Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

VENTILASI TEKANAN POSITIF

OLEH :

Firda Nur Rahmi (K1A1 14 016)

PEMBIMBING

dr. Agussalim Ali, M. Kes, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab utama dari ventilasi mekanik adalah gagal napas akut. Pasien

dalam keadaan kritis sering kali membutuhkan ventilasi mekanis. Ventilasi

mekanis dapat menggantikan atau membantu ventilasi spontan normal. Di

beberapa keadaan, masalah utamanya dapat berupa gangguan eliminasi CO2

(kegagalan ventilasi). Sedangkan dikeadaan lainnya, ventilasi mekanis dapat

digunakan sebagai tambahan (terutama terapi tekanan positif) pada terapi

hipoksemia. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanis dibuat berdasarkan

keadaan klinis, namun parameter tertentu telah disarankan dalam beberapa

panduan.1, 2

Terdapat dua teknik yang tersedia dalam ventilasi mekanis, yaitu ventilasi

tekanan positif dan ventilasi tekanan negatif (iron lung). Walaupun ventilasi

tekanan negatif tidak membutuhkan intubasi trakeal, jenis ini tidak dapat

mengatasi peningkatan subtansial dari resistensi jalan napas atau penurunan

komplians pulmonar, serta cara ini membatasi akses terhadap pasien.1

Ventilasi tekanan positif dilakukan dalam dua cara yaitu ventilasi yang

dilakukan secara invasif (Invasive Mechanic Positive Pressure Ventilaton-IM

PPV) dan ventilasi noninvasif (Noninvasive Positive Pressure Ventilation-NI

PPV).2
Selama ventilasi tekanan positif, inflasi paru dicapai dengan pemberian

tekanan positif secara periodik ke saluran napas atas melalui tight-fitting mask

(ventilasi mekanis non invasif) atau melalui trakeostomi. Peningkatan resistensi

jalan napas dan penurunan komplians paru dapat diatasi dengan memanipulasi

aliran dan tekanan gas inspirasi. Kerugian mayor dari ventilasi tekanan positif

perubahan ventilation-to-perfusion relationship, terutama efek sirklasi yang

berlawanan, dan risiko barotrauma serta volutrauma pulmonar. Ventilasi tekanan

positif meningkatkan ruang mati fisiologis karena aliran udara lebih diarahkan ke

bagian yang lebih komplians, area yang tidak ketergantungan dari paru, dimana

aliran darah (dipengaruhi gravitasi) menyokong area yang ketergantungan.1

Penurunan cardiac output terutama diakibatkan oleh gangguan aliran balik

vena ke jantung dari daerah yang mengalami peningkatan tekanan intratorakal.

Barotrauma dapat dikaitkan dengan tekanan inflasi berulang yang tinggi dan

adanya penyakit paru yang mendasari, selain itu volutrauma berkaitan dengan

kolaps dan reekspansi aloveoli yang berulang.1


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Ventilasi tekanan positif adalah suatu metode dimana ventilator secara

