Anda di halaman 1dari 11

TUGAS BACA

Maret 2007

OPERASI LAPAROSKOPI
(Diterjemahkan dari buku Adult Perioperative Anesthesia,
Daniel J.Cole et.al, ELSEVIER MOSBY, CHAPTER 24)

Oleh :

Raditsya Mada Gautama


Peserta MS-PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi
FK UGM/ RS Dr.Sardjito

Pembimbing/ Moderator :

dr.Djayanti Sari, SpAn, M.Kes

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA/
RS Dr.SARDJITO YOGYAKARTA
2007
Pendahuluan
Respon fisiologi selama operasi laparoskopi
Keuntungan prosedur laparoskopi
Komplikasi selama prosedur laparoskopi
Tehnik anestesi
Evaluasi preoperatif
Management intraoperatif
Management postoperatif
Laryngeal Mask Airway
Regional anestesi
Manajemen nyeri
Populasi pasien khusus
Morbiditas pasien obese
Pasien hamil
Pasien pediatrik
Ringkasan

PENDAHULUAN
Dikarenakan tehnik invasif yang minimal mempunyai aplikasi diagnostik dan
terapetik pada banyak operasi khusus, operasi laparoskopi dilakukan dengan
peningkatan frekuensi pada pasien rawat inap dan rawat jalan. Bagaimanapun,
meskipun prosedur laparoskopi menyediakan keuntungan yang signifikan pada
pasien, hal ini juga membangkitkan tantangan untuk anestesiologis. Chapter ini akan
membicarakan manajemen anestesi dari prosedur laparoskpi yang tidak sulit, sepeti
diagnosis dan terapi komplikasi selama atau sesudah beberapa prosedur.

RESPON FISIOLOGI SELAMA OPERASI LAPAROSKOPI


Tekanan hemodinamik dan ventilasi diamati pada pasien yang menjalani
prosedur laparoskopi (Tabel 24-1). Insuflasi karbon dioksida, yang membuat dan
menegakkan pneumoperitoneum yang dibayangkan selama prosedur, adalah penyebab
primer perubahan fisiologis. Insuflasi CO2 membuktikan pneumoperitoneum
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal yang tergantung pada batas
tekanan insuflasi gas. Konsekuensinya termasuk peningkatan preload pada awalnya
kemudian menurun selama peningkatan tekanan intra abdominal, dan peningkatan
pada systemic vascular resistance. Kardiak output menurun selama tekanan darah
meningkat. Posisi pasien dapat merubah respon ini. Pada posisi Trendelenburg,
penurunan preload dan peningkatan afterload tidak banyak ditemukan daripada pada
posisi anti Trendelenburg.
Efek respirasi memainkan peran penting selama prosedur laparoskopi. CO2 ,
insuflasi gas yang menyebabkan peritoneum, adalah larut dalam darah dan tidak
mudah terbakar. Setelah insuflasi CO2 dimulai, hiperkapnia terjadi selama beberapa
menit tetapi stabil selama jam pertama operasi, biasanya memperlihatkan peningkatan
CO2 lebih dari 30%. Konsekuensinya termasuk rangsangan simpatis, berpotensi
terjadi disritmia dan asidosis respiratorik; masalah ini dapat selalu dikoreksi dengan
peningkatan menit ventilasi. Pengaruh tambahan pneumoperitoneum adalah efek
mekanis peningkatan tekanan intra abdominal. Komplians paru dan FRC dikurangi,
dan dead space ditingkatkan.

KEUNTUNGAN PROSEDUR LAPAROSKOPI


Dibandingkan dengan operasi terbuka yang serupa, prosedur laparoskopi
menghasilkan irisan yang lebih kecil dan menurunkan nyeri pasca operasi. Fungsi
paru pasca operasi dipertahankan dan kurang membuat atelektasis setelah prosedur
operasi. Pasca operasi, pasien memperoleh kembali fungsi pencernaan secara lebih
cepat, waktu tinggal di rumah sakit yang singkat, dan segera mengembalikan aktifitas
rutin mereka. Besarnya keuntungan ini bervariasi pada kelompok pasien dan jenis
prosedur.

KOMPLIKASI SELAMA PROSEDUR LAPAROSKOPI


Kebanyakan komplikasi berhubungan secara langsung atau tidak langsung
dengan kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang operasi. Jika CO 2 memasuki
pembuluh darah secara cepat, hal ini akan tersisa sebagai gas yang tidak larut dan
emboli dapat terjadi. Gas yang tidak terlarut dapat terakumulasi pada jantung kanan,
menyebabkan hipotensi dan dapat dideteksi dengan precordial stetoskop (murmur),
ekhokardiografi transesofageal, dan monitoring end-tidal CO 2 (CO2 meningkat
sementara, diikuti dengan penurunan). Terapi termasuk menghentikan insuflasi CO2,
pengukuran basic support (hiperventilasi dengan oksigen 100%, resusitasi cairan),
merubah posisi pasien pada sisi kanan di atas, dan menempatkan kateter vena sentral
untuk aspirasi gas.
ET-CO2, end-tidal karbon dioksida
Tabel 24-1 PERUBAHAN HEMODINAMIK DAN VENTILASI DENGAN INSUFLASI
Parameter Perubahan Terapi/ komentar
End tidal CO2 Permulaan  kemudian stabil Peningkatan menit ventilasi
PaCO2 Permulaan  kemudian stabil Pertimbangkan periksa gas darah arteri;
potensial untuk peningkatan gradien
PaCo2-ET-CO2 pada pasien tertentu
Komplians 
Systemic vascular resistance Permulaan  kemudian kembali Pelepasan vasopresin
hampir ke garis asal
Pulmonary vascular resistance  Dimodifikasi dengan agen vasoaktif,
loading volume
Venous return Permulaan  kemudian  Penambahan volume sebelum insuflasi
Kardiak output  Penambahan volume sebelum insuflasi

Jika gas dimaksudkan untuk menghilangkan pneumoperitoneum di luar ruang


tersebut atau jika prosedur laparoskopi meliputi insuflasi ekstraperitoneal (seperti
adrenalektomi atau hernia repair), emfisema subkutan dapat terjadi. End-tidal CO2
meningkat menjadi tinggi kadarnya dan krepitasi perlu diperhatikan, dimana biasanya
dapat berubah tanpa intervensi. Hal penting yang lain adalah pneumotoraks jika gas
memasuki toraks melalui robekan yang dibuat selama operasi atau dari jaringan
subkutan servikal. Intervensi tidak selalu diperlukan karena pneumotoraks sering
berubah setelah insuflasi dihentikan. Kecelakaan operasi dapat juga menjadi
komplikasi prosedur laparoskopi. Konversi menjadi prosedur terbuka dibutuhkan pada
kasus perdarahan tidak terkontrol atau perforasi visceral (misalnya uterus, usus,
lambung).

TEHNIK ANESTESI
Evaluasi preoperative
Adalah hal yang sebaiknya dilakukan sebelum semua melakukan tindakan
anestesi, pemeriksaan jalan nafas dan riwayat medis lengkap dibutuhkan. Karena
tekanan pada hemodinamik dan respirasi mengganggu pasien selama prosedur
laparoskopi, evaluasi preoperatif sebaiknya difokuskan secara khusus pada
identifikasi pasien dengan penyakit paru berat dan fungsi kardiak yang terganggu.

Manajemen intraoperatif
Seringkali, pasien menjalani prosedur laparoskopi dengan general anestesi
dengan monitor standar. Tekanan darah non invasif diukur dan kapnograf penting
untuk memantau hemodinamik dan efek respirasi dari pneumoperitoneum dan
perubahan posisi. Pada keadaan yang dipilih, monitoring tekanan darah arteri
sebaiknya dipertimbangkan (Kotak 24-1). Jika gradien antara arterial dan end-tidal
CO2 terlalu besar, contoh gas darah mengukur kadar hiperkapnia pada interval dapat
menjadi petunjuk pengaturan ventilator selama prosedur. Dengan cara yang sama,
monitoring tekanan vena sentral, penempatan kateter arteri pulmonalis, atau
ekhokardiografi transesofageal mungkin digunakan pada pasien dengan fungsi
kardiak yang terganggu atau hipertensi pulmonal.

Kotak 24-1. INDIKASI ARTERIAL LINE SELAMA PROSEDUR


LAPAROSKOPI
Cuff yang kurang cocok dengan extremitas atas
Penyakit pulmoner berat
Lebih tinggi daripada arterial yang diperkirakan untuk mencapai gradien end-tidal CO2
Menurunkan fungsi ventrikel

Akses intravena yang adekuat adalah penting selama prosedur laparoskopi.


