Anda di halaman 1dari 30

PENGAUDITAN II

PENYELESAIAN PENGUJIAN SIKLUS PENJUALAN


DAN PENGUMPULAN PIUTANG
Dosen Pengampu : Anak Agung Ngurah Agung Kresnandra, S.E.,M.S.A.,Ak.,CA.
EKA446 (G1)

Disusun Oleh
Kelompok 4
Daniel Erinaldi. R.Win (2007531081)
Luh Gede Sintha Nindya Pradnyani AS (2007531209)
I Gede Made Bagus Wira Manuaba (2007531254)
Dewa Ayu Chandra Gita (2007531277)
Ni Putu Maura Aviona Maharani (2007531285)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
PEMBAHASAN

1. Metodologi untuk Perancangan Pengujian Rinci Saldo


Dalam memutuskan bukti yang sesuai untuk melakukan pengujian rinci saldo
sangat rumit sebab harus diputuskan secara objektif satu persatu, dan disana ada beberapa
interaksi yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Sebagai contoh, auditor harus
mengevaluasi kemungkinan adanya kecurangan ,dan juga mempertimbangkan risiko melekat,
yang mungkin berbeda untuk setiap tujuan, dan hasil dari pengujian substantif atas penjualan
dan penerimaan tunai, yang tujuannya juga bervariasi. Auditor harus pula mempertimbangkan
hasil pengujian pengawasan dan penilaian risiko pengawasan.

