Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332983671

KEBENARAN HUKUM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Article  in  Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) · July 2016


DOI: 10.23887/jkh.v2i1.7277

CITATIONS READS

4 10,164

1 author:

Beniharmoni Harefa
Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
10 PUBLICATIONS   15 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Beniharmoni Harefa on 03 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

KEBENARAN HUKUM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Beniharmoni Harefa
Mahasiswa Pascasarjana FH UGM Yogyakarta
Email : beni_harefa@yahoo.com

ABSTRAK
Memahami kebenaran hukum dari sisi filsafat hukum, harus diawali dengan
memahami pengertian dan tujuan hukum itu sendiri. Hukum secara sederhana
dapat diartikan sebagai sekumpulan aturan, kaedah yang berasal dari nilai-nilai
yang kemudian menjelma menjadi norma. Kehadiran hukum sangat dibutuhkan
dalam menciptakan ketertiban di dalam kehidupan sosial manusia tersebut, itulah
yang menjadi salah satu tujuan hukum. Dikenal tiga teori dalam menentukan
kriteria kebenaran. Teori korespondensi, teori koherensi atau konsistensi, dan
teori pragmatis. Kesimpulan, kebenaran hukum perspektif filsafat hukum, kembali
kepada paradigma/ teori apa yang digunakan. Keyakinan atau kepercayaan hukum
apa yang dianut oleh seseorang akan membawanya kepada jawaban akan
kebenaran hukum yang ia percayai. Maka untuk menuntun seseorang kepada
kebenaran hukum yang sesungguhnya, dibutuhkan ilmu. Sehingga kebenaran
hukum yang dicapai adalah kebenaran yang mutlak/ absolut.

Kata Kunci : Kebenaran Hukum, Filsafat Hukum

ABSTRACT
Understanding the legal validity of the philosophy of law, must begin by
understanding the sense and purpose of the law itself. The law can be interpreted
simply as a set of rules, rules derived from the values which are then transformed into
the norm. The presence of the law is needed to establish order in the human social
life, that is the one purpose of the law. Known three theories in determining criterion
of truth. Correspondence theory, the theory of coherence or consistency, and the
pragmatic theory. In conclusion, the truth of the law of legal philosophy perspective,
back to the paradigm / theory of what is used. Confidence or trust what the law
adopted by someone will take him to the answers to the legal truth that he trusted.
Then to lead a person to the truth of the real law, it takes knowledge. So that the
truth of law achieved is the absolute truth / absolute.

Keywords : Truth of Law, Philosophy of Law

Pendahuluan halnya berbicara tentang kebenaran


Berbicara tentang kebenaran hukum, maka tidak terlepas dari
sesuatu, tidak terlepas dari pengertian dan fungsi dari hukum itu
pengertian dan fungsi dari sesuatu sendiri.
yang akan dicari kebenarannya itu Pengertian hukum menurut
(Inu K Syafii, 2005:59). Demikian Soedikno Mertokusumo adalah

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 11


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

keseluruhan kumpulan Tulisan ini hendak membahas


peraturan-peraturan atau kaedah- kebenaran hukum, ditinjau dari
kaedah dalam suatu kehidupan perspektif filsafat hukum. Maka
bersama (Sudikno M, 2003:40). sebelum mengkaji kebenaran hukum,
Hukum secara umum juga dapat tentunya harus dipahami apa yang
diartikan sebagai keseluruhan menjadi tujuan hukum.
peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam suatu kehidupan Tujuan Hukum
bersama, yang dapat dipaksakan Lalu apa tujuan diciptakannya
pelaksanaannya dengan adanya hukum ? Soetandyo Wignjosoebroto
sanksi. mengatakan apabila hukum sudah
Montesquieu dalam bukunya The dikonsepkan sebagai institusi atau
Spirit of Laws, menyampaikan hukum gejala sosial yang empiris yang
secara umum dapat diartikan sebagai termanifestasi dalam tindakan/ aksi
hubungan pasti yang berasal dari serta interaksi warga masyarakat
sifat dasar segala sesuatu. Dalam dalam kehidupan sehari-hari, maka
pengertian ini berarti bahwa semua hukum bertujuan untuk mengatur
wujud memiliki hukumnya kehidupan manusia dalam
(Montesquieu,2007:88). masyarakat (Soetandyo
Tuhan memiliki hukumnya, dunia Wignjosoebroto,2002:116).
material memiliki hukumnya, Ditegaskan oleh Satjipto
binatang memiliki hukumnya, Rahardjo bahwa hukum ada untuk
manusiapun memiliki hukumnya manusia, hukum itu tidak ada untuk
sendiri. Dalam kaitannya dengan hukum itu sendiri. Hukum adalah
yang akan dibahas tentunya suatu institusi yang bertujuan
pengertian yang disampaikan oleh mengantarkan manusia kepada
Montesquieu akan dibatasi dalam kehidupan yang adil, sejahtera dan
pengertian hukum yang dimiliki oleh membuat manusia bahagia (Satjipto
manusia. Rahardjo,2010:33). Dalam rangka
Kendati hingga saat ini belum ada memenuhi kebutuhan hidupnya,
pengertian yang baku akan defenisi seseorang manusia membutuhkan
hukum yang sempurna, namun manusia lainnya. Manusia tidak dapat
hukum secara sederhana dapat hidup sendiri (manusia makhluk
diartikan sebagai sekumpulan aturan, sosial) (Aabied,2012:112).
kaedah yang berasal dari nilai-nilai Kehadiran hukum sangat
yang kemudian menjelma menjadi dibutuhkan dalam menciptakan
norma. Nilai-nilai yang terkandung ketertiban di dalam kehidupan sosial
dalam hukum, tentunya sudah sesuai manusia tersebut. Hal ini dimaksud
dengan nilai moral dan etika yang ada untuk menghindari terjadinya konflik
dan diakui keberadaannya di dalam antara manusia yang satu dengan
kehidupan manusia. manusia lainnya. Sedikit mengenai
Sejauh ini dengan melihat secara konflik, konflik itu muncul, pada saat
singkat pengertian dan penjelasan di manusia berinteraksi dengan
atas, sementara disimpulkan bahwa manusia lainnya di dalam kehidupan
hukum tentunya berasal dari nilai- bermasyarakat (sosial), Manusia
nilai yang dianggap benar di dalam mempunyai kepentingan yang
kehidupan manusia. berbeda-beda, maka dalam

