Anda di halaman 1dari 53

“ KONSEP BERMAIN”

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
ATIKA, S.Kep.Ners
Nip. 198709302012122001

Rumah sakit umum daerah lahat


Tahun 2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena dengan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Bermain” yang disusun untuk memenuhi
persyaratan kenaikan pangkat dari gol. III c ke III d. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima
dengan lapang dada sebagai wujud koreksi diri. Akhir kata, semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 3
C. Manfaat Penulisan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Definisi Bermain 4
B. Teori-Teori Bermain 9
C. Tujuan Bermain 11
D. Fungsi Bermain 13
E. Prinsip-Prinsip Dalam Aktivitas Bermain 15
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terapi Bermain 17
G. Klasifikasi Bermain 21
H. Permainan Edukatif 43
BAB III PENUTUP 46
A. Kesimpulan 46
B. Saran 47
DAFTAR PUSTAKA 48

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Driyarkara, bermain sudah ada atau seusia dengan umur manusia
(semenjak manusia ada maka permainan juga mulai ada). Menurut Huizinga, bermain
lebih tua daripada kebudayaan (Fathan, 2017).
Berdasarkan fenomena yang ada, selama proses hospitalisasi, anak dan orang
tua dapat mengalami beberapa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
kecemasan, hal ini akan berdampak negatif bagi anak. Dampak negatif dari efek
hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang
sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan berbeda antara
satu dengan lainnya. Pada keadaan seperti ini diperlukan suatu tindakan yang dapat
menurunkan tingkat kecemasan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan kecemasan adalah melalui kegiatan terapi bermain. Bermain merupakan
salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain dapat dilakukan
oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi
kebutuhan akan bermain tetap ada (Adriana, 2011).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Anak memerlukan berbagai
variasi permaianan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.
Melalui bermain , anak tidak hanya menstimulasi perkembangan otot-ototnya, tetapi
lebih dari itu. Anak tidak sekedar melompat, melempar dan berlari, tetapi mereka
bermain dengan menggunakan seluruh emosinya, perasaan dan pikirannya (Imam,
2018).
Perkembangan anak-anak tidak lepas dari bermain. Bagi anak, seluruh
aktivitasnya adalah bermain yang juga mencakup bekerja, kesenangannya dan
metode bagaimana mereka mengenal dunia. Ketika bermain, anak tidak hanya
sekedar melompat, melempar atau berlari, tetapi mereka bermain dengan
menggunakan seluruh emosi, perasaan, dan pikirannya. Demikian juga pada anak
sakit, bermain dapat digunakan

1
sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan
sebutan terapi bermain (Soetjiningsih, 2013).
Dalam keperawatan anak, yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam
masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Dalam proses berkembang, anak memiliki ciri fisik, kognitif,
konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak
mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif
adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan
tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring
bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi
akan menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang
terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons emosi
terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas
perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka
responsnya akan menangis, berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi yaitu
diam (Fadlillah, 2014).
Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,
mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses kematangan
yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa
berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis
anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh dimana orang
dewasa cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak dengan
dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang sedangkan anak masih
dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam hal tanggapan terhadap
pengalaman masa lalu berbeda, pada anak cenderung kepada dampak psikologis yang
apabila kurang mendukung maka akan berdampak pada tumbuh kembang anak
sedangkan pada dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik
dan matang (Desmita, 2015).

2
Proses terapi bermain dan bagaimana terapi bermain itu dapat meminimalkan
masalah hospitalisasi pada anak seperti anak rewel, tidak mau makan, tidak bisa
tidur dan anak yang tidak kooperatif saat menjalani perawatan di Rumah Sakit
(Supatini, 2014).

B. Tujuan Penulisan
Dari uraian latar belakang di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah:
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi bermain.
2. Mahasiswa mampu mengetahui teori-teori bermain.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan bermain.
4. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi bermain.
5. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip-prinsip dalam aktivitas bermain.
6. Mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terapi
bermain.
7. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi bermain.
8. Mahasiswa mampu mengetahui permainan edukatif.

C. Manfaat Penulisan
Dari uraian tujuan penulisan di atas, maka manfaat penulisan dari
makalah ini adalah:
1. Agar mahasiswa mampu memahami definisi bermain.
2. Agar mahasiswa mampu memahami teori-teori bermain.
3. Agar mahasiswa mampu memahami tujuan bermain.
4. Agar mahasiswa mampu memahami fungsi bermain.
5. Agar mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip dalam aktivitas
bermain.
6. Agar mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terapi
bermain.
7. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi bermain.
8. Agar mahasiswa mampu memahami permainan edukatif.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek
perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak akan menjadi lebih sehat sekaligus
cerdas. Saat bermain anak akan mempelajari banyak hal penting. Sebagai contoh,
dengan bermain bersama teman, anak akan lebih terasah rasa empatinya, mereka juga
bisa mengatasi penolakan dan dominasi, serta bisa mengelola emosi. Anak akan
bermain dengan menggunakan seluruh emosinya, perasaannya dan pikirannya.
Kesenangan merupakan salah satu elemen pokok dalam bermain. Anak akan terus
bermain sepanjang aktivitas tersebut menghiburnya. Pada saat mereka bosan, mereka
akan berhenti bermain (Adriana, 2011).
Bermain bagi anak sangatlah penting, dengan bermain maka proses belajar
akan efektif dan lebih cepat ditangkap pada saat mereka bermain serta salah satu
manfaat dari bermain baik untuk pengembangan kognitif anak (Fadlillah, 2014).
Kemampuan kognitif anak dapat ditunjukan dengan cara melaksanakan
kegiatan bermain menggunakan alat permainan yang mengandung unsur atau nilai
edukatif (Wiyani, 2016).
Melalui bermain akan semakin mengembangkan kemampuan dan
keterampilan motorik anak, kemampuan kognitifnya, melalui kontak dengan dunia
nyata, menjadi eksis di lingkungannya, menjadi percaya diri dan masih banyak lagi
manfaat lainnya (Martin, 2018).
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan
bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan rasa frustasi.
bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang dilakukan berdasarkan keinginannya
sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan tantangan yang ditemui serta
berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain.
Bermain merupakan

4
kegiatan atau simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat meningkatkan
daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial serta fisiknya serta
dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman dan pengetahuan serta
keseimbangan mental anak (Heri Saputro dan Intan Fazrin. 2017).
Perkembangan anak-anak tidak lepas dari bermain. Bagi anak, seluruh
aktivitasnya adalah bermain yang juga mencakup bekerja, kesenangannya dan
metode bagaimana mereka mengenal dunia. Ketika bermain, anak tidak hanya
sekedar melompat, melempar atau berlari, tetapi mereka bermain dengan
menggunakan seluruh emosi, perasaan dan pikirannya (Soetjiningsih, 2013).
Bermain adalah suatu aktivitas yang banyak dilakukan oleh anak- anak.
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar waktu yang ada pada masa anak-anak
digunakan untuk bermain. Permainan bagi anak-anak adalah suatu bentuk aktivitas
yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan
karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini
adalah karena bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada
hasil yang akan didapatkannya (Desmita, 2015).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
kegiatan yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak
menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan mendapatkan kegembiraan
dan kepuasan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuni Sufyanti A. dkk di ruang anak
RSU Dr. Soetomo Surabaya terhadap anak yang sedang menjalani perawatan
menunjukkan berbagai reaksi saat masuk rumah sakit seperti menangis, berteriak,
memanggil orang tuanya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor perpisahan dengan
orang terdekat, kehilangan kontrol, injuri fisik dan nyeri yang menimbulkan stres
pada anak. Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan teknik,
yaitu terapi bermain (Sufyanti dkk, 2017).

