Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FILSAFAT HUKUM

PELAYANAN KESEHATAN DI KLINIK KECANTIKAN TERKAIT


KEADILAN BERMARTABAT

DOSEN
PROF. Dr. TEGUH PRASETYO, SH, M.Si
BRIGJEN TNI PURN Dr. I MADE KANTIKHA, SH,
MH

Oleh
WILDAN ACALIPHA WILKENSIA
23050109

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER
JAKARTA
2023
Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum jelas dalam Perubahan Keempat
UUD 1945 pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang
sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas
dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”
(Jimly Asshiddiqqie, 2006:1–127). Berdasarkan konsep Negara Hukum itu, idealnya
bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah
hukum, bukan politik ataupun ekonomi.

Oleh karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut
prinsip negara hukum adalah ‘the rule of law, not of man’. Yang disebut pemerintahan
pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang perorang yang hanya
bertindak sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya. Hukum dapat
berfungsi sebagai instrumen perlindungan hukum, dilihat dari apakah tujuan hukum, yakni
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dapat tercapai atau tidak.

Selain menegaskan tentang negara hukum, substansi Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 berisi tentang hak dan kewajiban Warga Negara, di
antara hak konstitusional yang dijamin adalah hak mendapatkan perlindungan hukum,
hak kesehatan serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berkaitan dengah tiga
hak tersebut maka terdapat amanat dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu :

1. Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum” . Maksud dari ayat di atas adalah setiap warga negara berhak mendapat
pengakuan dan perlindungan dari negara. Serta setiap warga negara berhak untuk
mendapat perlakuan dihadapan hukum yang adil dan sama untuk semua warga negara
tanpa ada perbedaan sedikitpun.
2. Pasal 28H ayat (1), yaitu : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.

Implementasi hukum tidak lepas dari pengaruh globalisasi. Globalisasi menjadikan aspek
kehidupan global dimana link menjadi tanpa batas, salah salah satu dampak globalisasi
adalah budaya dan gaya hidup / life style, di antaranya adalah merawat diri baik untuk
perempuan maupun laki-laki, dan hal ini disambut baik dan dibaca oleh pemilik modal
untuk memanfaatkan kecenderungan merawat diri ini dengan membuka klinik kecantikan
(R Went, 1997: 35–59). Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia semakin maraknya
berbagai macam klinik kecantikan diantaranya adalah Klinik kecantikan estetika Aleena
Skin Clinic, Natasha Skin Centre, MsGlow Clinic, Benings Clinic Erha, dan Larissa yang
menjanjikan produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen.

Klinik Kecantikan adalah satu sarana pelayanan kesehatan rawat jalan yang
menyediakan jasa pelayanan medik (konsultasi, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan
medik) untuk mengatasi berbagai kondisi/penyakit yang terkait dengan kecantikan
(estetika penampilan) seseorang, yang dilakukan oleh tenaga medik (dokter, dokter gigi,
dokter spesialis dan dokter gigi spesialis) sesuai keahlian dan kewenangannya (Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman
Penyelenggaraan Klinik kecantikan estetika Indonesia, (Departemen Kesehatan, Jakarta,
2007).

Hukum akan dipertahankan oleh manusia manakala hukum tersebut mampu berperan
dalam tugasnya memandu serta melayani masyarakat, sehingga tidak berlebihan jika
fungsi utama dari hukum itu adalah memberikan keadilan. Keadilan berasal dari kata adil,
yang berarti tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil artinya
memberikan kepada seseorang apa yang menjadi haknya. Adil, tidak mengizinkan untuk
mengambil lebih banyak daripada bagiannya. Sebaliknya, yang tidak adil adalah mereka
yang mengambil lebih banyak daripada bagiannya. “Bagian” adalah apa yang kita kenal
sebagai “hak”. Dari hal ini dapat dipahami bahwa perlu adanya pikiran dalam diri manusia
(faktor eksternal dan internal) yang mendorong orang tersebut untuk melakukan hal yang
adil sehingga ia mendapatkan hal yang sama pula dari orang lain.

Teori keadilan Adam Smith mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi
dari kerugian (the end of justice is to secure from injury). Ukuran keadilan, keseimbangan
antara hak dan kewajiban memainkan peranan penting dalam setiap pilar hukum
sehingga di dalam menyusun formulasi keadilan hak dan kewajiban akan disertakan
(Munir Fuady, 2009).

Teori keadilan kontemporer seperti yang dikemukakan oleh John Rawls, menyebutkan
keadilan sebagai fairness. Sebagai penganut realisme hukum, John Rawl menganggap
perlu adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Ukuran dari keseimbangan itulah yang disebut keadilan. Ini menunjukkan bahwa John
Rawls mengusung keadilan sebagai wujud dari dua hal yaitu tentang “kebebasan dasar
yang sama” dan “prinsip pembagian yang sama”.

Teori keadilan ini, bersifat akomodatif terhadap kepentingan sosial, dan didapatkan
melalui kerjasama di dalam masyarakat. Setiap orang harus diberikan kebebasan yang
berlaku bagi semua orang. Kebebasan ini menjadikan munculnya kompetisi terbuka,
sehingga potensi permasalahan muncul karena setiap orang ingin memenangkan
kompetisi dan memenuhi kebutuhannya. Kegagalan dalam berkompetisi itu bisa saja
disebabkan adanya kondisi yang vulnerable, sehingga tak cukup peluang untuk eksis,
atau memang pada keadaaan dimana orang tidak mampu, tidak memiliki keahlian,
sehingga dalam beberapa keadaan menyebabkan unfairness. Justice dipakai untuk
memberikan afirmasi pada pihak yang menuntut eksistensi pada unfairness yang pada
akhirnya juga menjadi diskriminatif dalam pencarian keadilan.

Masyarakat adalah suatu bentuk kerja sama, tetapi juga kompetitif. Pencarian keadilan
ditempuh dengan dua prinsip yang harus seimbang yaitu prinsip kebebasan yang sama
dan ketidaksamaan di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan Cicero yang
mengatakan Ubi societas ini ius, artinya di mana ada masyarakat di situ ada hukum.
Hukum ini adalah wujud kesepakatan yang dibuat oleh individu yang mengikat diri
menjadi masyarakat. Ikatanikatan, consensus dan komitmen yang tercipta dalam
hubungan social di masyarakat ini menghasilkan hukum sehingga conflict of human
interest dapat dihindarkan. Roscoe Pond, penganut teori sociological yurisprudence,
berpendapat bahwa hukum berfungsi untuk menjamin keterpaduan sosial dan perubahan
tertib sosial dengan cara menyeimbangkan conflict of human interest tersebut dengan
menyeimbangkan antara kepentingan individual dan sosial (publik).

John Locke mengemukakan tentang adanya hak dasar yang penting dalam pencapaian
keadilan, yaitu hak hidup dan mempertahankan diri. Immanuel Kant, berbicara tentang
peran etika yang didasari tiga hal yaitu otonomy, categorial imperative, dan rasionality.
Ketiga peran ini hanya diketahui sebagai kata hati dalam upaya mencapai keadilan. HLA
Hart menyatakan bahwa kesamaan merupakan prima facie bagi manusia. Tetapi Hart
menolak bahwa prima facie diartikan sebagai keharusan untuk memperlakukan manusia
setara. Adil dan tidak adil merupakan bentuk kritik moral yang spesifik, berkaitan dengan
kewajaran (fairness). Henry Hazlitt berkesimpulan bahwa keadilan menjadi inti dari
tuntutan kesamaan perlakuan itu lebih mengandung makna proporsionalitas daripada
makna kesamaan.
Elaborasi teori keadilan menghasilkan kesimpulan bahwa keadilan menuntut kebebasan,
kesamaan, dan hak-hak dasar lainnya yang diselaraskan dan melindungi umat manusia
untuk mendapatkan sebanyak mungkin sesuai kebaikan umum. Pencarian keadilan
dalam pandangan Sudjito, bahwa pada kehidupan negara modern, keadilan diatur dalam
pola kehidupan yang serba rasional, atomistis (terpilah-pilah), mekanistis, bahkan
reduksionistis. Hukum modern dikatakan bersifat reduksionistis karena apa yang diatur,
dikendalikan dan diadili hanya terbatas pada hal yang rasional, fisik dan pasti. Sementara
itu untuk hal-hal yang irasional, metafisis, teologis, gaib, telah dinafikan dan dibuang dari
wacana pembicaraan maupun praktek hukum modern.

Teori keadilan bermartabat adalah suatu ilmu, dalam hal ini ilmu hukum. Sebagai suatu
ilmu hukum, cakupan atau scope dari teori keadilan bermartabat dapat dilihat dari
susunan atau lapisan dalam ilmu hukum yang meliputi filsafat hukum (philosophy of law)
ditempat pertama, lapisan kedua terdapat teori hukum (legal theory), lapisan ketiga
terdapat dogmatika hukum (jurisprudence), sedangkan susunan atau lapisan yang
keempat terdapat hukum dan praktik hukum (law and legal practice).

Teori keadilan bermartabat berasal-usul dari tarik menarik antara lex eterna (arus atas)
dan volksgeist (arus bawah), dalam memahami hukum sebagai usaha untuk mendekati
pikiran Tuhan menurut sistem hukum berdasarkan Pancasila. Teori keadilan bermartabat
menggunakan pendekatan hukum sebagai filsafat hukum, teori hukum, dogmatik hukum
maupun hukum dan praktik hukum, berdialektika secara sistematik. Tujuan dari keadilan
bermartabat yaitu menjelaskan apa itu hukum. Tujuan hukum dalam teori keadilan
bermartabat menekankan pada keadilan, yang dimaknai sebagai tercapainya hukum
yang memanusiakan manusia. Keadilan dalam pengertian membangun kesadaran bahwa
manusia itu adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mulia, tidak sama dengan
pandangan Barat, misalnya yang dikembangkan oleh Thomas Hobbes, bahwa manusia
itu adalah hewan, hewan politik, serigala, yang siap memangsa sesama serigala dalam
kehidupan, termasuk kehidupan berpolitik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya.

Keadilan bermartabat adalah suatu teori hukum atau apa yang dikenal dalam literature
berbahasa Inggris dengan konsep legal theory, jurisprudence atau philosophy of law dan
pengetahuan mengenai hukum substansif dari suatu sistem hukum. Teori keadilan
bermartabat mengungkap pula semua kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku di
dalam sistem hukum, dalam hal ini sistem hukum yang dimaksud yaitu sistem hukum
positif Indonesia; atau sistem hukum berdasarkan Pancasila.
Sistem Hukum Pancasila adalah sistem yang bermartabat, karena berbasis pada jiwa
bangsa (volksgeist). Pancasila sebagai etika positif yang menjadi sumber dari segala
sumber hukum, jiwa bangsa (volksgeist) telah berisi kelengkapan yang dibutuhkan untuk
penyelenggaraan negara. Sebagai etika positif, Pancasila berisi etik, nilai-nilai tertinggi
dan dijunjung tinggi (values and virtues), termasuk etika politik, sebagai landasan moral,
yang pada dasarnya diharapkan bukan semata-mata mencerahkan, tetapi memberikan
jalan bagi perjalan kehidupan suatu bangsa dan negara.

Teori Keadilan Bermartabat sebagai legal theory atau teori hukum, adalah suatu sistem
filsafat hukum yang mengarah seluruh kaidah dan asas atau substantive legal disciplines.
Termasuk di dalam substantive legal disciplines yaitu jejaring nilai (value) yang saling
terikat, dan mengikat satu sama lain. Jejaring nilai yang saling kait-mengkait itu dapat
ditemukan dalan berbagai kaidah, asas-asas atau jejaring kaidah dan asas yang inheren
di dalamnya nilai-nilai serta virtues yang kaitmengkait dan mengikat satu sama lain itu
berada.

Teori Keadilan Bermartabat, disebut bermartabat karena teori dimaksud merupakan suatu
bentuk pemahaman dan penjelasan yang memedai (ilmiah) mengenai koherensi dari
konsep-konsep hukum di dalam kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku serta doktrin-
doktrin yang sejatinya merupakan wajah, struktur atau susunan da nisi serta ruh atau roh
(the spirit) dari masyarakat dan bangsa yang ada di dalam sistem hukum berdasarkan
Pancasila, yang dijelaskan oleh teori keadilan bermartabat itu sendiri.

Keadilan bermartabat sebagai suatu grand theory hukum memandang Pancasila sebagai
postulat dasar tertinggi, yaitu sebagai sumber dari segala sumber inspirasi yuridis untuk
menjadikan etika politik (demokrasi), khususnya etika kelembagaan Penyelenggaraan
Pemilu sebagai manifestasi paling konkret dari demokrasi yang dapat menciptakan
masyarakat bermartabat. Dengan begitu hukum mampu memanusiakan manusia; bahwa
hukum (termasuk kaidah dan asas-asas yang mengatur etika penyelenggaraan Pemilu,
berikut penegakannya) seluruhnya sebagai suatu sistem memperlakukan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan menurut hakikat dan tujuan hidupnya.

Dikemukakan, bahwa: Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang mulia sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana tercantum dalam sila ke-2 Pancasila, yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam sila itu terkandung nilai pengakuan terhadap
harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajibannya serta manusia juga
mendapatkan perlakuan yang adil dari manusia lainnya, dan mendapatkan hal yang sama
terhadap diri sendiri, alam sekitar dan terhadap Tuhan.

