Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EVOLUSI

“EVOLUSI INVERTEBRATA”

Dosen Pengampu : Dian Rachmawati, M. Si.

Kelompok 2

Helen Atmisuri (2224170060)

Ayu Rizqi Maulidah (2224170062)

Nabila Fitriani Derajat (2224170063)

Rizka Nur Fadhilah (2224170065)

Ita Nurlaita (2224170096)

Dessy Fitriani (2224170097)

Mita Khairun Najah (2224170101)

Kelas 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
EVOLUSI INVERTEBRATA

Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariska


n suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-p
erubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, da
n seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwaris
kan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu p
opulasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat
yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun tra
nsfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara
seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yan
g dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-
perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hany
utan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terw
aris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjad
i lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjad
i lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntu
ngkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada
generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini. Setelah b
eberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang ter
jadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam. Sementara itu, hanyut
an genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang
menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genet
ik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu ind
ividu bertahan hidup dan bereproduksi.

Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil,
perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial p
ada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yan
g baru. Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme
yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek
moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi
yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan meng
uji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanek
aragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pad
a pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu. Namun, m
ekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publika
si tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan de
ngan detail teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti
oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori sel
eksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintes
is evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme
evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset
yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah me
njadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih men
yeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi. (Anshory, 2009)

Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namu


n sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun de
mikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang tel
ah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Da
rwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas k
omunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi. (Anshor
y, 2009)

Teori evolusi yang dikemukakan oleh para ahli evolusi tidak terlepas dari
peranan berkembangnya zaman, tiap-tiap perubahan suatu teori dimunculkan dari
beberapa teori yang sebelumnya dapat dibantah oleh para ahli yang telah melakuk
an penelitian terkait dengan evolusi yang dengan perubahan yang terjadi di alam s
emesta ini. salah satu contoh yaitu terbantahnya teori Darwin oleh teorinya Harun
Yahya, Darwin menyatakan bahwa makhluk hidup yang ada dimuka bumu ini bes
erta isinya ada dengan sendirinya, teori ini dapat dibantah oleh Harun Yahya deng
an membuktikan bahwa alam semesta beserta isinya tidak terjadi dengan sendiriny
a namun ada yang menciptakan. (Anshory, 2009)
A. Pengenalan Hewan
1. Karakter Hewan dan Rangka Tubuh
Hewan mempunyai banyak keanekaragaman yang terbentang jauh melebihi m
anusia, anjing, kucing ikan, burung, serta hewan-hewan lainnya. Menurut para ahl
i biologi jumlah hewan yang telah diidentifikasi berjumlah 1,3 juta spesies yang m
asih ada. Mendefinisikan karakteristik hewan tidaklah mudah karena ada banyak p
engecualian-pengecualian terhadap hampir semua kriteria yang digunakan untuk
membedakan hewan dari bentuk-bentuk kehidupan yang lain. Akan tetapi jika dit
ilik dari bersama-sama mengenai berbagai karakteristiknya maka akan dapat dikel
ompokkan dalam beberapa kelompok (Campbell et.al, 2014).
Karakteristik hewan yang paling umum dikenal adalah kemampuannya untuk
bergerak dan memakan organisme lain sebagai sumber energinya (heterotrof). Sel
ain itu, sel tubuhnya multiseluler dan tidak mempunyai dinding sel seperti halnya
tumbuhan (Pipit, 2008).
Pada Al-Qur’an surat An-Nur ayat 45 yang isinya menyatakan bahwa seluruh
binatang yang melata di permukaan bumi ini, Allah jadikan dari air. Binatang mel
ata yang dalam ayat ini disebut Daabbat berarti merangkak dengan perutnya seper
ti perumpamaan untuk hewan sejenis ular dan serangga yang halus-halus. Ada jug
a kalimat wa minhum may yamsyi ‘alarijlain yang berarti ‘ada yang berjalan atas
dua kaki, seperti manusia dan burung termasuk ayam, bebek dan angsa. Serta ada
pula yang berjalan atas empat kaki seperti halnya sapi, kerbau dan masih banyak h
ewan lainnya yang dapat dijadikan contoh nyata berdasarkan gambaran dari ayat a
l-qur’an tersebut (Muttaqien, 2019).

Tabel Karakteristik Hewan Invertebrata dan Vertebrata

Kelompok
Spesies Simetri Pencernaa Sirkulas
Filum Hewan Perwakila Organisasi
Hidup Tubuh n i
n
Placozoa 1 Sel yang be Asimetr Ekstraselule Difusi
Placozoa
rhubungan i r
Spons 8.000 Sel yang be Asimetr Intraseluler Difusi
Porifera
rhubungan i
Anemon, u 11.000 2 lapis jarin Radial Usus seperti Difusi
Cnidaria
bur – ubur gan kantung
Platyhelminthe Planaria, ca 15.000 2 lapis jarin Bilatera Usus seperti Difusi
s cing pita gan l kantung
Polychaeta, 15.000 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
Anelida lintah, caci gan l p ertutup
ng tanah
Siput, kera 110.000 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Terbuka,
Mollusca
ng, gurita gan l p tertutup
Rotifera 2.150 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Difusi
Rotifera
gan l p
Beruang ai 950 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Difusi
Tardigrada
r gan l p
Cacing kre 20.000 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
Nematoda mi, cacing gan l p ertutup
tambang
Laba – lab 1.130.00 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
a, kepiting, 0 gan l p erbuka
Arthropoda
kaki seribu,
serangga
Bintang lau 6.000 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
Echinodermata
t, bulu babi gan l p erbuka
Chordata i 2.100 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
nvertebrate gan l p ertutup
Chordata
Vertebrata 4.500 3 lapis jarin Bilatera Usus lengka Sistem t
gan l p ertutup

2. Variasi pada Rangka Tubuh Hewan


a. Simetri Tubuh
Berdasarkan simerti tubuhnya, hewan dapat dibedakan menjadi
hewan asimetris, simetri radial dan simerti bilateral.
 Hewan asimetri tidak memiliki simetri tertentu sehingga
jika dibelah tidak akan mendapan satupun potongan yang
serupa.
 Hewan bersimetri radial, jika dipotong pada titik hewan
tersebut akan menghasilkan beberapa bagian tubuh yang
serupa. Adalah hewan yang memiliki lapisan tubuh
melingkar (bulat). Hewan dengan simetri radial hanya
memiliki dua bagian, yaitu bagian puncak (oral) dan
bagian dasar (aboral). Hewan yang bersimetri radial
disebut sebagai radiata, hewan yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain porifera, cnidaria, dan
echinodermata.
 Hewan bersimetri bilateral dapat dibelah menjadi dua
bagian yang sama persis (Pipit, 2008). Adalah hewan yang
bagian tubuhnya tersusun bersebelahan dengan bagian
lainnya. Jika diambil garis memotong dari depan ke
belakang, maka akan terlihat bagian tubuh tubuh yang
sama antara kiri dan kanan. Hewan yang bersimetri
bilateral selain memiliki sisi puncak (oral) dan sisi dasar
(aboral), juga memiliki sisi atas (dorsal) dan sisi bawah
(ventral), sisi kepala (anterior) dan sisi ekor (posterior),
serta sisi samping (lateral).
b. Lapisan Germinal
Lapisan germinal adalah jumlah lapisan dalam tubuh hewan. Pada
umumnya hewan mempunyai tiga lapis jaringan, yaitu jaringan
ektoderm, mesoderm dan endoderm. Dengan adanya jumlah lapisan
germinal maka dapat ditentukan apakah suatu hewan melakukan
respirasi, indra dan pencernaan diatur di tingkat jaringan atau di
tingkat organ.
 Ektoderm merupakan lapisan terluar yang menutupi
permukaan embrio. Ektoderm akan berkembang menjadi
penutup luar tubuh hewan dan pada hewan anggota filum
tertentu, ektoderm akan menjadi sistem saraf pusat.
 Mesoderm terletak di antara ektoderm dan endoderm.
Mesoderm akan menjadi otot dan organ lainnya yang
terletak diantara saluran pencernaan dan penutup luar
tubuh.
 Endoderm merupakan lapisan terdalam dan menutupi
saluran pencernaan yang sedang berkembang (arkenteron).
Endoderm akan berkembang menjadi saluran pencernaan,
hati, dan paru-paru pada Vertebrata.

Hewan yang tubuhnya terdiri atas dua lapis jaringan disebut


dengan hewan diploblastik. Sedangkan hewan yang terdiri dari tiga
lapis jaringan disebut dengan hewan triploblastik. Perbedaan jumlah
lapisan germinal pada hewan akan menyebabkan bentuk rongga pada
hewan berbeda-beda. Jenis-jenis rongga tubuh pada hewan yaitu
aceolomata, pseudocelomata dan coelomata.

 Aselomata, yaitu hewan yang belum mempunyai rongga


tubuh, artinya tubuhnya padat tanpa rongga antara usus
dan tubuh terluar. Pada hewan semacam ini mesoderm
membentuk struktur yang kompak sehingga selom (rongga
tubuh) tidak terbentuk. Contoh Aselomata, yaitu
Platyhelminthes atau cacing pipih.
 Pseudoselomata. Hewan semacam ini mempunyai rongga
tubuh semu, mesodermnya belum membentuk rongga
yang sesungguhnya karena mesodermnya belum terbagi
menjadi lapisan dalam dan lapisan luar. Rongga yang
terbentuk berisi cairan yang memisahkan alat pencernaan
dengan dinding tubuh bagian luar. Hewan yang termasuk
Pseudoselomata adalah Rotifera dan Nematoda (cacing
gilig).
 Selomata. Pada hewan semacam ini, mesoderm dipisahkan
oleh rongga tubuh yang terbentuk menjadi dua lapisan,
yaitu lapisan dalam dan lapisan luar. Kedua lapisan
tersebut mengelilingi rongga dan menghubungkan antara
dorsal dan ventral membentuk mesenterium. Mesentrium
berfungsi sebagai penggantung organ dalam. Hewan
Selomata meliputi Annelida sampai Chordata.

c. Sirkulasi
Sistem sirkulasi pada tubuh hewan terdiri dari sikulasi terbuka
dan sirkulasi tertutup. Pada sistem sirkulasi terbuka, darah keluar dari
pembuluh dan bertukar materinya secara langsung dengan jaringan
yang dilewatinya sebelum kembali kejantung. Sedangkan pada sistem
sirkulasi tertutup, satu atau lebih jantung memompa darah melalui
sistem pembuluh yang kontinyu. Pada hewan yang belum mempunyai
sistem sirkulasi yang lengkap, gas dan nutrisi yag didapat berdifusi
langsung melalui tubuhnya.
d. Segmentasi Tubuh
Banyak hewan bilateral yang mempunyai segmen. Hewan yang
mempunyai tubuh bersegmen-segmen disebut hewan metamerik.
Sementara hewan yang tubuhnya tidak memiliki segmentasi disebut
hewan nonmetamerik. Pada umumnya, setiap segmen tubuh memiliki
struktur luar atau struktur dalam yang berbeda.

B. Asal-Usul Hewan Invertebrata


M. Muttaqien (2019) dalam Djoko T. Iskandar (2007) menyatakan bahwa,
invertebrata adalah kelompok organisme yang paling beraneka ragam, mulai
dari ubur-ubur hingga mollusca, bulu babi dan arthropoda. Evolusi
invertebrata sangat kompleks dan beraneka ragam, ditinjau dari ukuran,
bentuk spesialisasi maupun habitat yang dihuninya. Orientasi tubuh bervariasi
mulai dari yang radial simetri, bilateral simetri maupun yang tidak punya
bidang simetris
1. Menjadi Multiselular
Menurut teori koloni asal mula hewan, hewan pertama berevolusi dari
protista koloni. Choanoflagelata, protista modern yang berkerabat dekat
dengan hewan, menyediakan petunjuk. Beberapa choanoflagelata hidup
sebagai sel tunggal, sementara yang lain membentuk koloni.koloni
merupakan kelompok sel yang melakukan semua fungsi yang sama.
2. Radiasi Adaptif yang Besar
Organisme multiseluler juga memiliki satu tubuh yang tersusun dari
banyak sel yang melakukan berbagai fungsi dan tersusun dalam pola
tertentu (Muttaqien, 2019). Hewan melakukan radiasi adaptif selama masa
kambrium (542-488 juta tahun yang lalu). Kenaikan kadar oksigen dan
perubahan iklim global berperan dalam ledakan diversitas dalam masa
kambrium. Selain itu, benua super patah, pergerakan massa daratan
mengisolasi populasi sehingga meningkatkan kesempatan untuk spesiasi
alopatrik. Mutasi gen memungkinkan perubahan adaptif bentuk tubuh
sebagai respon terhadap predasi atau perubahan kondisi habitat
(Muttaqien, 2019).
David Burnie (1999) menjelaskan mengenai hewan pertama kali
muncul sekitar satu milyar tahun yang lampau. Selama pembagian besar
waktu tersebut, semua hewan memiliki tubuh yang lunak sehingga
meninggalkan sedikit jejak keberadaan mereka. Namun, selama zaman
kambrium (mulai sekitar 570 sampai 500 juta tahun silam) semuanya
berubah, ketika hewan-hewan mendadak mengalami ledakan evolusi yang
luar biasa. Selama zaman kambrium, semua filum hewan yang ada pada
saat sekarang muncul, bersamaan dengan banyak filum lainnya yang
muncul seketika dan kemudian menghilang. Di dalam laut-laut zaman
kambrium, spons, krustasea, dan moluska hidup bersama dengan makhluk-
makhluk yang tak lazim seperti hewan anomalokariida, amiskwiida, dan
rotadiskida, yang punah tanpa meninggalkan penerus yang dapat dikenali.
Banyak ahli biologi meyakini bahwa oksigen terlibat dalam perubahan
tersebut. Oksigen bersifat sangat reaktif. Ketika gas ini menjadi tersedia
luas, sel-sel yang dapat mempergunakannya mampu membebaskan energi
jauh lebih cepat sehingga memungkinkan mereka untuk hidup secara jauh
lebih aktif. Hal tersebutlah yang mungkin telah memacu terjadinya
ledakan kambrium. Dengan bantuan oksigen, evolusi hewan menjadi
selangkah lebih maju dan memungkinkan pula hewan-hewan menjadi
lebih besar dan lebih berenergi. Kompetisi demi kesintasan menghasilkan
senjata-senjata perlindungan dan kerangka luar yang keras, yang kemudian
menjadi banyak fosil kambrium yang bertahan hingga sekarang.
Neil A. Campbell (2014) pun menyatakan bahwa sebelum ledakan
kambrium, semua hewan besar memiliki tubuh yang lunak. Fosil-fosil
hewan pra-kambrium yang bertubuh besar menunjukkan sedikit bukti
tentang predasi.
3. Hubungan dan Klasifikasi
Hewan telah dikelompokkan secara tradisional berdasarkan morfologi
dan pola perkembangan. Klasifikasi tradisional memusatkan pada
kepemilikan rongga tubuh dan karakter rongga ini. hewan yang memiliki
embrio tiga lapis (tripoblastik) dibagi menjadi tiga kelompok yaitu hewan
acoelomate, coelomate, dan pseudocoelomate. Semua hewan dengan
embrio tiga lapis ini dalam klasifikasi modern ditempatkan menjadi
kelompok protostoma atau deuterostoma. Dalam protostoma, terdapat dua
silsilah yaitu Ecdysozoa dan Lophotrochozoa. Ecdysozoa meliputi hewan
yang mengganti (molt) secara periodik suatu penutup tubuh ketika
bertumbuh. Sementara Lophotrochozoa meliputi hewan yang tidak
berganti penutup tubuh dan memiliki karakter uniknya sendiri (Muttaqien,
2019).

C. Invertebrata Berstruktur Sederhana

1.   Placozoa
Pada filum placozoa satu-satunya spesies yang diketahui yaitu Trichoplax
adhaerens.  Spesies tersebut pertamakali ditebukan oleh seorang ahli zoologi
dari Jerman yang bernama Franz Eilhard pada akhir abad ke-19.  Trichoplax
adhaerens berasal dari bahasa yunani yaitu Ticha berarti rambut, plax berarti
piring dan adhaerens yang berarti tongkat. Atau dapat diartikan sebagai piring
berbulu lengket (Eitel, 2013). Spesies ini tidak terlihat seperti hewan pada
umumnya karena terdiri dari beberapa ribu sel yang tersusun dalam lempeng
berlapis ganda. Trichoplax dapat bereproduksi dengan cara membelah menjadi
dua individuatau bertunas, melepaskn banyak individu multiseluler (Campbell
et.al, 2014).
Berdasarkan perbandingan urutan gen menunjukan bahwa Trichoplax
adhaerens berkerabat dekat dengan Choanoflagelata. Genomnya paling kecil
diantara kebanyakan hewan yang diketahui. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa placozoa mewakili cabang awal pohon kerbat
hewan (Muttaqien, 2019).
2.   Spons
Spons (filum Porifera) mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dari
filum lainnya. Porifera asimetri dan tidak mempunyai jaringan tubuh ataupun
coelom (acelomata) meski merupakan hewan multiseluler. Spons umumnya
ditemukan di laut. Filum porifera terdiri atas 5000 spesies yang hidup di laut,
batu-batuan, cangkang, dan coral, 150 spesies hidup di air tawar, serta
beberapa hidup di pasir dan dasar lumpur. Hampir semua porifera terdapat di
perairan dangkal, kecuali “Glass sponge” yang hidup di laut dalam (Pipit,
2008).
Ciri khas dari filum porifera terdapat pada tubuhnya yang berpori seperti
busa atau spons sehingga porifera disebutjuga sebagai hewan spons. Pada
bagian permukaan spesies ini terdapat lapisan yang tersusun atas sel-sel
datar  tidak berflagel sedangkan pada bagian dalam dan matrix dilapisi sel
kolar berflagel (Muttaqien, 2019).
a. Reproduksi dan Penyebaran Spons
Spons umumnya bersifat hermafrodit, individu yang menghasilkan
sperma dan sel telur. Berkembang biak secara seksul dan secara aseksual.
Spons bereproduksi secara aseksual dengan tunas yang berasal dari induk
membentuk individu baru atau membentuk fragmen dan tumbuh menjadi
spons baru. Sedangkan reproduksi secara seksual dengan cara fertilisi, ziot
terbentuk dan berkembang menjadi larva bersilia.
b. Pengenalan Diri Spons
Spons menunjukkan adhesi sel dan pengenalan diri. Pada beberapa
spesies, sel individu bergabung membentuk spons setelah terpisah. Sel yang
terpisah tidak bergabung secara terpisah.
3.   Cnidaria
Cnidria dapat disebut juga dengan Coelenterata. Coelenterata diambil dari
bahasa Yunani yaitu Coelos yang berarti rongga dan entron berarti usus.
Hewan yang termasuk ke dalam filum ini mempunyai rongga besar di tengah-
tengah tubuhnya yang berguna seperti usus pada hewan-hewan dengn
tingkatan yang lebih tinggi. Rongga tersebut dinmakan dengan rongga
gastrovaskuler. Anggota filum Coelenterata berjumlah sekitar 10.000 spesies
dan semuanya hidup di perairan, terutama di perairan laut. Coelenterata
mencakup koral, ubur-ubur (Aurelia), dan hidra.
a. Karakter Umum
Cnidaria memiliki keunikan dengan adanya dua jenis bentuk tubuh, yaitu
polip dan medusa. Keduanya memiliki mulut bercincin tentakel terbuka
menuju rongga  gastro pembuluh seperti kantung yang berperan dalam
pencernaan dan pertukaran gas. Medusa memiliki bentuk tubuh seperti
lonceng atau payung dengan satu mulut yang terletak di permukaan
bawahnya, contohnya pada ubur-ubur. Polip berbentuk tabung yang
menempel di permukaan, seperti anemon laut. Medusa dan polim terdiri atas
dua jaringan yaitu epidermis yang berkembang dari ektoderm dan gastroderm
yang berkembang dari endoderm.
b. Diversitas dan Siklus Hidup
Filum Cnidaria dibedakan menjadi empat kelas, yaitu kelas Anthozoa,
Hydrozoa, Schypozoa dan Cubozoa. Anemon laut dan karang laut termasuk
kedalam kelas Anthozoa. Banyak anemon laut yang berwarna cerah dan
berbentuk seperti bunga. Tubuhnya yang tebal dan berat menyangga mulut
yang dikelilingi oleh tentakel berongga. Kelas Hydrozoa meliputi Hydra,
Obelia dan Physalia. Obelia adalah koloni polip yang dilindungi oleh
penutup berkitin yang keras. Polip memiliki nematosis dan memanjang dari
penutup untuk menangkap mangsa. Polip saling terhubung dan makan dicerna
bersama-sama oleh seluruh koloni. Koloni membesar dengan cara bertunas
secara aseksual. Scypozoa terkadang disebut sebagai ubur-ubur sejati.
Anggota kelas Scyphozoa ini hanya ada beberapa ratus spesies yang
semuanya berhabitat di perairan laut (Pipit, 2008).

D. Silsilah Invertebrata Utama


1. Cacing Pipih (Platyhelmintes)
Neil A. Campbell (2014) menyatakan bahwa cacing pipih (flatworm, filum
Platyhelminthes) hidup di habitat-habitat laut, perairan tawar, dan daratan yang
lembap. Selain bentuk yang hidup bebas, cacing pipih mencakup pula banyak
spesies parasit. Cacing pipih dinamai demikian karena mereka memiliki tubuh
kurus yang memipih secara dorsoventral (antara permukaan dorsal dan ventral).
Platyhelminthes termasuk kelompok hewan yang tidak memiliki tulang
belakang(invertebrata) pertama yang langsung dapat memperlihatkan
pembentukan lapisan dasar ketiga yaitu, mesodermis. Dengan adanya lapisan
mesodermis pada embrio inilah yang sangat membantu terbentuknya sebagian
besar sistem organ pada kelompok platyhelminthes ini dan pada
kelompokkelompok hewan lainnya. Dengan terbentuknya mesodermis dan
sistem organ yang dibantu dengan mesodermis, maka terjadilah keadaan
simetri bilateral dan akan terdapat dua daerah, yaitu anterior dan fosterior.
Tubuh bagian anterior adalah bagian tubuh yang pertama kali akan menghadapi
lingkungan pada waktu berjalan, mempunyai paling banyak alat indera
dibandingkan bagian fosterior (Suwignyo, 2005).
Fillum platyhelminthes merupakan salah satu fillum yang paling primitif
diantara semua invertebrata. Fillum platyhelminthes dapat mengalami
perubahan-perubahan bentuk, mulai dari bentuk planuloid yang diradial
menjadi bentuk bilateral yang kompleks. Kata Platyhelminthes sendiri berasal
dari bahasa Yunani, yaitu Platy: Pipih dan Helminthes: Cacing. Pada umumnya
tubuh cacing ini berbentuk pipih dorso-pentral. Filum platyhelminthes ini
sendiri memiliki 4 kelas, yaitu Turbellaria, Monogenea, Trematoda, dan
Cestoda. Namun, hanya pada kelas Turbellaria saja yang bisa hidup dengan
bebas, sedangkan pada ketiga kelas yang lain mereka hidup sebagai parasit
pada inang yang lainnya (Suwignyo, 2005).
Pertama Kelas Turbelaria Turbellaria memiliki artinya tongkat, jadi
kebanyakan orang-orang lebih sering menyebut cacing ini sendiri sebagai
cacing tongkat. Golongan cacing pada kelas ini bergerak dengan menggunakan
otot dibantu dan oleh bulu-bulu getar yang terdapat pada diseluruh permukaan
tubuh. Contoh yang paling terkenal dari kelas ini adalah Pseudobiceros
bedfordi,Pseudoceros dimidiatus, dan Planaria ( Mardiastuti, 2010).
Kedua kelas Trematoda merupakan salah satu dari beberapa kelas pada
platyhelimthes. trematoda sendiri sering disebut sebagai cacing daun, karena
memang bentuk tubuhnya hampir mirip seperti selembar daun. Tubuh
trematoda dilapisioleh sejenis kutikula tetapitidak bercilia. Trematoda
memeliki beberapa organ pencernaan yang terdiri dari mulut, faring dan
esofagus yang bercabang dua serta memiliki saluran pencernaan yang disebut
gastrovaskuler. Pada bagian mulut trematoda biasanya dilengkapi dengan alat
penghisap dan kait yang juga berfungsi untuk menghisap sari makanan dari
usus inangnya. Terdapat dua esofagus bercabang-cabang jumlahnya sangat
banyak, sehingga lebih menyerupai percambangan ranting jika diperhatikan,
Hampir seluruh golongan trematoda hidup sebagai ekoparasit maupun
endoparasit pada hewan dan manusia. Contohnya dihati domba dan dihati sapi
bahkan hati manusia. Contoh trematoda yang terkenal adalah Fasciola
hepatica, Fasciola gigantic, Paragonimus, Clonorchis sinensis, Schitosoma
manso dan Schitosoma japonicum (Mardiastuti, 2010).
Ketiga kelas Cestoda adalah golongan platyhelminthes yang paling banyak
dibicarakan, jenis cestoda yang paling terkenal adalah Taenia sollium dan
Taenia saginata. Kedua cacing ini memiliki struktur tubuh yang hampir sama,
Cuma berbedajenis hospesnya. Taenia sollium dan Taenia saginata juga sering
disebut cacing pita. Dikarenakan kedua cacing ini memiliki bentuk tubuh yang
mirip seperti pita, dan berwarna putih kekuningan. Cestoda sendiri tidak
memiliki sistem pencernaan yang khusus, karena makanan yang mereka
konsumsi akan langsung diabsorbsi dari inangnya dalam bentuk sari makanan.
Cestoda memiliki bagian tubuh yang terdiri dari bagian kepala, leher, srobila
dan tubuh yang panjang (Mardiastuti, 2010).
Keempat kelas Monogenea merupakan platyhelimnthes yang hidup
ekoparasit atau parasit yang hidup dengan cara menempel(menumpang)
ditubuh bagian luar makhluk hidup lainnya. Kebanyakan monogenea hidup
sebagai ekoparasit atau menumpang pada ikan laut dan ikan air tawar, dan
beberapa ada yang berperan sebagai ekoparasit pada amphibi, reptil, dan
avertebrata lainnya. Sebagai ekoparasit, monogenea biasanya menempel pada
permukaan tubuh, sirip, rongga mulut dan insang makhluk hidup lainnya.
Umumnya hermafrodit dan terjadi pertukaran sperma atau pembuahan sendiri
(Suwignyo, 2005).

2. Cacing bersegmen (Annelida)


Annelida berasal dari bahasa latin (kata annulus yang berarti cincin
dan oidos yang berarti bentuk), dari namanya Annelida dapat disebut sebagai
cacing yang bentuk tubuhnya bergelang-gelang atau disebut juga cacing
gelang. Annelida merupakan hewan simetris bilateral, mempunyai sistem
peredaran darah yang tertutup dan sistem saraf yang tersusun seperti tangga
tali. Pembuluh darah yang utama membujur sepanjang bagian dorsal sedangkan
sistem saraf terdapat pada bagian ventral. Annelida memiliki sistem digesti,
saraf, ekskresi dan reproduksi yang bersifat metamerik (Azhari & Nofisulastri,
2018).
Cacing-cacing yang termasuk dalam filum Annelida ini, tubuhnya
bersegmen-segmen. Mereka hidup di dalam tanah yang lembab, dalam laut,
dan dalam air tawar, pada umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup
dalam liang, beberapa bersifat komensal pada hewan-hewan aquatik, dan ada
juga yang bersifat parasit pada vertebrata. Filum Annelida atau cacing beruas
terdiri dari tiga kelas yaitu, pertama, kelas Oligochaeta atau kelompok cacing
tanah; kedua, kelas Hirudinea atau kelompok lintah; dan ketiga, kelas
Polychaeta. Kelas Oligochaeta dan Hirudinea ini hidup di darat dan air tawar,
sedangkan kelas Polychaeta terutama hidup di laut. Filum Annelida ini terdiri
dari 8700 spesies dan kelas Polychaeta sendiri diperkirakan sekitar 5.300
spesies (Yusron, 1985).
Polychaeta (Poly = banyak, Chaeta = bulu) adalah kelompok yang paling
beragam dari Annelida yang mengandung lebih dari 5.500 spesies. Mereka
sebagian besar adalah hewan laut dan dibagi secara ekologis ke dalam Errantia
dan Sedentaria tergantung pada apakah ada atau tidak mereka hidup berpindah-
pindah di dalam lubang atau hidup lebih aktif. Errantia memiliki kepala yang
dikembangkan dengan baik dan kompleks parapodia (dayung) yang dapat
digunakan untuk berenang. Errantia sring dorsoventral pipih. Kebanyakan
Polychaeta adalah gonochoristic, namun ada pula yang hermafrodit berurutan.
Reproduksi sering disertai dengan produksi segmen reproduksi khusus yang
dapat dimodifikasi, atau mungkin tidak, menjadi independen dari cacing induk
sebelum kawin. Segmen tersebut hancur atau mati selama atau segera setelah
mereka merilis gamet mereka (sperma dan ovum) (Muttaqien, 2019).
Kelas Oligochaeta Oligochaeta berasal dari bahasa Yunani yaitu oglio
yang berarti sedikit dan chaita yang berarti rambut panjang diberi nama
demikian karena sesuai dengan karakteristik tubuhna yang memiliki setae yang
relatif tersebar atau rambut kejur yang terbuat dari kitin. Kelas cacing ini
mencakup cacing tanah yang merupakan salah satu perwakilan dari Anelida
(Cambell et,.al, 2014). kelas terakhir yaitu Hirudinea atau kelompok lintah.
Kelompok ini tidak memiliki parapodium maupun seta pada segmen tubuhnya.
Sekalipun dikenal dengan nama umum lintah penghisap darah, bagian terbesar
diantaranya tidak hidup sebagai ektoparasit. Tubuhnya pipih. Metamerisme
sudah sangat tereduksi: segmen-segmen ujung anterior dan posterior
termodifikasi menjadi alat penghisap yang digunakan untuk menempel dan
bergerak.
3. Hewan dengan Mantel (Moluska)
Moluska yaitu kelompok biota di perairan laut Indonesia yang mempunyai
tingkat keragaman paling tinggi. Spesies moluska banyak hidup di daerah
ekosistem seperti karang, mangrove, dan padang lamun (Dahuri, 2003)
Moluska ialah hewan yang bertubuh lunak, nama tersebut berasal dari Bahasa
latin Molis artinya lunak dan nama tersebut digunakan pertama kali oleh
Zoologi Perancis Cuiver tahun 1798, pada saat mendeskripsikan sotong dan
cumi. Sebagian besar jenis moluska hidup di lingkungan laut, hanya sekitar
25% hidup di perairan tawar dan daratan. Pada umumnya moluska berselubung
sebuah mantel yang merupakan batas ruang mantel itu sendiri. Semua jenis
moluska selalu mempunyai massa muscular, yang biasa disebut kaki yang
bentuk dan fungsinya bervariasi menurut kelasnya masing-masing (Septiani,
2017). Moluska terbagi atas lima kelas besar yaitu : 1) Amphineura 2)
Gastropoda 3) Pelecypoda 4) Chepalopoda 5) Scaphopoda Diantara lima kelas
di atas hanya tiga yang berperan sangat penting karena memiliki arti ekonomi
yaitu: Gastropoda (jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenisjenis kerang) dan
Cephalopoda(cumi-cumi, sotong, gurita) (Nontji, 2007).

4. Rotifera 

Rotifera berasal dari bahasa Latin yang berarti "roda-pembawa" atau


“wheel-bearer” ini mengacu kepada mahkota silia yang berada disekitar mulut
rotifera tersebut. Gerakan cepat dari silia pada beberapa spesies membuat
mereka tampak berputar seperti roda. Rotifera merupakan hewan miskroskopis
yang hidup di air. Rotifera adalah hewan multiseluler dengan rongga tubuh
yang sebagian dilapisi oleh mesoderm. Organisme ini memiliki spesialisa
sisistem organ dan saluran pencernaan lengkap yang meliput imulut dan anus.
Karena karakteristik ini semua, rotifera diakui sebagai hewan, meskipun
mereka mikroskopis (Zooplankton). Sebagian besar spesies rotifera memiliki
ukuran sekitar 200 hingga 500 mikrometer. Namun beberapa spesies, seperti
Rotaria Neptunia mungkin lebih panjang dari satu milimeter (Orstan, 1999).
5. Cacing benang/gelang (Nemathelminthes)
Nemathelminthes dikenal juga dengan sebutan Aschelminthes. Berasal
dari kata Nema = benang; helmin = cacing. Jadi nemathelminthes adalah
kelompok cacing benang/gelang. Anggota kelompok cacing ini ialah berbentuk
bulat panjang serta tidak bersegmen, oleh karena itu cacing ini disebut juga
cacing gillig. Aschel= gilig/bulat dan helmin = cacing (Nurhadi & Yanti, 2018).
Cacing gelang merupakan hewan triploblastik pseudoselomata. Triploblastik
artinya ialah tubuhnya tersusun atas tiga lapisan yaitu ektoderm, mesoderm,
dan endoderm. Sedangkan pseudoselomata berarti susunan tubuhnya terdiri
atas sebuah rongga semu. Hal ini disebabkan perkembangan oleh lapisan
mesodermnya yang telah berkembang membentuk lapisan luar dan lapisan
dalam sehingga terbentuk selom atau rongga antara mesoderm dengan
endoderm. Nemathelminthes dapat dikelompokkan menjadi dua kelas,
Nematoda dan Nematomorpha (Gordiaceae). (Cambell et.al, 2014)
6. Arthropoda
Arthropoda berkaitan dengan bangun tubuhnya, tubuhnya beruas-ruas,
ektoskeleton yang keras, dan tonjolan yang berbuku. Arthropoda awal seperti
trilobita menunjukkan sedikit variasi antarsegmen. Seiring berlanjutnya evolusi
Arthropoda segmen-segmennya cenderung menyatu dan menjadi berkurang,
tonjolannya menjadi terspesialisasi untuk berbagai fungsi seperti berjalan,
makan, reseptor indra, reproduksi dan pertahanan. Perubahan-perubahan
evolusioner ini tidak hanya menghasilkan diversifikasi yang benar namun juga
bangun tubuh efisien yang memungkinkan pembagian kerja diantara bagian-
bagian tubuh yang berbeda (Campbell et.al, 2014).
7. Crustacea Laut
Krustasea terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan,
dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup
hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang
karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun air
laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat,
seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun
beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya
(Muttaqien, 2019).
Tubuh krustasea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala-dada yang menyatu
(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri
dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di
sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah.
Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian
ujungnya terdapat ekor. Sistem pencernaan krustasea dimulai dari mulut,
kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan
melalui sel api. Sistem saraf krustasea disebut sebagai sistem saraf tangga tali.
Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota
tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran
darah terbuka. Golongan hewan ini bersifat diesis dan pembuahan berlangsung
di dalam tubuh betina.
8. Miriapod
Myriapoda adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang
termasuk dalam filum Arthropoda (Muttaqien, 2019). Kaki-seribu dan lipan
tergolong Subfilum Myriapoda. Semua miriapoda yang masih ada hidup di
darat. Kepala miriapoda memiliki sepasang antena dan tiga pasang tonjolan
yang termodifikasi sebagai mulut, termasuk mandibula yang mirip tahang
(Campbell, 2014). Myriapoda melakukan respirasinya menggunakan saluran
trakea yang bermuara pada lubang-lubang kecil (stigma), letaknya pada dinding
ruas-ruas tubuh. Lubang tersebut disebut spirakel. Sistem peredaran darahnya
terbuka dan letak jantung pada bagian punggung.
9. Insekta
Insekta merupakan salah satu kelas dari Arthropoda yang memiliki tubuh
terbagi menjadi caput, thorax dan abdomen. Pada caput terdapat sepasang
antena, sedangkan pada thorax terdapat tiga pasang extremitas namun pada
hewan dewasa terdapat satu atau dua pasang sayap. Perangkat mulut telah
mengalami perkembangan dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga dikenal
berbagai ragam tipe seperti menggigit/mengunyah, menusuk, menghisap,
menyerap dan sebagainya. Insekta memiliki jumlah spesies yang lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah spesies hewan-hewan lain dan masih beribu
spesies yang belum ditemukan (Radiopoetro, 1996).
Elzinga dalam Suheriyanto (2008) membagi tipe mulut insekta
berdasarkan sumber makanannya di alam, yaitu:
a. Tipe Pengunyah (Chewing), insekta yang memiliki tipe mulut ini
mempunyai kemampuan untuk menggigit dan mengunyah makanannya,
karena mandibula insekta tipe ini mengalami sklerotisasi, sehingga saat
bergerak secara transversal dapat digunakan untuk memotong seperti
pisau. Biasanya banyak ditemukan pada Insekta dewasa dan Insekta muda.
b. Tipe Pemotong-Penyerap (Cutting-sponging), insekta yang memiliki tipe
mulut ini mempunyai mandibula dan maksila yang memanjang dan
berfungsi sebagai stilet untuk menusuk kulit. Contohnya pada lalat hitam
dan lalat kuda.
c. Tipe Spon (Sponging), tipe mulut ini termodifikasi seperti spon, sehingga
Insekta yang memiliki tipe mulut ini terlebih dahulu membasahi
makanannya dengan sekresi air liurnya, kemudian menjilat makanan
tersebut. Contohnya pada lalat rumah dewasa.
d. Tipe Sifon (Siphoning), insekta yang memiliki tipe mulut ini menghisap
makanannya yang berupa cairan melalui probosisnya. Probosis pada
Insekta dewasa biasanya panjang dan melingkar, terbentuk dari dua galea
maksila dan saluran makanan ada diantara kedua galea tersebut.
Contohnya pada kupu-kupu dan ngengat.
e. Tipe Penusuk-penghisap (Piercing-sucking), insekta yang memiliki tipe
mulut ini termodifikasi untuk menembus penghalang luar dari inang dan
cairan dikeluarkan dari tubuh Insekta untuk mempermudah proses
penyerapan makanan. Insekta dengan tipe mulut ini biasanya berperan
sebagai vektor penyakit. Contohnya pada nyamuk dan kutu.
f. Tipe Pengunyah-peminum (Chewing-lapping), insekta yang memiliki tipe
mulut ini mempunyai mandibula yang dapat digunakan untuk memotong,
pertahanan, dan membentuk sarang. Selain itu tipe mulut ini termodifikasi
menjadi bentuk lain yang dapat digunakan untuk makanan cair seperti
nektar dan madu. Contohnya pada lebah madu.

E. Menuju Vertebrata
1. Pemisahan Protostomia dan Deuterostomia

Echinodermata adalah kelompok deuterostomia invertebrata terbesar.


Deuterostomia adalah superfilum hewan. mereka adalah subtakson dari
Bilateria cabang subregnum Eumetazoa, dan lawan dari Protostomia.
Gambar 1. Kladogram leluhur Protista kolonial

Gambar 2. Perbedaan Protostomia dan deuterostomia

Deuterostomia berbeda karena perkembangan embrionya; pada


deuterostomia, lubang pertama dari blastopora menjadi anus, sedangkan pada
protostomia lubang itu menjadi mulut. Ada empat filum deuterostomia yang
hidup: Filum Chordata, Filum Echinodermata, Filum Hemichordata (cacing
Acorn dan mungkin graptolit), Filum Xenoturbellida (2 spesies hewan mirip
cacing), Filum Chaetognatha (cacing panah) mungkin juga termasuk disini.
Kelompok yang telah punah mungkin Vetulicolia. Echinodermata,
Hemichordata and Xenoturbellida membentuk kelas Ambulacraria. Baik
deuterostomia dan protostomia, zigot pertama membentuk bola sel berongga
yang disebut blastula. Pada deuterostomia, pembelahan awal terjadi sejajar
atau tegak lurus pada sumbu kutub. Hal ini disebut pembelahan radial, dan
juga terjadi pada beberapa protostomia seperti lophophorata. Banyak
deuterostomia menunjukkan pembelahan tak menentukan, dimana akan jadi
apa suatu sel tidak ditentukan oleh identitas sel induk. Karena itu jika 4 sel
pertama dipisahkan, tiap sel mampu membentuk larva lengkap, dan juga
sebuah sel dihilangkan dari blastula, sel lain akan menggantikannya.
Sedangkan pada Protostomia pembelahan awalnya spiral dan menunjukkan
pembelahan menentukan, yaitu akan jadi apa sel-sel nantinya ditentukan saat
mereka terbentuk. Pada deuterostomia, mesoderm terbentuk sebagai tonjolan
usus yang berkembang yang memisah, membentuk rongga tubuh (coelom). Ini
disebut enterocoeli. Hemichordata dan Chordata mempunyai celah insang, dan
fosil echinodermata primitif juga menunjukkan adanya celah insang. Tali saraf
dalam ditemukan pada semua chordata, termasuk tunikata (pada stadium
larva). Beberapa hemichordata juga memiliki tali saraf tubuler. Pada tahap
awal embrio ia nampak seperti tali saraf chordata. Karena sistem saraf
echinoderm terdegenerasi tidaklah mungkin mengetahui banyak tentang
moyang mereka dengan cara ini, namun berdasarkan fakta lain masih mungkin
bahwa semua deuterostomia sekarang berevolusi dari satu moyang bersama
yang punya celah insang, tali saraf dalam serta badan bersegmen. Ia mungkin
mirip sekelompok kecil deuterostomia Kambrium Vetulicolia.

2. Echinodermata

Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu Echinos yang berarti duri,


dan derma yang berarti kulit, jadi Echinodermata adalah hewan yang kulitnya
berduri, merupakan sebuah filum hewan laut yang mencakup bintang laut,
bintang mengular, bulu babi, lilia laut, dan mentimun laut (teripang). Hewan
ini memiliki kulit dengan duri, spikula atau lempeng kalsium karbonat, dan
memiliki sistem pembuluh air dengan kaki tabung yang membantu
kebanyakan hewan ini untuk bergerak. Kelompok hewan ini ditemukan
hampir di semua kedalaman laut. Filum ini muncul di periode kambrium awal
dan terdiri dari 7.000 anggota filum atau lebih. Terdapat 5 atau 6 kelas pada
echinodermata. Kelas Echinodermata yang antara lain:

a. Asteroidea (bintang laut), menangkap mangsa untuk makanan mereka


sendiri.
b. Ophiuroidea (bintang mengular), secara fisik merupakan echinodermata
terbesar.
c. Echinoidea (bulu babi dan sand dollar), dikenal karena duri mereka yang
mampu digerakkan.
d. Crinoidea (lili laut dan bintang bulu), merupakan predator yang
menunggu mangsa.
e. Holothuroidea (teripang atau mentimun laut), hewan panjang yang
menyerupai mentimun (Campbell et.al, 2014).

Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota


yang hidup di air tawar dan darat. Hewan-hewan ini juga mudah dikenali dari
bentuk tubuhnya, kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya simetri
radial pentameral (terbagi lima). Walaupun terlihat primitif, echinodermata
adalah filum yang berkerabat relatif dekat dengan chordata (yang didalamnya
tercakup vertebrata), dan simetri radialnya berevolusi secara sekunder. Larva
bintang laut misalnya, masih menunjukkan keserupaan yang cukup besar
dengan larva Hemichordata.

Nenek moyang Echinodermata hidup sebelum periode Cambrium. Hewan


Echinodermata yang paling primitive merupakan kelompok yang mempunyai
tangkai dan seluruhnya sudah punah. Dari seluruh hewan Invertebrata,
Echinodermata kedudukannya lebih dekat dengan Chordata. Fakta yang
membuktikan bahwa Echinodermata kerabat dekat Chordata adalah:
1) Adanya persamaan pada tipe larva (tipe larva Echinodermata dan
Balanoglossus/prechordata sama).
2) Pola perkembangan embrio Chordata sangat mirip dengan pola
perkembangan embrio Echinodermata, yaitu: (a) anus berasal dari
blastopora; (b) mulut dibentuk oleh bagian stomodeum; (c) mesoderm
berasal dari dari archenteron (enterocoeluss) yang mengalami evaginasi;
dan (d) pusat susunan syaraf berhubungan dengan ectoderm;
3) Kerangka dalam (endoskeleton) dibentuk oleh lapisan mesodermal
(Rusyana, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, M. & Martono, D. (2009). Buku sekolah elektronik Biologi 1: Untuk Sek
olah Menengah Atas (SMA)-Madrasah Aliyah (MA) Kelas X. Jakarta: Pusat P
erbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Azhari, N & Nofisulastri. 2018. Identifikasi Jenis Annelida pada Habitat Sungai
Jangkok Kota Mataram. Bioscientist: Juenal Ilmiah Biologi. VI (2):107-113
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., Minorsky,
P.V & Jackson, R.B. (2014). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlang
ga.
Dahuri, R. (2003). Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Mardiastuti W. E. ( 2010). Mengenal Hewan Invetebrata. Bekasi: Mitra Utama
Muttaqien, M., Yusup, I. W., & Ukit. (2019). Mengenal Evolusi melalui Pendekat
an Ilmiah dan Integrasi Al-Qur’an. Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan
UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Nontji, A.(2007). Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Nurhadi & Yanti, F. (2018). Taksonmi Invertebrata. Yogyakarta : Deepublish.
Pipit, P. D. (2008). Bioekspo Menjelajah Alam Dengan Biologi. Solo : PT. Wangs
a Jatra Lestari.
Radiopoetro. (1996). Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Rusyana, A. (2011). Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Cimahi: Alfabeta.
Suheriyanto. (2008). Ekologi Serangga. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim
Press.
Suwignyo, S. (2005). Avertebrata Air Jilid 1. Jakarta : Swadaya.
Yusron, E. 1985. Beberapa Catatan Mengenai Cacing Laut (Polychaeta). Oseana.
X(4):122-127.

Anda mungkin juga menyukai