5
Dalam penelitian Axline (1998) dalam Ira Merianti (2012), terapi bermain
merupakan terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit dan salah satu teknik yang
akan membantu penurunan ketegangan emosional yang dirasakan anak. Menurut
survey tahun 2001 hampir 4.000.000 anak di Amerika Serikat dalam satu tahun
mengalami hospitalisasi yang lama. Hal ini terjadi karena adanya traumatik dan stress
yang dialami oleh anak. Di Indonesia setiap tahun terdapat lebih dari 5.000.000 anak
yang menjalani masa perawatan yang lama di rumah sakit (Lina Indrawaty dkk,
2017).
Banyak anak menolak diajak ke rumah sakit, apalagi menjalani rawat inap
dalam jangka waktu yang lama. Peralatan medis yang terlihat bersih dirasakan cukup
menyeramkan bagi anak-anak. Begitu juga dengan bau obat yang menyengat dan
penampilan para staf rumah sakit dengan baju putihnya yang terkesan angker Untuk
mengurangi ketakutan anak yang harus mengalami rawat inap di rumah sakit dapat
dilakukan beberapa cara salah satunya adalah melakukan permainan dokter-dokteran
dengan membiarkan anak bereksplorasi dengan alat-alat kedokteran, seperti jarum
suntik dan stetoskop. Anak berperan menjadi dokter, sementara anak lain atau
orang tua menjadi pasiennya (Imam, 2018).
Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi anak terhadap
hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga perawatan di rumah sakit menjadi
kehilangan kontrol dan pembatasan aktivitas. Sering kali hospitalisasi dipersepsikan
oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut sehingga
menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan
perawat (Handayani, 2017).
Dalam beberapa penelusuran literature/jurnal internasional, dinyatakan
bahwa, “Children are the future of every nation. If today’s children are healthy,
it can lead to a much healthier future. Hospitalization to any child is a very
unpleasant and traumatic experience. Hospitalized children require more
recreational play because illness and hospitalization constitute a crisis

6
in child’s life and since these situations are fraught with overwhelming
stresses, children need to play out their fears and anxieties as a means to
cope with these stresses. Play allows children to learn social behaviors,
develop cognitive abilities as well as gross motor skills, and work through
emotional conflicts. Play therapy is very effective to revisited traumatic
memories in order to get a child familiarity to fear and anxiety (Campbell,
2018).
Anak-anak adalah masa depan setiap bangsa. Jika anak-anak hari ini sehat,
itu dapat mengarah ke masa depan yang jauh lebih sehat. Rawat inap untuk setiap
anak adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan dan traumatis. Anak-anak
yang dirawat di rumah sakit memerlukan lebih banyak bermain rekreasi karena
penyakit dan rawat inap merupakan krisis dalam kehidupan anak dan karena
situasi ini penuh dengan tekanan yang luar biasa, anak-anak perlu
memeriksanya ketakutan dan kecemasan sebagai sarana untuk mengatasi tekanan-
tekanan ini. Bermain memungkinkan anak- anak belajar perilaku sosial,
mengembangkan kemampuan kognitif serta keterampilan motorik kasar, dan
bekerja melalui konflik emosional. Terapi bermain sangat efektif untuk meninjau
kembali kenangan traumatis untuk membuat anak terbiasa dengan ketakutan dan
kecemasan (Campbell, 2018).
Play therapy reduces hospital anxiety. Children utilize play therapy to
help themselves to deal with the stressors of life. It also helps hospitalized
children to divert their mind from pain and loneliness. Play improves
numerous intellectual and motor developments, creativity, and development
of higher functions. The play has been known to divert child’s mind. Toys are
the “tools” of play and provide a more “natural” environment for a child (Patel,
2018).
Terapi bermain mengurangi kecemasan di rumah sakit. Anak-anak
memanfaatkan terapi bermain untuk membantu diri mereka sendiri menghadapi stres
kehidupan. Ini juga membantu anak-anak yang dirawat di rumah sakit untuk
mengalihkan pikiran mereka dari rasa sakit dan kesepian. Bermain meningkatkan
banyak intelektual dan motorik perkembangan,

7
kreativitas, dan pengembangan fungsi yang lebih tinggi. Drama itu telah dikenal
untuk mengalihkan pikiran anak. Mainan adalah "alat" permainan dan menyediakan
lingkungan yang lebih "alami" untuk anak.
Studies on play therapy interventions and children with anxiety have
shown results wherein the levels of anxiety decreases after playing, which
may be due to the expression of emotion and fantasy (Christian, Russ, &
Short, 2017).
Studi tentang intervensi terapi bermain dan anak-anak dengan kecemasan
yang dimiliki menunjukkan hasil di mana tingkat kecemasan berkurang setelah
bermain, yang mungkin disebabkan oleh ekspresi emosi dan fantasi (Christian, Russ,
& Short, 2017).
The research finds that when a child plays, the experience is made
into a more manageable form. This way, the child feels safe and becomes
comfortable with expressing negative emotions which may eventually allow
them to be more comfortable in expressing positive emotions that will
reduces their anxiety (Therese, Karina, & Celine, 2016).
Penelitian menemukan bahwa ketika seorang anak bermain, pengalaman itu
dibuat menjadi bentuk yang lebih mudah dikelola. Lewat sini, anak terasa aman dan
menjadi nyaman dengan menekan emosi negatif yang akhirnya memungkinkan
mereka menjadi lebih nyaman dengan memunculkan emosi positif yang akan
mengurangi kecemasan mereka (Therese, Karina, & Celine, 2016).
Nowadays, it is common to use play therapy for supporting children
with autism. Play therapy is an active approach that helps a child to reveal his
conscious and unconscious feelings through playing (Rafati, 2018).
Saat ini, sudah biasa menggunakan terapi bermain untuk mendukung anak-
anak dengan autisme. Terapi bermain adalah pendekatan aktif yang membantu anak
mengungkapkan perasaannya yang sadar dan tidak sadar melalui bermain (Rafati,
2018).
Dalam sebuah hadis, dijelaskan untuk jangan sekali-kali melarang anak-anak
melakukan permainan atau bermain.

8
Artinya : Dari Abu Hurairah: ketika orang-orang Habsyi bermain di hadapan
Rasulullah saw, tiba-tiba datang Umar Bin Khatab r.a lalu ia mengambil batu-batu kecil
dan mereka dilontari dengan batu-batu tersebut. Rasulullah SAW bersabda : “Biarkanlah
mereka bermain hai Umar”. (HR. Bukhari).

B. Teori-Teori Bermain
Menurut Fathan (2017), teori bermain terdiri atas :
1. Teori Bermain Klasik
Teori klasik muncul sebelum abad ke 20 dan sebagian besar
menggambarkan suatu kekuasaan dan kekuatan pada saat teori itu diangkat atau
dimunculkan. Menurut pandangan dari para pakar Psikologi & Biologi, teori
klasik meliputi:
a. Teori Rekreasi/Pelepasan (Lazarus & Schaller)
Bermain merupakan kegiatan yang berlawanan dengan kerja dan
kesungguhan, Bermain merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat.
Orang yang merasa penat akan bermain & berkreasi untuk mengadakan
pelepasan agar kesegaran jasmani & rohaninya segera kembali.
b. Teori Teleologi/Pembawaan (K. Groos & Roeles)
Permainan merupakan kegiatan yang mempunyai tugas biologis yang akan
digunakan oleh manusia untuk mempelajari fungsi hidup, penguasaan gerak,
rasa ingin tahu, persaingan sebagai persiapan hidup di masa yang akan
datang. Seseorang bermain bukan karena masih muda tetapi melalui bermain
seseorang akan menjadi awet muda.

9
c. Teori Sublimasi (Ed. Clapatade)
Permainan bukan hanya merupakan kegiatan untuk mempelajari fungsi hidup
(Gross), tetapi juga merupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia, lebih
tinggi, atau lebih indah). Melalui bermain seseorang yang memiliki
insting/naluri yang rendah akan belajar untuk berubah&meningkatkannya
menjadi perbuatan & tindakan yang lebih baik/tinggi.
d. Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi (Hall)
Permainan merupakan kesimpulan dari masa lalu (anak akan bermain
permainan yang pernah dimainkan oleh nenek moyangnya), serta
pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah melalui tahap-tahap
perkembangan manusia yang wajar sampai pada pertumbuhan yang
sempurna. Kondisi sekarang permainan tradisional hampir tergeser oleh
permainan modern hasil kemajuan IPTEK.
e. Teori Surplus Energi (H. Spencer)
Bahwa surplus atau kelebihan tenaga yang dimiliki oleh seseorang (yang
belum digunakan/tersimpan) akan disalurkan atau dikeluarkan melalui
aktifitas bermain atau permainan. Surplus/kelebihan tersebut meliputi:
kelebihan energi - kelebihan kekuatan hidup - kelebihan emosi & vitalitas.
f. Teori C. Bühler
Bahwa di samping permainan merupakan kegiatan untuk mempelajari fungsi
hidup (teori Groos), bermain juga merupakan “funtion lust” (nafsu untuk
berfungsi) & “aktivitat drang” (kemauan untuk aktif. Untuk bisa bermain
seseorang harus mempunyai kehendak, kemauan & nafsu untuk bermain
permainan yang diinginkan.
2. Teori Bermain Modern
a. Teori Psikoanalisa (Sigmund Freud)
Bermain merupakan media, sarana, alat atau cara untuk
mengeluarkan/melepaskan emosi-emosi dari dalam diri. Bermain juga
merupakan media untuk belajar mengatasi pengalaman traumatik

10
atau frustasi. Bermain merupakan salah satu cara untuk mengukur,
menguasai dan mengetahui sifat suatu alat.
b. Teori Kognitif (Piaget & Vygotsky)
Bermain merupakan bagian atau tahap perkembangan kognitif (daya tiru,
daya ingat, daya tangkap, daya imajinasi, gaya belajar manusia) yang harus
dilalui oleh seorang anak. Bermain juga merupakan sarana untuk belajar
berpikir mengungkapkan ide-ide (kreatifitas/daya cipta) atau berimajinasi.
c. Teori Belajar Sosial
Manusia sebagai makluk monodualisme yaitu makluk individu dan makluk
sosial. Bermain dapat menjadi sarana atau media untuk berkomunikasi,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain atau makhluk hidup lain
(makhluk sosial).
d. Teori Kompensasi
Bermain tidak hanya berfungsi sebagai pengisi waktu luang/rekreasi saja
tetapi sekarang sudah menjadi kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan
atau untuk mempertahankan hidup (sebagai profesi).

C. Tujuan Bermain
Wong, et al (2009) dalam Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017) menyebutkan
bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan sosial anak.
Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak berhenti pada
saat anak-anak sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit
memberikan manfaat utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan
anak. Selain itu, tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi
anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana sesuatu dapat
terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah mereka serta memberikan
kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru.

11
Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar dapat melanjutkan fase
tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga anak
dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Terapi bermain dapat membantu anak
menguasai kecemasan dan konflik. Permainan juga sangat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan anak, yaitu diantaranya:
1. Untuk perkembangan kognitif
a. Anak mulai mengerti dunia
b. Anak mampu mengembangakan pemikiran yang fleksibel dan
berbeda
c. Anak memiliki kesempatan untuk menemui dan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang sebenarnya
2. Untuk perkembangan sosial dan emosional
a. Anak mengembangakan keahlian berkomunikasi secara verbal maupun non
verbal melalui negosiasi peran, mencoba untuk memperoleh akses untuk
permainan yang berkelanjutan atau menghargai perasaan orang lain
b. Anak merespon perasaan teman sebaya sambil menanti giliran
bermain dan berbagi pengalaman
c. Anak bereksperimen dengan peran orang-orang dirumah, di sekolah, dan
masyarakat di sekitarnya melalui hubungan langsung dengan kebutuhan-
kebutuhan dan harapan orang-orang disekitarnya
d. Anak belajar menguasai perasaanya ketika ia marah, sedih atau
khawatir dalam keadaan terkontrol
3. Untuk perkembangan bahasa
a. Dalam permainan dramatik, anak menggunakan pernyataan- pernyataan
peran, infleksi (perubahan nada/suara) dan bahasa komunikasi yang tepat
b. Selama bemain, anak belajar menggunakan bahasa untuk tujuan- tujuan yang
berbeda dan dalam situasi yang berbeda dengan orang- orang yang berbeda
pula

12
c. Anak menggunakan bahasa untuk meminta alat bermain, bertanya,
mengekspresikan gagasan atau mengadakan dan meneruskan permainan
d. Melalui bermain, anak bereksperimen dengan kata-kata, suku kata bunyi,
dan struktur bahasa
4. Untuk perkembangan fisik (jasmani)
a. Anak terlibat dalam permainan yang aktif menggunakan keahlian-
keahlian motorik kasar
b. Anak mampu memungut dan menghitung benda-benda kecil
menggunakan keahlian motorik halusnya
5. Untuk perkembangan pengenalan huruf (literacy)
a. Proses membaca dan menulis anak seringkali pada saat anak sedang bermain
permainan dramatik, ketika ia membaca cetak yang tertera, membuat daftar
belanja atau bermain sekolah-sekolahan
b. Permainan dramatik membantu anak belajar memahami cerita dan
struktur cerita
c. Dalam permainan dramatik, anak memasuki dinia bermain seolah- olah
mereka adalah karakter atau benda lain. Permainan ini membantu mereka
memasuki dunia karakter buku.

D. Fungsi Bermain
Menurut Maria Sulanti (2011), fungsi utama bermain adalah merangsang
perkembangan sensorik-motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social,
perkembangan kreatifitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan
bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan sensorik motorik
Aktivitas sensorik dan motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan
anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensorik motorik dan alat permainan untuk

13
anak usia toddler dan pra sekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakumbedakan eksploitasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memesahkan masalah dari
hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi
anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya di luar lingkungan keluarga.
4. Perkembangan kreatifitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke
dalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain anak akan belajar dan mencoba merealisasikan ide-idenya. Misalnya,
dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai dasar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Denagan melakukan aktivitas bermain, anak akan

14
mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat
diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga
akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, serta belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stresorr yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permaianan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenanganya
melakukan permainan. Dengan demkian permainan adalah media komunikasi
antara anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan
di rumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui
ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui
interaksi yang ditunjukan anak dengan orang tua dan teman kelompok
bermainnya.

E. Prinsip-Prinsip Dalam Aktivitas Bermain


Menurut Yuliastati (2016), agar anak dapat lebih efektif dalam bermain
di rumah sakit, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Permainan tidak banyak menggunakan energi
a. Menurut Vanfeet (2010), waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada
anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15- 20 menit
dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak menyebabkan
anak kelelahan akibat bermain.

15
b. Menurut Adriana (2011), yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi
bermain 30-35 menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap
pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit dan tahap penutup 5 menit.
Lama pemberian terapi bermain bisa bervariasi, idealnya dilakukan 15-30
menit dalam sehari selama 2-3 hari. Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan
mekanisme koping dan menurunkan kecemasan pada anak.
2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu
rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka
yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di
malam hari, mainan tidak membuat anak tersedak, tidak mengandung bahan
berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak terjatuh, kuat dan tahan lama serta
ukurannya menyesuaikan usia dan kekuatan anak.
3. Sesuai dengan kelompok usia
Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu dibuatkan
jadwal dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain berlainan
antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.
4. Tidak bertentangan dengan terapi
Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi
mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan
ditempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang
sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan
yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain
dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
5. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga
Menurut Wong (2009), keterlibatan orang tua dalam terapi adalah sangat penting,
hal ini disebabkan karena orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak

16
walaupun sedang dirawat si rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit
seharusnya tidak dibiarkan sendiri. Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
di rumah sakit diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan
orangtua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong perkembangan
kemampuan dan ketrampilan sosial anak, namun juga akan memberikan
dukungan bagi perkembangan emosi positif, kepribadian yang adekuat serta
kepedulian terhadap orang lain. Kondisi ini juga dapat membangun kesadaran
buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima kondisi anak sebagaimana
adanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Bratton, 2005, keterlibatan orangtua
dalam pelaksanaan terapi bermain memberikan efek yang lebih besar
dibandingkan pelaksanaan terapi bermain yang diberikan oleh seorang
profesional kesehatan mental. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator
sehingga apabila permainan dilakukan oleh perawat, orang tua harus terlibat
secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai
mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak
lainnya.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terapi Bermain


Menurut Green (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit yaitu:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi hal yang menjadi rasional atau motivasi berperilaku
diantaranya:
a. Pengetahuan (cognitive), aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di
ruangan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain
kognitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi
bermain di rumah sakit dan alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan
semakin optimal pula perawat dalam melaksanakan tindakan yang
diberikannya.

17
b. Sikap (attitude)
Sikap adalaah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak
maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada objek tersebut.
2. Faktor pendukung
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfasilitasi seseorang kelompok
untuk mecapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi lingkungan, ada atau
tidaknya sarana atau fasiltas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber
masyarakat.
3. Faktor pendorong
Faktor pendorong merupakan akibat dari tindakan yang dilakukan seseorang atau
kelompok untuk menerima umpan balik yang positif atau negatif yang meliputi
seperti sosial, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi pelayanan
kesehatan atau pembuat keputusan. Adanya keuntungan sosial seperti
penghargaan,keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang nyata,
pemberian pujian kepada seseorang yang mendomenstrasikan tindakannya.
Menurut Maria Sulanti (2011), ada 5 faktor yang mempengaruhi aktivitas
bermain pada anak yaitu tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, status
kesehatan anak, jenis kelamin anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan jenis
permainan yang cocok atau sesuai bagi anak.
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi tidak
lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Permainan
adalah stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, orang
tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat
untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.

18
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Walaupun demikian,
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan
bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa.
Yang terpenting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit
bahkan dirawat di rumah sakit orang tua dan perawat harus jeli memilihkan
permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak
yang sedang di rawat di rumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan
permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan.untuk mengembangkan daya piker, imajinatif,
kreativitas, dan kemampuan social anak. Akan tetapi ada pendapat lain yang
meyakini bahwa permainan adalah salah satu untuk membantu anak mengenal
identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan
untuk digunakan oleh anak laki-laki.
4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah
satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik rumah.
Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak
mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari,
melompat, dan bermain dengan teman sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Label
yang tertera pada permainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya,
apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu
harus yang dibeli di took atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat
menstimulasi imajinasi dan kreativitas

19
anak, bahkan sering kali disekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang anak
untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi,
akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi
alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain.
Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam bermain adalah:
1. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Bemain memerlukan energi yang
cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Anak yang sehat
memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun
bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenih.
2. Waktu
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang
diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang
cukup untuk mengenal alat-alat permainannya.
3. Alat permainan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan
perkembangann anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga
alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan
mempunyai unsur edukatif bagi anak.
4. Ruangan untuk bermain
Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk
bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman, bahkan di ruang
tidurnya.

20
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman–
temannya atau diberitahu caranya oleh orang tuanya. cara yang terakhir
adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam
menggunakan alat permainannya dan anak- anak akan mendapat keuntungan
lebih banyak.
6. Teman bermain
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia
memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuannya atau temannya. Karena
kalau anak bermain sendiri, maka akan kehilangan kesempatan belajar dari
teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain,
maka dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup
untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri. Bila
kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua
dengan anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan segera mengetahui setiap
kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.

G. Klasifikasi Bermain
Menurut Supartini (2014), klasifikasi bermain dibagi berdasarkan:
1. Berdasarkan isi permainan
a. Social affective play (bermain afektif sosial)
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang
tuanya dan/atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk
ba” berbicara sambil tersenyum/tertawa, atau sekedar memberikan tangan
pada bayi dan menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil
tersenyum dan tertawa.

21
Sumber: https://images.app.goo.gl/jWz8Jfqp4q4FNkhq7

b. Sense of pleasure play (bermain untuk senang-senang)


Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir,
anak akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apa saja yang dapat
dibentuknya dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindahkan air ke botol,
bak atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukan sehingga susah dihentikkan.

Sumber: https://lifestyle.okezone.com/read/2015/06/14/196/1165195/manfaat-bermain-pasir- bersama-


anak

22
c. Skill play (permainan keterampilan)
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan keterampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalkan bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari tempat yang satu ke
tempat yang lain, dan anak terampil naik sepeda.

Sumber: www.motormatters4kids.com/fine-motor-skill-activities

d. Games atau permainan


Adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan
perhitungan dan skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri dan
atau temannya. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle,dll.

Sumber: https://www.kompasiana.com/suhardin/557f9cf2509773d7056cd0ea/bermain-sebagai- terapi?


pagi=all

23
e. Unoccupied behavior (permainan yang hanya memperhatikan saja) Pada
saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang
digunakannnya sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira dan
asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut. Anak memusatkan
perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda
dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lain.

Sumber: www.letsplayandlearn.net

f. Dramatic play (permainan simbolik atau pura-pura)


Sesuai dengan sebutannya pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainan. Anak berceloteh sambil berpakaian
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakanya, dan
sebagainya yang ia tiru. Permainan ini penting untuk
memproses/mengindentifikasi anak terhadap peran tertentu. Contohnya :
anak bermain sebagi dokter, atau bermain dagang- dagangan.