Bukti yang tepat yang harus diperoleh dari pengujian rinci saldo harus diputuskan
atas dasar tujuan-demi-tujuan. Berhubung adanya sejumlah interaksi yang mempengaruhi
kebutuhan akan bukti dari pengujian rinci saldo, maka keputusan audit ini bisa menjadi
kompleks. Sebagai contoh, auditor harus mengevaluasi potensi terjadinya penyelewengan
(fraud) dan juga harus mempertimbangkan risiko bawaan, dengan berbagai macam tujuan, di
samping harus mempertimbangkan hasil pengujian pengendalian dan penetapan risiko
pengendalian yang bersangkutan. Selain itu auditor harus juga mempertimbangkan hasil
pengujian substantif atas penjualan dan penerimaan kas.
Dalam merancang pengujian auditor harus memenuhi masing-masing dari delapan
tujuan audit. Jika diterapkan secara khusus pada piutang usaha, hal tersebut disebut sebagai
tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha sebagai berikut
a. Piutang usaha dalam daftar umur piutang cocok dengan jumlah dalam master file yang
bersangkutan dan penjumlahannya sudah benar dan cocok dengan saldo dibuku besar
(Kecocokan saldo).
b. Piutang yang tercantum dalam pembukuan sungguh-sungguh ada (Keberadaan).
c. Semua piutang yang ada telah dicatat dalam pembukuan (Kelengkapan).
d. Piutang usaha telah dicatat dengan akurat (Ketelitian).
e. Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar (Klasifikasi).
f. Pisah batas piutang usaha ditetapkan dengan benar (Pisah batas).
g. Piutang usaha dinyatakan sebesar nilai yang bisa direalisasi (Nilai bisa direalisasi).
h. Klien memiliki hak atas piutang usaha (Hak).
Kolom dalam kertas kerja perencanaan harus mencantumkan tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo. Auditor menggunakan faktor-faktor tersebut untuk menilai risiko
deteksi yang direncanakan bagi piutang usaha menurut tujuannya.
1) Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien Yang Berhubungan Dengan Piutang Usaha
(Tahap I)
Auditor mempelajari industri dan lingkungan eksternal klien serta mengevaluasi
tujuan manajemen dan proses bisnis untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang
signifikan yang dapat memengaruhi laporan keuangan, termasuk piutang usaha. Untuk
mendapatkan pemahaman tersebut, auditor juga melaksanakan prosedur analitis
pendahuluan yang dapat menunjukkan kenaikan risiko salah saji piutang usaha.
Ketika mengevaluasi risiko inheren dan bukti yang direncanakan dalam piutang
usaha, auditor mengembangkan risiko yang mempengaruhi piutang usaha. Contoh : auditor
dapat meningkatkan risiko inheren untuk nilai realisasi bersih piutang usaha.
2) Menetapkan Kesalahan Penyajian Bisa Ditoleransi Dan Risiko Bawaan
Auditor harus memutuskan perimbangan pendahuluan mengenai materialitas
laporan keuangan secara keseluruhan dan kemudian mengalokasikan jumlah pertimbangan
pendahuluan ke setiap akun neraca yang signifikan, termasuk piutang usaha. Secara khusus
piutang usaha merupakan salah satu akun yang paling material, bahkan untuk saldo piutang
yang paling kecil sekalipun, transaksi dalam siklus penjualan dan penagihan yang
mempengaruhi saldo piutang usaha hampir pasti sangat signifikan.
Auditor harus mengidentifikasi secara formal risiko kecurangan tertentu
menyangkut pengakuan pendapatan. Hal ini akan mempengaruhi penilaian risiko inheren
oleh auditor untuk tujuan-tujuan berikut : keberadaan atau eksistensi, pisah batas penjualan,
serta pisah batas retur dan pengurangan penjualan. Jadi sudah biasa bagi klien untuk
menyalahsajikan pisah batas baik karena kesalahan maupun karena kecurangan. Dan untuk
menyalah sajikan secara tidak sengaja atau secara sengaja penyisihan piutang tak tertagih
nilai realisasi karena sulit menentukan saldo yang benar.
3) Menetapkan Risiko Pengendalian Untuk Siklus Penjualan Dan Pengumpulan
Piutang
Pengendalian internal terhadap penjualan dan penerimaan kas serta piutang
usaha terkait setidaknya harus cukup efektif karena manajemen sangat menginginkan
catatan yang akurat untuk mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Auditor
harus memperhatikan tiga aspek pengendalian internal :
a. Pengendalian yang mencegah atau mendeteksi penggelapan.
b. Pengendalian terhadap pisah batas.
c. Pengendalian yang terkait dengan penyisihan piutang tak tertagih.
Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian untuk tujuan audit yang
berkaitan dengan transaksi dengan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dalam
memutuskan risiko deteksi yang direncanakan dan bukti yang direncanakan bagi pengujian
atas rincian saldo. Contoh : auditor menyimpulkan bahwa risiko pengendalian untuk
transaksi penjualan maupun penerimaan kas adalah rendah bagi tujuan audit yang berkaitan
dengan transaksi keakuratan. Karena itu, auditor dapat menyimpulkan bahwa pengendalian
bagi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo keakuratan untuk piutang usaha sudah efektif
karena satu-satunya transaksi yang mempengaruhi piutang usaha adalah penjualan dan
penerimaan kas. Jika retur dan pengurangan penjualan serta penghapusan piutang usaha tak
tertagih berjumlah signifikan, penilaian risiko pengendalian juga harus dipertimbangkan
untuk kedua kelas transaksi tersebut.
Dua aspek hubungan yang disajikan perlu disinggung secara khusus:
a. Untuk penjualan, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian
mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo- eksistensi/keberadaan.
Akan tetapi untuk penerimaan kas, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-
keterjadian mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan.
Penyebab kesimpulan mengejutkan bahwa kenaikan penjualan meningkatkan
piutang usaha tetapi kenaikan penerimaan kas justru menurunkan piutang usaha.
Contoh : pencatatan penjualan sebenarnya tidak ada melanggar tujuan audit
yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian dan tujuan audit yang berkaitan dengan
saldo-eksistensi (keduanya lebih saji). Pencatatan penerimaan kas yang sebenarnya
tidak ada melanggar tujuan audit yang berkaitan transaksi-keterjadian maupun
tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan untuk piutang usaha, karena
piutang yang masih beredar tidak lagi dicantumkan dalam catatan.
b. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha-nilai realisasi dan hak,
serta tujuan yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, tidak terpengaruh
oleh penilaian risiko pengendalian untuk tujuan-tujuan tersebut, auditor harus
mengidentifikasi dan menguji pengendalian secara terpisah demi mendukung
tujuan-tujuan tersebut.
Tiga baris penilaian risiko pengendalian, yaitu : satu untuk penjualan, satu untuk
penerimaan tunai, dan satu untuk pengawasan tambahan yang berhubungan dengan saldo
rekening piutang. Sumber dari setiap risiko pengawasan penjualan dan penerimaan tunai
adalah matriks risiko pengawasan, yang mengasumsikan bahwa hasil pengujian
pengawasan mendukung penilaian yang sebenarnya. Auditor membuat pemisah penilaian
risiko pengawasan untuk tujuan yang berhubungan hanya dengan saldo rekening piutang.
4) Merancang Dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian Dan Pengujian
Substantif Transaksi (Tahap II)
Hasil pengujian pengendalian akan menentukan apakah penilaian risiko
pengendalian untuk penjualan dan penerimaan kas harus direvisi. Auditor menggunakan
hasil pengujian untuk menentukan sejauh mana risiko deteksi yang direncanakan akan
dipenuhi bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha.
5) Merancang Dan Melaksanakan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis sering kali dilakukan selama tiga tahap audit, yaitu :
perencanaan, ketika melaksanakan pengujian yang terinci, dan sebagai bagian dari
penyelesaian audit. Sebagian besar prosedur analitis yang dilaksanakan selama tahap
pengujian dilakukan setelah tanggal neraca tetapi sebelum pengujian atas rinci saldo.
Auditor melaksanakan prosedur analitis untuk siklus penjualan dan penagihan secara
keseluruhan, bukan hanya piutang usaha. Hal ini dikarenakan hubungan yang erat antara
akun-akun laporan laba rugi dan neraca.
Jika auditor mengidentifikasi salah saji yang mungkin terjadi dalam retur dan
pengurangan penjualan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang usaha mungkin
akan mengoffset salah saji itu. Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan
mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus melontarkan pertanyaan
tambahan kepada manajemen. Respons manajemen harus dievaluasi secara kritis.
6) Merancang dan Melaksanakan Pengujian Detil Saldo Piutang Usaha
Apabila prosedur analitis dalam siklus penjualan dan pengumpulan piutang
mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus mengajukan pertanyaan
tambahan kepada manajemen. Jawaban dari manajemen harus dievaluasi dengan kritis
untuk menentukan apakah jawaban tersebut cukup menjelaskan fluktuasi tidak biasa
tersebut dan apakah disertai dengan bukti pendukung.
Pengujian detil saldo yang tepat tergantung pada faktor-faktor yang tercantum
dalam kertas kerja perencanaan bukti. Risiko deteksi direncanakan untuk setiap tujuan audit
saldo piutang usaha nampak pada baris kedua dari bawah. Ini merupakan keputusan
subyektif tentang setiap faktor yang tercantum di atas baris tersebut.
Tugas untuk memadukan faktor-faktor yang menentukan risiko deteksi
direncanakan cukup kompleks karena pengukur setiap faktor tidak bisa dipresisi dan bobot
yang diberikan pada setiap faktor sangat subyektif. Sebaliknya, hubungan antara setiap
faktor dan risiko deteksi direncanakan ditetapkan dengan bak. Sebagai contoh, auditor
mengetahui bahwa risiko bawaan atau risiko pengendalian yang tinggi menurunkan risiko
deteksi direncanakan dan menaikkan pengujian substantif direncanakan, sedangkan hasil
pengujian substantif transaksi yang baik menaikkan risiko deteksi direncanakan dan
menurunkan pengujian substantif direncanakan lainnya.
Setelah bukti audit direncanakan ditentukan apakah tinggi, medium, atau
rendah, selanjutnya auditor harus memutuskan prosedur audit, ukuran sampel, unsur yang
harus dipilih, dan saat yang tepat.
2. Perancangan Pengujian Rinci Saldo
Meskipun pada pengujian rinci saldo, auditor lebih menekankan pada akun-akun
neraca, namun tidak berarti bahwa auditor mengabaikan akun-akun nominal (akun-akun laba
rugi) Karena akun-akun laba-rugi diuji sebagai hasil sampingan dari pengujian atas akun-akun
neraca. Sebagai contoh, Apabila auditor mengonfirmasi saldo piutang usaha dan menemukan
lebih saji yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembuatan faktur untuk konsumen, maka baik
piutang usaha maupun penjualan akan lebih saji.
Konfirmasi piutang usaha adalah pengujian rinci saldo piutang usaha yang paling
penting. Untuk pembahasan pengujian rinci saldo atas piutang usaha, kita akan fokus pada
tujuan-tujuan audit saldo. Kita juga mengasumsikan dua hal :
a. Auditor telah menyelesaikan kertas kerja perencanaan bukti.
b. Auditor telah menetapkan risiko deteksi direncanakan untuk pengujian rinci untuk
setiap tujuan audit.
Prosedur audit yang dipilih dan ukuran sampelnya akan sangat tergantung pada
apakah bukti untuk suatu tujuan ditetapkan rendah, medium, atau tinggi.
1) Kecocokan Saldo dalam Catatan
Sebagian besar pengujian atas akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian
piutang akan didasarkan pada daftar umur piutang. Daftar umum piutang adalah suatu
daftar yang berisi saldo-saldo setiap akun yang terdapat dalam master file piutang usaha
per tanggal neraca. Gambar di bawah ini adalah contoh daftar umur piutang yang disusun
oleh PT ABC. Perhatikan bahwa total dalam daftar ini cocok dengan piutang usaha yang
tercantum di neraca saldo yang disusun dari buku besar.
Biasanya auditor menguji kecocokan informasi dalam daftar piutang sebelum
melakukan pengujian lain untuk memastikan bahwa populasi yang akan diuji cocok dengan
buku besar dan master file piutang usaha. Kolom total dan kolom-kolom yang dibagi
menurut umur piutang harus diuji kebenaran penjumlahan vertikalnya (footing) dan total
pada daftar ini dibandingkan dengan saldo di buku besar. Selain itu, auditor harus
menelusur suatu sampel dari saldo individual ke dokumen pendukung seperti misalnya
duplikat faktur penjualan untuk memastikan kebenaran nama pembeli, jumlah saldo, dan
kebenaran penentuan umumnya. Luas pengujian untuk memeriksa kecocokan ini
tergantung pada jumlah akun debitur, seberapa banyak master file telah diuji dalam rangka
pelaksanaan pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi, dan seberapa jauh
daftar umur piutang telah diverifikasi oleh auditor internal atau pegawai independen
lainnya sebelum daftar tersebut diserahkan kepada auditor. Auditor juga sering
menggunakan perangkat lunak audit untuk memeriksa penjumlahan vertikal dalam daftar
umur piutang dan menghitung ulang umur piutang.
2) Keberadaan – Piutang Usaha
Konfirmasi saldo piutang adalah pengujian rinci saldo terpenting untuk
menentukan keberadaan piutang usaha sebagaimana tercantum dalam pembukuan. Apabila
pelanggan tidak memberi jawaban atas konfirmasi, auditor juga memeriksa dokumen
pendukung untuk memastikan bahwa barang sungguh-sungguh telah dikirimkan dan bukti
adanya penerimaan kas untuk menentukan bahwa piutang telah diterima pembayarannya
setelah tanggal neraca. Biasanya auditor tidak memeriksa bukti pengiriman barang atau
bukti penerimaan kas setelah tanggal neraca untuk setiap akun yang dikonfirmasi, tapi hal
ini baru dilakukan secara ekstensif sebagai akun yang dikonfirmasi, tapi hal ini baru
dilakukan secara ekstensif sebagai prosedur alternatif untuk akun yang tidak memberi
jawaban atas konfirmasi.
3) Kelengkapan – Piutang Usaha
Auditor mengalami kesulitan untuk menguji akun piutang yang dengan sengaja
dihilangkan (tidak dicantumkan) dari daftar umur piutang dan hanya mengandalkan pada
sifat keseimbangan yang dimiliki oleh master file piutang. Sebagai contoh, Apabila klien
pada suatu ketika menghilangkan suatu piutang dari daftar umur piutang, satu-satunya cara
bagi auditor untuk menemukan hal tersebut adalah dengan menotal (menjumlah secara
vertikal) daftar umur piutang dan mencocokkan hasil penjumlahan tersebut dengan saldo
yang tercantum dalam akun kontrol piutang usaha di buku besar.
Apabila semua penjualan kepada seorang pelanggan dihilangkan dari jurnal
penjualan, kurang saji piutang usaha hampir tidak mungkin terungkap melalui pengujian
rinci saldo. Sebagai contoh, auditor jarang mengirim piutang kepada pelanggan yang
bersaldo nol rupiah, penyebabnya antara lain karena penelitian menunjukkan bahwa
pelanggan jarang mau menjawab konfirmasi tersebut lebih rendah dari yang seharusnya.
Selain itu, penjualan kepada pelanggan baru yang tidak dicatat, sulit diidentifikasi untuk
konfirmasi karena nama pelanggan baru tersebut tidak tercantum dalam master file. Cara
terbaik untuk menemukan kurang saji penjualan dan piutang usaha adalah pengujian
substantif transaksi atas pengiriman barang yang tidak dicatat (tujuan kelengkapan untuk
pengujian transaksi penjualan) dan dengan prosedur analitis.
4) Ketelitian – Piutang Usaha
Konfirmasi akun-akun piutang usaha yang dipilih dari daftar umur piutang
adalah pengujian rinci saldo yang paling sering dilakukan untuk menguji ketelitian piutang
usaha. Apabila pelanggan tidak menjawab permintaan konfirmasi, auditor memeriksa
dokumen pendukung dengan cara yang sama seperti telah dijelaskan pada waktu auditor
melakukan audit untuk tujuan keberadaan. Auditor melakukan pengujian dengan
memeriksa pendebetan dan pengkreditan pada masing-masing akun pelanggan individual
dengan membandingkannya pada dokumen pendukung pengirim barang dan penerimaan
kas.
5) Penggolongan – Piutang Usaha
Pada umumnya auditor dapat mengevaluasi penggolongan piutang dengan
mudah. Dengan cara mereview daftar umum piutang dapat diketahui ada tidaknya piutang
pada perusahaan afiliasi, piutang kepada pejabat dan staf perusahaan, atau piutang kepada
pihak-pihak berelasi yang material. Auditor harus memeriksa apakah piutang wesel atau
akun yang harus digolongkan sebagai aset tidak lancar telah dipisahkan dari akun piutang
usaha yang reguler, demikian pula piutang bersaldo kredit yang signifikan telah
dikelompokkan sebagai utang usaha.
Ada hubungan yang erat antara tujuan audit saldo tentang penggolongan dengan
tujuan audit kejelasan penyajian dan pengungkapan tentang penggolongan atau
pengelompokan. Untuk dan memenuhi tujuan audit saldo tentang penggolongan, auditor
memastikan bahwa klien telah menggolongkan piutang usaha dengan tepat, dan harus
memastikan piutang usaha dipisahkan dari piutang lainnya. Sebagai contoh, auditor harus
memastikan bahwa piutang kepada perusahaan afiliasi dipisahkan dalam daftar umur
piutang. Untuk memenuhi tujuan telah dan pengungkapan, auditor harus memastikan
bahwa penggolongan telah disajikan dengan tepat dengan menentukan apakah transaksi
dengan pihak berelasi telah dicantumkan dengan benar selama penyelesaian audit.
6) Pisah Batas – Piutang Usaha
Kesalahan penyajian pisah batas terjadi apabila transaksi tahun ini dicatat pada
tahun berikutnya atau sebaliknya. Tujuan pengujian pisah batas (cutoff test), apa pun jenis
transaksinya, adalah untuk memeriksa apakah transaksi menjelang akhir tahun buku telah
dicatat pada periode yang tepat. Tujuan pisah batas adalah salah satu yang paling penting
dalam siklus Ini karena kesalahan penyajian pisah batas bisa berpengaruh signifikan
terhadap laba bersih periode ini. Sebagai contoh, dimasukkannya penjualan berjumlah
rupiah besar (disengaja atau tidak disengaja) yang sebenarnya terjadi pada periode
berikutnya menjadi penjualan tahun ini —atau tidak dimasukkannya sejumlah retur
penjualan tahun ini— bisa membuat lebih saji secara material.
Kesalahan penyajian pisah batas bisa terjadi pada penjualan, retur penjualan,
dan penerimaan kas. Untuk menentukan kewajaran pisah batas, auditor melakukan
pendekatan sebagai berikut: (1) tetapkan kriteria yang tepat untuk pisah batas; (2) evaluasi
apakah klien telah menetapkan prosedur yang memadai untuk pisah batas yang
sewajarnya.; serta (3) ujilah apakah pisah batas telah dilakukan dengan benar.
a. Pisah Batas Penjualan
Pada kebanyakan perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur, pencatatan
suatu penjualan biasanya didasarkan kriteria pengiriman barang. Namun ada pula
sejumlah perusahaan lain yang mencatat faktur penjualan pada saat berpindahnya hak
kepemilikan yang bisa terjadi sebelum barang dikirimkan, pada saat barang dikirim,
atau setelah barang dikirimkan. Untuk kepentingan pengukuran laba periodik yang
benar, metode hendaknya sesuai dengan standar akuntansi dan diterapkan secara
konsisten.
Bagian terpenting dalam menilai metode yang digunakan klien untuk
mendapat pisah batas yang bisa dipercaya adalah prosedur yang digunakan. Apabila
klien menerbitkan dokumen pengiriman barang bernomor urut tercetak secara
berurutan (urut nomor), maka evaluasi dan pengujian pisah batas bisa dilakukan dengan
mudah. Selain itu, adanya pemisahan tugas antara bagian pengiriman dan bagian
pembuatan faktur juga akan sangat mendorong terciptanya pencatatan transaksi pada
periode yang tepat. Namun, apabila pengiriman dilakukan dengan truk milik
perusahaan klien, apabila dokumen pengiriman barang tidak bernomor urut tercetak,
dan apabila pegawai bagian pengiriman merangkap sebagai pembuat faktur, maka akan
terjadi kesulitan dan tidak terjamin terjadinya pisah batas yang tepat.
Apabila pengendalian internal perusahaan klien cukup baik, auditor biasanya
dapat memeriksa pisah batas dengan meminta dokumen pengiriman barang yang
terakhir yang dilakukan pada akhir tahun buku dan membandingkan nomor bukti
pengiriman barang ini dengan penjualan tahun ini dan penjualan tahun berikutnya.
Sebagai contoh, misalkan nomor dokumen pengiriman barang untuk pengiriman
barang yang terakhir pada tahun ini adalah 1489. Semua transaksi penjualan yang
dicatat sebelum akhir tahun buku harus memiliki dokumen pengiriman barang yang
bernomor di bawah 1490, dan tidak ada penjualan yang dicatat dan barang yang dikirim
pada periode berikutnya yang memiliki bukti pengiriman barang bernomor 1489 atau
di bawahnya. Auditor dapat menguji hal ini dengan mudah dengan cara
membandingkan catatan penjualan dengan dokumen pengiriman barang untuk masa
beberapa hari sebelum akhir buku tahun ini dengan beberapa hari memasuki tahun
berikutnya.
b. Pisah Batas Retur Penjualan
Standar akuntansi mensyaratkan retur penjualan bisa ditandingkan dengan
penjualan yang bersangkutan pada periode yang sama, apabila jumlahnya material.
Sebagai contoh, apabila barang yang dikirim pada tahun ini ternyata dikembalikan
(retur) pada periode berikutnya, maka retur penjualan tersebut harus dilaporkan sebagai
retur pada tahun ini. (Barang yang diretur harus diperlakukan sebagai persediaan tahun
ini). Namun demikian, pada kebanyakan perusahaan, retur penjualan sering dicatat
pada periode terjadinya retur dengan asumsi bahwa retur yang terjadi pada awal periode
kurang lebih sama dengan yang terjadi pada akhir periode, sehingga tidak ada masalah
karena keduanya akan saling menutup. Hal seperti ini bisa diterima apabila jumlah retur
penjualan tidak material. Ada pula perusahaan yang membentuk cadangan, seperti
cadangan kerugian piutang, yang disediakan untuk retur yang diperkira kan terjadi
periode berikutnya.
Apabila auditor percaya bahwa klien mencatat semua penjualan retur dengan
benar, pisah batas bisa dilakukan dengan mudah dan langsung. Auditor dapat
memeriksa suatu sampel bukti pendukung retur penjualan yang terjadi beberapa
minggu setelah berakhirnya tahun buku untuk menentukan tanggal penjualan yang
berkaitan dengan retur tersebut.
c. Pisah Batas Penerimaan Kas
Dalam audit pada umumnya, pisah batas yang tepat untuk penerimaan kas
biasanya dipandang kurang penting dibandingkan dengan pisah batas untuk penjualan
dan retur penjualan karena pisah batas kas yang tidak tepat hanya akan berpengaruh
terhadap saldo kas dan piutang usaha, bukan pada laba perusahaan. Namun demikian,
apabila kesalahan penyajian material, hal itu akan berpengaruh pada kewajaran kedua
akun tersebut dalam neraca, terutama apabila saldo kas berjumlah kecil atau bahkan
bersaldo negatif.
Pengujian kesalahan penyajian pisah batas penerimaan kas mudah dilakukan
dengan cara menelusur penerimaan kas ke setoran kas ke bank yang nampak dalam
laporan bank pada periode berikutnya. Apabila terjadi penundaan sampai beberapa han,
hal itu bisa menjadi petunjuk adanya kesalahan penyajian pisah batas.
Sampai pada tingkatan tertentu, auditor bisa juga mengandaikan pada
konfirmasi piutang untuk mengungkap kesalahan penyajian pisah batas penjualan, retur
penjualan, dan penerimaan kas. Namun, auditor sering kali mengalami kesulitan dalam
membedakan kesalahan penyajian pisah batas karena adanya perbedaan waktu yang
normal yang timbul dari pengiriman barang dan penerimaan kas dalam perjalanan pada
akhir tahun. Sebagai contoh, apabila seorang pelanggan mengirim cek via pos kepada
klien untuk membayar utangnya dan mencatat hal tersebut pada tanggal 30 Desember,
dan klien menerima cek tersebut dan mencatatnya pada tanggal 2 Januari, maka hasil
pencatatan yang dilakukan kedua pihak tersebut per 31 Desember akan berbeda. Hal
seperti ini bukanlah kesalahan penyajian pisah batas, tetapi suatu perbedaan waktu
karena waktu pengiriman. Auditor bisa menghadap kesulitan untuk mengevaluasi
apakah telah terjadi suatu kesalahan penyajian pisah batas atau ada perbedaan waktu,
apabila ia menggunakan jawaban konfirmasi sebagai sumber informasi. Situasi
semacam ini membutuhkan penyelidikan tambahan, misalnya dengan menginspeksi
dokumen pendukung.
7) Nilai Bersih yang Bisa Direalisasi – Piutang Usaha
Standar akuntansi keuangan (SAK) mensyaratkan perusahaan menyatakan
piutang usaha sebesar jumlah yang akhirnya akan bisa diterima pembayarannya. Nilai
piutang yang bisa direalisasi sama dengan piutang bruto dikurangi dengan cadangan
kerugian piutang. Untuk menghitung besarnya cadangan, klien menaksir jumlah total
piutang yang diperkirakan tidak akan bisa ditagih. Sudah barang tentu klien tidak akan bisa
menaksir secara tepat, tapi bagi auditor sudah dipandang memadai apabila taksiran masuk
akal setelah mempertimbangkan berbagai data terkait. Untuk membantu penilaian ini,
auditor sering membuat suatu daftar audit yang menganalisis cadangan kerugian piutang,
seperti terlihat pada Gambar 13-4. Dalam contoh tersebut, analisis menunjukkan bahwa
cadangan ditetapkan terlalu rendah. Hal ini bisa terjadi antara lain karena klien gagal
(kurang tepat) dalam membuat penyesuaian atas cadangan atau karena faktor ekonomi.
Sebagai catatan, perlu diingat bahwa potensi kurang saji dalam pencadangan bisa
ditunjukkan oleh suatu prosedur analitis untuk PT ABC pada Tabel 13-3.
Untuk mulai mereview cadangan kerugian piutang, auditor mereview hasil
pengujian pengendalian yang berkaitan dengan kebijakan pemberian kredit pada
perusahaan klien. Apabila kebijakan pemberian kredit tidak berubah dan hasil pengujian
kebijakan kredit serta pemberian persetujuan kredit dilaksanakan secara konsisten dengan
tahun sebelumnya, perubahan yang terjadi pada saldo akun cadangan kerugian piutang
hanya akan merupakan pencerminan dari perubahan kondisi ekonomi dan volume
penjualan. Namun demikian, apabila kebijakan pemberian kredit pada perusahaan klien
atau tingkat ketaatan pada kebijakan tersebut berubah, auditor harus lebih cermat
mempertimbangkan pengaruh perubahan tersebut.
Kesimpulan: Berdasarkan analis umur piutang, cadangan kerugian yang
tercantum dalam pembukuan terlalu rendah. Jumlah sekitar Rp85.000 dipandang tidak
material. Tercantum dalam Ikhtisar Kemungkinan Kesalahan Penyajian pada A-3.
Auditor sering kali mengevaluasi kecukupan cadangan dengan memeriksa
secara cermat akun-akun yang memiliki jangka panjang dalam daftar umur piutang untuk
menentukan mana yang belum juga diterima pembayarannya setelah lewat tanggal neraca.
Besarnya saldo dan umur dari jumlah tagihan tersebut selanjutnya dapat dibandingkan
dengan Informasi serupa dari tahun sebelumnya untuk menilai apakah jumlah piutang yang
berjangka panjang tersebut meningkat atau menurun dari waktu ke waktu. Auditor juga
bisa memeriksa kolektibilitas piutang dengan memeriksa arsip kredit, berdiskusi dengan
manajer kredit, dan mereview korespondensi yang terdapat dalam arsip klien. Prosedur ini
penting terutama apabila terdapat sejumlah kecil piutang berjangka panjang namun
bersaldo besar dan tidak melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
perusahaan.
Auditor memiliki dua kelemahan dalam mengevaluasi cadangan dengan cara
mereview saldo berjangka panjang individual dalam daftar umur piutang. Pertama, akun-
akun yang belum jatuh tempo diabaikan dalam penetapan kecukupan cadangan, walaupun
sebagian dari piutang ini tidak diragukan lagi tidak akan dapat diterima. Kedua, sulit untuk
membandingkan hasil dari tahun ini dengan tahun sebelumnya untuk sesuatu yang tidak
terstruktur semacam itu. Apabila akun-akun menjadi progresif tidak tertagih selama
beberapa tahun, keadaan ini bisa diabaikan. Untuk mengatasi kedua kelemahan ini, klien
bisa menunjukkan sejarah penghapusan piutang selama suatu jangka waktu tertentu yang
bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengevaluasi cadangan tahun ini. Sebagai contoh,
klien menunjukkan data bahwa 2% dari piutang belum jatuh tempo, 10% dari piutang
berumur 30-90 hari, dan 35% dari piutang berumur lewat 90 hari pada akhirnya akan tidak
dapat diterima. Auditor bisa menerapkan persentase tersebut ke daftar umur piutang tahun
ini dan membandingkannya dengan saldo dalam akun cadangan. Sudah barang tentu
auditor harus memeriksa ketepatan persentase yang digunakan dan dengan cermat
memodifikasi perhitungan untuk kondisi yang berubah.

Beban Kerugian Piutang


Setelah auditor merasa puas dengan cadangan kerugian piutang. selanjutnya
akan mudah untuk memeriksa beban kerugian piutang dengan asumsi bahwa:
a. Saldo awal dalam akun cadangan telah diperiksa sebagai bagian dari audit tahun
yang lalu.
b. Piutang tak tertagih yang telah dihapus telah diperiksa sebagal bagian dari
pengujian substantif transaksi.
c. Saldo akhir dalam akun cadangan telah diperiksa dengan berbagai cara.
Beban kerugian piutang selanjutnya akan dapat ditentukan dari selisihnya yang
dapat diperiksa dengan rekalkulasi.
8) Hak Klien atas Piutang Usaha
Hak klien atas piutang usaha umumnya tidak merupakan masalah dalam audit,
karena piutang biasanya memang merupakan milik klien. Namun dalam hal tertentu,
sebagian dari piutang mungkin saja dijadikan jaminan atau digadaikan, atau dijual kepada
seseorang, atau dijual dengan diskon. Pada umumnya para debitur klien tidak mengetahui
adanya hal tersebut, sehingga konfirmasi tidak akan menunjukkan hal demikian, Untuk
mengungkapkan situasi di mana klien telah dibatasi haknya atas piutang, auditor bisa
mereview notulen rapat, membicarakannya dengan klien, mengirim konfirmasi ke bank,
memeriksa perjanjian pinjaman untuk mencari informasi tentang penggadaian atau
penjaminan piutang, serta memeriksa arsip korespondensi
9) Penyajian dan Pengungkapan – Piutang Usaha
Pengujian atas keempat tujuan penyajian dan pengungkapan biasanya dilakukan
sebagai bagian dari tahap penyelesaian audit. Namun demikian, sejumlah penyajian dan
pengungkapan sering dilakukan dengan pengujian untuk memenuhi tujuan audit saldo.
Sebagai contoh, pada saat melakukan pengujian atas penjualan dan piutang usaha, auditor
harus memahami dan menilai ketepatan kebijakan klien tentang pengakuan pendapatan
untuk menentukan apakah hal itu telah diungkapkan dengan tepat dalam laporan keuangan.
Auditor juga harus memastikan apakah klien telah menggabungkan dengan tepat dan
mengungkapkan informasi tentang transaksi dengan pihak berelasi dalam laporan
keuangan. Untuk menilai kecukupan penyajian dan pengungkapan, auditor harus memiliki
pemahaman yang mendalam tentang persyaratan yang ditetapkan dalam standar akuntansi
keuangan tentang penyajian dan pengungkapan.
Bagian yang penting dalam penilaian menyangkut keputusan tentang apakah klien
telah memisahkan sejumlah piutang yang berjumlah material yang membutuhkan
pengungkapan dalam laporan. Sebagai contoh, piutang kepada direksi dan karyawan harus
dipisahkan dari piutang usaha apabila piutang tersebut berjumlah material.
3. Konfirmasi Piutang Usaha
Konfirmasi piutang usaha adalah konsep yang telah berulang-ulang disinggung
dalam pembahasan tentang perancangan pengujian rinci saldo untuk piutang usaha. Tujuan
utama konfirmasi piutang usaha adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan, ketelitian, dan
pisah batas. Konfirmasi eksternal adalah bukti audit yang diperoleh sebagai suatu respons
tertulis langsung kepada auditor dari pihak ketiga (pihak yang dikonfirmasi), baik dalam bentuk
kertas, atau secara elektronik atau media lainnya (SA 505.6). meskipun jawaban lisan juga
merupakan bukti audit, namun tidak bisa disebut sebagai konfirmasi.
1) Ketentuan dalam Standar Audit
Standar audit (SA) 505 berhubungan dengan penggunaan prosedur konfirmasi
eksternal oleh auditor untuk memperoleh bukti audit berdasarkan ketentuan SA 330
(respons auditor terhadap risiko yang telah dinilai) dan SA 500 (bukti audit). SA 500
mengindikasikan bahwa keandalan bukti audit dipengaruhi oleh sumber dan sifatnya, dan
ini tergantung pada kondisi individual yang dari situ bukti audit tersebut diperoleh. SA juga
mencakup generalisasi berikut yang relevan terhadap bukti audit :
a. Bukti audit andal ketika diperoleh dari sumber independen di luar entitas
b. Bukti audit yang diperoleh secara langsung oleh auditor lebih andal daripada bukti
audit yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui penarikan kesimpulan.
c. Bukti audit lebih andal dalam bentuk formal dokumen, baik dalam bentuk kertas,
elektronik, atau media lainnya.
Oleh karena itu, tergantung pada kondisi audit, bukti audit dalam bentuk
konfirmasi eksternal yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak yang dikonfirmasi
dapat lebih andal dibandingkan dengan bukti audit dari pihak internal entitas. SA 505
bertujuan untuk membantu auditor dalam mendesain dan melakukan prosedur konfirmasi
eksternal untuk memperoleh bukti audit yang relevan dan andal. SA lainnya mengakui
pentingnya konfirmasi eksternal sebagai bukti audit, sebagai berikut :
a. SA 330 paragraf 5-6 mensyaratkan auditor untuk memperoleh bukti audit yang
lebih meyakinkan dengan makin tingginya tingkat risiko yang ditentukan oleh
auditor. Untuk melakukan ini, auditor dapat meningkatkan kuantitas bukti atau
memperoleh bukti audit yang lebih relevan atau andal, atau keduanya. Sebagai
contoh, auditor dapat lebih menekankan untuk memperoleh bukti secara langsung
dari pihak ketiga atau memperoleh bukti pendukung dari beberapa sumber
independen. SA 330 juga mengindikasikan bahwa prosedur konfirmasi eksternal
dapat membantu auditor dalam memperoleh bukti audit dengan tingkat keandalan
tinggi yang diperlukan oleh auditor untuk merespons risiko signifikan atas
kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan kecurangan maupun kesalahan.
b. SA 240 mengindikasikan bahwa auditor dapat mendesain permintaan konfirmasi
untuk memperoleh tambahan informasi pendukung sebagai respons atas risiko
kesalahan penyajian material yang telah ditentukan disebabkan oleh kecurangan
pada tingkat asersi.
2) Jenis-Jenis Konfirmasi
Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi eksternal, auditor pertama-tama
harus memutuskan jenis konfirmasi yang akan digunakan.
a. Konfirmasi Positif
Konfirmasi positif adalah suatu permintaan konfirmasi kepada pihak ketiga
untuk merespons secara langsung kepada auditor yang menunjukkan apakah pihak
yang dikonfirmasi setuju atau tidak setuju dengan informasi yang terdapat dalam
permintaan konfirmasi, atau menyediakan informasi yang diminta (SA 505.6b).
Gambar 13-5 adalah contoh sebuah konfirmasi positif dalam audit PT ABC. Perhatikan
bahwa konfirmasi ini adalah untuk salah satu akun terbesar dalam daftar umur piutang
yang tercantum dalam gambar 13-3.

Gambar 13-5 Konfirmasi Positif


Konfirmasi bentuk kosong (blank) adalah sejenis konfirmasi positif tetapi
konfirmasi tersebut tidak menyebutkan jumlah rupiah melainkan meminta si penerima
untuk menyebutkan jumlah saldo atau menyampaikan informasi lainnya. Karena
konfirmasi bentuk kosong meminta si penerima untuk menyebutkan informasi yang
diminta, konfirmasi semacam ini dipandang lebih bisa dipercaya daripada konfirmasi
yang sudah menyebutkan jumlah rupiahnya. Konfirmasi bentuk kosong jarang
digunakan dalam praktik karena sering menghasilkan tingkat jawaban yang rendah.
Konfirmasi faktur adalah jenis lain dari konfirmasi positif yang anya minta
konfirmasi atas suatu faktur tertentu, tidak mengenai saldo piutang secara keseluruhan.
Banyak pelanggan menggunakan sistem voucer sehingga memungkinkan mereka untuk
memberi jawaban tentang faktur tertentu, bukan informasi tentang saldo. Akibatnya
penggunaan konfirmasi faktur sering kali mendorong tingkat jawaban atas konfirmasi
tersebut. Selain itu konfirmasi faktur juga mengurangi akibat faktor waktu (timing
differences) dan unsur-unsur yang faktur mempunyai kelemahan karena tidak secara
langsung mengonfirmasi saldo akhir.
Penjualan kepada pelanggan besar sering dilakukan dengan ketentuan-
ketentuan khusus (istimewa) tentang pengembalian barang (retur) yang bisa
mempengaruhi jumlah dan saat pengakuan pendapatan dari penjualan. Apabila hal ini
merupakan risiko signifikan, konfirmasi positif sering meminta pelanggan untuk
menginformasikan adanya ketentuan khusus tersebut.
b. Konfirmasi Negatif
Konfirmasi negatif adalah permintaan konfirmasi kepada pihak ketiga untuk
merespons secara langsung kepada auditor hanya jika pihak yang dikonfirmasi tidak
setuju dengan informasi yang terdapat dalam permintaan konfirmasi. Gambar 13-6
melukiskan sebuah konfirmasi negatif yang digunakan dalam audit atas PT ABC yang
dilampirkan pada laporan piutang bulanan.
Dibandingkan dengan konfirmasi negatif, konfirmasi positif lebih bisa
dipercaya karena auditor bisa melakukan prosedur tindak lanjut apabila jawaban dari
debitur tidak diterima. Dalam hal konfirmasi negatif, apabila tidak diterima jawaban
dianggap bahwa apa yang tercantum dalam konfirmasi sudah benar, meskipun mungkin
saja sebenarnya debitur tidak acuh atas konfirmasi tersebut.