periodik menghasilkan sebuah gradien tekanan antara mesin sikuit dengan

alveolis yang menghasilkan aliran udara inspirasi. Ekshalasi terjadi secara

pasif. Ventilator dan mekanisme kontrolnya dapat di tenagai secara

pneumatik (dengan sumber bertekanan udara), menggunakan listrik, atau

dengan keduanya. Aliran udara diturunkan secara langsung dari sumber

bertekanan udara atau dihasilkan dari gerakan rotasi atau linear piston. Aliran

udara ini kemudian mengalir secara langsung ke pasien (single-circuit

system), atau seperti yang umumnya terjadi dengan ventilator di ruang

operasi, menekan reservoir bag yang menjadi bagian dari sirkuit pasien

(double-circuit system).1

Semua ventilator mempunyai 4 fase: inspirasi, perubahan dari inspirasi ke

ekspirasi (cycling), ekspirasi, dan perubahan dari ekspirasi ke inspirasi

(trigger). Fase ini dinamai sebagai VT, ventilatory rate, inspiratory time,

inspiratory gas flow, dan espiratory time. 1

B. Klasifikasi Ventilasi Tekanan Positif

1. Noninvasif PPV.

Selama 2 dekade terakhir penggunaan NI-PPV telah meningkat

secara signifikan pada pasien kritis. Walaupun banyak konflikinfiksasi


terkait penggunaanya, NI-PPV telah menjadi bagian dari perawatan rutin

di ICU di seluruh dunia. Metode ini digunakan dalam pelayanan

kesehatan pada pasien dengan gagal napas akut untuk menghindari

intubasi endotrakeal. Sebagai tambahan, NI-PPV telah digunakan untuk

memfasilitasi liberasi awal dari ventilasi mekanik konvensional dan

mencegah terjadinya reintubasi. Berdasarkan beberapa literatus, beberapa

indikasi dapat diterima, namun yang lainnya masih di lakukan penelitian,

seperti penggunaanya setelah ekstubasi.3,4

NI-PPV adalah modalitas yang penting dalam manajemen pasien

di ICU dan CICU. NI-PPV terdiri dari continous positive airway

pressure (CPAP) dan bilevel positive airway pressure (BiPAP). Ketika

CPAP memberikan PAP secara berkelanjutan, BiPAP menyediakan

inspiratory positive airway pressure (IPAP) dan expiratory positive

airway pressure (EPAP)(secara fungsi mirip dengan PEEP pada IM-

PPV) yang dapat dititrasi secara terpisah. BiPAP dapat menurunkan

pernapasan, meningkatkan TV lebih daripada CPAP, dan memperbaiki

ventilasi pada pasien dengan hiperkarbia. Penting untuk menentukan

apakah pasien dapat berhasil jika menggunakan NI-PPV (Tabel 1)

(Tabel 2).5
Tabel 1. Indikasi dan kontraindikasi dari NI-PPV5

Tabel 2. Rekomendasi penggunaan NI-PPV dalam berbagai keadaan klnis6

CPAP digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif

krnok dan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Pada pasien dengan OSA,

CPAP dipasangang sekitar 5-12 cm air selama tidur. Pada pasien dengan

COPD dan lainnya, setelah pemasangan mask pada wajah pasien, maka

EPAP diatur 3-5cm dari air dan IPAP 5-15 dari air. EPAP biasanya diatur

pada nilai yang rendah, namun pada kasus hipoksemia dapat diatur hingga
maksimum yaitu 10-12 cm/H2O. Jika pasien memiliki hiperkarbia atau

takipnea, IPAP ditingkatkan hingga maksimun yaitu 20-25 cm H2O.

Perbedaan dari IPAP dan EPAP disebut PS (Pressure Support). 7 Ada

beberapa alat yang tersedia untuk NI-PPV, yaitu total face mask (yang

menutupi hidung, mulut, dan mata), oronasal atau full-face mask, nasal

mask, dan nasal pillow. Walaupun semua mask memiliki manfaat dan

kerugiannya masing-masing, mask yang menutupi hidung dan mulut lebih

dipilih untuk meminimalkan kebocoran.5

Pengaturan pemasangan NI-PPV telah beberapa kali dipercobakan

secara acak. CPAP dan EPAP secara umum digunakan untuk oksigenasi,

dan IPAP (BiPAP saja) digunakan untuk mengontrol ventilasi (PACO 2).

Untuk CPAP, tekanan awalnya adalah 5-10 cmH2O, dengan titrasi 2

cmH2O. Jika BiPAP digunakan, pengaturan awalnya adalah IPAP 10

cmH2O dan EPAP 5 cmH2O. Titrasi dari IPAP yang dinaikkan hingga 2-3

cmH2O dapat memperbaiki hiperkapnia, hindari IPAP >20 cmH2O untuk

mencegah terjadinya insuflasi gaster dan meminimalkan risiko aspirasi.

