekatan IRB, bank harus
memenuhi ketentuan-ketentuan persyaratan minimum, dan
mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia sebagai pengawas.
2.6.2.1 Parameter
Komponen risiko pada pendekatan ini adalah:
a. Probability of Default(PD)
Probability of Default (PD) adalah besarnya kemungkinan /
probabilitas debitur mengalami wanprestasi atau tidak mampu
mengembalikan kewajibannya baik pokok maupun bunga
pinjaman. PD merupakan estimasi kedepan dan biasanya
dengan time horizon 1 tahun.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

b. Loss Given Default (LGD)


Loss Given Default (LGD) adalah estimasi potensi kerugian bank
jika terjadi wanprestasi. Besar LGD adalah (1 – recovery rate),
dimana recovery rate adalah tingkat pengembalian pinjaman,
setelah bank melakukan upaya penagihan dan atau penjualan
agunan atas kredit macet.
c. Exposure at Default (EAD)
Exposure at Default (EAD) adalah estimasi besarnya eksposur
kredit pada saat terjadi wanprestasi.
d. Effective Maturity (M)
Maturity (M) adalah sisa jangka waktu kredit/instrument kredit.
Komponen risiko ini diterapkan hanya untuk tagihan kepada
pemerintah, korporasi dan bank.
2.6 Perhitungan Kecukupan Modal untuk menutup Risiko
Kredit – Basel II

2.6.2.2 Metode Internal Rating Based (IRB)


IRB approach terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:
a. Foundation IRB
b. Advanced IRB.
Perbedaan diantara keduanya adalah sebagai berikut:
Komponen Risiko F-IRB A-IRB
PD Internal Internal
LGD Supervisor Internal
EAD Supervisor Internal
Data yang dibutuhkan 5 tahun 7 tahun

Dengan formula yang ditetapkan, maka kebutuhan modal dapat


ditentukan.
Pendukung
Pendukung

Michael Porter’s Five Forces

1. The threat of a substitute product


Semakin banyak dan dekat barang substitusi pesaing DEBITUR, maka
pelanggan juga bisa beralih dengan mudah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya switching cost, kecenderungan untuk beralih, diferensiasi
produk, dan lainnya.

Contoh, misalnya untuk teh botol, kecenderungan substitusinya lebih besar.


Misalnya jika Anda ke suatu kios tertentu, dan ingin membeli Fruit Tea, namun
nyatanya hanya ada Teh Botol Sosro, tentunya Anda tidak akan bersikeras
untuk mencari Fruit Tea bukan? Ini berarti ancaman substitusi tinggi.
Perbedaan antara kedua merek hanya sedikit saja, dan tidak ada biaya
switching cost antara dua merek tersebut.

VS
Pendukung

Michael Porter’s Five Forces

2. The threat of the entry of new competitors


Bagaimana tingkat kesulitan/kemudahan bagi pesaing baru untuk masuk ke
dalam industri DEBITUR? Force ini antara lain dipengaruhi oleh brand equity,
hambatan masuk seperti paten dsb, distribusi, skill atau core competence
tertentu, economies of scope, cost advantage, dan lainnya.

Contoh, misalnya DEBITUR bergerak di industri ritel online, maka ancaman


akan munculnya pesaing baru sangatlah tinggi. Zaman semakin maju, dan
akses terhadap internet juga semakin mudah. Individual pun kini dapat
berjualan secara online, misalnya dengan memanfaatkan blog, forum, ataupun
situs social network seperti Facebook.

VS VS
Pendukung

Michael Porter’s Five Forces

3. The bargaining power of customers


Bagaimana kekuatan yang dimiliki pelanggan? Force ini antara lain
dipengaruhi oleh: jumlah pembeli, konsentrasi pembeli, switching cost pembeli,
ketersediaan barang, besar order pembeli, sensitivitas harga, tingkat
diferensiasi, dan sebagainya.

Misalnya, DEBITUR memiliki sebuah ritel premium dengan pelanggan-


pelanggan kelas atas. Pada kelompok pelanggan tersebut, sekitar 60%
penjualan berasal dari 20% pelanggan. Artinya, konsentrasi pembeli cukup
tinggi, sehingga pembeli punya kekuatan yang lebih tinggi. Switching cost bagi
pembeli pun tidak ada, sementara bagi DEBITUR sulit untuk memperoleh
pelanggan baru lagi.

or
Pendukung

Michael Porter’s Five Forces

4. The bargaining power of suppliers


Supplier merupakan tempat dimana kita membeli input yang digunakan untuk
bahan produksi. Force ini ditentukan oleh beberapa factor diantaranya:
switching cost ke supplier lain, jumlah supplier, konsentrasi supplier,
ketersediaan substitusi input, tingkat diferensiasi input, hingga tingkat
hubungan dengan supplier.

Misalnya, supplier obat-obatan untuk rumah sakit, pada umumnya punya


tingkat konsentrasi tinggi. RS biasanya punya langganan kepada segelintir
perusahaan farmasi tertentu. Dalam kasus ini, berarti bargaining power of
supplier tinggi karena supplier terkonsentrasi pada sekian kecil saja.

vs
Pendukung

Michael Porter’s Five Forces

5. The intensity of competitive rivalry


Bagaimana intensitas persaingan dalam industri DEBITUR? Semakin banyak
jumlah pesaing, dengan produk yang berkualitas dan harga bersaing, maka
semakin tinggi tingkat persaingan. Force ini ditentukan oleh beberapa faktor
diantaranya: jumlah pesaing, perbedaan kualitas, loyalitas pelanggan,
diferensiasi produk, perbedaan harga, exit barriers, dan sebagainya.

Contoh industri dengan intensitas persaingan yang tinggi adalah industri


telekomunikasi. Industri telekomunikasi sendiri punya prospek growth yang
tinggi, karena orang selalu membutuhkan komunikasi dan ditunjang oleh
pertumbuhan penduduk. Kemudian, exit barriers juga tinggi, karena
perusahaan tentunya sudah menginvestasikan infrastruktur telekomunikasi
yang tidak murah. Saat ini, operator melakukan perang harga dalam menjaring
konsumen, sementara switching cost pun rendah.

vs
Pendukung

DU PONT ANALYSIS (1920)


ROE = 1) Profitability (measured by profit margin), 2) Operating efficiency (measured by
asset turnover), 3) Financial leverage (measured by equity multiplier)

Analisis Du Pont penting


bagi manajer untuk
mengetahui faktor mana
yang paling kuat
pengaruhnya antara
profit margin dan total
asset turnover terhadap
ROA. Disamping itu
dengan menggunakan
analisis ini, pengendalian
beban dapat diukur dan
Equity
efisiensi perputaran aset ROE
sebagai akibat turun
naiknya penjualan dapat
diukur.

Anda mungkin juga menyukai