Teori Kedilan Bermartabat, atau Keadilan Bermartabat (dignified justice) berisi


pandangan teoretis dengan suatu postulat bahwa semua aktivitas dalam suatu negara itu
harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pancasila, dalam
perspektif keadilan bermartabat adalah peraturan perundangan yang tertinggi, sumber
dari segala sumber hukum. Dikatakan peraturan perundangundangan yang tertinggi
karena dalam perspektif keadilan bermartabat, Pancasila itu adalah Perjanjian Pertama.
Mereka yang belajar hukum memahami hal ini dalam ungkapan pacta sut servanda
(perjanjian itu adalah undang-undang mengikat sebagaimana layaknya undang-undang
bagi mereka yang membuatnya). Sebagai suatu undang-undang, maka undang-undang
itu dapat dipaksakan, bagi mereka yang tidak mau mematuhi dan melaksanakannya.

Sebagai sumber dari segala sumber hukum, maka dalam perspektif keadilan
bermartabat, semua peraturan perundangan dan putusan hakim di Indonesia merupakan
derivasi (“belahan jiwa”) dari Pancasila. Dengan perkataan lain, semua peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap itu adalah
Pancasila juga, karena sejiwa dengan Pancasila, tidak bertentangan dengan Pancasila,
tidak melawan Pancasila.

Kaitan Pelayanan Klinik Kecantikan dengan keadilan bermartabat:


Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9/ Tahun 2014 tentang Klinik, menyebutkan
bahwa: “Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang
tenaga medis ”. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
9/ Tahun 2014 tentang Klinik, membedakan klinik menjadi klinik pratama dan klinik
utama.

Klinik kecantikan estetika adalah satu fasilitas pelayanan kesehatan (praktik dokter
perorangan atau berkelompok) yang bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa
pelayanan medis seperti konsultasi, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis.
Untuk mengatasi berbagai kondisi yang terkait kecantikan (estetika penampilan)
seseorang yang dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan kewenangannya .
Keadilan Bermartabat Dalam Penyelenggaraan Klinik Kecantikan di Indonesia Aspek
keadilan diperlukan dalam pelayanan dan pelaksanaan perlindungan hukum pasien klinik
kecantikan estetika berdasarkan hak konstitusional warga negara, yang di dalamnya
terkandung asas keadilan bagi pemenuhan hak konstitusional warga negara sebagai
pasien yang menjalani pelayanan di klinik kecantikan estetika, hak pemilik dan
penyelenggara klini kecantikan serta pemerintah selaku pembuat kebijakan dan
pengawas penyelenggaraan klinik kecantikan. Makna kata “adil“ dalam tulisan ini yaitu
memberikan apa yang menjadi hak setiap orang secara proporsional dengan menjunjung
tinggi kesamaan harkat dan martabat manusia dan tidak mengorbankan harkat dan
martabat manusia itu untuk alasan kepentingan atau kemanfaatan yang lainnya.

Penyelenggaraan Klinik Kecantikan di Indonesia terkait dengan beberapa pihak,


diantaranya Pemerintah, Pihak pemilik klinik kecantikan penyelenggara pelayanan klinik
kecantikan dan pasien. Keadilan sosial bagi negara dan pemerintah bertanggungjawab
pemerintahan untuk legalitas klini kecantikan, pemberi ijin dan pengawas klinik
kecantikan dan penarik pajak dari klinik kecantikan estetika. Pemerintah
bertanggungjawab terkait pelayanan barang dan jasa di klinik kecantikan estetika, mulai
dari pasien datang, konsultasi dokter, tindakan, pemberian obat dan produk dari klinik
kecantikan dan perawatan pasca tindakan.

Pengawasan yang harus dilakukan pemerintah terkait dengan :


(a) Perijinan;
(b) Pelayanan;
(c) Penggunaan zat kimia dan alat
(d) Perijinan barang dan jasa terkait dengan BPOM dan MUI;
(e) Perijinan dokter pelayanan tindakan di klinik.;
(f) Evaluasi rutin tahunan bagi penyelenggaraan pelayanan di klinik kecantikan estetika.