Meskipun bisa untuk bekerja dengan beberapa jalur intravena yang tersedia karena
kehilangan darah yang diperkirakan, akses intravena yang adekuat adalah kunci jika
resusitasi cairan dibutuhkan untuk mengontrol perdarahan atau emboli gas. Akses
vena sentral sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vena perifer yang kecil.
Untuk mencegah aspirasi pulmoner, dan menjaga jalan nafas, sebuah
endotracheal tube sebaiknya dipasang. Pemasangan orogastrik atau nasogastrik tube
setelah jalan nafas diamankan mengurangi tekanan di lambung, menurunkan peluang
terjadinya perlukaan lambung dan meningkatkan tampilan selama prosedur. Selama
tekanan intra abdominal meningkat dengan pleuroperitoneum, endotracheal tube
memberikan positive-pressure ventilation pada tekanan yang adekuat untuk
menghindari hipoksemia dan mengeluarkan sisa CO2 yang diserap.
Pneumoperitoneum dapat menyebabkan intubasi endobronchial yang tidak diharapkan
pada pasien dengan trakhea yang pendek karena karina naik ke atas. Menempatkan
tube pada midtrakhea pada pasien ini dan dianjurkan mengecek kembali posisinya.
Khas anestesi adalah pemeliharaan dengan agen volatil, opioid intravena, dan
relaksan otot. Nitro oksida sebaiknya dihindari selama prosedur laparoskopi karena
akan meningkatkan distensi usus dan resiko terjadinya mual pasca operasi.

CATATAN KLINIS : NITRO OKSIDA


Menyebabkan distensi usus selama prosedur laparoskopi
Meningkatkan mual pasca operasi

Selama prosedur laparoskopi pasien seringkali ditempatkan pada posisi


Trendelenburg atau posisi anti Trendelenburg. Cedera syaraf pada pasien sebaiknya
dihindari dengan mengamankan dan memberi bantalan pada semua ekstremitas.
Ditambahkan, tekanan jalan nafas dapat meningkat dengan perubahan posisi dan
ventilasi seringkali membutuhkan penyesuaian.
Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien untuk operasi laparoskopi
dengan general anestesia adalah penjagaan normokapnia dan terapi perubahan
hemodinamik. Hiperkapnia biasanya dimulai beberapa menit setelah insuflasi CO2.
Untuk menormalkan CO2, tidal volume dan/ atau respiratory rate ditingkatkan,
selama puncak tekanan jalan nafas dijaga pada kadar yang sesuai dan end-tidal CO2
dimonitor. Jika hiperkapnia berlanjut menjadi buruk, pada kasus sulit prosedur
mungkin diubah menjadi bentuk terbuka. Hiperkapnia yang stabil sesuai jika kadar
end-tidal dikorelasikan dengan CO2 arteri.
Perubahan hemodinamk sebaiknya diantisipasi dan diatur selama prosedur
laparoskopi. Untuk meyakinkan stabilitas, pembesaran volume intravaskuler sebelum
insuflasi menghindari penurunan preload yang lebih besar. Jika tekanan darah
meningkat, pilihan terapi termasuk pendalaman anestesi inhalasi dan pemberian agen
seperti nitropruside, esmolol, atau calsium channel blocker. Terapi dengan agonis alfa
seperti klonidin atau deksmedetomidin adalah strategi yang lain. Untuk
meminimalkan masalah hemodinamik, tekanan intra abdominal sebaiknya dijaga pada
tekanan rendah bila mungkin. Meskipun pasien sehat dapat mentoleransi variasi
hemodinamik, pasien dengan fungsi jantung yang terganggu dapat dirugikan dan
mungkin keuntungan dari monitoring yang invasif (arterial line, central line,
ekhokardiografi transesofageal) selama prosedur.

INTERAKSI OBAT
ALFA AGONIS
Mengurangi minimum alveolar concentration (MAC) untuk anestesi inhalasi
Potensial terjadi bradikardi

NITROPRUSIDE
Refleks takikardi
Potensial untuk toksisitas sianida

Manajemen pasca operasi


Pada postanesthesia care unit, hiperkapnia dapat berlangsung selama lebih
dari 45 menit setelah prosedur selesai, timbulnya ventilasi ekstra menimbulkan beban
pada pasien. Mual dan muntah pasca operasi setelah prosedur laparoskopi dipengaruhi
jenis prosedur, sisa pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien. Beberapa agen
sendiri atau kombinasi untuk mencegah atau mengobati komplikasi ini termasuk
metoklopramid, ondansetron, dan deksametason. Untuk menurunkan kejadian mual
dan muntah pasca operasi, minimalkan dosis opioid dan pertimbangkan propofol-
based anesthetic. Karena banyak prosedur laparoskopi direncanakan pada pasien
rawat jalan, mungkin dibutuhkan evaluasi untuk kepulangan pada hari itu.

