Anda di halaman 1dari 3

KONFLIK BERKEPANJANGAN ( protracted conflict) DALAM LAHAN PLASMA

ANTARA MASYARAKAT LOKAL DENGAN PT. JABONTARA EKA KARSA DI


BATU PUTIH KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Institut Teknologi Kalimantan
Ekonomi Kota dan Wilayah B
(Muhammad Ryco Amanda Saputra 08211050)

Isu yang diangkat :


Konflik lahan perkebunan kelapa sawit di kampung Batu Putih kabupaten Berau belakangan
ini menjadi bahan perbincangan oleh masyarakat. Bermula isu lahan plasma yang belum
diberikan oleh PT. Jabontara Eka Karsa yang merupakan anak perusahaan dari Kuala Lumpur
Kepong (KLK) Berhad Group, selaku perusahaan yang bertanggung jawab sebagai pengelola
perkebunan sawit di kampung Batu Putih. Peneliti ingin melihat proses atau gambaran konflik
berkepanjangan yang tidak menemukan titik temu dalam tuntutan lahan plasma terhadap PT.
Jabontara Eka Karsa, dengan menggunakan strategi konflik untuk memetakan strategi yang
digunakan oleh masing-masing aktor dalam menghadapi konflik isu lahan plasma tersebut.

Pembahasan :
Konflik lahan perkebunan kelapa sawit di kampung Batu Putih kabupaten Berau belakangan
ini menjadi bahan perbincangan oleh masyarakat. Bermula dari lahan plasma yang belum
diberikan oleh PT. Jabontara Eka Karsa yang merupakan anak perusahaan dari Kuala Lumpur
Kepong (KLK) Berhad Group, selaku perusahaan yang bertanggung jawab sebagai pengelola
perkebunan sawit di kampung Batu Putih. Konflik yang terjadi antara masyarakat lokal dengan
perusahaan Jabontara Eka Karsa ini sudah berlangsung kurang lebih delapan tahun, sejak
dibukanya perusahaan tersebut sudah banyak menyebabkan kerugian yang dirasakan
masyarakat dan juga masyarakat tidak merasakan adanya keuntungan dari adanya perusahaan
Jabontara Eka Karsa. Program CSR yang dijanjikan oleh perusahaan belum diberikan dan
tentunya hal ini membuat masyarakat semakin geram. “Masyarakat menuntut 20% lahan
plasma sesuai dengan peraturan Kementerian Pertanian yang disebutkan dalam nomor 26 tahun
2007 pasal 11”.1 Tetapi hal ini terjadi ketidaksesuaian ketika peraturan Kementerian Pertanian
Nomor 26 itu keluar tahun 2007 karena peraturan undang-undang tidak mungkin diberlakukan
surut. Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi bingung dikarenakan kurang fahamnya
akan peraturan undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sedangkan Hak Guna
Usaha (HGU) PT. Jabontara Eka Karsa tahun 1997-1998 dan Izin Usaha Perkebunan IUP tahun
2000. HGU perusahaan sendiri tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan 20% lahan
kepada masyarakat sehingga perusahaan tetap berpegang teguh pada aturan tersebut. Izin
Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki
oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan, dan terintegrasi
dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Peraturan Kementerian Pertanian berisi
tentang kewajiban perusahaan yang seharusnya memberikan 20% lahan plasma dari lahan yang
sudah dikelola perusahaan, tetapi di dalam Hak Guna Usaha yang dimiliki tidak ada kewajiban
bahwa perusahaan selaku pengelola perkebunan kelapa sawit memberikan 20% lahan plasma.
Hak Guna Lahan diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama
25 tahun dan dapat di perbaharui selama 35 tahun. Masyarakat kampung Batu putih telah
mengajukan permintaan kepada PT. Jabontara Eka Karsa selama kurang lebih delapan tahun
untuk memberikan 20% lahan plasma, hal ini juga dikarenakan PT. Jabontara Eka Karsa yang
merupakan anggota dari Rountable on Suistainable palm oil (RSPO) sehingga tidak
memungkinkan untuk membuka lahan. RSPO sendiri adalah asosiasi yang terdiri dari berbagai
organisasi sector industry kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri
manufaktur, investor, akademisi dan LSM bidang lingkungan) yang bertujuan
mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit
berkelanjutan. RSPO membuat aturan-aturan yang mensyaratkan perkebunan sawit menjadi
sulit berdiri dan berkembang dikarenakan tingkat polusi yang ditimbulkan. Tetapi di sisi lain
mungkin saja aturan yang dibuat oleh RSPO itu untuk melindungi kelestarian lingkungan dan
mewujudkan proses industri yang ramah lingkungan. Perusahaan yang berkomitmen dengan
organisasi RSPO ada banyak di dunia internasional, sehingga hal ini menjadi sorotan publik
jika ada anggota perusahaan yang melanggar peraturan tersebut.

Hasil yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Pertama mengenai sejarah konflik
berkepanjangan yang terjadi di kampung Batu Putih. Masyarakat lokal kampung Batu Putih
yang terpecah belah menjadi dua kubu yaitu antara pro dan kontra mengalami perubahan dalam
mencapai tujuan. Dari pihak perusahaan sendiri mengklaim bahwa peraturan kementerian no
26 tahun 2007 pasal 11 tidak wajib bagi perusahaan mereka, hal ini dikarenakan HGU
perusahaan terbit tahun 1997. Dalam peraturan tersebut dengan pedoman perusahaan tidak
ditemukan adanya solusi, karena hukum tidak berlaku surut. Permasalahan RSPO menjadi
penghambat tercapainya tujuan masyarakat karena perusahaan komitmen dengan produksi
minyak sawit ramah lingkungan. Strategi yang digunakan oleh ketiga aktor dalam konflik
berkepanjangan. Pertama adalah masyarakat lokal kampung Batu Putih, selama ini masyarakat
dalam menghadapi konflik dengan perusahaan menggunakan strategi yang disebut Contentious
Contending. Kemudian perusahaan menggunakan strategi Problem Solving, selanjutnya
pemerintah kecamatan sebagai mediator.

Daftar pustaka : Buku


Awang, San Afri. 2006. Sosiologi Pengetahuan Deforestasi Konstruksi Sosial dan Perlawanan.
Jogjakarta : Debut Press.
Herabudin.2016.Studi kebijakan pemerintah dari filosofi keimplementesi. Bandung:CV
Pustaka Setia.
Dahrendrof, Ralf . 2004.Teori Sosiologi Modern edisi keenam.Jakarta : Prenada Media.
Miall,Hugh.,Oliver Ramsbotham.,Tom Woodhouse.2002. Resolusi damai konflik
kontemporer : menyelesaikan,mencegah,melol a,dan mengubah konflik bersumber
politik,sosial,agama dan ras. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Pantilima,Hamid.2013.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Pruitt, Dean G., Jeffrey Z. Rubin. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susan, Novri. 2009. Pengantar Sosiologi Konflik. Jakarta: Prenadamedia Group
Supriadi. 2010.Hukum kehutanan dan hukum perkebunan di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai