Makalah ini akan memberikan analisis berkenaan dengan potensi bantaran sungai code yang telah
banyak dikembangkan untuk permukiman dan industri rumah tangga/kerajinan. Kajian tentang
potensi sungai Code telah banyak dilakukan seperti kajian lingkunga, sorial, ekonomi, budaya, dan
pariwisata. Namun kajian yang melakukan pengamatan sungai Code dari aspek sempadan dan
wisata alam bantaran sungai Code tidak banyak dilakukan. Dasar analisis yang akan digunakan
adalah (1) sistem drainasi alami di kawasan sekitar sungai dan (2) Undang-undang No. 63
tahun 1993 tentang garis sempadan sungai dan daerah manfaat sungai, dan (3) potensi dan
kegiatan wisata di kawasan perdesaan atau pinggiran perkotaan. Sistem drainasi alami sungai
memberikan rekomendasi bahwa pembangunan kawasan perlu memberikan perlindungan pada
daerah aliran sungai atau sempadan agar kawasan sekitar sungai berfungsi dengan baik. Namun
pembangunan permukiman di kawasan sungai Sungai tidak memperhatikan fungsi sungai sebagai
drainasi alami. Analisis perundangan sempadan dan manfaat sungai memberikan temuan bahwa
kawasan Code Utara masih memiliki lingkungan alami sungai dan bantaran sungai Code utara
tersebut masih layak digunakan sebagai sempadan sungai sesuai UU no. 63 tahun 1993. Sehingga
sempadan tersebut akan digunakan sebagai fuingsi lindung melalui kegiatan wisata alam. Analisi
potensi wisata alam didasarkan atas konsep something to see, to do and to buy. Analisis diskriptif
dari potensi wisata alam sungai Code mengahasilkan banyak potensi wisata alam yang di dukung
oleh wisata budaya dan belanja. Langkah positif yang perlu dilakukan adalah melakukan
perencanaan, action plan, pilot project, monitoring dan evaluasi melalui koordinasi pihak masyarakat
Code, pemerintah daerah melalui dinas terkait, pengusaha kepariwisataan, PHRI, travel biro, LSM,
dan perguruan tinggi.
Key words: sumber daya sungai Code, wisata alam, perkotaan Yogyakarta
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata dan kota pendidikan. Sebagai kota wisata,
Yogyakarta memiliki berbagai daya tarik dan obyek wisata seperti kraton mataram, atraksi
kesenian, pusat kota Malioboro, hasil kerajinan, dan sebagainya. Sektor pariwisata adalah
sektor yang dinamis karena sangat bergantung pada motivasi dan keinginan wisatawan
yang berubah dari waktu ke waktu. Data kunjungan wisatawan internasional secara global
mencatat terjadinya perubahan minat dan destinasi wisata. Pariwisata Provinsi D.I.
Yogyakarta tahun 2006 mendapatkan kunjungan 3.204.481 wisatawan yang terdiri dari
18.266 wisatawan asing dan 3.046.215 wisatawan lokal. Dari angka tersebut, Kabupaten
Sleman menduduki posisi pertama dengan jumlah kunjungan wisatawan 1.093.018
wisatawan disusul oleh Kabupaten Bantul dengan 844.020 wisatawan dan Kota Jogja
dengan 804.736 kunjungan wisatawan (Badan Pariwisata Daerah Prop DIY, 2006). Untuk
masa yang akan datang, prospek pengembangan sektor pariwisata diperkirakan semakin
cerah jika menyimak angka prakiraan wisatawan asing yang diprediksi oleh WTO (World
Tourism Organisation) yaitu 1,046 milyar orang pada tahun 2010 dan 1,602 milyar orang
pada tahun 2020, diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di
kawasan Asia Timur dan Pasifik. Wisatawan tidak lagi puas dengan melihat sebuah obyek
wisata saja, tetapi juga ingin menjadi bagian dari wisata itu sendiri (Sentosa, 2002).
Sehingga pariwisata di Indonesia, khususnya di Yogyakarta memiliki prospek yang cerah.
Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal sebagai kota budaya dengan berbagai komunitas
yang hidup di dalamnya. Komunitas masyarakat yang cukup terkenal adalah komunitas
Kali Code. Kali Code atau Sungai Code merupakan sebuah sungai yang terentang dari
utara ke selatan membelah kota Jogja. Selama ini di bantaran Kali Code hanya dijadikan
sebagai suatu wilayah permukiman kumuh dan kali Code sendiri dijadikan sebagai salah
satu tempat pembuangan sampah oleh warga disekitarnya dan menjadi aliran limbah
misalnya yang berasal dari Rumah Sakit Sardjito.1
b. Permasalahan
Secara fisik, Code memiliki potensi untuk kegiatan wisata, terutama wisata ekologi dan
wisata budaya atau komunitas. Di hampir sepanjang bantaran Kali Code terdapat jalan
yang sudah dipaving dan dapat dimanfaatkan sebagai jogging track. Pada beberapa titik
dapat dijadikan sebagai spot pemancingan atau kegiatan lain berbasis sumber daya air
sungai seperti rafting dan canoeing dengan penyesuaian atau rekayasa arus sungainya.
Upacara Merti Code setiap tahun sekali dapat menjadi atraksi wisata yang sanggup
mengundang kunjungan wisatawan. Sementara untuk wisata kuliner sudah mulai dirintis
secara komunal di dekat Jembatan Gondolayu yang menjajakan nasi kucing dalam
suasana angkringan di malam hari. Pesona Kali Code bahkan sudah sering dijadikan
setting film nasional yang dapat dipandang sebagai ajang promosi gratis dan
memperkenalkan Code secara nasional. Masalah yang menjadi penghambat
pengembangan wisata terkait dengan aspek kebersihan dan keamanan sepanjang Kali
Code. Pemanfaatan lahan berupa pemukiman warga menyebabkan banyak warga yang
masih membuang sampah di sungai Code atau menggunakan jalan pinggiran sungai Code
untuk kepentingan pribadi. Sehingga sumber daya sungai Code di kawasan perkotaan
akan mengalami banyak degradasi alam yang akhirnya akan mempercepat perubahan
iklim, yaitu mempercepat proses pemanasan global jika lingkungan alami di lingkungan
sungai Code terus berkurang.
1
Wawancara, warga bantaran sungai Code, 7 Maret 2009
Fandeli, 1995 menyebutkan bahwa jenis obyek wisata atau atraksi alam dan lingkung
terdiri dari flora dan fauna, pemandangan alam, gunung, sungai dan danau, laut, gua, dan
waduk. Sungai merupakan aset wisata yang sangat memikat bagi wisatwan dan pecinta
alam. Janis kegiatan wisata berbasis sumber daya air yang bisa dilakukan, digemari atau
dikembangkan di sungai adalah rafting, sailing, fishing, dan canoeing. Potensi sungai di
Jawa dan Madura cukup banyak yaitu 638 sungai disbanding sumatera dan Kalimantan
yang memiliki sungai sebanyak 352 dan 193 aliran sungai.
Profil wisatawan di Kota Yogyakarta dalam upaya menyusun konsep dan strategi
pemasaran yang efektif dan tepat sasaran. Dari jumlah responden 800 wisatawan yang
disurvei pada bulan Mei-Juni 2008 diperoleh data antara lain; mayoritas wisatawan yang
datang ke jogja adalah anak muda berusia 20-24 tahun (17%) diikuti dengan remaja
sebanyak 14%. Pengeluaran wisata/hari untuk wisnus rata-rata < Rp. 500.000/hari dengan
nilai pembelanjaan: makan minum (26%), akomodasi (14,29%), cenderamata (16,74%)
dan transportasi (13,81%). Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) yang paling banyak diminati
adalah Budaya (62,2%), Kuliner (57%) dan Belanja (55%). Sedangkan rata-rata lama
tinggal wisatawan (Length of Stay) di Jogja adalah 3 dalam arti sebagian besar tinggal di
Jogja 1-3 hari (Puspar UGM, 2008). Sehingga wisata alam di Sungai Code bisa
dikembangkan sebagai pendukung wisata perkotaan Yogyakarta yang didominasi oleh
kekuatan wisata budaya, dimana waktu kungjungan wisatawan bisa memanfaatkan lama
tinggal wisatawan di Yogyakarta selama 1 s/d 3 hari.
Didalam perkembangannya pengertian wisata alam tidak lagi merupakan wisata yang tidak
hanya didasarkan atas sumber daya alam melainkan lebih dari itu pengertian pengamatan
sumber daya alam secara lebih mendalam. Sehingga wisata berbasis sumber daya sungai
tidak hanya sebagai atraksi dan olah raga namun sungai juga dilihat sebagai suatu sumber
daya wisata yang dikaitkan dengan citra atau image sebagai sumber daya sungai dan
lingkungan alamnya yang “exotic.” (Nuryanti, 1995). Sehingga wisata yang berbasis
sumber daya sungai Code apa saja yang potensial untuk dikembangkan perlu dilakukan
analisis sebagi penunjang kegiatan wisata di kota Yogyakarta. Ditinjau dari aspek wisata
atropologi, maka wisata alam akan terkait dengan wisata budaya yang ada di lingkungan
alam itu sendiri (Smith, 1989). Oleh karena itu, wisata alam sungai Code akan terkait
dengan wisata budaya yang ada di masyarakat sekitar sungai Code. Berdasarkan aspek
antropologi, maka analisis sumber daya sungai Code juga akan dikembangkan untuk
memperoleh potensi wisata sungai Code yang didasarkan atas kegiatan budaya
dilingkungan sungai Code di kawasan perkotaan Yogyakarta.
Wisata atau pariwisata merupakan kegiatan perjalanan yang didasarkan atas kebutuhan
akan kesehatan, bisni, ziarah, pergantian suasana iklim, rekreasi dan menikmati alam yang
disebabkan adanya komunikasi masyarakat atau bangsa sebagai hasil perkembangan
perdagangan dan industry barang dan jasa, termasuk transportasi (Yoeti, 1985). Adapun
pengertian rekreasi bisa dibedakan menjadi kegiatan regreasi aktif dan rekreasi pasif.
Rekreasi aktif adalah bentuk pengisian waktu senggang yang didominasi kegiatan fisik dan
partisipasi langsung dalam kegiatan tersebut, seperti olah raga dan bentuk-bentuk
permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik. Rekreasi pasif adalah bentuk
kegiatan waktu senggang yang lebih kepada hal-hal yang bersifat tenang dan relaksasi
untuk stimulasi mental dan emosional, tidak didominasi pergerakan fisik atau partisipasi
langsung pada bentuk-bentuk permainan atau olah raga (Anonim, 2007). Sehingga
analisisi potensi sumber daya sungai Code perlu ditinjau dari aspek rekreasi aktif dan
rekreasi pasif.
Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan (RTHKP) disebutkan bahwa sempadan sungai merupakan bagian dari
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Kawasan Perkotaan merupakan kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan dimana susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dalam hal ini Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka
suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Tumbuhan dan tanaman
merupakan komponen vegetasi dimana pengertian vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan
dan tanaman yang menutupi permukaan tanah. Tanaman khas daerah adalah jenis
tumbuhan atau tanaman yang khas tumbuh dan menjadi identitas daerah. (Anonim, 2007).
Sehingga analisis sumber daya sungai Code dari aspek vegetasi akan dikaitkan dengan
aspek manfaat ekologi, sosial ekonomi budaya dan estetika. Selain itu, makalah ini juga
akan melakukan analisis kondisi sempadan sungai sebagai fungsi RTHKP dan fungsi
lainnya termasuk fungsi permukiman yang mencakup kegiatan sosial ekonomi dan budaya
di kawasan perkotaan Yogyakarta.
Cara analisis RTHK sempadan sungai didasarkan atas fungsi sungai sebagai drainasi alam
(lihat Gambar 1) pada kawasan perdesaaan maupun kawasan perkotaan.
Dalam hal ini, fungsi ekosistem adalah proses, transfer, dan distribusi energi dan materi di
antara komponenkomponen ekosistem (komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan
organisme lainnya) serta interaksi fungsional antar mereka, maupun dengan lingkungannya
baik dalam bentuk ekosistem daratan, ekosistem perairan, dan ekosistem peralihan,
maupun dalam bentuk ekosistem alami dan yang buatan (Anonim, 2007). Analisis
selanjutnya adalah melakukan kajian fungsi sempadan sungai yang didasarkan atas fungsi
lindung sungai dan fungsi vegetasi yang berfungsi sebagai indikator perubahan iklim atau
pemanasan global. Sebagai ukurannya adalah bahwa adanya fenomena urban heat island
(UHI) bahwa kawasan perkotaan menjadi lebih panas dibanding lingkungan perdesaan
karena kepadatan bangunan, banyaknya perkerasan dan jaringan jalan, serta semakin
sedikitnya jumlah vegetasi baik yang tergolong tumbuhan dan tanaman (Solecki et al,
2004).
Analisis pengembangan rekreasi sumber daya sungai Code akan terkait dengan daya tarik
wisatwan berdasarkan sejumlah faktor – faktor daya tarik wisata berikut (Haryono, 1979;
Merigi, 2007; Rosadi, 2009), yaitu :
a. Ada sesuatu yang dapat dilihat / to see
Tempat kunjungan wisata memiliki sesuatu yang bisa dilihat oleh wisatwan. Sehingga
obyek atau atraksi apa saja yang bisa dilihat dan menarik bagi wisatawan perlu di
kembangkan guna menarik para wisatawan baik domestik maupun manca negara.
b. Adanya sesuatu yang dapat dikerjakan / to do
Selain potensi yang dapat dilihat, maka wilayah obyek wisata perlu memiliki sesuatu
yang dapat dilakukan atau dikerjakan oleh wisatawan seperti jalan kaki, bermain,
belajar, olah raga dsb sehingga para wisatwan akan merasa betah berada di daerah
tersebut yang akan mempengaruhi lama tinggal wisatawan pada obyek wisata.
c. Faktor sesuatu yang dapat diperoleh / to buy
Tenpat kunjungan wisata sebaiknya mempunyai sesuatu yang menarik untuk dibeli
seperti makanan, minuman, kerajinan atau souvenir sebagai kenangan wisatawan.
Ketiga faktor diatas perlu diukur keberadaannya yang kemudian perlu dianalisis
manfaatnya sebagai dasar perencanaan kegiatan wisata di kawasan sungai Code.
Namun kajian lingkungan ekologi sungai berkenaan dengan tata ruang sempadan sungai
dan potensi wisata lingkungan sungai berbasis kawasan perdesaan atau kota kecil tidak
banyak dilakukan untuk mendukung wisata kota dan sejarah di Yogyakarta. Sehingga
ANALISIS SUMBER DAYA SUNGAI CODE SEBAGAI BASIS WISATA ALAM di
KAWASAN PERKOTAAN YOGYAKARTA akan memperkaya kajian dan pengembangan
potensi sungai Code Utara di kawasan perkotaan Yogyakarta menjadi penting untuk
dilakukan.
Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa sungai merupakan suatu sistem drainasi alam
sehingga perlu perlindungan kawasan sekitar sungai agar. Sedangkan Gambar 2
menunjukan bagian pinggiran sungai yang perlu diminimalisir dan dihindarkan untuk
pembangunan untuk lingkungan binaan terutama pembangunan fisik seperti permukiman,
industri dan sebagainya. Sehingga analisis tingkat pembangunan di area sempadan sungai
akan dilakukan berdasarkan kepadatan bangunan atau penduduk secara visual dengan
menggunakan foto udara dari Google yang bisa mengindikasikan tingkat pembangunan
dipinggiran sungai Code. Perturan Menteri No. 63 tahun 1993 Pasal 6 menyatakan bahwa
(a) Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-
kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.(b) Garis sempadan
sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.Sedangkam Pasal 8 Penetapan garis
sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria: (a)
Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan (b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan
20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetaplan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Lebih lanjut pemerintah Kota Yogyakarta
menetapkan bantaran Sungai Code ditetapkan sebagi fungsi kawasan lindung (Bappeda
Kota Yogyakarta, 2009).
Gambar 2. Area Sempadan Sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS) harus dilindungi
Potensi penggal Code tengah memiliki karakter permukiman perkotaan. Penggal selatan
sungai Code memiliki karakter permukiman dan industry kerajinan (Totok 2009 dan Heru,
2009). Berdasarkan Tabel 2, potensi wisata alam terdapat pada sungai Code utara di
kawasan perkotaan Yogyakarta. Potensi wisata alam Code utara perlu dianalisis berdasar
wisata lingkungan perdesaan atau kota kecil dari teori Gunn (2004) dan berdasar konsep
potensi wisata something to see, something to do, and something to buy (Haryono, 1979;
Merigi, 2007; Rosadi, 2009).