Gambar 13-6 Konfirmasi Negatif (dilampirkan pada laporan piutang bulanan)


Penentuan tentang jenis konfirmasi mana yang akan digunakan merupakan
keputusan auditor, dan hal itu harus didasarkan pada keadaan yang dijumpai dalam
audit yang bersangkutan. Standar auditing menyatakan bahwa konfirmasi negatif bisa
digunakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang dapat diterima jika :
a) Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran adalah
rendah.
b) Sebagian besar akun bersaldo kecil.
c) Auditor tidak yakin bahwa penerima permintaan konfirmasi akan
mempertimbangkan permintaan tersebut. Sebagai contoh, dalam pemeriksaan
terhadap rekening giro dalam suatu lembaga keuangan, auditor sebaiknya
menyertakan permintaan konfirmasi pada rekening Koran reguler yang
dikirimkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada para nasabahnya.
Apabila digunakan konfirmasi negatif, auditor biasanya menekankan
auditnya pada efektivitas pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, dan
prosedur analitis sebagai bukti tentang kewajaran piutang usaha dan berasumsi bahwa
sebagian besar penerima konfirmasi akan membaca dengan sungguh-sungguh dan
menanggapi permintaan konfirmasi.
Pilihan auditor berada dalam rentang dimulai dari tidak menggunakan
konfirmasi atas pertimbangan tertentu, hanya akan menggunakan konfirmasi negatif,
akan menggunakan kombinasi positif dan negatif, dan hanya akan menggunakan
konfirmasi positif. Faktor utama yang mempengaruhi keputusan auditor adalah
materialitas piutang usaha, jumlah dan ukuran saldo piutang individual, risiko
pengendalian, risiko bawaan, efektivitas konfirmasi sebagai bukti, dan ketersediaan
bukti audit lainnya. Konfirmasi tidak tepat digunakan dalam keadaan sebagai berikut:
a) Auditor memandang konfirmasi tidak akan menjadi bukti yang efektif karena
tingkat jawaban diperkirakan tidak akan cukup atau tidak bisa dipercaya. Pada
bidang usaha tertentu, seperti misalnya rumah sakit, tingkat jawaban terhadap
konfirmasi sangat rendah.
b) Tingkat risiko bawaan ditambah dengan risiko pengendalian adalah rendah dan
bukti substantif lain bisa dikumpulkan untuk memperoleh bukti yang cukup.
Apabila klien memiliki pengendalian internal yang efektif dan risiko bawaan
yang rendah untuk siklus penjualan dan pengumpulan piutang, auditor sering
merasa puas dengan bukti yang diperlukan melalui pengujian pengendalian,
pengujian substantif transaksi, dan prosedur analitis.
3) Saat Pengiriman Konfirmasi
Bukti paling bisa dipercaya dari konfirmasi diperoleh apabila konfirmasi
dikirimkan sedekat mungkin dengan akhir tahun buku. Hal ini memungkinkan auditor
untuk secara langsung menguji saldo piutang usaha yang tercantum di neraca tanpa harus
memutakhirkan saldo dengan transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal
neraca. Namun demikian, agar audit bisa selesai tepat waktu, kadang-kadang diperlukan
untuk mengirim konfirmasi pada tanggal interim (sebelum tanggal akhir tahun buku). Hal
semacam ini dimungkinkan apabila pengendalian internal memadai dan bisa memberi
keyakinan memadai bahwa penjualan, penerimaan kas, dan pengkreditan lainnya dicatat
dengan benar antara tanggal konfirmasi dengan tanggal akhir periode. Auditor hendaknya
juga mempertimbangkan faktor lain dalam mengambil keputusan ini, termasuk di
dalamnya materialitas piutang usaha dan kemungkinan auditor mendapat tuntutan hukum
yang diakibatkan oleh bangkrutnya klien serta risiko lain semacam itu.
Apabila auditor memutuskan untuk mengirim konfirmasi sebelum akhir tahun
buku, auditor harus membuat rekonsiliasi untuk transaksi yang terjadi antara tanggal
konfirmasi dengan tanggal neraca. Selain melaksanakan prosedur analitis atas aktivitas
dalam kurun waktu tersebut, perlu juga dilakukan pengujian atas transaksi yang terjadi
antara tanggal konfirmasi dengan tanggal neraca. Auditor bisa mencapai tujuan ini dengan
memeriksa dokumen-dokumen internal seperti duplikat faktur penjualan, bukti pengiriman
barang, dan bukti penerimaan kas.
4) Ukuran Sampel untuk Konfirmasi
a. Ukuran Sampel
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi ukuran sampel piutang akan
dikirim konfirmasi meliputi:
a) Kesalahan penyajian bisa ditoleransi
b) Risiko Bawaan (ukuran relatif total piutang, jumlah akun, hasil tahun lalu, dan
kesalahan penyajian yang diperkirakan)
c) Risiko pengendalian
d) Risiko deteksi yang dicapai dari pengujian substantif lain (luas dan hasil
pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detil lainnya).
e) Jenis konfirmasi (konfirmasi negatif biasanya memerlukan ukuran sampel yang
lebih besar).
b. Pemilihan Unsur-unsur untuk Diuji
Pada pelaksanaan prosedur konfirmasi. Sering kali diperlukan stratifikasi
piutang. Dalam pendekatan yang biasa dilakukan untuk melakukan stratifikasi untuk
memilih saldo yang akan dikonfirmasi, auditor mempertimbangkan baik besarnya
jumlah rupiah saldo, maupun jangka waktu atau umur piutang. Pada kebanyakan audit,
tekanan biasanya diberikan pada akun berjumlah rupiah besar dan telah lama lewat
waktu karena akun yang demikian berpotensi termasuk dalam kesalahan penyajian.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan untuk diikutsertakan dalam sampel beberapa
unsur dari setiap segmen material dari populasi. Dalam banyak hal, auditor memilih
semua akun yang bersaldo di atas suatu jumlah tertentu sedangkan sisanya dipilih
secara acak.
Manajemen kadang-kadang meminta auditor untuk tidak mengirim
konfirmasi kepada debitur-debitur tertentu. Auditor perlu menanyakan alasan
penolakan klien tersebut yang sering kali disebabkan karena adanya tuntutan hukum
atau sedang terjadi negosiasi antara klien dengan pelanggan. Auditor harus mendapat
bukti untuk menilai kewajaran permintaan klien tersebut dan mengevaluasi apakah
permintaan tersebut merupakan indikasi adanya potensi risiko kecurangan atau naiknya
risiko kesalahan penyajian material.
5) Pemeriksaan Alamat dan Pengawasan atas Konfirmasi
Auditor harus melaksanakan prosedur untuk memeriksa alamat atau alamat e-
mail yang digunakan dalam konfirmasi. Sebagai contoh, auditor harus mempertimbangkan
untuk melakukan prosedur tambahan apabila alamat hanya berupa kotak pos, atau apabila
alamat e-mail tidak sama dengan alamat website pelanggan.
Untuk konfirmasi yang dikirim melalui pos, auditor harus melaksanakan
pengawasan atas konfirmasi sampai jawaban diterima dari debitur. Klien boleh membantu
dalam penyiapan konfirmasi, tetapi auditor bertanggungjawab untuk memastikan bahwa
konfirmasi sudah dikirim melalui pos di luar kantor klien. Alamat pengembalian surat
jawaban (dalam hal ini alamat kantor akuntan) sebaiknya sudah tertulis pada semua amplop
jawaban agar surat yang tidak sampai ke tujuan akhirnya dikirim kembali ke kantor akuntan
dan untuk memastikan bahwa semua jawaban dikirim langsung ke kantor akuntan.
6) Tindak Lanjut atas Konfirmasi Tak Berjawab
Tidaklah tepat untuk memandang konfirmasi yang telah dikirim tetapi tidak
dikembalikan debitur sebagai bukti audit yang signifikan. Sebagai contoh, konfirmasi
positif tidak berjawab tidak boleh diperlakukan sebagai bukti audit. Begitu pula untuk
konfirmasi negatif, auditor jangan berkesimpulan bahwa debitur telah menerima
permintaan konfirmasi dan mencermati informasi yang diminta. Namun demikian,
konfirmasi negatif masih bisa dipandang sebagai bukti untuk asersi keberadaan.
Apabila digunakan konfirmasi positif, standar auditing mengharuskan
dilakukannya prosedur tindak lanjut atas konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh
konsumen. Dalam situasi demikian, auditor sering mengirim ulang konfirmasi kedua atau
bahkan sampai tiga kali. Jika setelah diupayakan hal-hal tersebut debitur tetap tidak
memberi jawaban, maka auditor perlu melakukan tindak lanjut dengan melaksanakan
prosedur alternatif. Tujuan prosedur alternatif adalah untuk menentukan, dengan cara
tertentu yang bukan berupa pengiriman konfirmasi, apakah akun tidak berjawab benar-
benar ada dan dinyatakan dengan benar pada tanggal neraca. Untuk konfirmasi tidak
berjawab, auditor bisa memeriksa dokumen-dokumen berikut untuk memeriksa keberadaan
dan ketelitian transaksi penjualan individual yang membentuk saldo akhir piutang usaha.
a. Penerimaan Kas Kemudian. Bukti terjadinya penerimaan kas setelah lewat tanggal
konfirmasi, meliputi pemeriksaan atas surat pengantar pembayaran, ayat jurnal
dalam catatan penerimaan kas, dan barangkali juga pengkreditan kemudian atas
piutang dalam master file piutang usaha di satu sisi, penerimaan kas kemudian
merupakan prosedur alternatif yang sangat berguna karena sangat masuk akal untuk
berasumsi bahwa seorang pelanggan tidak akan mau melakukan pembayaran
apabila ia tidak merasa memiliki kewajiban untuk membayar kepada klien. Di lain
pihak, pembayaran tidak menetapkan apakah kewajiban sudah ada pada tanggal
konfirmasi. Oleh karena itu, auditor harus benar-benar cermat dalam mencocokkan
setiap transaksi penjualan yang belum diterima pembayarannya dengan bukti
pembayaran yang terjadi kemudian untuk menguji ketidakjelasan atau
ketidakcocokan atas faktur-faktur yang diterbitkan.
b. Duplikat Faktur Penjualan. Dokumen ini berguna dalam pemeriksaan faktur
penjualan yang sesungguhnya diterbitkan dengan tanggal sesungguhnya dilakukan
penagihan.
c. Dokumen Pengiriman Barang. Dokumen ini berguna dalam menetapkan apakah
pengiriman sungguh-sungguh telah dilakukan dan untuk pengujian pisah batas.
d. Korespondensi dengan Klien. Biasanya auditor tidak merasa perlu untuk mereview
korespondensi dengan klen sebagai bagian dari prosedur alternatif, tetapi
korespondensi bisa digunakan untuk mengungkapkan ketidakjelasan dan piutang
yang dipertanyakan yang tidak terungkap oleh cara lain.
Luas dan sifat prosedur alternatif terutama tergantung pada materialitas yang
tidak menjawab, jenis kesalahan penyajian yang ditemukan dalam konfirmasi yang
telah diterima jawabannya, penerimaan kas kemudian dari debitur yang tidak menjawab
dan kesimpulan auditor tentang pengendalian internal.
7) Analisis Selisih
Apabila konfirmasi dikembalikan oleh debitur dan menunjukkan adanya selisih,
maka auditor harus menentukan apa yang menyebabkan selisih terjadi. Perbedaan sering
kali disebabkan karena perbedaan waktu pencatatan klien dengan debiturnya. Selisih yang
disebabkan oleh perbedaan waktu dengan penyimpangan yang merupakan kesalahan
penyajian saldo piutang usaha hendaknya dapat dibedakan. Jenis-jenis penyebab perbedaan
dalam konfirmasi yang sering dijumpai adalah:
a. Pembayaran telah Dilakukan Debitur. Selisih terjadi antara catatan klien dengan
catatan debitur. Hal ini terjadi di saat debitur telah melakukan pembayaran sebelum
tanggal konfirmasi, namun klien belum menerima pembayaran tersebut sampai
tanggal konfirmasi. Keadaan seperti ini harus diselidiki dengan cermat untuk
memastikan kemungkinan adanya kesalahan penyajian pisah batas penerimaan kas,
lapping, atau pencurian kas.
b. Barang Belum Diterima Debitur. Perbedaan ini disebabkan karena klien mencatat
penjualan di saat tanggal pengiriman barang. Sedangkan pembeli mencatat
pembelian ketika barang telah diterima. Waktu ketika barang masih dalam
perjalanan sering menjadi penyebab terjadinya selisih. Hal ini harus diselidiki untuk
menentukan kemungkinan pembeli sama sekali tidak menerima barang atau adanya
kesalahan penyajian pisah batas dalam catatan klien.
c. Barang yang Telah Dikembalikan (Retur). Apabila klien lupa mencatat suatu kredit
memo yang dibuat sebagai dasar pengembalian barang atau retur penjualan, hal
tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya perbedaan. Sama halnya dengan
penyebab lainnya, hal semacam ini harus diselidiki.
d. Kesalahan Pencatatan atau Kerancuan Jumlah. Jenis selisih ini sering dijumpai
dalam pembukuan klien dimana klien melakukan kesalahan dalam mencatat harga
barang, barang rusak, barang yang diterima pembeli tidak sesuai dengan jumlah
yang tertulis dalam dokumen, dan sebagainya. Perbedaan ini harus diselidiki untuk
menentukan apakah klien melakukan kesalahan serta jumlah dari kesalahan
tersebut.
Auditor pada umumnya akan meminta klien untuk melakukan rekonsiliasi
selisih yang dijumpai dan apabila perlu berkomunikasi dengan pembeli untuk memecahkan
ketidaksesuaian. Auditor harus memeriksa dengan cermat kesimpulan klien tentang setiap
selisih yang signifikan.
8) Menarik Kesimpulan
Apabila semua selisih telah dilakukan, auditor harus mengevaluasi ulang
pengendalian internal. Setiap kesalahan penyajian yang dilakukan klien harus dianalisis
untuk menentukan apakah hal itu konsisten atau tidak dengan tingkat risiko pengendalian
yang ditetapkan semula. Apabila terjadi sejumlah kesalahan penyajian signifikan yang
tidak konsisten dengan taksiran risiko pengendalian, auditor perlu merevisi penetapan dan
mempertimbangkan pengaruh revisi terhadap audit.
Generalisasi dari sampel ke populasi keseluruhan juga perlu dilakukan.
Meskipun sejumlah kesalahan penyajian dalam sampel tidak secara signifikan berpengaruh
terhadap laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan apakah ada kemungkinan
populasi kesalahan penyajian secara material. Auditor harus selalu mengevaluasi kesalahan
penyajian dalam sampel yang bersifat kualitatif, berapa pun besarnya jumlah rupiah
taksiran kesalahan penyajian dalam populasi. Bahkan apabila taksiran kesalahan penyajian
lebih kecil daripada kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk piutang usaha.
Keputusan akhir tentang piutang usaha dan penjualan adalah apakah bukti
kompeten yang cukup telah diperoleh melalui pengujian pengendalian dan pengujian
substantif transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian
substantif lain untuk mendukung penarikan kesimpulan tentang kebenaran saldo.

4. Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Rinci Saldo


Dalam hal ini, kita akan menggunakan PT ABC untuk ilustrasi dalam prosedur
pengembangan program audit untuk pengujian detail siklus penjualan dan pengumpulan
piutang. Penentuan prosedur-prosedur ini didasarkan pada pengujian pengendalian dan
pengujian substantif transaksi. Auditor senior yang bertugas dalam pengauditan pada PT ABC
telah menyusun kertas kerja perencanaan – bukti seperti terlihat pada gambar 13-7 sebagai alat
untuk membantunya dalam menentukan luasnya pengujian rinci saldo yang direncanakan.
Sumber dari setiap baris dalam kertas kerja ini adalah:
1) Kesalahan penyajian bisa ditoleransi. Pertimbangan materialitas pendahuluan
ditetapkan Rp. 442.000, (kira-kira 6% dari laba operasi sebesar Rp. 7.370.000) auditor
mengalokasikan sebesar Rp. 265.000 untuk audit atas piutang usaha.
2) Risiko audit bisa diterima. Auditor menetapkan risiko audit bisa diterima pada tingkat
medium karena perusahaan adalah perusahaan publik, tetapi dalam kondisi keuangan
baik, dengan integritas manajemen yang tinggi.
3) Risiko bawaan. Auditor menetapkan risiko bawaan pada tingkat medium untuk
keberadaan dan pisah batas karena khawatir dengan pengakuan pendapatan
sebagaimana yang ditetapkan dalam standar auditing. Auditor juga menetapkan risiko
bawaan pada tingkat medium untuk nilai bisa direalisasi. Di masa lalu, klien membuat
penyesuaian audit untuk akun cadangan kerugian piutang karena ternyata kurang saji.
Risiko bawaan ditetapkan rendah untuk tujuan-tujuan lainnya.
4) Risiko pengendalian.
5) Hasil pengujian substantif transaksi.
6) Prosedur analitis
7) Risiko deteksi direncanakan dan bukti audit direncanakan. Kedua baris ini ditetapkan
untuk tiap tujuan berdasarkan kesimpulan pada baris lainnya.