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 12


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

memenuhi kepentingannya, rentan mengatakan bahwa hukum bertujuan


menimbulkan pertentangan dengan untuk mengantarkan manusia kepada
manusia lainnya (conflict of interest) kebahagiaan kekal.
yang berujung pada kehancuran. Oleh Namun apakah sesederhana itu
sebab itu, diperlukan hukum yang dalam memahami arti dan fungsi
mengatur agar tercipta ketertiban. hukum itu sendiri. Apakah nantinya
Kembali pada tujuan hukum, pengertian dan fungsi hukum yang
dalam pembahasan mengenai tujuan telah disampaikan di atas tidak
hukum, Thomas Aquinas terjebak pada pengertian dan fungsi
mengemukakan 4 (empat) macam yang dogmatik semata. Pertanyaan ini
hukum, yaitu lex eterna, lex naturalis, yang kemudian akan dijawab secara
lex divina dan lex humana (Peter filosofis oleh filsafat hukum.
Mahmud Marzuki,2010:104). Lex Kembali pada apa yang hendak
eterna merupakan suatu aturan yang dibahas dalam tulisan ini, yakni
menguasai alam semesta melalui kebenaran hukum jika ditinjau dari
kehendak Allah sesuai dengan filsafat hukum. Apa yang dimaksud
kebijaksanaanNya. Semua makhluk dengan filsafat hukum ? memang
berada dalam kerangka tujuan lex tidak mudah untuk mendefenisikan
eterna dan manusia mempunyai apa itu filsafat hukum (Dominikus
suatu tujuan tertentu karena manusia Rato,2011:2).
merupakan makhluk rasional.
Lex naturalis, menurut Thomas Filsafat Hukum
Aquinas, tidak terlepas dari Theo Huijbers mengatakan
partisipasi makhluk rasional dalam bahwa pokok persoalan filsafat
lex eterna. Lex naturalis inilah yang hukum bukanlah quid iuris,
akan mengarahkan aktivitas manusia melainkan quid ius. Sebagai quid iuris
melalui aturan-aturan dasar dalam hukum berorientasi pada dan sebagai
hidupnya. Masih menurut Thomas hukum positif yaitu hukum yang
Aquinas, lex divina yaitu pedoman- berlaku dan sedang berlaku saja.
pedoman dari Allah untuk Sedangkan quid ius, hukum
mengarahkan bagaimana seyogianya berorientasi sebagai sesuatu yang
manusia bertindak. Terakhir, lex substantif dan esensial, inilah yang
humana adalah aturan-aturan yang kemudian teba telaah filsafat hukum
berasal dari pemerintah atau aturan- (Theo Huijbers,1995:76).
aturan yang dibuat oleh manusia. H.L.A. Hart, berpendapat bahwa
Aturan-aturan ini dibuat dengan filsafat hukum adalah karya pikir
menggunakan kekuatan nalar yang bersama antara filsafat moral, filsafat
dimiliki oleh manusia. Dari politik, dan bahasa. Sebagai hasil
pembagian hukum yang karya filsafat moral, filsafat hukum
dikemukakan Aquinas, terlihat bahwa membahas konsep-konsep hukum
tujuan hidup manusia menurut tentang rasa bersalah, kesalahan, niat,
Aquinas, bukan hanya untuk dan tanggung jawab yang merupakan
mencapai kebahagiaan duniawi issue sentral dalam hukum terutama
belaka, melainkan untuk ketika hukum menekankan konsep-
mendapatkan kebahagiaan kekal konsep di atas dalam pikiran dan
sebagai tujuan bersifat supernatural. perbuatan (H.L.A. Hart,2009).
Secara sederhana Aquinas hendak

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 13


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

Mempelajari filsafat hukum kefundamentalannya masalah-


tentunya akan membawa seseorang masalah hukum yang hendak dibahas
pada apa yang dimaksud mengenai itu, sehingga oleh manusia tidak
hukum itu, dengan sebenar-benarnya terpecahkan. Oleh karena
dan sedalam-dalamnya. Plato dalam masalahnya melampaui kemampuan
tulisannya Andre Ata Ujan, berpikir manusia.
menyampaikan bahwa seorang filsuf Filsafat hukum akan merupakan
(orang yang ahli filsafat), tidak kegiatan yang tidak pernah berakhir,
pernah berhenti mencari dan karena mencoba memberikan
menemukan kebenaran (searching for jawaban pada pertanyaan-
truth) dan membangun keadilan (to pertanyaan abadi. Pertanyaan itu
built justice) (Andre Ata tentunya adalah pertanyaan yang
Ujan,2009:17-18). terhadapnya, hanya dapat diberikan
Bahkan kebenaran dan keadilan, jawaban yang menimbulkan banyak
hasil pemikiran para filsuf pertanyaan baru.
sebelumnya, pun tidak luput dari Maka dalam menjawab
sikap kritik filsafat mereka, sebab pertanyaan bagaimana kebenaran
dalam filsafat tidak ada kebenaran hukum perspektif filsafat hukum ini
yang final. Demikian halnya dengan nantinya, kiranya akan membawa
filsafat hukum, filsafat hukum harus kita pada wilayah yang semakin
berupaya mencari dan menemukan menimbulkan pertanyaan-
hakekat hukum secara radikal pertanyaan baru tentang hukum. Kita
(sampai ke akar-akarnya), secara semakin tidak akan berhenti dan
sistematis, rasional, dan metodis. puas pada jawaban atas pertanyaan
Filsafat hukum berupaya untuk kebenaran hukum perspektif filsafat
menemukan jawaban terdalam dari hukum.
sebuah objek formalnya, yaitu Bahkan jawaban akan pertanyaan
hukum. tentang kebenaran inilah yang
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, kemudian nantinya, akan membawa
mengungkapkan bahwa filsafat kita berjalan jauh, menyusuri
hukum adalah filsafat tingkah laku pengertian mengenai hukum yang
dan etika, yang mempelajari hakekat sedalam-dalamnya sampai ke akar-
hukum secara filosofis. Hukum dikaji akarnya, itulah filsafat. Maka untuk
secara mendalam sampai kepada inti itu pengertian kebenaran juga harus
atau dasarnya yang disebut dengan dipahami.
hakekat (Darji Darmodiharjo dan
Shidarta, 2004:11). Pengertian Kebenaran
J.J.H. Bruggink dalam bukunya Maksud dari hidup ini adalah
Otje Salman dan Anton F. Susanto, untuk mencari kebenaran. Tentang
mengatakan bahwa filsafat hukum kebenaran ini, Plato pernah berkata:
adalah induk dari semua disiplin “Apakah kebenaran itu? lalu pada
yuridik. Karena filsafat hukum waktu yang tak bersamaan, bahkan
membahas masalah-masalah yang jauh belakangan Bradley menjawab;
paling fundamental yang timbul “Kebenaran itu adalah kenyataan”,
dalam hukum (Otje Salman dan tetapi bukanlah kenyataan (das
Anton F. Susanto,2004:64). sollen) itu tidak selalu yang
Ditambahkannya, oleh karena seharusnya (das sein) yang terjadi.