24
Sumber: http://www.google.com/search?q=gambar+dramatic+play&safe=strict&client=ms-
android-oppo&prmd=inv&source-
lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjSslj6tMrhAhUVTY8KHfCDA9MQ_AUIESgB&biw=360&bi
h=559&dpr=1.5#

2. Berdasarkan karakter sosial


a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan, jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap
permainan yang sedang dilakukan temannya walaupun anak dapat
menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.

Sumber: https://images.app.goo.gl/dPGRm6tghgv1Vvghz9

25
b. Solitary play
Dimulai dari toddler (1-2 tahun) dan merupakan jenis permainan sendiri atau
independen walaupun ada orang lain disekitarnya. Hal ini karena
keterbatasan sosial, keterampilan fisik dan kognitif. Anak tampak berada
dalam kelompok permainan tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat
permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, atau komunikasi
dengan teman sepermainan.

Sumber: https://images.app.go.gl/XW13oZGLhbECrWHw9

c. Parallel
play
Pada permainan ini, toddler (2-3 tahun) dapat menggunakan alat permainan
yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak
satu sama lain sehingga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak
ada sosialisasi satu sama lain.

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Parallel_play

26
d. Assosiatif play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
yang lain, tetapi tidak terorganisasi tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain boneka,
bermain hujan-hujanan, bermain masak- masakan.

Sumber: https://images.app.goo.gl/MQ39wV8Ff4ExAbeB6

e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkan anggotanya,untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola.

Sumber: https://images.app.goo.gl/FqtfSoDY1L4r9J976

27
f. Therapeutic play
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis anak selama hospitalisasi. Dapat membantu
mengurangi stress, memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan
fisiologis (Vessey & Mohan, 1990 dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan
dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan
untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan
harus diawasi seperti menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk
melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan gambar-
gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.

Sumber: https://images.app.goo.gl/jjPF8YwUCaDctMZt6

3. Berdasarkan kelompok usia anak


a. Anak Usia 0–1 Tahun
Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan kesadaran terhadap
lingkungan, tujuan bermain pada usia 0–1 tahun adalah menstimulasi
perkembangan anak, mengalihkan perhatian anak, mengalihkan nyeri dan
ketidaknyamanan yang dirasakan. Pemilihan mainan anak harus aman, bersih
dan selalu dalam pemantauan orang tua. Anak usia 0–1 tahun mengalami
perkembangan oral (mulutnya) dimana kepuasan ada dalam mulutnya, jadi
anak

28
cenderung memainkan mulut dan suka memasukkan semua benda kedalam
mulutnya. Permainan permainan yang dapat dilakukan pada anak usia 0-1
tahun meliputi:
1) Permainan kerincing
Permainan ini menggunakan penglihatan dan pendengaran anak yang
berfungsi untuk mengalihkan perhatian anak serta melatih anak untuk
menemukan sumber bunyi yang berasal dari kerincing. Pelaksanaannya
dengan menggoyangkan kerincing hingga anak menoleh ke arah bunyi
kerincing, lalu geser kerincing ke kiri dan ke kanan, jauh mendekat. Jika
anak mencoba untuk meraih, kerincing boleh diberikan ke anak untuk
digenggam dan dimainkan.

Sumber:https://www.google.com/search?q=mainan+anak+kerincingan&safe=strict&cli
ent=ms-android-samsung&prmd=isvn&source-
lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiPupbu5snhAhVFtl8KHSm9AQQQ_AUoAXoEC
AgQAQ&biw=360&bih=560#imgrc=s9NhQgC0gQISLM%3A

2) Mengamati mainan
Permainan ini ditujukan untuk perhatian anak dengan menggunakan
benda-benda yang bergerak. Permainan ini dilakukan dengan cara
menggerakkan benda-benda yang menarik perhatian seperti boneka
berwarna cerah, mainan berwarna cerah. Benda-benda tersebut
diarahkan mendekat dan menjauh

29
atau ke kanan dan ke kiri agar anak mengikuti arah benda
tersebut.

Sumber: http://alatbayi.net/pantau-pertumbuhan-bayi-melalui-pengamatan-setiap-hari/

3) Meraih mainan
Permainan ini melatih motorik kasar anak dan membuat anak berusaha
meraih apa yang disukainya, yang perlu diperhatikan adalah jika anak
sudah mulai bosan karena tidak dapat menjangkau mainan tersebut,
segera dekatkan dan berikan mainan kepada anak. Permainan ini
menggunakan benda-benda yang cerah dan menarik perhatian anak,
diletakkan diatas anak agar anak berusaha mengambil mainan tersebut.
Gerak-gerakkan mainan tersebut agar anak tertarik untuk memegang.

Sumber:https://bagibunda.com/2012/11/jenis-mainan-bayi-menurut-usianya/

30
4) Bermain bunyi-bunyian
Permainan ini ditujuan untu anak usia 6 bulan lebih. Pada permainan ini
menggunakan alat musik mainan, baik yang ditiup atau dipukul yang
dapat mengeluarkan suara. Pada pelaksanaannya alat permainan tadi
dipukul bisa dengan tangan atau dengan pulpen/pensil atau sendok.
Permainan ini bertujuan untuk melatih respon anak pada suara benda
yang dipukul serta mengajarkan pada anak benda-benda apa saja yang
dapat menghasilkan bunyi.

Sumber: https://trustdaycare.com/manfaat-musik-untuk-perkembangan-anak-anda/

5) Mencari mainan
Pada permainan ini ditujukan untu melatih toleransi anak terhadap
adanya kehilangan, agar anak bisa beradaptasi jika sesuatu benda hilang
agar tenang dan berfikir cara mendapatkannya. Permainan dengan
menunjukkan suatu benda lalu sembunyikan benda itu, atau sembunyikan
benda yang sebelumnya digunakan anak lalu ajak anak untuk
mencarinya.

31
Sumber:http://www.google.com/search?q=anak+sedang+mencari+mainannya&safe=strict&
client=ms-android-vivo&prmd=inv&source-
lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjUy4n7y8rhAhXGTX0KHaULBfQQ_AUoAXoECAkQ
AQ&biw=360&bih=676#imgrc=4kcM6Ei9YqHFsM

6) Menyusun donat warna warni


Permainan ini menggunakan mainan donat plastik yang bawahnya
besar dan semakin keatas semakin mengecil. Permainan ini berfungsi
untuk melatih koordinasi motorik halus anak yang menghubungkan mata
dengan otot kecil tubuh.

Sumber: http://mommyasia.id/619

32
7) Mengenal bagian tubuh
Permainan ini mengenalkan bagian tubuh anak dan nama- namanya, anak
hanya perlu memperhatikan apa yang dilakukan oleh fasilitator dan akan
dilanjutkan oleh keluarga anak.

Sumber:http://www.google.com/search?q=permainan+anak+mengenal+bagian+tubuh
&safe=strict&client=ms-android-oppo&prmd=inv&source-
lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiHuND9t8rhAhW BinAKHVYCCwoQ_AUIEygB#

b. Anak Usia 1–3 Tahun


1) Arsitek Menara
Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang berwarna-warni dengan
ukuran yang sama, kemudian anak diminta untuk menyusun kotak atau
kubus ke atas. Penyusunan kubus/kotak diupayakan yang sama
warnanya.