FiO2 dapat dimulai tinggi dan dititrasi hingga tercapai target SaO 2 (94%

-98%) sambil memperhatikan agar SaO2 tidak lebih dari 98%.2

Jika NI-PPV akan berhasil, maka pasien akan menunjukkan perbaikan,

seperti penurunan laju respirasi, perbaikan pernapasan, dan perbaikan dari

pertukaran gas dalam 1 sampai 2 jam.5

Pada pasien yang terpilih dengan baik, efek samping sedikit

ditemukan dan kebanyakan berkaitan dengan kemampuan toleransi dari


alat/mask. Semakin serius efek samping yang ditimbulkan, berupa

aspirasi, sumbatan mukus, dan hipotensi, biasanya berkaitan dengan

kegagalan NI-PPV.5

2. Invasive Mechanical PPV.

IM-PPV adalah modalitas yang telah digunakan pada lebih dari

750.000 pasien setiap tahunnya dengan menghabiskan biaya sekitar $27

juta, atau 12% dari total pembiayaan rumah sakit.7

Indikasi untuk dilakukan pemasangan IM-PPV secara umum

dikategorikan menjadi gagal napas hipoksemia, gagal napas hiperkapnia

dan apnea. Lima penyebab dari hipoksemia adalah hipoventilasi (misal

depresi sistem saraf pusat, hipoventilasi obesitas), ketidaksesuaian

ventilasi perfusi (misal penyakit paru obstruktif, penyakit interstisial),

right to left shunt (anatomic shunt, physiologic shunt seperti atelektasi atau

pneumonia), gangguan difusi (misal fibrosis pulmonal, pengaruh

olahraga), atau penurunan oksigen inspirasi (misal dataran tinggi).

Penyebab umum dari gagal napas hiperkapnik adalah COPD, asma berat,

penyakit neuromuskular seperti myasthenia gravis atau trauma otak, dan

situasi dimana terjadi penururnan kendali terhadap motorik pernapasan

seperti akibat infeksi atau keganasan pada sistem saraf pusat. Selain itu

ada beberapa indikasi lain terkait penggunaan IM-PPV, yaitu hipoksia atau

hiperkarbia refrakter, kemampuan bernapas yang tidak tercapai, dan

kebutuhan untuk adanya perlindungan jalan napas dalam keadaan status


mental terganggu, cardiorespiratory arrest, hemodinamik tertunda/kolaps

respiratori, muntah aktif, atau perdarahan gastrointestinas atas.5,7

Tujuan dari pemasangan IMPPV adalah untuk menghilangkan

indikasi pemasangan, menyediakan terapi suportif untuk menghilangkan

penyakit yang mendasari, dan meminimalkan risiko dan komplikasi

selama proses. Namun, tujuan utama dari pemasangan IM-PPV adalah

memastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat sambil meminimalkan

Ventilator Induce Lung Injury (VILI), dan durasi IM-PPV.7

Komplikasi dari IM-PPV dapat berupa VALI (Ventilator

Associated Lung Injury) dan VAP(Ventilator-associated pneumonia) yang

sering terjadi. Walaupun lebih sering terjadi pada pasien dengan ARDS,

VALI diperkirakan terjadi pada >25% dari pasien yang terventilasi tanpa

ARDS. Keadaan klinis yang paling dapat dikenali dari VALI adalah

barotrauma (pneumothoraks dan penumomediastinum), namun dapat juga

disertai volutrauma, atelektrauma, biotrauma (respon inflamasi), dan

keracunan oksigen. Tidak seperti ARDS, tidak ada batasan TV untuk

pasien kritis yang terventilasi tanpa trauma paru. Beberapa penelitian,

termasuk meta-analisis, telah menjelaskan bahwa TV yang lebih renda

berkaitan dengan penurunan insidensi dari infeksi pulmonal, ARDS, dan

kematian. Sebagai tambahan, untuk mentoleransi hiperkapnia dan volume

tidal yang rendah, penghindaran dari distensi berlebihan alveolar harus di

capai dengan Pplat < 30 cmH2O.5


VALI adalah komplikasi yang mengancam nyawa. Hal yang

penting dipahami dari VALI adalah pembatasan dari volume tidal yang

munculpada sindrom distress pernapsan akut. Sehingga sejak saat

itu,volume tidal yang rendah menjadi standar dalam persawatan pasien

dengan ARDS. Skema klasik mengenai VALI menggambarkan empat

mekanisme dasar yaitu barotrauma, volutrauma, atelektrauma, dan

biotrauma (alveolar interdependence).8

Barotruma biasanya terjadi pada keadaan tekanan 30-45 cmH 2O.