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 14


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

Kenyataan yang terjadi bisa saja berusaha untuk melukiskan, karena


berbentuk ketidakbenaran kebenaran mempunyai hubungan
(keburukan). Jadi ada 2 pengertian erat dengan pernyataan atau
kebenaran, yaitu kebenaran yang pemberitaan yang kita lakukan
berarti nyata-nyata terjadi di satu tentang sesuatu (Jujun S.
pihak, dan kebenaran dalam arti Sumiasumantri,2000).
lawan dari keburukan Secara sederhana dapat
(ketidakbenaran) (Marwadi, 2013). disimpulkan bahwa berdasarkan
Dalam bahasan ini, makna teori korespondensi suatu
”kebenaran” dibatasi dalam makna pernyataan adalah benar jika materi
”kebenaran hukum”. Apa yang hukum yang dikandung pernyataan
dewasa ini kita pegang sebagai itu berkorespondensi (berhubungan)
kebenaran hukum, mungkin suatu dengan obyek yang dituju atau diatur
saat akan hanya pendekatan kasar oleh hukum tersebut. Misalnya “jika
saja dari suatu kebenaran yang lebih seorang melakukan pencurian maka
sejati lagi dan demikian seterusnya. orang tersebut akan dihukum, agar
Hal ini tidak bisa dilepaskan menimbulkan efek jera sehingga
dengan keberadaan manusia yang orang lain tidak melakukan pencurian
transenden,dengan kata lain, lagi dan kehidupan menjadi tertib”.
keresahan mencari kebenaran hukum Materi hukum itu adalah benar,
berkaitan erat dengan hasrat yang sebab sebagaimana kita ketahui
ada dalam diri manusia yang selalu bahwa hukum ada dan berfungsi
ingin mencari kebenaran yang untuk mengatur tingkah laku
sesungguhnya. Dari sini terdapat manusia, agar tidak saling
petunjuk mengenai kebenaran yang menghacurkan sebagaimana
trasenden, artinya tidak berhenti dari dikemukakan Thomas Hobbes : homo
kebenaran hukum itu saja, namun homini lupus (manusia adalah
terdapat kebenaran diluar jangkauan serigala bagi yang lain). Sehingga
manusia. Utamanya untuk mencari dengan adanya hukum tercipta suatu
kebenaran hukum secara filosofis. ketertiban dan kedamaian yang
Dikenal ada beberapa teori dalam menuju pada kesejahteraan manusia
menentukan kriteria kebenaran. itu sendiri.
Teori korespondensi (yakni Sekiranya ada orang lain yang
persamaan dengan fakta), teori mengatakan bahwa “pencuri itu tidak
koherensi atau konsistensi, dan teori dapat dihukum, meskipun telah
pragmatis (Harold H terbukti” maka tentu saja, pernyataan
Titus,dkk,2007:105). Pertama, teori itu adalah tidak benar. Sebab di
korespondensi adalah paling diterima dalam hukum diatur mengenai apa
secara luas oleh kelompok realis. yang boleh dilakukan dan apa yang
Menurut teori ini, kebenaran adalah tidak boleh dilakukan. Pencurian
kesetiaan kepada realita obyektif merupakan perbuatan yang tidak
(fidelity to objective reality). boleh dilakukan atau dilarang oleh
Kebenaran adalah persesuaian hukum. Oleh sebab itu, seorang
antara pernyataan tentang fakta dan pencuri yang telah terbukti
fakta itu sendiri, atau antara melakukan pencurian harus dihukum
pertimbangan (judgement) dan agar timbul efek jera dan
situasi dimana pertimbangan itu