Laryngeal Mask Airway


Ventilasi dengan laryngeal mask airway untuk anestesi selama kasus
laparoskopi masih diperdebatkan. Penempatan laryngeal mask airway tidak ada
komplikasi dan tidak traumatik dan menyediakan jalan nafas yang adekuat pada
kebanyakan pasien. Yang perllu diperhatikan adalah potensial untuk terjadinya
distensi lambung, regurgitasi, dan aspirasi pulmoner selama ventilasi tekanan positif
pada keadaan tekanan abdominal yang meningkat. Bagaimanapun, pada studi pasien
yang menjalani laparoskopi kolesistektomi, distensi lambung bertahap pada awal dan
pada akhir prosedur tidak berbeda secara signifikan antara pasien yang menggunakan
laryngeal mask airway dan dengan intubasi endotrakeal.
KONTROVERSI SAAT INI : LARYNGEAL MASK AIRWAY
Laryngeal mask airway dapat menyediakan ventilasi adekuat tanpa distensi lambung tetapi
penggunaannya tidak tersebar luas selama prosedur laparoskopi.

Anestesi regional
Anestesi regional tidak digunakan secara rutin untuk prosedur laparoskopi
karena iritasi diafragma dari insuflasi CO2 dapat menyebabkan nyeri bahu.
Ditambahkan, waktu pulih fungsional secara lengkap mungkin tidak dapat diterima
untuk keadaan bisa berjalan. Dengan lidokain dosis kecil dan tehnik spinal opioid,
salah satu penelitian menemukan bahwa nyeri pasca operasi setelah laparoskopi
ginekologik kurang dibanding dengan desfluran pada anestesi general.

Manajemen nyeri
Analgesik yang dibutuhkan setelah prosedur laparoskopi lebih kecil dibanding
operasi terbuka. Modalitas yang digunakan untuk analgesia seharusnya mengobati
nyeri akibat irisan, viseral, atau hasil sisa gas dari pneumoperitoneum. Manajemen
nyeri dimulai sebelum atau selama prosedur operasi. Pemberian opioid intravena
(fentanyl, morfin) yang dikombinasi dengan obat anti inflamasi non steriod membantu
memastikan kenyamanan pasien pada akhir prosedur. Infiltrasi lokal anestesi seperti
bupivakain pada tempat masuknya di kulit dan peritoneum memblok nyeri somatik
dan viseral.
Analgesia pasca operasi dilanjutkan dengan opioid intravena intermiten atau
obat nyeri oral. Yakinkan pasien keuntungan dari pemasangan epidural kateter untuk
manajemen nyeri pasca operasi. Demikian pula, opioid intratekal sebagai komponen
tehnik spinal anestesi dapat menyediakan analgesi selama beberapa jam.

POPULASI PASIEN KHUSUS


Prosedur laparoskopi digunakan pada pasien pediatrik, wanita hamil, dan pasien
kegemukan abnormal- populasi pasien yang mempunyai tantangan anestesi yang
spesifik.
Pasien kegemukan abnormal
Kegemukan abnormal kemungkinan menguntungkan dari pendekatan
laparoskopi untuk prosedur tertentu. Setelah prosedur laparoskopi, fungsi paru pasca
operasi mungkin lebih baik, ada resiko kecil dari infeksi luka dengan irisan yang lebih
kecil, dan waktu tinggal di rumah sakit lebih singkat dibanding dengan operasi
terbuka. Beberapa penelitian membandingkan laparoskopi dan prosedur terbuka pada
pasien kegemukan dan bukan kegemukan. Pasien kegemukan keadaannya bagus
setelah colectomy laparoskopi seperti mereka yang beratnya normal. Pada penelitian
yang lain, laparoskopi dan Roux-en Y gastric bypass terbuka ditemukan sama- sama
aman. Pasien yang menjalani prosedur laparoskopi mengalami sedikit nyeri dan
fungsi paru lebih cepat kembali ke keadaan preoperatif daripada pasien yang
menjalani prosedur terbuka.
Pada sisi lain, prosedur laparoskopi mempunyai resiko khusus pada
kegemukan abnormal. Ventilasi pada pasien ini sulit dan oksigenasi kemungkinan
jelek dengan pembentukan pneumoperitoneum. Hiperkapnia dengan pelebaran arteri
pada gradien end-tidal CO2 selama prosedur menjadi pokok persoalan.