Sumber: https://bangsaid.com/2016/09/10-kegiatan-bermain-yang-membangun-motorik-
halus-anak.html

33
2) Tebak Gambar
Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak asing bagi anak
seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar
profesi/pekerjaan. Permainan dimulai dengan menunjukkan gambar yang
telah ditentukan sebelumnya kemudian ajak anak untuk menebak
gambar tersebut, lakukan beberapa kali. Jika anak tidak mengetahui
gambar yang dimaksud, sebaiknya petugas memberitahu dan
menanyakan kembali ke anak setelah berpindah ke gambar lain untuk
melatih ingatan anak.

Sumber:http://www.google.com/search?q=gambar+anak+main+tebak+gambar&safe=strict&clie nt=ms-
android-oppo&prmd=inv&source- lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj5g7PoucrhAhW
hmuYKHZ4KDUoQ_AUIEygB&biw=360& bih=559&dpr+1.5#&biw=360&bih=559

3) Menyusun Puzzle
Permainan ini membutuhkan pendampingan petugas dan diupayakan
puzzle yang lebih besar agar anak mudah menyusun dan memegangnya.
Pilih gambar puzzle yang tidak asing bagi anak, sebelum gambar puzzle
dipisah pisah, tunjukkan keanak gambar puzzle yang dimaksud,
kemudian ajak dan dampingi anak untuk menyusun puzzle. Beri contoh
bagaimana cara menyusun puzzle, seperti dimulai dipojok dahulu atau
bagian samping terlebih dahulu. Hal yang perlu diperhatikan dalam
puzzle ini adalah jumlah puzzle yang dipasang/susun tidak lebih dari 6
potongan.

34
Sumber: https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/anak-pra-sekolah.html

c. Anak Usia 4–6 Tahun


1) Bola keranjang
Permainan ini memerlukan bola dan keranjang sampah plastik (bisa juga
kotak kosong). Letakkan kotak/keranjang plastik sejauh 2 meter dari
anak, kemudian minta anak melempar bola kedalam kotak/keranjang
sampah plastik, jika ada bola yang tercecer atau tidak masuk, dibiarkan
saja hingga bola sudah habis lalu ajak anak untuk mengambil bola yang
tercecer tersebut dan memasukkannya kedalam keranjang dari tempat
bola itu jatuh/tercecer.

Sumber:https://www.google.co.id/amp/s/tkislamdarunnajah10.wordpress.com/2014/03/15/ main-
lempar-bola-keranjang-di-kelas-a/amp/

35
2) Bermain dokter-dokteran
Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi lingkungan di
rumah sakit dengan berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam
permainan ini ajak anak untuk bermain drama yaitu anak sebagai
dokternya sedangkan pasiennya adalah boneka. Minta anak untuk
memeriksa boneka dengan stetoskop mulai dada boneka hingga
perutnya. Kemudian berikan spuit/suntikan tanpa jarum kepada anak
untuk berpura-pura menyuntikkan obat kepasiennya. Permainan bisa
dilanjutkan ke boneka lainnya dengan perlakuan sama hingga menulis
resep disebuah kertas andaikan memungkinkan. Jelaskan juga fungsi
suntikan dan obat itu sebagai apa saja dan hasil dari suntikan dan obat
yang didapat itu apa saja untuk pasien yang sakit.

Sumber: https://www.kaplanco.com/ii/preschool-dramatic-play-learning-center

3) Bermain abjad
Permainan ini membutuhkan pasangan minimal 2 anak, permainan ini
dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan dilantai kemudian jari
tersebut dihitung mulai A hingga Z. Jumlah jari terserah pada anak dan
jari yang tidak digunakan dapat ditekuk. Huruf yang tersebut terakhir
akan dicari nama binatang/nama buahnya sesuai dengan huruf depannya.

36
Sumber:http://www.google.com/search?q=gambar+anak+bermain+abjad&safe=strict&client=ms - android-
oppo&prmd=inv&source- lnms&tbm=isch&sa=X&ved=kRAnmm9A_eagNcCICu3iN5R34Ustg&sa
=360&bih=559&dpr=1.5#

4) Boneka tangan
Permainan ini dilakukan dengan menggunakan boneka tangan atau bisa
juga boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan
menggunakan boneka tangan. Cerita yang disampaikan diusahakan
mengandung unsur sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan
dirumah sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita, sesekali sebut
nama anak agar merasa terlibat dalam permainan tersebut.

Sumber: https://images.app.goo.gl/qa9vexQtnnERKFMu8

d. Anak Usia 6–12 Tahun


1) Melipat kertas origami
Permainan origami untuk melatih motorik halus anak, serta
mengembangkan imajinasi anak. permainan ini dilakukan dengan

37
melipat kertas membentuk topi, kodok, ikan, bunga, burung dan pesawat.
Ajari dan beri contoh dengan perlahan kepada anak dalam melipat kertas.
Selalu beri pujian terhadap apa yang telah dicapai anak. Hasil karya anak
bisa dipajang di meja anak atau di dekat infus anak agar mudah terlihat
orang lain.

Sumber: https://images.app.goo.gl/eqhdZEjVNPwcwch1A

2) Mewarnai gambar
Permainan ini juga melatih motorik halus anak dan meningkatkan
kreatifitas anak. Sediakan kertas bergambar dan krayon/spidol warna,
kemudian berikan kertas bergambar tersebut kepada anak dan minta anak
untuk mewarnai gambar dengan warna yang sesuai, ingatkan anak untuk
mewarnai didalam garis.

Sumber: http://waspada.co.id

38
3) Menyusun puzzle
Siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upayakan pemilihan
gambar puzzle yang tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih dahulu
puzzlenya kemudian minta anak untuk menyusun kembali gambar
tersebut. Ajak/buat kompetisi dalam permainan ini yaitu siapa yang
duluan selesai menyusun puzzle, anak tersebut sebagai pemenangnya.
Beri semangat juga bagi teman lain yang belum menyelesaikan
puzzlenya.

Sumber: https://images.app.goo.gl/4pPxMayAvyfEE5vy7

4) Menggambar bebas
Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol warna, lalu berikan
kepada anak dan minta anak menggambar diatas kertas tersebut.
Kemudian minta anak menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Beri
stimulus dalam memulai menggambar seperti beri ide membuat gambar
mobil, gambar binatang atau menggambar pemandangan.

39
Sumber: https://erde-matabaru/2013/08/menggambar.html

5) Bercerita
Permainan ini ditujukan untuk anak usia 10-12 tahun. Permainan ini
dimulai dengan memberi kesempatan kepada anak untuk membaca
sebuah cerita/dongeng (cerita/dongeng bisa kita
siapkan sebelumnya dalam majalah atau buku cerita). Setelah itu minta
anak menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Beri tanggapan
terhadap isi cerita yang disampaikan anak, seperti “wah hebat ya anak
kancilnya”. Kemudian beri tepuk tangan setelah anak selesai
menceritakan apa yang telah dibacanya.

Sumber: https://app.goo.gl/DTKpNQ9Y54Zb8hK5A

40
6) Meniup balon
Permainan ini sangat baik sekali untuk anak-anak, selain untuk bermain
juga melatih pernafasan anak. Berikan balon bermotif kepada anak
kemudian minta anak untuk meniup balon tersebut hingga besar. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pantau anak dan balonnya, jangan
sampai balonnya meletus atau anak memaksakan untuk meniup balon
sedangkan kondisi anak sudah kelelahan.