Tabel 13-4 melukiskan program audit untuk pengujian rinci saldo untuk piutang
usaha per tujuan, termasuk untuk cadangan kerugian piutang. Program audit ini mencerminkan
kesimpulan untuk perencanaan pengumpulan bukti sebagaimana tertuang dalam kertas kerja
perencanaan-bukti dalam Gambar 13-7.
Tabel 13-4 Tujuan Audit Saldo dan Program Audit untuk Siklus Penjualan dan
Pengumpulan Piutang pada PT ABC (Format Rancangan)
Tujuan Audit Saldo Prosedur Audit

Piutang usaha dalam daftar umur Telusur 10 akun dari daftar umur piutang ke akun
piutang cocok dengan jumlah dalam master file (6)
dalam master file dan dijumlah Periksa kebenaran penjumlahan vertikal (footing)
dengan benar dan cocok dengan dalam 2 lembar daftar umur piutang dan total
buku besar (kecocokan) keseluruhan halaman (7)

Piutang usaha yang tercantum Konfirmasi piutang usaha dengan konfirmasi positif.
dalam daftar umur piutang Konfirmasi semua piutang di atas Rp 100.000,- dan
benar-benar ada (keberadaan) lainnya disampel non-statistika (10)

Lakukan prosedur alternatif untuk semua konfirmasi


yang tidak berjawab pada permintaan pertama atau
kedua (11)

Review daftar saldo piutang untuk piutang bersaldo


besar dan tidak biasa (1)

Semua piutang yang ada telah Telusur lima akun dari master file piutang usaha ke
tercantum dalam daftar umur daftar umur piutang (9)
piutang (kelengkapan)

Piutang usaha dalam daftar piutang Konfirmasi piutang usaha dengan konfirmasi positif.
adalah akurat (ketelitian) Konfirmasi semua piutang di atas Rp 100.000,- dan
lainnya di sampel non-statistika (10)

Lakukan prosedur alternatif untuk semua konfirmasi


yang tidak berjawab [ada permintaan pertama atau
kedua (11)

Review daftar saldo piutang untuk piutang bersaldo


besar dan tidak biasa (1)

Piutang usaha dalam daftar umur Review piutang yang tercantum dalam daftar umur
piutang telah digolongkan piutang untuk piutang wesel dan piutang kepada
dengan benar (penggolongan) pihak yang berelasi (3)
Tanyakan kepada manajemen apakah dalam daftar
umur piutang terdapat piutang wesel atau piutang
jangka panjang (4)

Transaksi dalam siklus penjualan Pilih 20 transaksi penjualan terakhir dari jurnal
dan pengumpulan piutang telah penjualan tahun ini dan 20 transaksi penjualan
dicatat pada periode yang tepat pertama dari tahun berikutnya dan telusur masing-
(pisah batas) masing transaksi tersebut ke dokumen pengiriman
barang yang bersangkutan, periksa tanggal
pengiriman yang sesungguhnya dan kebenaran
pencatatannya (14)

Review retur penjualan berjumlah besar sebelum dan


sesudah tanggal neraca untuk menentukan apakah
telah dicatat pada periode yang benar (15)

Piutang dinyatakan sebesar nilai Telusur 10 akun dari daftar umur piutang ke master file
bisa direalisasi (nilai bisa piutang untuk menguji kebenaran penetapan umur
direalisasi) dalam daftar tersebut (6)

Periksa kebenaran penjumlahan vertikal dalam daftar


umur piutang dan total seluruh halaman (7)

Periksa kebenaran penjumlahan horizontal (cross-foot)


daftar umur piutang (7)

Bicarakan dengan manajer kredit ada tidaknya


kemungkinan penerimaan piutang yang sudah lama
tak tertagih. Periksa penerimaan kas pada periode
berikutnya dan evaluasi kolektibilitas piutang (12)

Lakukan evaluasi apakah cadangan mencukupi setelah


melakukan prosedur audit lain tentang kolektibilitas
piutang (13)

Klien memiliki hak pemilikan atas Review notulen rapat dewan komisaris untuk mencari
piutang usaha yang tercantum informasi tentang kemungkinan adanya penjaminan
dalam daftar umur piutang (hak) pengalihan/penjualan piutang (5)
Tanyakan kepada manajemen apakah ada piutang yang
digadaikan atau dijaminkan atau dijual (5)
Catatan : Prosedur-prosedur di atas diringkas dalam bentuk untuk dilaksanakan
dalam Tabel 13-5. Nomor dalam tanda kurung di belakang prosedur
merujuk ke nomor di Tabel 13-5.

Tabel 13-5 menunjukkan program audit dalam format untuk dilaksanakan.


Prosedur-prosedur audit sama dengan tercantum dalam Tabel 13-4 kecuali untuk prosedur 4,
yaitu prosedur analitis.
Tabel 13-5 Program Audit untuk Pengujian Rinci Saldo Siklus Penjualan dan
Pengumpulan Piutang pada PT ABC (Format untuk Dilaksanakan)

1. Review daftar umur piutang, perhatikan kemungkinan adanya piutang bersaldo besar dan
tidak biasa.
2. Lakukan prosedur analitis dan lakukan tindak lanjut atas setiap perubahan dari tahun lalu
yang signifikan.
3. Review piutang yang tercantum dalam daftar umur piutang, perhatikan kemungkinan
adanya piutang wesel dan piutang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
4. Tanyakan kepada manajemen apakah dalam daftar umur piutang terdapat piutang kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa, piutang wesel atau piutang berjangka
panjang.
5. Review notulen rapat dewan komisaris dan tanyakan kepada manajemen apakah ada
piutang yang digadaikan, dialihkan, atau dijual.
6. Telusur 10 akun dari daftar umur piutang ke akun piutang dalam master file untuk
memeriksa kebenaran saldo dan penentuan umurnya.
7. Periksa kebenaran jumlah vertikal dalam kolom-kolom rupiah dalam daftar umur piutang
dan jumlahkan seluruh halaman.
8. Telusur saldo ke buku besar.
9. Telusur 5 akun dari master file piutang ke daftar umur piutang.
10. Konfirmasi piutang usaha, gunakan konfirmasi positif. Konfirmasi semua piutang
bersaldo di atas Rp 100.000,- dan sisanya dipilih secara acak dengan sampling non
statistik.
11. Lakukan prosedur alternatif untuk debitur yang tidak menjawab konfirmasi setelah
dikirimi konfirmasi kedua kalinya
12. Diskusikan dengan manajer kredit kemungkinan bisa ditagihnya piutang-piutang yang
telah lama tak tertagih. Periksa penerimaan kas kemudian dan evaluasi kolektibilitas
piutang.
13. Evaluasi apakah cadangan mencukupi setelah dilakukan prosedur audit lain tentang
kolektibilitas piutang.
14. Pilih 20 transaksi penjualan terakhir dari jurnal penjualan tahun ini dan 20 transaksi
penjualan pertama dari tahun berikutnya dan telusur setiap ayat jurnal tersebut ke bukti
pengiriman barang, periksa tanggal pengiriman sesungguhnya, dan kebenaran
jumlahnya.
15. Periksa retur penjualan berjumlah besar sebelum dan sesudah tanggal neraca untuk
menentukan bahwa retur telah dicatat pada periode yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Al. Haryono Jusup. (2014). Auditing (Pengauditan Berbesis ISA) Edisi II. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Anda mungkin juga menyukai