Anda di halaman 1dari 2

Nama : Moh. Isra Indrama A.

Rasyid

Nim : A25120017

Kelas : C

KAB BUOL
Merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, yang mana suku
aslinya dinamakan suku Buol. Di Buol memiliki beragam adat istiadat yang sampai
sekarang masih terjaga dengan baik. Salah satunya adalah istana Kerajaan dan
Gnunung yang dihormati, masyarakat Buol menyebutnya gunung Pogogul. Yakni
salah satu gunung yang berada di Kab Buol, yang dikeramatkan oleh masyarakat Kab
Buol. Dalam kisahnya di ceritakan bahwa gunung ini merupakan kapal Nabi Nuh
yang waktu itu karam. Nama Buol di ambil dari bahasa Portugis yakni Bvuoy yang
artinya kabut/tak terlalu Nampak, hal ini terjadi dikisahkan, bahwa pada zaman
kolonialisme dahulu para penjajah yang ingin menjajah wilayah Buol mereka saat
mendekati wilayah Buol tempat tujuan mereka tiba-tiba berkabut dan bahkan objek
tempat itu tidak dapat terlihat oleh mata, pada saat itu kapten kapal mengtakan
“bvuoy bvuoy” yang artinya berkabut. Maka daerah itu dinamakan Bvuoy yang
kemudian di sederhanakan menjadi Buol. Bahasa daerah Buol bukanlah bahasa asli
melainkan campuran dari berbagai bahasa. Bahkan bahasa Jepang dan Inggris banyak
yang memiliki persamaan dengan bahasa Buol. Contohnya dalam bahasa Inggris kita
mengenal kata “Ball” yang berarti bola inipun sama dengan bahassa Buol bahwa
“ball” itu adalah bola. Pada zaman dahulu ada sebuah ritual kebudayaan yang
sekarang telah dihilangkan karena tidak sesuai dengan norma agama, terkhususnya
agama Islam. Karena mayoritas penduduk Kab Buol adalah muslim. Ritual ini
dinamakan “sapua rabaa” yakni salah satu ritual menghantarkan sesajen berupa
makanan yang di antarkan ke tengah laut, dengan tujuan memberikan makan kepada
penghuni laut dan meminta keberkahan atasnya. Problematika kebudayaan di Kab
Buol yang paling jelas adalah sikap merendahkan orang lain. Apalagi jika orang itu
merupakan keluarga bangsawan kerajaan di Buol, karena walaupun sistem kerajaan
sudah dihilangkan di Indonesia, bagi masyarakat Buol hal ini akan selalu ada. Dan
tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai penulis dan bukanlah bermaksud untuk
menyinggung sistem kasta, saya sebagai penulis termasuk dalam keluarga dua
bangsawan yakni keluarga kerajaan Buol dan Gorontalo. Namun menurut saya sistem
ini hanyalah sebagai label saja, saya tidak menyukai sistem kasta karena saya tahu
bahwa hal ini bertentangan dengan Norma kesusilaan. Pada zaman dahulu
kebanyakan keluarga kerajaan mereka menganggap orang non keluarga bangsawan
hanyalah orang-orang rendahan. Namun hal ini telah mendapat teguran keras dari
“madika” atau Raja buol. Yang menegaskan hal ini tidak boleh lagi diterapkan, kita
semua sama hanyalah makhluk lemah yang berhamba pada Raja sebenarnya yakni
Tuhan. Itulah pemecahan masalah dalam salah satu problematika kebudayaan di Kab
Buol.

Anda mungkin juga menyukai