Sumber: https://images.app.goo.gl/rbmPAehtt9MZBRWu8

Menurut Yuliastati (2016), jenis permainan berdasarkan kelompok usia


terbagi atas:
a. Anak usia bayi → sense of pleasure play
1) 0–3 bulan :
a) Interaksi yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dengan orang
dewasa di sekitarnya.
b) Ciri khas : perasaan senang
c) Alat yang biasa digunakan : gantungan berwarna terang dengan musik
yang menarik (stimulasi pendengaran).

41
2) 3–6 bulan :
Stimulasi penglihatan dengan menonton TV, mainan warna terang,
mudah dipegang, misal cermin di depan bayi.
a) Stimulasi pendengaran : dibiasakan memanggil nama, menggulang suara
yang dikelaurkan, meletakkan mainan yang berbunyi di dekat anak.
b) Stimulasi taktil : beri mainan yang dapat dipegang, lembut dan
lentur. Saat mandi anak dibiarkan bermain air.
3) 7-9 bulan :
a) Stimulasi penglihatan : mainan berwarna terang, kertas, alat tulis.
Biarkan mencoret sesuai dengan keinginan.
b) Stimulasi pendengaran : diberikan boneka bunyi, mainan yang dapat
dipegang dan berbunyi saat digerakkan.
c) Alat permainan yang biasa diberikan : buku dengan warna terang,
d) mencolok, gelas dan sendok yang tidak pecah, bola yang besar,
boneka, mainan yang didorong.
b. Anak usia toddler (1-3 tahun)
1) Anak banyak bergerak, tidak bisa diam, mengimbangi otonomi dan
kemampuan untuk mandiri.
2) Anak ingin tahu yang besar sehingga anak sering bongkar pasang.
3) Jenis mainan yang tepat = solitary & paralel play (1 – 2 th : solitary play,
2 – 3 th : paralel play)
4) Jenis mainan yang diberikan : boneka, kereta api, truk, sepeda roda tiga, alat
masak, alat menggambar, bola, pasir, tanah liat, lilin warna warni.
c. Usia pra sekolah (3-6 tahun)
1) Anak lebih aktif dan kreatif, imajinatif, kemampuan bicara dan
hubungan sosial lebih tinggi.
2) Jenis permainan : associative, dramatic, skil play
3) Jenis mainan yang diberikan : mobil-mobilan, alat olahraga,berenang,
permainan balok besar.

42
4) Anak mampu memainkan peran : drama.
d. Usia sekolah (6-12 tahun)
1) Mampu bekerjasama : pergaulan untuk mengenal norma baik-buruk
2) Anak mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat.
3) Karakteristik bermain untuk laki-laki diberikan mainan jenis mekanik
sehingga kreatif berkreasi, misal : mobil-mobilan.
4) Pada wanita untuk mengembangkan perasaan, pemikiran, sikap dalam
menjalankan peran sebagai wanita, misal : alat masak.
e. Anak Usia remaja (13–18 tahun)
1) Anak remaja berada dalam suatu fase peralihan. Di satu sisi akan
meninggalkan masa kanak-kanak dan di sisi lain masuk pada usia dewasa dan
bertindak sebagai individu sehingga akan mengalami krisis identitas dan bila
tdk sukses melewatinya akan mencari kompensasi pada hal yang berbahaya,
misal : mengkonsumsi obat- obat terlarang, minumam keras dan/atau seks
bebas.
2) Prinsip perrmainan bagi anak remaja yaitu tidak hanya sekedar mencari
kesenangan dan meningaktkan perkembangan
fisioemosional, tetapi juga lebih ke arah menyalurkan minat, bakat, dan
aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan identitas pribadinya.
3) Peran orang tua yaitu mengkomunikasikan/memberitahu anak untuk mengisi
kegiatan yang konstruktif, misal : melakukan permainan dengan olahraga,
turut serta dalam kegiatan oranganisasi remaja yang positif seperti karang
taruna, kelompok bola basket, sepak bola.

H. Permainan Edukatif
Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), permainan edukatif adalah
suatu kegiatan menggunakan teknik bermain dengan tujuan mendidik atau
memasukkan suatu pengertian atau pemahaman kepada anak. Permainan edukatif
sangat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan anak dalam berbagai bidang,
keterampilan berbahasa, keterampilan motorik

43
kasar dan halus serta keterampilan personal sosial. Selain itu, permainan edukatif
juga bermanfaat untuk mengembangkan kepribadian anak, mendekatkan hubungan
orang tua/keluarga terhadap anak serta menyalurkan bakat dan ekspresi anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permainan
edukatif pada anak meliputi:
1. Mainan tersebut sesuai dengan usia anak tersebut. Memampuan kognitif dan
memahami masing-masing usia anak berbeda-beda, jadi sebaiknya pilih dan
tentukan permainan yang sesuai dengan usia anak sat itu.
2. Permainan yang multifungsi. Permainan multifungsi ini bertujuan menstimulasi
anak agar lebih kreatif dan mengembangkan imajinasinya terhadap suatu benda.
3. Melatih anak dalam memecahkan sebuah masalah. Dalam bermain anak sering
mengalami kesulitan dan hambatan, sebaiknya orang tua memotivasi anak agar
mau berusaha dan orang tua hanya membantu untuk menstimulasi, tidak
membantu anak bermain secara keseluruhan.
4. Melatih konsep konsep dasar. Melalui permainan edukatif, anak diajarkan untuk
mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal bentuk, warna, besaran
dan juga melatih motorik halusnya.
5. Melatih ketelitian dan ketekunan anak. anak-anak sering mengalami kebosanan
dan keputusasaan apabila tidak dapat mengerjakan atau menyelesaikan suatu
permainan, dalam hal ini anak dilatih untuk bersabar, lebih tenang agar
permainan dapat terselesaikan.
Permainan edukatif sangat tepat dilakukan di rumah sakit, dengan
memasukkan pemahaman anak terhadap alat-alat, peraturan dan tindakan agar anak
dapat kooperatif dalam mengikuti prosedur selama perawatan anak.
1. Bermain bahasa
Petugas atau orang tua mengajarkan anak tentang hal–hal yang ada di rumah
sakit, seperti menyebutkan kata kerja yang ada di rumah sakit, menyebutkan
peralatan-peralatan yang sering digunakan dalam

44
perawatan dan pengobatan. Pengenalan peralatan ini bisa dengan gambar
bercerita atau petugas bercerita dengan menggunakan peralatan seperti spuit,
tensimeter, stetoskop dan anak boleh memegang benda tersebut selama dalam
pemantauan petugas. Selain itu, anak juga diminta untuk mengekspresikan
perasaannnya, bisa dengan tulisan atau menggambar. Contohnya meminta anak
untuk menuliskan hal-hal yang disukai dan tidak disukai selama perawatan,
meminta anak menggambarkan anggota tubuh yang sakit.
2. Permainan ilmiah
Permainan ilmiah ditujukan untuk menambah pengetahuan anak tentang kegiatan
yang terjadi di rumah sakit agar anak bisa lebih paham dan kooperatif. Permainan
ini bisa tentang menjelaskan anggota tubuh yang sakit, menggambar anggota
tubuh yang sakit atau terpasang infus, menjelaskan tentang pentingnya nutrisi
untuk tubuh dan alasan mengapa anak sakit harus makan, menjelaskan cara kerja
obat minum, obat suntik, pemasangan gips serta menjelaskan berapa lama waktu
yang diperlukan untuk penyembuhan.
3. Permainan matematika
Gunakan materi rumah sakit untuk mendiskusikan sistem metrik dan membuat
anak semakin mengenal berat, panjang dan volume badan, misalnya menimbang
berat, mengukur tinggi badan sendiri. Situasi rumah sakit juga dapat didiskusikan
kepada anak seperti jam jaga perawat dengan jumlah perawat yang ada dalam
satu hari.
4. Permainan ilmu sosial
Ajak anak bermain dengan melihat pekerjaan di rumah sakit, tugas dan fungsinya
sebagai apa saja, membutuhkan pendidikan seperti apa saja (ini berlaku untuk
anak yang lebih besar usianya).
5. Permainan geografi
Ajak anak menggambar peta ruangan rumah sakit, arah ke WC, arah ke ruang
jaga perawat, menggambar apa yang dilihat anak diluar jendela, pohon, rumput,
lampu taman.