Dengan pengembangan potensi sungai Code sebagai asset wisata alam (lihat Tabel 3)
maka wisata alam sungai Code akan mampu mendukung kepariwisataan Yogyakarta
sebagai kota wisata budaya dan wisata pendidikan. Untuk pengembangan sungai Code
yang dekat dengan kampus UGM, Kraton, dan Malioboro maka sungai Code perlu
dikembangan sebagai wisata air, sepeda, dan river walk. Caranya mengkonservasi DAS
Code, menaikan air sungai, penataan, peremajaan, sanitasi sungai, pengadaan public
space, konsolidasi lahan, pola rumah susun, dan membangun kesadaran masyarakat.
Sebagi dampaknya maka lingkungan sungai Code dan permukimannyaakan menjadi sehat
dan lebih hijau. Dengan masyarakat yang semakin peduli terhadap lingkungan sungai yang
bersih dan menarik (dan indah) maka kunjungan wisatawan akan berpengaaruh terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat Code (Widodo, 2007; 2009; Suparwoko, 2009) dan
sekitarnya.
Tabel 3. Potensi dan Keseuaian Kegiatan Wisata Alam dan Lingkungan Sungai Code Utara
Jenis potensi kegiatan Kesusuaian dengan lingkungan dan Potensi sebagai something to
tingkat rekayasa/investasi see, to do dan to buy
1. Apresiasi alam 1. Ya (rekayasa ringan) 1. Something to see
2. Wisata panorama 2. Ya (rekayasa ringan) 2. Something to see
3. Piknik 3. Ya (rekayasa sedang) 3. Something to do
4. Kamping 4. Ya (rekayasa sedang) 4. Something to do
5. Hiking 5. Ya (rekayasa ringan) 5. Something to do
6. Berkuda 6. Ya (rekayasa ringan) 6. Something to do
7. Bersepeda 7. Ya (rekayasa ringan-sedang) 7. Something to do
8. Memancing 8. Ya (rekayasa ringan) 8. Something to do
9. Perahu 9. Ya (rekayasa sangat berat) 9. Something to do
10. Canoeing 10. Ya (rekayasa sangat berat) 10. Something to do
11. Trecking/riverwalk 11. Ya (rekayasa ringan) 11. Something to do
12. Flying Fox 12. Ya (rekayasa ringan-sedang) 12. Something to do
13. Panjat Tebing 13. Ya (rekayasa ringan-sedang) 13. Something to do
14. Outbond 14. Ya (rekayasa ringan-sedang) 14. Something to do
15. Berenang 15. kurang sesuai geografi 15. -
16. Ski air 16. kurang sesuai geografi 16. -
17. Berburu 17. Tidak sesuai konservasi 17. -
18. Resor/homestay/akomodasi 18. Ya rekayasa ringan-sedang) 18. Something to do & to buy
19. Festival 19. Ya - budaya (rekayasa ringan) 19. Something to do
20. Wisata Sejarah 20. Ya – budaya (rekayasa ringan) 20. Something to see
21. Aneka makanan 21. Ya - kuliner (rekayasa ringan) 21. Something to buy
22. Aneka kerajinan 22. Ya – belanja ( rekayasa ringan) 22. Something to buy
Sumber: diadopsi dari Gunn (2004) dan diolah
Dari berbagai potensi wisata alam yang bisa dikembangkan di sungai Code memiliki tingkat
rekayasa pengembangan sarana wisata yang berbeda yaitu:
(1) rekayasa ringan akan memiliki tingkat teknologi dan pendanaan yang relative mudah
dan waktu yang lebih cepat; sebagai contoh: untuk mengolah obyek wisata alam perlu
dilakukan akses dan kebersihan lingkungan dan bisa dilakukan dengan gotong royong
dengan waktu yang tidak lama (bisa dilakukan setiap bulan sekali oleh masyarakat
secara bersama-sama)
(2) rekayasa sedang akan memiliki tingkat teknologi dan pendanaan yang sedang dan
membuutuhkan waktu yang lebih banyak; Misal, untuk mewujudkan sarana wisata
kamping perlu penelntuan lahan kamping, kebersihan dan kesehatan serta prasarana
KM/WC dan bangunan bangunan penunjang lainnya. Hal ini perlu perencanaan,
investasi dan koordinasi berbagai instansi pemerintah terkait.