Edema interstisial ditemukan pada keadaan tekanan 30 cmH2O dan edema

alveolar serta interstisial ditemukan pada tekanan 45 cmH2O.Volutrauma

merupakan keadaan potensial yang muncul akibat barotrauma. Barotrauma

dan volutrauma merupakan fenomena yang terjadi sebagai efek dari

peregangan dan stress mekanik.8

Atelektrauma mengarah pada cedera yang dihasilkan dari siklus

buka tutup unit paru yang digunakan selama ventilasi tidal terjadi. Pada

jalan napas kecil, siklus buka tutup pada setiap napas menghasilkan

strain/stress disepanjang epitel jalan napas ketika pembukaan jalan napas

membentuk “unzipperring-like” dengan perambatan bolus udara (Gambar

1). Aplikasi Positive End Expiratory Pressure (PEEP) untuk mengurangi

kolpas dan mempertahankan volumpe akhir ekspirasi dianggap dapat

mengurani trauma pada paru.8


Gambar 1. Strain dan stress lokal pada sel epitel pada saluran napas kecil8

Deformasi dari salah satu alveolus, seperti kolaps, terisi cairan,

dapat menyebabkan deformasi dari alveolus di dekatnya. Sebagai contoh,

Perlman dkk menggunakan mikroskop konfokal untuk memvisualisasikan

elveoli sekitar dan kemudian menyuntikan salah satu alveolus dengan

albumin sambil membiarkan yang lainnya tetap normal. Alveolus yang

terisi cairan tersebut mengalami penyusutan, yang menyebabkan septum

intraalveolar menyusut, menunjol ke alveolus yang terisi cairan, dan

menyebakan alveoli sekitar mengalami deformitas dan ekspansi yang

berlebihan (Gambar 2).8


Gambar 2. Heterogenitas parsial meningkatkan stress dan strain

akibat dari alveolar interdependence8

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dalam penegakkan

diganosisnya membutuhkan adanya tanda infiltrasi paru baru selama

kurang lebih 48 jam setelah pemasangan ETT dengan disertai gejala lain

berupa demam, sputum purulen, leukositosis, dan penurunan saturasi

oksigen. Risiko terjadinya VAP berkaitan faktor yang dipicu oleh

peningkatan risiko mikroaspirasi, yairu durasi dan rute intubasi, balon


ETT yang tidak terinflasi sempurna, pemasangan orogastric atau

nasogastric, pemberian obat-obatan, terpapar agen antimicrobial atau

penekan asam kambung, dan komorbid yang mendasari.7

Secara klinis, atelektrauma sulit untuk dideteksi dan sering

membutuhkan pemeriksaan terkait pressure-volume loop dengan sedasi

yang berat atau blokade neuromuskular. Pencegahan dari atelektrauma

adalah dengan penggunaan PEEP, dan pada kondisi klinis tertentu (misal:

perawatan perioperatif), dengan periodic recruitment maneuver, namun

perannya terhadap kondisi lain seperti ARDS masih belum jelas.

Penempatan balon esofagus untuk mengukur tekanan transpulmonar dan

komplians paru secara lebih akurat mungkin dapat berguna.5

Beberapa bukti menunjukkan bahwa NI-PPV jika dibandingkan

dengan IM-PPV ternyata lebih menurunkan risiko ventilator associated

pneumonia(VAP), sinusitis, sepsis, dan penurunkan tingkat hospitalisasi

dan mortalitas.2

C. Konsep dasar mekanisme pulmonar

Pada kondisi istrirahat, kapasitas residual fungsional ditentukan oleh 2

usaha yang berlawanan, dinding toraks dengan kecenderungan untuk

mengembang ke luar dan unit alveolar dengan kecenderungan untuk

mengalami kolaps. Pada kondisi istirahat, tekanan intrapleural (P pleural) sedikit

menjadi negatif (Gambar 3A). Selama inspirasi spontan, kontraksi dari

diafragma dan otot interkostal membuat Ppleural menjadi lebih negatif, dengan
diahasilkannya efek hemodinamik (Gambar 3B). Jika terjadi distress

pernapasan, otot bantu pernapasan (mis: sternocleidomastoideus) digunakan.

Ekspirasi pasif terjadi ketika alveoli dan dinding dada mengalami recoil, yang

membuat Ppleural kurang negatif. Pada pasien dengan penyakit obstruksi

pernapasan, eksalasi mungkin juga membutuhkan komponen aktif saat

pernapasan, misalnya menggunakan otot abdominal dan intercostal selama

ekspirasi yang dipaksa.5

Kemampuan komplians dan resistensi jalan napas adalah komponen yang

penting dari mekanisme pulmonal pada pernapasn spontan dan PPV. Total

komplians mencakup komplians parenkim paru dan dinding dada. Komplians

paru didefinisikan sebagai perubahan dari volume terhadap perubahan

tekanan (ΔV/ΔP) pada alveolus. Komplians dinding dada dipengaruhi oleh

faktor ekstrapulmonar, termasuk obesitas, deformitas dinding dada, dan

tekanan intrabdominal, dan beberapa diantaranya adalah obat-obatan (mis:

fentanyl yang memicu rigiditas dinding dada). Plateau Pressure (P plat) , yang

berkaitan dengan pasien yang menggunakan PPV, mengarah kepada tekanan

alveolar (Palv) pada akhir inspirasi dan merupakan P alv maksimal dalam sebuah

siklus pernapasan. Pada pasien yang terventilasi, Pplat diukur selama jeda akhir

inspirasi (aliran nol) dan dapat digunakan untuk memperkirakan total

komplians (volume/[ Pplat-tekanan ekspirasi akhir positif]). Resistensi jalan

napas adalah perubahan dalam aliran tekanan seperti yang dijelaskan oleh

aturan Ohm (resistensi= ΔP/aliran). Resistensi jalan napas berkaitan dengan

diameter dari jalan napas yang dapat dipengaruhi oleh bronkospasme,


keadaan patologis pada trakea atau jalan napas atas, sumbatan mukus, atau

perubahan bentuk jalan napas. Peningkatan resistensi jalan napas juga akan

menurunkan komplians paru (Gambar 4).5

Gambar 3. Efek tekanan pleura pada hemodinamik selama respirasi

spontan5
Gambar 4. Kurva waktu tekanan selama ventilasi kontrol volume5

D. Mekanisme pulmonar dari ventilasi tekanan positif.

PPV menyebabkan terbentuknya gradien tekanan antara ventilator dan

pasien sehingga udara dapat bergerak keluar masuk dari masuk seperti yang

di jelaskan oleh persamaan berikut:

Paw – Pmuscle = F – R + V/C+ PEEPT

Dimana Paw adalah tekanan jalan napas, Pmuscle adalah tekanan yang

dihasilkan oleh pasien, F adalah aliran, R adalah resistensi, V adalah volume,

C adalah komplians, dan PEEPT adaah total tekanan akhir ekspiratori positif.

PEEPT adalah total PEEP ekstrinsik (yang dihasilkan oleh ventilator) dan
intrinsik atau auto-PEEP ( karena ekshalasi yang tidak sempurna). Persamaan

ini menggambarkan secara matematis tekanan puncak (Ppeak) pada sistem

merupakan jumlah dari tekanan pada akhir ekspirasi (PEEP T), tekanan yang

dihasilkan akibat dari distensi alveoli selama inspirasi (V/C), dan tekanan

yang dihasilkan oleh resistensi jalan napas ( F.R). Tekanan dari alveolus (Palv)

digambarkan sebagai V/C + PEEPT.5

Selama PPV, ekshalasi merupakan proses yang pasif selama Palv menjadi

tekanan pengatur dan secara progresif menurun dari tekanan maksimum

menurun hingga tekanan akhir ekspirasi (PEEPT), yang ditentukan oleh

komponen ekstrinsik dan intrinsik (Gambar 4). Selama fase ini, Palv > Paw,

yang ditentukan oleh PEEP ekstrinsik yang diatr oleh dokter. Sebagai konsep

yang lebih lanjut, jumlah udara yang terperangkap di dalam paru-paru pada

akhir ekhalasi bergantung pada seberapa cepat udara keluar dari paru-paru.5

E. Kondisi terkait penggunaan ventilasi tekanan positif.

1. Hypercapnic respiratory failure

Perbaikan pada pH dan/atau laju respirasi merupakan pertanda baik

dari hasil NIV yang bagus; pada mereka yang akan merespon, biasanya

akan muncul dalam 1-4 jam setelah inisiasi NIV. BiPAP menurunkan

dispnea, kemungkinan untuk mendapat intubasi, intensive care unit (ICU),

dan kemungkinan lamanya waktu perawatan, dan memperbaiki

kemampuan bertahan hidup.6


a. BiPAP sebaiknya diberikan ketika pH ≤7,35 , PaCO2 >45mmHg dan

laju respirasi >20-24/menit walaupun mendapat terapi standar

b. BiPAP merupakan pilihan untuk pasien dengaCOPD yang memiliki

asidosis respiratori akut selama hospitalisasi.