45
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai
macam perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak
akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasan.
2. Teori bermain dibedakan menjadi 2 macam, yaitu teori bermain klasik (teori
rekreasi/pelepasan, teori teleologi/pembawaan, teori sublimasi,
rekapitulasi/evolusi/reinkarnasi, teori surplus energi dan teori C. Bühler) dan
teori bermain modern (teori psikoanalisa, teori kognitif, teori belajar sosial dan
teori kompensasi).
3. Tujuan bermain pada anak adalah untuk perkembangan kognitif, perkembangan
sosial dan emosional, perkembangan bahasa, perkembangan fisik (jasmani) dan
perkembangan pengenalan huruf (literacy).
4. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik- motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreatifitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
5. Prinsip-prinsip dalam aktivitas bermain adalah permainan tidak banyak
menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat untuk menghindari kelelahan
dan alat-alat permainannya lebih sederhana, mainan harus relatif aman dan
terhindar dari infeksi silang, sesuai dengan kelompok usia, tidak bertentangan
dengan terapi dan perlu keterlibatan orangtua dan keluarga.
6. Menurut Green (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
terapi bermain di rumah sakit yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan
faktor pendorong. Menurut Maria Sulanti (2011), ada 5 faktor yang
mempengaruhi aktivitas bermain pada anak yaitu tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak, status kesehatan anak, jenis

46
kelamin anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan jenis permainan yang
cocok atau sesuai bagi anak. Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam bermain adalah ekstra energi, waktu, alat
permainan, ruangan untuk bermain, pengetahuan cara bermain dan teman
bermain.
7. Klasifikasi bermain pada anak dibagi berdasarkan isi permainan (social affective
play, sense of pleasure play, skill play, games atau permainan, unoccupied
behavior dan dramatic play), berdasarkan karakter sosial (onlooker play, solitary
play, parallel play, assosiatif play, cooperative play dan therapeutic play),
berdasarkan kelompok usia anak (usia bayi, usia toddler, usia pra sekolah, usia
sekolah dan usia remaja).
8. Permainan edukatif adalah suatu kegiatan menggunakan teknik bermain dengan
tujuan mendidik atau memasukkan suatu pengertian atau pemahaman kepada
anak.

B. Saran
Saran dari penelitian ini bagi profesi keperawatan khususnya bidang
keperawatan anak agar dapat menjadikan terapi bermain sebagai sumber materi
pembelajaran untuk membantu mengurangi kecemasan anak selama menjalani
hospitalisasi. Bagi rumah sakit khususnya kepala ruangan anak agar dapat
menerapkan terapi bermain sebagai salah satu alternatif yang mudah dan aman
digunakan bagi anak untuk mengurangi kecemasan anak selama menjalani
hospitalisasi. Bagi orang tua, diharapkan dapat memberikan informasi tentang
gambaran kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi dan salah satu alternatif
permainan yang aman digunakan bagi anak selama menjalani hospitalisasi. Bagi
pemakalah, selanjutnya diharapkan dapat memperdalam lagi konsep bermain dalam
rangka mengurangi kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi.

47
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.

Alligood, M.R. 2014. Nursing Theoristand Their Work, 8th Edition. Mosby: Elsevier.

Bukhari, Al Jami’ Al Shokih Al Bukhari, Bairut : Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 2010. Jakarta:
Maghfirah Pustaka.

Campbell, M., & Knoetze. 2018. Repetitive symbolic play as a therapeutic process in
child-centered play therapy. International Journal of Play Therapy, Vol 19, 222-234.

Christian, K. M., Russ, S., & Short, E. J. (2017). Pretend play processes and anxiety:
Considerations for the play therapist. International Journal of Play Therapy, 20, 179– 192.
http://dx.doi.org/10.1037/a0025324.

Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Fadlillah. M, dkk. 2014. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.

Handayani, Rahmawati Dewi dan Ni Putu Dewi Puspitasari. 2017. Pengaruh Terapi
Bermain Terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani Perawatan Pada Anak Usia
Pra Sekolah (3 – 5 Tahun) Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Staf pengajar
STIKES Surya Global Yogyakarta Alumnus Ilmu Keperawatan STIKES Surya Global
Yogyakarta: Jurnal.

Imam, Saeful. 2018. Prosedur Medis Agar Anak Tidak Lagi Menangis. Jakarta:
Rineka Cipta.

Indrawaty, Lina dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Bermain Terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia Toddler Akibat Hospitalisasi Di Ruang Rawat Inap
Anak RSUD Kota Bekasi Tahun 2017. Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Medistra Indonesia Bekasi: Jurnal.

48
Martin. 2018. Bermain Sebagai Media Terapi. Jakarta: Buana Printing.

Nurcahyo, Fathan. 2017. Teori Bermain. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Negeri
Yogyakarta: Jurnal.

Patel., Ravindra, & Suresh. 2018. Study to assess the effectiveness of play therapy on
anxiety among hospitalized children. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 5 17-
23.

Rafati, Fateme Shah. 2018. Effectiveness of Group Play Therapy on the


Communication of 5-8 Years Old Children With High Functioning Autism. Pediatric
Neurorehabilitation Research Center, Department of Psychology and Exceptional Children
Education, University of Social Welfare and Rehabilitation Sciences, Vol. 17 Num. 3.

Saputro, Heri dan Intan Fazrin. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit:
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit; Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya.
Ponorogo: Forum Ilmiah kesehatan (FORIKES).

Saputro, Heri dan Intan Fazrin. Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Akibat
Hospitalisasi dengan Penerapan Terapi Bermain. Jurnal Konseling Indonesia;
2017;3(1):9–12(online),(http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JKI,diakses Oktober 2017).

Soetjiningsih, 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sufyanti, Yuni dkk. 2017. Efektivitas Penurunan Stres Hospitalisasi Anak Dengan Terapi
Bermain. Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga:
Jurnal.

Sulanti, Maria. 2011. Konsep Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Supartini, Y. 2014. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Therese, Karina G. Fernandez and Celine O. Sugay. 2016. Psychodynamic Play Therapy: A
Case of Selective Mutism. International Journal of Play Therapy, Vol. 25, No. 4, 203–209.

49
Wiyani, N. Andry. 2016. Konsep Dasar PAUD. Yogyakarta: Gava Media.

Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Vol. Volume 1). Jakarta:
EGC.

Yuliastati, Nining dkk. 2016. Keperawatan Anak; Kementerian Kesehatan Repubik


Indonesia. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

50

Anda mungkin juga menyukai