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 15


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

menciptakan ketertiban di dalam Budi adalah seorang manusia dan si


kehidupan masyarakat. Budi pasti akan mati” adalah benar
Dalam hal ini maka secara faktual pula, sebab pernyataan kedua adalah
“setiap orang yang bersalah dapat konsisten dengan pernyataan yang
dihukum, dengan berdasarkan pertama.
pembuktian, guna menciptakan Kelompok idealis, seperti Plato
kedamaian dan ketertiban di dalam juga filsuf-filsuf modern seperti
kehidupan manusia”. Hegel, Bradley dan Royce
Menurut teori koresponden, ada memperluas prinsip koherensi ini.
atau tidaknya keyakinan tidak Dengan begitu maka tiap-tiap
mempunyai hubungan langsung pertimbangan yang benar dan tiap-
terhadap kebenaran atau kekeliruan. tiap sistem kebenaran yang parsial
Kekeliruan itu tergantung kepada bersifat terus menerus dengan
kondisi yang sudah ditetapkan atau keseluruhan realitas dan
diingkari. Jika sesuatu pertimbangan memperolah arti dari keseluruhan
sesuai dengan fakta, maka tersebut. Meskipun demikian perlu
pertimbangan ini benar, jika tidak, lebih dinyatakan dengan referensi
maka pertimbangan itu salah. kepada konsistensi faktual, yakni
Dalam wilayah kebenaran hukum persetujuan antara suatu
berdasarkan teori korespondensi, perkembangan dan suatu situasi
kesesuaian putusan hakim dengan lingkungan tertentu terhadap teori
kebenaran fakta-fakta hukum sangat kebenaran ini.
diutamakan. Kebenaran legalitas, Dikaitkan dengan kebenaran
artinya penerapan hukum hukum hukum, teori koherensi
terhadap sebuah perkara didasarkan diimplementasikan dalam tataran ius
pada fakta-fakta hukum yang constituendum, (ide-ide hukum) yang
terdapat pada peristiwa yang terjadi. kesesuaian dengan realitas perilaku
Teori kebenaran korespondensi masyarakat. Kebenaran hukum yang
mengutamakan kepastian hukum hendak dipenuhi dalam hal ini adalah
(asas legalitas). aspek keadilan yang diutamakan.
Teori yang kedua tentang Rasa keadilan untuk setiap orang
kebenaran adalah teori koherensi. atau kelompok sangat variatif, oleh
Berdasarkan teori ini suatu sebab itu menggunakan teori ini
pernyataan dianggap benar bila secara mutlak untuk mengungkapkan
pernyataan itu bersifat koheren atau kebenaran hukum, rasanya tidak
konsisten dengan pernyataan- mungkin. Karena apa yang dirasakan
pernyataan sebelumnya yang adil, belum tentu sesuai dengan
dianggap benar, artinya kepastian dan kemanfaatan hukum.
pertimbangan adalah benar jika Teori yang ketiga, yakni teori
pertimbangan itu bersifat konsisten pragmatik. Dicetuskan oleh Charles S.
dengan pertimbangan lain yang telah Peirce dalam sebuah makalah
diterima kebenarannya, yaitu yang berjudul “How to Make Ideals Clear”.
koheren menurut logika. Teori ini kemudian dikembangkan
Misalnya, bila kita menganggap oleh beberapa ahli filsafat yang
bahwa “semua manusia pasti akan kebanyakan adalah berkebangsaan
mati” adalah suatu pernyataan yang Amerika yang menyebabkan filsafat
benar, maka pernyataan bahwa “si ini sering dikaitkan dengan filsafat