Pada suatu meta-analysis dari 7 Randomized Control Trial (RCT)

yang teridir dari 810 pasien dengan hiperkapnia COPD dan gagal napas

yang membandingkan efektifitas dari NI-PPV jangka panjang dang Long

Term Oxygen Therapy (LTOT) menunjukkan bahwa NI-PPV jangka

panjang secara signifikan menurunkan PaCO2 pada pasien hiperkapnia

COPD dengan gagal napas kronik tipe II (kriteria diagnosis: tekanan

parsial oksigen arteri [PaO2] <60 mmHg dan tekanan parsial karbon

dioksida arteri [PaCO2] >50 cmHg). Beberapa penelitian juga percaya

bahwa NI-PPV dapat menguntungkan pasien hiperkapnia dengan

menurunkan kerja otot pernapasan dan memperbaiki pertukaran gas.9

NI-PPV dapat memperbaiki fungsi pertukaran gas dengan

meningkatkan volume tidal dan menghasilkan tekanan jalan napas positif,

merilekskan otot pernapasan yang kaku, dan memperbaiki sensitifitas

pusat pernpasan terhadap CO2. Selain itu juga dapat menurunkan tingkat

hospitalisasi.9

2. Cardiogenic Pulmonary Edema (CPE)5,6

Diantara kondisi kritis akibat penyakit jantung, CPE merupakan

komplikasi yang tejadi pada 15%-40% pasien gaagl jantung. Biasanya,

pemberian oksigen tunggal kurang membantu pada pasien CPE, dan


dukungan terapi lebih dibutuhkan dengan menggunakan NI-PPV. NI-PPV

meningkatkan tekanan intratorakal, menurunkan preload RV dan LV serta

afterload LV, memperbaiki dispnea, dan membantu oksigenasi. Jika dilihat

lebih jauh, rumah sakit yang menggunakan NI-PPV memiliki tingkat

intubasi yang lebih rendah.

Setelah keputusan untuk menggunakan NI-PPV dibuat, maka

pemasangannya harus di lakukan secepat mungkin (Bagan 1). Baik CPAP

maupu BiPAP keduanya dapat digunakan sebagai pilihan untuk CPE. Pada

pasien dengan asidosis, hyperkapnia, atau COPD, BiPAP lebih dipilih

sebagai modalitas awal. Jika NI-PPV akan berhasil, pasien akan

menunjukkan perbaikan dalam 60 menit terkait denyut jantung dan

pernapasan, kemampuan bernapas, dan pertukaran gas. Jika kondisi pasien

memburuk, intubasi sebaiknya segera dilakukan.


Bagan 1. Algoritma terapi oksigen dan NI-PPV pada pasien dengan edema

pulmonar5

Patofisiologi dari kegagalan pernapasan selama cardiogenic

pulmonary edema adalah penurunan komplians sistem pernapasan dan

alveolar flooding karena tingginya tekanan kapiler, dengan disfungsi

sistolik ventrikel kiri. NIV (BiPAP atau CPAP) memiliki kemampuan

untuk memperbaiki mekanisme respirasi dan memfasilitasi ventrikel kiri


dengan menurunkan afterload dari ventrikel kiri. Hal ini dipengaruhi oleh

penurunan dari tekanan negatif yang dihasilkan oleh otot-otot pernapasan

3. COPD eksaserbasi

Ketika seseorang terserang COPD, maka mereka akan sulit untuk

bernapas. Hal ini dapat menyebabkan terjasinya gagal napas dan sering

membuthkan perawatan medis rawat inap secara cepat. Salah satu terapi

yang dapat diberikan adalah alat bantu napas (Intubasi atau ventilasi

mekanik) (Tabel 3). Cara ini mengalirkan udara dan/atau oksigen melalui

ventilator yang terhubung pada tabung inserter menuju ke tenggorokkan

dan paru-paru. Cara ini sangat membatu pasien dengan COPD eksaserbasi

yang mengancam nyawa, namun tetap ada ada beberapa efek samping

uang mungkin dapat terjadi. 10


Tabel 3. NI-PPV vs perawatan medis biasa untuk manajemen pasien gagal napas

hiperkapnia akut kareana COPD eksaserbasi.10

BiPAP dapat diberikan pada pasien COPD dengan eksaserbasi akut pada

tiga kondisi klnis, yaitu6:

a. Untuk mencegah asidosis respiratori akut, yang terjadi ketika tekanan

CO2 arteri normal atau meningkat namun pH normal

b. Untuk mencegah intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis invasif

pada pasien dengan asidosis ringan hingga menengah dan distress

pernapasan, dengan tujuan mencegah kemunduran pada kondisi ketika

ventilasi invasif seeharusnya dilakukan

c. Sebagai terapi alternatif terhadap ventilasi invasif pada pasien dengan

asidosis berat dan distress pernapasan yang lebih berat.