Pasien hamil
Pada pasien hamil yang direncanakan dengan operasi laparoskopi, perhatian
penting adalah pengaruh pada janin dan efek pneumoperitoneum. Beberapa pasien
hamil yang memerlukan operasi adalah yang beresiko preterm sulit; insiden
komplikasi ini lebih besar pada pasien gravida yang menjalani operasi daripada yang
tidak. Bagaimanapun, hal ini dijamin bahwa beberapa rangkaian tidak ada perbedaan
pada rata- rata preterm sulit atau komplikasi janin yang signifikan yang lain yang
ditemukan saat pasien yang menjalani prosedur laparoskopi dibandingkan dengan
pasien yang menjalani operasi terbuka secara konvensional. Direkomendasikan
monitoring heart rate janin dan aktivitas uterus sebelum dan sesudah operasi.
Ventilasi pada adanya pneumoperitoneum dapat menjadi sulit pada pasien
gravida, kemungkinan hipoksemia dan hiperkapnia, dengan potensial fetal asidosis,
distress, dan kematian. Pemeliharaan end-tidal CO2 maternal dalam range normal
selama prosedur laparoskopi sebaiknya cukup untuk menghindari asidosis fetal,
karena hubungan antara end-tidal dan CO2 arteri tertutup. Penempatan kateter arteri
dan pengukuran gas darah maternal dapat dipertimbangkan pada kasus terpilih. Pada
akhirnya, pasien gravida sebaiknya diposisikan secara hati- hati dengan pemindahan
untuk mencegah hipotensi dari tekanan vena cava inferior, dimana dapat digabungkan
oleh peningkatan tekanan intra abdominal dengan pneumoperitoneum.

Pasien pediatrik
Prosedur laparoskopi biasa untuk pasien pesiatrik termasuk Nissen
funduplication, pyloromyotomi, appendectomy, dan hernia repair. Keuntungan dari
metode laparoskopi pada anak- anak ditampilkan untuk appendectomi laparoskopi dan
hernia repair.
Pengaruh pneumoperitoneum pada anak- anak secara umum sama dengan
dewasa. Respon vagal lebih besar selama insuflasi karena tonus vagal resting yang
lebih besar. Untuk mengurangi pengaruh, premedikasi atropin dapat diberikan.
Hiperkapnia menyebabkan absorpsi CO2 diutamakan, membutuhkan perubahan menit
ventilasi untuk memperbaikinya. Jika tempat operasi diterima, blok kaudal dapat
berhasil untuk meredakan nyeri pasca operasi.

RINGKASAN
Meminimalkan gangguan stres intraoperatif oleh pneumoperitoneum dan
penghilangan nyeri pasca operasi dan mual adalah tujuan utama manajemen anestesi
untuk prosedur laparoskopi. Keuntungan pasien dari operasi invasif minimal dengan
pengurangan komplikasi pulmoner, waktu tinggal di rumah sakit yang lebih singkat
atau pulang pada hari yang sama. Dan pengembalian secara cepat pada kondisi fungsi
seperti sebelum operasi.

STUDI KASUS
Seorang wanita 44 tahun dijadwalkan operasi laparoskopi Roux-en-Y gastric bypass. Riwayat
medisnya signifikan untuk melaksanakan sleep apnea dengan tekanan airway positif yang melanjut
pada malam hari, hiatal hernia, dan hipertensi. Dia melaporkan dispneu setelah berjalan pada jarak
dekat. Pada pemeriksaan, tekanan darah dan heart rate berturut- turut adalah 173/86 dan 85, tingginya 5
kaki 3 inci dan beratnya 180 kg. Pemeriksaan jalan nafas mengindikasikan potensial jalan nafas sulit:
Mallampati class 4; celah mulut kecil, pendek, leher tebal. Hasil dari pemeriksaan kardiopulmoner
normal. Terapi sebelum operasi termasuk omeprazole, enalapril, dan hidroklorotiazid.
Elektrokardiogram sebelum operasi normal sinus ritme dengan menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.
 Diskusikan rencana manajemen jalan nafas untuk pasien ini
 Apakah ada tes yang direkomendasikan sebelum prosedur operasi?
 Apakah jenis monitoring yang tepat selama prosedur?
 Diskusikan pilihan manajemen nyeri pasca operasi

Anda mungkin juga menyukai