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 16


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di ketiga teori kebenaran itu dikaitkan


antaranya adalah William James, John dengan kebenaran hukum, maka akan
Dewey, George Hobart Mead, dan C.I. sulit untuk menentukan kriteria
Lewis. kebenaran apa yang digunakan dalam
Pragmatisme menantang segala menentukan kebenaran hukum. Para
otoritanianisme, intelektualisme dan filsuf dengan berbagai alur pemikiran
rasionalisme. Bagi mereka yang tidak dapat bersatu dalam
menganut pragmatisme, ujian menentukan kriteria kebenaran apa
terhadap kebenaran adalah manfaat yang digunakan dalam menentukan
(utility), kemungkinan dikerjakan kebenaran hukum. Namun paradigma
(workability) atau akibat yang seseoranglah yang menentukan
memuaskan. Sehingga dapat sesuatu itu benar, karena kebenaran
dikatakan bahwa pragmatisme itu bersifat subjektif dan tentatif
adalah suatu aliran yang (Dominikus Rato,Op.Cit:12).
mengajarkan bahwa yang benar ialah Kebenaran yang dianut seseorang
apa yang membuktikan dirinya menuntunnya untuk mencari dan
sebagai benar dengan perantaraan menemukan serta meyakinkan dia
akibat-akibatnya yang bermanfaat tentang sesuatu yang benar itu.
secara praktis. Pegangan pragmatis Berbicara mengenai apakah
adalah logika pengamatan dimana hukum itu benar ada? dari mana
kebenaran itu membawa manfaat datangnya hukum? untuk apa ada
bagi hidup praktis (Harun hukum? siapa yang berwenang
Hadiwijono,1990) dalam kehidupan membuat hukum? mengapa orang
manusia. tunduk pada hukum ? pertanyaan-
Dikaitkan dengan kebenaran pertanyaan itu yang akan membawa
hukum, menggunakan teori orang berpikir tentang hukum secara
pragmatis maka kebenaran hukum khusus dan mendalam tentang
berhubungan dengan kemanfaatan hakekat hukum. Jawaban atas
hukum. Oleh karena itu, dalam pertanyaan di atas bukan saja
perspektif kebenaran pragmatis tidak membawa orang pada satu
berorientasi pada sebuah proses atau pengertian tentang hakekat hukum,
suatu peristiwa hukum tetapi hasil melainkan membawa pada berbagai
dari proses atau peristiwa hukum itu. pemikiran, keyakinan atau
Sesuatu dikatakan benar apabila kepercayaan tentang hal-hal
mempunyai manfaat bagi kehidupan mengenai hukum.
umat manusia. Apa yang dirasakan Jawaban atas pertanyaan di atas
bermanfaat itulah hukum yang dapat membawa pada keyakinan,
sebenarnya. Lagi-lagi ini tidak bisa pedoman atau orientasi berpikir
digunakan secara mutlak dalam tentang hukum. Sehingga kemudian
mencari dan mengungkapkan membentuk paradigma, dan
kebenaran hukum. paradigma ini menjadi pegangan,
pedoman, panduan : berpikir, berkata
Kebenaran Hukum Persepektif dan berbuat atau orientasi dasar
Filsafat Hukum untuk mengembangkan keyakinan
Kembali pada apa yang sedang dan kepercayaan tentang hukum.
dibahas mengenai kebenaran hukum Lalu, jika kemudian kebenaran
perspektif filsafat hukum, apabila hukum dilihat dari pengertian dan