Long Term Nocturnal Noninvasive Ventilation (NIV) telah

digunakan pada pasien dengan hipoventilasi alveolar kronik selama

beberapa dekade. Namun masih ada konflik dalam manfaat

penggunaanya pada pasien COPD dalam waktu lama.11

NI-PPV memberikan manfaat pada faktor lain yang memperbaiki

gejala pernapasan dan HRQoL (Gambar 5). Efeknya dapat berupa

perbaikan tidur dan pembersihan sputum, serta penurunan laju

eksaserbasi.11
Gambar 5. Pengaruh NI-PPV dalam meningkatkan load dan menurunkan

kapasitas dari sistem pernapasan pada COPD berat.11

4. Immunosupression3

Ada penelitian yang mengevaluasi efek dari BiPPV yang

ditambahkan dengan terapi biasa pada pasien dengan immunosupresi

(digambarkan sebagai pasien yang menerima terapi imunosupressan untuk

transplantasi organ atau sumsum tulang atau kemoterapi) yang juga

memiliki gagal atau distress napas akut. Penelitian ini (yang dilakukan

pada 92 pasien) menunjukkan penurunan terkait penggunaan intubasi

endotrakeal dan penurunan mortalitas saat di rumah sakit. Namun belum

ada atau sedikit penelitian mengenai penggunaan CPAP dengan mask pada

kondisi ini, sehingga masih belum direkomendasikan.

5. Setelah intubasi3

Tambahan untuk pelepasan dini


Beberapa penelitian menemukan bahwa NI-PPV dapat digunakan

sebagai alternatif untuk melanjutkan ventilasi invasif pada pasien yang

secara klinis menjadi stabil namun masih membutuhkan ventilasi lebih

lanjut (misalnya kegagalan bernapas spontan namun ada kriteria untuk

dilakukan kontrol infeksi pulmonar), namun hal ini tidak disarankan pada

pasien yang tidak memiliki COPD karena kurangnya bukti penelitian. 3

NI-PPV menurunkan lama waktu perawatan di ICU dan

pneumonia ketika digunakan pasda pasien post opertasi sebagai metode

pelepasan. Sebagai tambahan, NI-PPV menurunkan laju reintubasi dan,

sehingga cara ini sangat bermanfaat bagi pasien yang mungkin saja

mengalami perburukan setelah operasi mayor. 4

Setelah direncanakan ekstubasi

Empat penelitian menunjukkan adanya manfaat dari NI-PPV

setelah dilakukan ekstubasi pada pasien yang berisiko tinggi untuk

mengalami perburukkan. Beberapa pasien risiko tinggi tersebut adalah3:

a. Usia lebih dari 65 tahun, gagal jantung sebagai penyeban intubasi atau

skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE)II

lebih dari 12 pada saat dilakukan ekstubasi


b. Ada lebih dari satu keadaan berikut: gagal saat dilakukan percobaan

pelepasan, gagal jantung kronik, tekanan karbon dioksida arteri lebih

dari 45mmHg setelah ekstubasi, lebih dari satu komorbid noncardia,

batuk lemah dan stridor setelah ekstubasi yang tidak membutuhkan

intubasi segera

c. COPD eksaserbasi akut

d. Riwayat penyakit respiratori kronik dengan ventilasi lebih dari 48 jam

dan hiperkapnia selama percobaan pernapasan spontan.

Disamping itu, penggunaan NI-PPV setelah ekstubasi pasca ARF

masih memiliki konflikdalam penerapannya. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa NI-PPV dapat mencegah reintubasi, dan lainnya

mengatakan walaupaun menurunkan kemungkinan reintubasi namun cara

ini meningkatkan laju mortalitas.4

Gagal napas setelah ekstubasi4

Ventilasi noninvasif telah digunakan pada pasien yang memiliki

riwayat gagal napas selama postekstubasi (biasanya terlihat 48-72 jam

setelah ekstubasi).
BAB III

KESIMPULAN

1. Ventilasi tekanan positif adalah suatu metode dimana ventilator secara

periodik menghasilkan sebuah gradien tekanan antara mesin sikuit dengan

alveolis yang menghasilkan aliran udara inspirasi.

2. Semua ventilator mempunyai 4 fase: inspirasi, perubahan dari inspirasi ke

ekspirasi (cycling), ekspirasi, dan perubahan dari ekspirasi ke inspirasi

(trigger). Fase ini dinamai sebagai VT, ventilatory rate, inspiratory time,

inspiratory gas flow, dan espiratory time.