(3) rekayasa berat akan memiliki tingkat teknologi dan pendanaan yang relative besar dan
membutuhkan waktu lebih banyak. Sebagai contoh untuk pembuatan saran kegiatan
kano akan memerlukan bendungan yang membutuhkan perencanaan, teknologi, biaya
dan waktu lebih lama dengan koordinasi dari berbagai instansi pemerintah dan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG
PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN
Fandeli, Chafid, 1995, Potensi Obyek Wisata Alam Indonesia, dalam Fandely, Chafid, 1995, Dasar-
dasar Manajemen Kepariwisataan Alam, Yogyakarta: Liberty
Merigi, Karmolis (Pusat Studi Jerman), 2007, “Peluang Code Utara Sebagai Objek Studi Sungai Dan
Lingkungan” dalam Merti Code, Focus Grup Discussion (Strategi Pemasaran Ekowisata
Code Utara) 2 September 2007 di Hotel Santika diakses 21 Juli 2009 dari sumber
http://merticode.multiply.com/journal/item/17
Merti Code, 2007, FORUM PEMBINAAN PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN UMUM
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KAWASAN SUNGAI CODE YOGYAKARTA 28
JULI 2007 diakses 21 Juli 2009 dari sumber
http://merticode.multiply.com/journal/item/9/FORUM_PEMBINAAN_PERIKANAN_TANGKAP
Muzakky, Agus Taftazani BATAN-YOGYAKARTA , 2007, KOREKSI KONSENTRASI LOGAM Ti,
Cr DAN Mn TERHADAP DEBIT AIR SUNGAI CODE,YOGYAKARTA, diakses 20 Mei
2009, dari sumber http://nhc.batan.go.id/muzakky2.php
Nuryanti, Windu, 1995, Perencanaan Pembangunan Regional dan Kawasan untuk Kepariwisataan
Alam, dalam Fandely, Chafid, 1995, Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam,
Yogyakarta: Liberty
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai,
Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai
Rosadi, Hendri, 2009, Tahun Kunjungan Wisatawan dan Pesta Rakyat Lampung Barat, diakses 21
Juli 2009 dari sumber
http://lampungbarat.go.id/pemerintahan/index.php?option=com_content&task=view&id=119
9&Itemid=1
Ramaini, 1992, Geografi Pariwisata untuk sekolah Menengah Industri Pariwisata dan Sekolah
Menengah Ekonomi Atas, Jakarta: Gramedia
Smith, L. Valene (editor), 1989, Host and Guest: Anthropology of Tourism, Philadelphia: University
of Pennsylvania Press
Solecki, W.D., Rosenzweig, C., Pope, G., Chopping, M., Goldberg, R., and Polissar, A., 2004,Urban
Heat Island and Climate Change: An Assessment of Interacting and Possible Adaptations in
the Camden, New Jersey Region, , Environmental Assessment and Risk Analysis Element,
Research Project Summary, NJDEP April 2004
Suparwoko, 2009, Menuju Code Riverfront Masterplan, makalah disampaikan dalam workshop
“Revitalisasi Kawasan Sungai Code” pada tangga 2 Juni 2009 di Auditorium Universitas
Islam Indonesia Jl. Di Tiri 1 Yogyakarta
Widodo, 2007, Code River Walk (CRW) Belajar dari San Antonio di Amerika Serikat, diakses 21 Juli
2009 dari http://merticode.multiply.com/journal/item/9
Widodo, 2009, Visi Pengembangan Kampung Code: ekologis, ekonomi, dan sosial budaya, makalah
disampaikan dalam workshop “Revitalisasi Kawasan Sungai Code” pada tangga 2 Juni 2009
di Auditorium Universitas Islam Indonesia Jl. Di Tiri 1 Yogyakarta
Witer, Betty (Editor), 1992, Special Interest Tourism, London: Balhaven Press
Yoeti, Oka A, 1985, Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung: Peneribit Angkasa