Keadilan bermartabat bagi Pihak pemilik klinik kecantikan estetika, yaitu pemenuhan hak
dan kewajiban terkait legalitas pelaksanaan hak dan kewajiban klinik kecantikan,
kewenangan terkait hak kepemilikan dan merek dari klinik kecantikan estetiknya. Selaku
pemilik klinik kecantikan bertanggungjawab atas legalitas, kualitas pelayanan klinik
kecantikan estetika dan perlindungan pasien sejak datang hingga perawatan pasca
tindakan dan pemakaian barang dan jasa di klinik.
Keadilan bermartabat bagi Penyelenggara pelayanan klinik kecantikan pemenuhan hak
dan kewajiban terkait pemberi pelayanan barang dan jasa secara langsung dan tidak
langsung berwenang terkait legalisasi klinik, tindakan, tenaga medis, beautycian,
karyawan dan pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelayanan di klinik.

Keadilan bermartabat bagi Pasien, pemenuhan hak dan kewajiban terkait selaku
penerima layanan barang dan jasa. Keadilan bagi pasien adalah ketika pasien datang
dan mengeluarkan biaya untuk perawatannya, pasien mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan legalitas, standar pelayanan medis dan perlindungan hukum pasien.

Keadilan bermartabat ini meliputi perlindungan hak dan kewajiban pada pelayanan di
klinik kecantikan estetika di Indonesia dalam hal keadilan sosial memperoleh hak jaminan
perlindungan dan kepastian hukum sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 Pasal
28D ayat 1 yaitu dan 28H ayat 1 terkait hak kesehatan serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Sebagai upaya untuk memenuhi keadilan bagi pasien, maka
pemerintah berkewajiban untuk pemenuhannya dengan Instrumen hukum dan lembaga
negara yang berwenang pada tahapan perijianan, penyelenggaraan, pembinaan,
pengawasan, monitoring dan evaluasi dalam penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.
Sedangkan klinik kecantikan estetika berkewajiban memenuhi perlindungan hukum
terhadap kesalahan, resiko, produk dan profesional.

Berdasarkan pemaparan diatas, saya menyimpulkan ada beberapa aspek yang dapat
diperhatikan dalam mengaitkan pelayanan kesehatan di klinik kecantikan dengan teori
keadilan bermartabat:

1. Aksesibilitas: Klinik kecantikan harus memastikan bahwa layanan mereka dapat


diakses oleh berbagai kalangan masyarakat, tanpa diskriminasi. Ini termasuk
menyediakan informasi yang mudah dimengerti tentang perawatan yang ditawarkan,
biaya yang terlibat, serta memberikan opsi pembayaran yang sesuai dengan berbagai
lapisan ekonomi.

2. Informasi yang Jujur: Pasien memiliki hak untuk memahami dengan jelas prosedur
yang akan dilakukan, risiko yang terkait, hasil yang realistis, dan semua informasi yang
relevan sebelum mereka memutuskan untuk menjalani perawatan. Klinik kecantikan
harus memberikan informasi yang jujur dan akurat kepada pasien, tanpa memberikan
harapan palsu atau menyembunyikan informasi penting.

3. Inform Consent: Pasien harus memberikan inform consent yang sesuai sebelum
menjalani prosedur apa pun. Ini berarti mereka harus memiliki pemahaman yang
memadai tentang apa yang akan dilakukan pada mereka dan konsekuensinya.

4. Kesetaraan Perlakuan: Klinik kecantikan harus memperlakukan semua pasien dengan


kesetaraan, tanpa memandang status sosial, gender, atau faktor lainnya. Semua pasien
harus diperlakukan dengan rasa hormat dan martabat.

5. Kualitas Layanan: Pelayanan kesehatan di klinik kecantikan harus memenuhi standar


kualitas yang tinggi. Hal ini mencakup kompetensi tenaga medis atau profesional,
penggunaan peralatan yang aman dan terjamin, serta pematuhan terhadap pedoman
medis dan etika.

6. Privasi dan Kerahasiaan: Klinik kecantikan harus menjaga privasi dan kerahasiaan
pasien dengan cermat. Informasi pribadi pasien, catatan medis, dan hasil perawatan
harus dijaga dengan aman dan hanya diakses oleh pihak yang berwenang.

Dalam kesimpulannya, pelayanan kesehatan di klinik kecantikan haruslah mencerminkan


prinsip-prinsip keadilan bermartabat. Keadilan diperlukan dalam pelayanan dan
pelaksanaan perlindungan hukum pasien klinik kecantikan estetika bagi pemenuhan hak
konstitusional warga negara sebagai pasien yang menjalani pelayanan di klinik
kecantikan estetika, hak pemilik dan penyelenggara klinik kecantikan serta pemerintah
selaku pembuat kebijakan dan pengawas penyelenggaraan klinik kecantikan. Ini akan
membantu memastikan bahwa setiap pasien diperlakukan dengan hormat, adil, dan
memperoleh perawatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan hak mereka.

Anda mungkin juga menyukai