3. NI-PPV adalah modalitas yang penting dalam manajemen pasien di ICU dan

CICU. NI-PPV terdiri dari continous positive airway pressure (CPAP) dan

bilevel positive airway pressure (BiPAP).

4. Pada pasien yang terpilih dengan baik, efek samping NI-PPV sedikit

ditemukan dan kebanyakan berkaitan dengan kemampuan toleransi dari

alat/mask. Semakin serius efek samping yang ditimbulkan, berupa aspirasi,

sumbatan mukus, dan hipotensi, biasanya berkaitan dengan kegagalan NI-

PPV.

5. IM-PPV adalah modalitas yang telah digunakan pada lebih dari 750.000

pasien setiap tahunnya dengan menghabiskan biaya sekitar $27 juta, atau 12%

dari total pembiayaan rumah sakit.

6. Indikasi untuk dilakukan pemasangan IM-PPV secara umum dikategorikan

menjadi gagal napas hipoksemia, gagal napas hiperkapnia dan apnea.


7. Kemampuan komplians dan resistensi jalan napas adalah komponen yang

penting dari mekanisme pulmonal pada pernapasn spontan dan PPV.

8. PPV menyebabkan terbentuknya gradien tekanan antara ventilator dan pasien

sehingga udara dapat bergerak keluar masuk dari masuk seperti yang di

jelaskan oleh persamaan berikut:

Paw – Pmuscle = F – R + V/C+ PEEPT


DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2018.Morgan &mikhail Clinical


anesthesiology 6th Edition. MC Graw Hill Education.
2. Seyfi S, Amrl P, Mouodi S. 2019. New Modalities for Non-Invasive Positive
Pressure Ventilation : A Review Article. Caspian J Intern Med 2019; 10(1): 1-
6.
3. Keenan SP, Sinuff T, Burns KEA, Muscedere J, Kutsogianis J, Mehta S, et al.
2011. Clinical practice guidelines for the use of noninvasive positive-
pressure ventilation and non invasif continuous Positive Airway pressure in
the acute care settin. CMAJ 2011.DOI:10.1503.
4. Yamauchi LY, Figueiroa M, Silveira LTY, Travaglia TCF, Bernardes S, Fu
C. 2015. Noninvasive Positive Pressure Ventilation after Extubation: Feature
and Outcome in Clinical Practice. Rev Bras Ter Intensiva 2015;27 (3): 252-
259.
5. Alviar CL, Miller PE, Areavey DM, Katz JN, Lee B, Moriyama B, et al.
2018. Positive Pressure Ventilation on Cardiac Intensive Care Unit. Journal
of The American of Cardiology, Vol 72 No. 13.
6. Rochwerg B, Brochard L, Elliot MW, Hess D, Hill NS, Nava S, et al.2017.
Official ERS/ATS Clinical Practice Guideline: Noninvasive Ventilation for
Acute Respiratory Failure. Eur Respir J 2017; 50: 1602426 .
7. Newsome AS, Chastain DB, Watkins P, Hawkins WA. 2018. Complications
and Pharmacological Interventions of Invasive Positive Pressure Ventilation
During Critical Illness. Journal of Pharmacy Technology 2018, Vol. 34(4)
153 –170 .
8. Madahar P, Beitler JR. 2020. Emerging Concepts in Ventilation-Induced
Lung Injury [Version 1: Peer Review: 4 Approved]. F1000 Research 2020,
9(F1000 Faculty Rev): 222.
9. Liao H, Pei W, Li H, Luo Y, Wang K,Li R, et al. 2017. Efficacy of Long-
Term Noninvasive Positive Pressure Ventilation in Stable Hypercapnic
COPD Patient with Respiratory Failure: A Meta-Analysis of Randomized
Controlled Trials. International Journal of COPD 2017: 12 2977-2985.
10. Osadnik CR, Tee VS, Carson-Chahhoud KV, Picot J, Wedzicha JA, Smith
BJ.2017. Non-invasve Ventilation for Management of Acute Hypercapnic
Respiratory Failure Due to Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonic
Disease (Review). Cochrane Database of Systemuc Reviews 2017, Issue 7.
Art. No: CD004104.
11. Marieke L, Duiverman. 2018. Noninvasive Ventilation in Stable Hypercapnic
COPD: What is the evidence?. ERS.

Anda mungkin juga menyukai