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 17


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

fungsi hukum itu sendiri, maka dapat hukum yang dicapai adalah
disimpulkan. Pertama, apakah benar kebenaran yang mutlak/ absolut.
hukum itu merupakan sekumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah- Daftar Pustaka :
kaedah dalam suatu kehidupan
bersama, maka benar hukum Aabied, Hakikat Manusia, Nusantara
merupakan kumpulan aturan. Kedua, Sentosa, Jakarta, 2012.
apakah benar fungsi hukum itu Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum,
adalah untuk mengatur kehidupan Membangun Hukum Membela
manusia maka jawabannya benar. Keadilan, Kanisius, Yogyakarta,
Kendati memang harus ditegaskan 2009.
bahwa hukum itu ada untuk manusia Darji Darmodiharjo dan Shidarta,
bukan manusia ada untuk hukum. Pokok-pokok Filsafat (Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum
Kesimpulan Indonesia), Gramedia Pustaka
Menjawab pertanyaan bagaimana Utama, Jakarta, 2004.
kebenaran hukum perspektif filsafat Dominikus Rato, Filsafat Hukum
hukum, maka menggunakan ketiga (Mencari, Menemukan dan
teori kebenaran yang ada, yakni Memahami Hukum), LaksBang
kebenaran koherensi, korespondensi, Justitita, Surabaya, 2011.
pragmatis. Jawaban sederhana yang Harun Hadiwijono, Sari Sejarah
disampaikan oleh penulis, kebenaran Filsafat Barat II, Kanisius,
hukum persepektif filsafat hukum, Yogyakarta, 1990.
tentunya kembali kepada paradigma H.L.A.Hart., Hukum, Kebebasan, dan
apa yang digunakan. Keyakinan atau Moralitas, Genta Publising,
kepercayaan hukum apa yang dianut Yogyakarta, 2009.
oleh seseorang akan membawanya Inu Kencana Syafi’i, Filsafat
kepada jawaban akan kebenaran Kehidupan (Prakata),Bumi Aksara,
hukum yang ia percayai. Jakarta 2005.
Kebenaran yang dianut Jujun S. Sumiasumantri, Filsafat
seseorang menuntunnya untuk Ilmu,Sebuah Pengantar Populer,
mencari dan menemukan serta Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
meyakinkan dia tentang sesuatu yang 2000.
benar itu. Oleh karena itu diperlukan Montesquieu, The Spirit of Laws :
ilmu untuk membawa manusia Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan Ilmu
menuju kebenaran absolut. Politik, Nusamedia, Bandung, 2007.
Menurut Sudjito, ilmu merupakan Otje Salman dan Anton F. Susanto,
institusi pencarian kebenaran. Ilmu Teori Hukum (Mengingat,
bila dikejar terus akan mentok pada Mengumpulkan dan Membuka
keimanan. Antara iman dan ilmu Kembali), Refika Aditama,
tidak ada pemisah. Ilmu tanpa iman Bandung, 2004.
sama dengan omong kosong. Iman Peter Mahmud Marzuki, Pengantar
merupakan dasar ilmu (Sudjito, Ilmu Hukum, Kencana Prenada
2013). Oleh karena itu, maka untuk Media Grup, 2010.
menuntun seseorang kepada Titus, Harold H., dkk., Living Issues in
kebenaran hukum yang sebenarnya Philosophy, Terj. H. M. Rasyidi,
diperlukan ilmu, sehingga kebenaran

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 18


Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016
ISSN : 2356-4164

Persoalan-Persoalan Filsafat,
Bulan Bintang, Jakarta, 2007.
Theo Huijbers, Filsafat Hukum,
Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif :
Sebuah Sintesa Hukum Indonesia,
Genta Publishing, Yogyakarta,
2010.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum
(Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya), ELSAM, Jakarta,
2002.
Sudjito bin Atmoredjo, Sari Kuliah :
Filsafat Ilmu Hukum, Program S3
Ilmu Hukum, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum : Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, 2003.
Internet :
Mawardi, Kebenaran Dalam Perspektif
Filsafat Ilmu.
http://mawardiumm.wordpress.c
om/2008/06/02/kebenaran-
dalam-perspektif-filsafat-ilmu/
diakses pada 06 Oktober 2013.
Yanluamohdar, Kebenaran Hukum
Dalam Perspektif Pengetahuan
Hukum,
http://yanluamohdar2010.blogsp
ot.com/2013/05/kebenaran-
dalam-perpektif
pengetahuan.html/ diakses pada
08 Oktober 2013.

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 19

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai