KESIMPULAN
MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS (PDGK 4407)
MODUL 1,2
1. Tunanetra
1. Pendidikan Luar Biasa
2. Tunarungu
2. Anak Luar Biasa 3. Gangguan
3. Keluarbiasaan Komunikasi
4. Tunagrahita
4. Pendidikan Khusus
5. Tunadaksa
5. Kebutuhan Khusus 6. Tunalaras
6. Anak berkebutuhan 7. Anak Berkesulitan
Khusus belajar
8. Tunagand
2
1. Dampak kelainan
bagi anak
1. Penyebab prenatal
2. Dampak kelainan
2. Penyebab perinatal
3. Penyebab Postnatal
bagi keluarga
3. Dampak kelainan
bagi masyarakat
3
A. KEBUTUHAN ANAK
BERKELAINAN
B. HAK PENYANDANG
(BERKEBUTUHAN KHUSUS): KELAINAN :
1. Kebutuhan fisik/kesehatan
1. Hak mendapat pendidikan
2. Kebutuhan sosial-emosional 2. Hak mendapatkan jaminan
3. Kebutuhan pendidikan sosial seperti akses ke
berbagai tempat-tempat umum
dan layanan masyarakat
3. Hak mendapatkan pekerjaan
MODUL 2
Hakikat Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
“Pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan merupakan satu kebutuhan esensial untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ABK secara optimal”
(2.1 par.2)
Kebutuhan Khusus terjadi karena peserta didik mengalami kelainan yang signifikan dari kondisi normal
sehingga anak atau peserta didik ini memerlukan bantuan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
karena kelainan yang dimilikinya memmerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran agar mampu
mengembangkan potensinya secara optimal, Kelainan tersebut dapat berbeda di bawah normal, dapat juga diatas
normal, sehingga sebagai dampaknya, diperlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan.
Jenis kelainan yang dialami peserta didik dapat dikelompokkan berdasarkan bidang yang mengalami
kelainan tersebut. Berdasarkan bidang kelainan dikenal kelainan dalam kemampuan (anak berbakat dan anak tuna
grahita), kelainan karena hambatan sensori (indra), anak berkesulitan belajar dan mengalami gangguan
komunikasi, kelainan perilaku, dan kelainan ganda. Berdasarka arah kelainan, dikenal kelainan diatas normal
yaitu anak berbakat, dan kelainan di bawah normal yang terdiri dari tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak berkesulitan belajar, dan tunaganda.
Penyebab kelainan dapat dikelompokkan berdasarkan masa munculnya kelainan tersebut dan agen
pembawanya. Berdasarkan masa kemunculan, ada 3 jenis penyebab, yaitu penyebab prenatal, perinatal, dan
postnatal. Berdasarkan agen pembawa kelainan, pada dasarnya penyebabnya dapat dibagi 2, yaitu penyebab
bawaan (turunan) dan dapatan. Penyebab dapatan dapat dikaitkan dengan kelainan tertentu, banyak jenisnya,
seperti infeksi, penyakit tertentu, kekurangan gizi, gangguan metabolism, kecelakan, dan lingkungan.
Dampak kelainan bagi anak, keluarga, dan masyarakat bervariasi sesuai dengan latar belakang budaya,
pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi anak, kelainan akan mempengaruhi perkembangannya dan
berdampak selama hidupnya. Insensitas dampak ini dipegaruhi pula oleh jenis dan tingkat kelainan yang diderita,
serta masa munculnya kelainan. Bagi keluarga dampak kelianan bervariasi, namun pada umunya keluarga merasa
shock dan tidak siap menerima kelainan (khususnya yang dibawah normal) yang diderita oleh anaknya. Adanya
ABK dalam keluarga dan masyarakat membuat keluarga dan masyarakat menyediakan layanna dan fasilitas yang
dibutuhkan oleh ABK tersebut.
Pada dasarnya, kebutuhan penyandang kelianan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu kebutuha
fisik/kesehatan, kebutuhan sosial-emosional, kebutuhan pendiidkan. Kebutuhan fisik/kesehtaan berkaitan dengan
sarana/fasilitas yang dibutuhkan yang berkaitan dengan kondisi fisik/kesehatan penyandang kelainan, seperti
tongkat, alat bantu dengar,lift atau jalan miring sebgaai pengganti tangga dan pelayanan kesehatan secara khusus.
Kebutuhan sosial emosional berkaitan dengan bantuan yang diperlukan oleh penyandang kelainan dalam
berintraksi engan lingkungan, terutama ketika mengahdapi masa-masa penting dalam hidup, seperti masa remaja,
masa perkawinan atau mempunyai bayi, sedangkan kebutuhan pendiidkan berkaitan dengan bantuan pendidikan
khusus yang diperlukan sesuai dengan jenis kelainan.
Para penyandang kelaianan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya,
yaitu hak untuk mendapat pendidikan, jaminan sosial, menggunakan fasilitas umum, serta mendapat pekerjaan.
Khusus untuk hak mendapatkan pendidikan, konferensi dunia menerbitkan kerangka kerja yang antara lain
menekankan agar sekolah biasa siap menerima ABK dengan menyediakan layanan pendidikan yang berfokus
Paragraf Kesimpulan Modul 2
Pelayanan pendidikan bagi ABK adalah jasa yang diberikan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan para
ABK, sehingga ABK tersebut dapat mengembangkan potensinya. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan fisik
dan kesehatan, kebutuhan yang berkaitan dengan emosional-sosial, da kebutuhan pendidikan. Tersedianya
pelayanan pendiidkan yang sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor kunci bagi perkembangan ABK.
Keberadaan para penyandang kelainan dapat ditandai sejak zaman purba yang masih primitive, sampai
zaman paling mutakhir, yang ditandai dengan kecanggihan teknologi. Pada awalnya, perlakuan terhadap para
penyandang kelainan sangat menyedihkan. Oleh kaerna pengaruh mistik dan berbagai kepercayaan, para
penyandang kelainan dikucilkan, bahkan ada yang dimusnahkan ketika masih bayi. Layanan pendidikan terhadap
penyandang kelainan dapat ditelusuri mulai abad ke-16, ketika di Spayol seorang anak tunanrungu sejak lahir
berhasil dididik. Di Amerika layanan pendidikam ini baru mulai pada tahun 1817, dan di Indonesia dapat
ditelusuri mulai tahun 1901.
Penyediaan layanan pendidikan bagi ABK di Indonesia tidak semaju di negara lain. Namun, perhatian
masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar sehingga berbagai sekolah untuk ABK mulai didirikan.
Perkembangan yang menggebirakan dari jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda meningkatnya
pendidikan bagi ABK. Meskipun peran swasta sangat besar dalam penyediaan layanan pendidikan bagi ABK,
namun erhatian pemerintah juga terus meningkat. Menjelag tahun 90-an perhatian juga ditujukan untuk
membantu ABK yang ada di sekolah biasa. Perhatian ini terwujud dalam berbagai penelitian tentang keberadaan
ABK dan berbagai program pelatihan untuk membantu ABK yang berada di sekolah biasa, khususnya para
penyandang kesulitan belajar.
Dalam pendidikan khusus dikenal tiga bentuk pelayanan pendidikan yang sampai kini masih
menimbulkan silang pendapat, yaitu layanan pendidikan terpisah (segregasi), layanan pendidikan terpadu
(integrasi), dan layanan pendidikan terpadu penuh (inklusi). Layanan pendidikan segregasi mendidik ABK secara
terpisah dari anak normal, sedangkan layanan integrasi mendidik ABK di sekolah biasa bersama anak normal.
Sementara itu, layanan pendidikan inklusi mendidik ABK (tanpa membedakan tingkat parahnya kelainan) di
sekolah biasa yang terdekat dengan tempat tinggal ABK tersebut. Ketiga bentuk layanan ini mempunyai kekuatan
dan kelemahan masing-masing. Di antara layanan segregasi penuh dan integrasi penuh dapat dikembangkan
berbagai jenis layanan dengan tingkat segregasi dan integrasi yang bervariasi. Dalam kondisi tertentu, integrasi
dapat berupa integrasi fisik, integrasi sosial, dan integrasi yang paling kompleks, yaitu integrasi dalam
pembelajaran.
Model atau jenis pelayanan pendidikan yang dapat disediakan bagi ABK adalah (1) sekolah biasa, (2)
sekolah biasa dengan guru konsultan, (3)sekolah biasa dengan guru kunjung, (4) sekolah biasa dengan ruang
sumber, (5) model kelas khusus, (6) model sekolah khusus, dan (7) model panti asuhan/rehabilitasi.
Pendekatan kolaboratif dalam pelayanan pendidikan ABK berasumsi bahwa layanan pendidikan terhadap
ABK akan menjadi lebih efektif jika dilakukan oleh satu tim yang berasal dari berbagai bidang keahlian, yang
bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan ABK. Dalam menangani ABK yang ada di sekolah biasa, guru dapat