MANAJEMEN TRANSPORTASI
“Tindakan Simpang Tidak Sebidang Dan Jembatan Penyebrangan”
OLEH :
ASRI
G2T121047
MANAJEMEN REKAYASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Transportasi, dengan judul : “Tindakan Simpang Tidak
Sebidang Dan Tindakan Jembatan Penyebrangan”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ……………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....... iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
BAB II TINDAKAN SIMPANG TIDAK SEBIDANG
2.1 Persimpangan (Intersection) …………………………………….. 4
2.2.1 Simpang Sebidang ……………………………………....... 6
2.2.2 Simpang Tak Sebidang ………………………………….... 7
2.2.3 Manajemen Lalu Lintas …………………………………... 13
2.2 Konflik di Persimpangan ……………………………………….. 17
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.1 Konflik Utama dan Kedua pada Simpang Bersinyal dengan …… 18
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut PP 43/ 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, simpang
adalah pertemuan atau percabangan jalan baik sebidang maupun yang tak sebidang.
Simpang merupakan tempat yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadinya
konflik antara pergerakan kendaraan dengan pergerakan kendaraan lainnya.
1
masalah sosial, untuk memudahkan segala kegiatan masyarakat dari satu tempat ke
tempat yang lain, hal ini juga tergantung pada sarana transportasi yang baik.
2
dengan kendaraan terutama bagi pejalan kaki yang menyeberang jalan, sehingga
secara tidak langsung mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Keberadaan
penyeberang jalan pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam
dengan arus kendaraan yang pada gilirannya berakibat tundaan lalu lintas dan
tingginya tingkat kecelakaan, selain itu juga akan mempengaruhi kapasitas jalan
sehingga penyediaan prasarana dan sarana bagi pejalan kaki yang memenuhi
persyaratan keamanan, kenyamanan, keselamatan dan yang dapat meminimalkan
konflik antara penyeberang jalan dan kendaraan, memperkecil tundaan lalu lintas
sudah sangat diperlukan.
Pejalan kaki merupakan bagian yang sangat penting dalam transportasi,
terutama di daerah perkotaan, khususnya di daerah pusat perdagangan retail,
perbelanjaan dan perkantoran. Oleh karena itu, diperlukan alternatif bagi para
pejalan kaki terutama dalam hal penyebrangan jalan. Jembatan penyebrangan
merupakan salah satu alternatif dalam permasalahan penyebrangan yang digunakan
oleh para pejalan kaki.
3
BAB II
TINDAKAN SIMPANG TIDAK SEBIDANG
4
Persimpangan jalan adalah daerah atau tempat dimana dua atau lebih
jalan raya yang berpencar, bergabung, bersilangan dan berpotongan, termasuk
fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu.
Fungsi operasional utama dari persimpangan adalah untuk menyediakan
perpindahan atau perubahan arah perjalanan.
5
Departemen Pekerjaan Umum (1997) terdapat empat jenis dasar dari alih
gerak kendaraan yang berbahaya seperti berikut:
1. Berpencar (diverging) 2. Bergabung (merging)
6
3. Keamanan bagi pengemudi, penumpang dan pejalan kaki
4. Keterbatasan alokasi dana Pertemuan jalan yang memiliki semua
gerakan membelok,maka jumlah simpang pada jalan tersebut
tidak boleh lebih dari empat lengan, demi kesederhanaan dalam
perencanaan dan pengoperasiannya. hal ini untuk membatasi titik
konflik dan membantu pengemudi untuk mengamati keadaan
Simpang sebidang dengan sinyal merupakan pertemuan atau
perpotongan pada satu bidang antara dua atau lebih jalur jalan
raya dengan lalu lintas masing-masing, dan pada titik-titik
simpang dilengkapi dengan sinyal. Penggunaan sinyal lalu lintas,
bila dipasang dan dioperasikan dengan baik akan memberikan
keuntungan dalam pengelolaan dan keselamatan lalu lintas
Adanya sinyal lalu lintas di daerah simpang bisa digunakan
secara bergiliran dengan pembagian beberapa fase bagi arus
kendaraan yang lewat pada tiap kaki simpang dan juga terlibatnya
arus pejalan kaki yang akan menyeberang jalan. Pengaturan fase
bagi arus-arus lalu lintas yang ada akan mengurangi jumlah titik
konflik di daerah simpang sehingga dapat mengurangi
kemungkinan akan terjadinya konflik atau benturan.
7
layang-layang atas, pertigaan bentuk Y dimodifikasi satu jembatan,
pertigaan bentuk T dimodifikasi tiga jembatan, dan sebagainya.
Sebagian besar persimpangan jalan biasanya yang penting
adalah dapat digunakan oleh truk besar sehingga kelengkungannya
harus dibuat cukup besar Sebagai gambaran untuk tepi dalam belokan
90 pada sebuah persimpangan yang rendah, AASTHO (American
Association of State Highway and Transportation Officials)
menganjurkan penggunaan lengkung gabungan yang terdiri atas tiga
buah lingkaran yang masing-masing berjari-jari 180 ft (54,9 m), 65
ft(19,8 m) dan 180 ft (54,9 m) sebagai batas minimum. Ada beberapa
contoh gambar simpang tak sebidang antara lain sebagai berikut :
1. Elemen atau bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang
8
jalur mana kenderaan masuk, atau dari jalur mana kenderaan
keluar dari suatu arah utama tanpa mengganggu arus alalu
lintas dijalur utama tersebut pada ujung-ujungnya jalur ini
disatukan kembali dengan jalur utamanya setelah melalui
jalur perlambatan /percepatan.
c) Jalur percepatan/perlambatan (Acceleration Lane/speed
change lane)
Jalur percepatan/perlambatan adalah suatu jalur dengan
panjang terbatas dan terletak tepat disebelah jalur cepat (
sebagai pelebaran jalur cepat ) dan berfungsi sebagai tempat
kenderaan menyesuaikan kecepatannya dari situasi
dibelakangnya kesituasi didepannya. Kalau meninggalkan
arus cepat kenderaan mengurangi kecepatannya , ka!au akan
memasuki arus cepat kenderaan menambahkan
kecepatannya.
d) Jalur penghubung ( Ramp)
Jalur penghubung ( Ramp) adalah jalur yang berfungsi untuk
membelokkan kenderaan dari satu jalan kejalan lain.
2. Hubungan langsung (Direct)
Jenis ini kendaraan dapat berbelok langsung kearah tujuan
sebelum titik pusat pertemuan.
9
3. Hubungan setengah langsung (Semi direct)
Kendaraan dalam menuju arah tujuan melewati atau mengelilingi
titik pusat pertemuan dahulu dan memotong salah satu arus lain
secara tegak (hubungan setengah langsung).
10
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka,antara lain,da - pat
dilakukan penambahan jalur.Ada 4 cara penambahan jalur ya itu,
Penambahan jalur di sebelah dalam, Penambahan jalur di sebelah
luar, Penambahan jalur di tengah dan Penambahan jalur di
sebelah luar dan dalam.
11
c) Rotary interchange
Sistem ini adalah merupakan peningkatan dari rotary biasa
(sebidang) yang hanya mempunyai kemampuan terbatas.
Fungsi bundaran adalah untuk menampung lalu lintas yang
akan membelok sehingga arus-arus yang menerus tidak
terganggu.
d) Directional interchange
Apabila arus lalu lintas pada interchange yang hendak
membelok kekanan cukup besar, maka hubungan-hubungan
indirect tak bisa dipakai lagi karena terhambat oleh gerakan
weaving (khusus untuk arus yang akan membelok kekanan).
Pada directional interchange, daerah weaving ditiadakan
dengan membuat belokan kekanan secara semi direct
ataupun direct sebagai akibatnya diperlukan banyak
bangunan jembatan sehingga biayanya relatif lebih mahal.
12
e) Kombinasi beberapa macam
Sistem ini adalah merupakan kombinasi dari tipe-tipe diatas.
13
ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti bertambah (karena
kecepatan menurun. Arus maksimum yang dapat melewati suatu
ruas jalan bisa disebut kapasitas ruas jalan tersebut.
Menurut Abubakar, dkk., (1995), karakteristik arus lalu lintas
terdiri dari :
a. Karakteristik Primer
Karakteristik primer dari arus lalu lintas ada tiga macam, yaitu
: volume, kecepatan, dan kepadatan.
b. Karakteristik Sekunder
Karakteristik sekunder yang terpenting adalah jarak-antara.
Ada dua parameter jarak-antara yaitu waktu-antara kendaraan
dan jarak-antara kendaraan.
2. Karakteristik Volume
Menurut Abubakar, dkk., (1995), karakteristik volume lalu
lintas pada suatu jalan akan bervariasi tergantung pada volume total
dua arah, arah lalu lintas, volume harian, bulanan, dan tahunan serta
pada komposisi kendaraan.
a. variasi harian, yaitu arus lalu lintas bervariasi sesuai dengan
hari dalam seminggu. Selama 6 (enam) hari dan di jalan antar
kota akan menjadi sibuk di hari Sabtu dan Minggu sore.
b. variasi jam-an, yaitu volume lalu lintas umumnya rendah pada
malam hari, tetapi meningkat secara cepat sewaktu orang mulai
pergi ke tempat kerja.Volume jam sibuk biasanya terjadi di
jalan perkotaan pada saat orang melakukan perjalanan ke dan
dari tempat kerja atau sekolah. Volume jam sibuk pada jalan
antar kota lebih sulit untuk diperkirakan.
c. variasi bulanan, yaitu volume lalu lintas yang berbeda
disebabkan oleh karena adanya perbedaan musim atau budaya
masyarakat seperti pada saat liburan lebaran dan lain-lain.
d. variasi arah, yaitu volume arus lalu lintas dalam satu hari pada
masingmasing arah biasanya sama besar, tetapi kalau dilihat
14
pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada jam sibuk banyak
orang akan melakukan perjalanan dalam satu arah, demikian
juga pada daerah-daerah wisata atau pada saat upacara
keagamaan juga terjadi hal seperti ini dan akan kembali lagi
pada akhir masa liburan tersebut. Jenis variasi ini merupakan
suatu kasus yang khusus.
e. distribusi lajur, yaitu apabila dua lajur lalu lintas disediakan
pada arah yang sama, maka distribusi kendaraan pada masing-
masing lajur tersebut akan tergantung dari volume, kecepatan
dan proporsi dari kendaraan yang bergerak lambat dan lain
sebagainya
3. Karakteristik Geometrik
Menurut Abubakar, dkk., (1995), geometrik persimpangan
harus dirancang sehingga mengarahkan pergerakan (manuver) lalu
lintas ke dalam lintasan yang paling aman dan paling efisien, dan
dapat memberikan waktu yang cukup bagi para pengemudi untuk
membuat keputusan-keputusan yang diperlukan dalam
mengendalikan kendaraannya. Rancangan geometrik
persimpangan harus dapat :
a. Memberikan lintasan yang termudah bagi pergerakan-
pergerakan lalu lintas yang terbesar,
b. Didesain sedemikian rupa sehingga kendaraan dapat mengikuti
lintasanlintasannya secara alamiah. Radius-radius yang kecil
dan lengkung kurvakurva yang berbalik harus dihindarkan,
c. menjamin bahwa pengemudi dapat melihat secara mudah dan
cepat terhadap lintasan yang harus diikutinya dan dapat
mengantisipasi secara dini kemungkinan gerakan yang
berpotongan (crossing), bergabung (merging), dan berpencar
(diverging), kaki persimpangan yang jalannya menanjak
khusus harus dihindari.
15
Menurut Hariyanto (2004), elemen-elemen geometrik suatu
persimpangan secara umum memberikan pengaruh terhadap
operasional lalu lintas. Elemenelemen tersebut diantaranya adalah
alinemen dan propel, lebar dan jumlah lajur serta elemen-elemen
lainnya yang berpengaruh terhadap perencanaan atau
persimpangan.
4. Kondisi Lingkungan
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (1997), kondisi lingkungan merupakan
faktor penting dalam penentuan jenis simpang dengan parameter
sebagai berikut :
a. pemukiman merupakan tata guna lahan tempat tinggal dengan
jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan,
b. komersial merupakan tata guna lahan komersial (sebagai
contoh toko, restoran, kantor) dengan jalan masuk langsung
bagi pejalan kaki dan kendaraan, 3. akses terbatas merupakan
jalan masuk terbatas atau tidak sama sekali,
c. ukuran kota merupakan jumlah penduduk dalam suatu
perkotaan. Maksud dari ukuran kota merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kapasitas, karena dianggap adanya
korelasi antara ukuran kota dengan sifat pengemudi,
d. hambatan samping adalah interaksi arus lalu lintas dan kegiatan
di simpang jalan yang menyebabkan pengurangan arus jenuh di
dalam pendekatan parameter pengaturan sinyal.
5. Unsur Kendaraaan
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (1997), unsur-unsur kendaraan yang
dapat mempengaruhi suatu kondisi di persimpangan adalah sebagai
berikut :
a. Unsur lalu lintas adalah benda atau pejalan kaki sebagai bagian
dari lalu lintas,
16
b. Kendaraan adalah unsur lalu lintas di atas roda,
c. Kendaraan ringan adalah kendaraan bermotor ber as 2 dengan
4 roda dan dengan jarak as 2,0 meter sampai 3,0 meter (meliputi
mobil penumpang, minibus, pickup dan truk kecil),
d. Kendaraan berat adalah kendaraan bermotor dengan lebih dari
4 roda (meliputi bus AKAP, truk 2 as, truk 3 as dan trailer),
e. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda,
f. Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang rodanya
digerakan oleh orang atau hewan (meliputi becak, andong,
sepeda).
17
Untuk lebih jelasnya maka bentuk-bentuk simpang tersebut dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini:
18
Jumlah potensi konflik yang terjadi pada persimpangan bergantung
pada:
a. Jumlah kaki dipersimpangan
b. Jumlah lajur dari kaki persimpangan
c. Jenis pengaturan persimpangan
d. Jumlah arah pergerakan
19
BAB III
TINDAKAN JEMBATAN PENYEBRANGAN
20
kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal,
selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya
bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas
kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang
melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api.
21
h. Beberapa tipikal jembatan penyeberangan
22
Efektifitas jembatan penyeberangan dapat diklasifikasikan
menjadi 5 kategori. Adapun klasifikasi tersebut dapat dilihat pada
berikut ini :
Tabel. 2.2.2.1 Klasifikasi Efektifitas Jembatan Penyeberangan
Presentasi (%) Kategori
0 – 20 Sangat Tidak Efektif
21 – 40 Tidak efektif
41 – 60 Cukup efektif
61 – 80 Efektif
81 – 100 Sangat efektif
Sumber : Departemen Perhubungan
23
b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) berupa pemisahan
ketinggian antara pejalan kaki dan kendaraan; pertama kali diperkenalkan
oleh Leonardo da Vinci yang merencanakan kota dengan sistem jalan raya
berganda (double network streets) dimana para pejalan kaki berada
di level atas dan kendaraan berada di level bawah.
Berdasarkan penjelasan dari TRRL (1991), Hartanto (1986),
Levinson (1975), Wright (1975) dan Bruce (1965) bahwa idealnya
fasilitas penyeberangan jalan memang harus dipisahkan dari arus
kendaraan berupa jembatan penyeberangan
(overpass/crossingbridge/footbridge), penyeberangan bawah tanah
(skywalk) sehingga tidak terjadi konflik antara pejalan kaki dengan
kendaraan dan tidak menimbulkan tundaan bagi kendaraan (Setyawan,
2006).
TRRL (1991) dan Bruce (1965) menyatakan bahwa
meskipun dibutuhkan biaya investasi yang tinggi, fasilitas
penyeberangan tidak sebidang mampu menjamin keselamatan
penyeberang jalan, namun fasilitas tersebut kurang dimanfaatkan
karena pejalan kaki cenderung enggan untuk mengubah level
ketinggian jalur yang dilewatinya (Setyawan, 2006).
Allos (1983) dan Bruce (1965) dalam Setyawan (2006)
menyatakan bahwa jembatan penyeberangan mempunyai lebih banyak
keunggulan daripada penyeberangan bawah tanah. Pembangunannya
lebih mudah dan lebih murah. Selain itu, penyeberangan bawah tanah
sering mengalami masalah antara lain: keamanan, ventilasi,
pencahayaan dan drainase. Akan tetapi penyeberangan bawah tanah
lebih mampu melindungi pejalan kaki dari cuaca panas dan hujan
daripada jembatan penyeberangan.
Jembatan penyeberangan juga memiliki kelemahan yaitu
ketinggiannya, dimana semakin tinggi semakin banyak anak tangga,
karena ketinggian jembatan penyeberangan harus disesuaikan dengan
tinggi kendaraan yang lewat dibawahnya.
24
3.3 Jembatan Penyeberang Orang
25
kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta
api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan
bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta
api. Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas
pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang
jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut,
sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan
kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi. Keberadaan fasilitas
jembatan penyeberangan orang di suatu daerah yang di bangun akan
menimbulkan dampak untuk memulainya sebuah pembangunan kesadaran
masyarakat untuk mau menggunakan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila setiapmasyarakat
dan para pengguna fasilitas mempunyai kesadaran yang tinggi, maka
kehidupan masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta
kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi.
26
3.3.1 Ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO).
27
1. Perencanaan jembatan penyeberangan harus dilakukan dengan salah
satu metoda:
a. Kondisi batas ultimit dengan mengambil faktor keamanan 1,10
b. Kondisi batas layan dengan mengambil > 1,10
c. Kondisi batas beban kerja dengan mengambil faktor keamanan
> 2,0
2. Analisis perencanaan harus dilakukan dengan cara-cara mekanika
yang baku
3. Analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip program
dan harus ditujukan dengan jelas data masukan serta data keluaran.
4. Bila metoda perencanaan menyimpang dari tata cara ini, harus
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan
perhitungan dan atau percobaan cukup aman,
b. Tangggung jawab atas penyimpangan dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan,
5. Dokumen perencanaan harus dilengkapi dengan tanggal, nama,
dan tanda tangan penanggung jawab perencanaan serta disetujui
oleh pejabat instansi yang berwenang.
Ketentuan jembatan penyeberangan yang melintas di atas jalan
raya.
1. Tangga dan kepala jembatan diletakkan di luar jalur trotoar
2. Pilar tengan diletakkan di tengan median
Ketentuan jembatan penyeberangan yang melintas di atas
jalur ketera api Tangga dan kepala jembatan diletakkan di luar daerah
milik jalur kereta api Pilar tengah diletakkan berdasarkan ketentuan
instansi yang terkait, Ketentuan lebar badan jembatan:
1. Lebar minimum jalur pejalan kaki dan tangga adalah 2,00 m
2. Pada kedua sisi jalur pejalan kaki dan tangga harus dipasang
sandaran yang mempunyai ukuran sesuai ketentuan yang berlaku
28
3. Pada jembatan penyeberangan pejalan kaki yang melintas di
atas jalan, sepanjang bagian bawah sisi luar sandaran dapat
dipasang elemen yang berfungsi untuk menanam tanaman hias
yang bentuk dan dimensinya harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
29
Pratarik Tipe Balok I untuk Gelagar Jembatan bentang 20-35 m,
kapasitas beban BM-70.
8. Penggunaan gelagar beton pracetak prategang pratarik tipe I
harus sesuai dengan ketentuan : Spesifikasi Elemen Beton Pracetak
Prategang Pratarik tipe balok I untuk Gelagar Jembatan Bentang 20-
35 m, kapasitas beban BM-70.
9. Penggunaan gelagar beton pracetak prategang tipe lainnya harus
direncanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Pada permukaan pelat beton lantai jembatan harus dipasang
lapisan jenis latasir atau lataston tebal maksimum 4 cm dan miring
3% ke arah tepi.
30
berfungsi sebagai dinding pengaman yang dilapisi kawat kasa 12 x
12 mm serta tinggi minimum 3 m
5. Bila panjang jembatan lebih dari 40 m, harus dipasang pelindung
terhadap panas matahari dan hujan
a. Pelindung panas dan hujan dipasang pada bingkai pipa logam
b. Setiap pelindung dari pelat fiber glass
c. Bingkai pelindung harus direncanakan kuat menahan tekanan
angin.
31
Hal tersebut berarti jembatan penyeberangan hanya akan
digunakan jika rutenya lebih singkat daripada melalui penyeberangan
sebidang. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari Bruce (1965),
Hartanto (1986), TRRL (1991) dan O’Flaherty (1997) dimana untuk
meningkatkan penggunaan jembatan penyeberangan perlu diaplikasikan
pagar pembatas di tepi jalan dan atau di tengah jalan sehingga jika
memilih menggunakan penyeberangan sebidang harus menempuh rute
yang lebih panjang atau malah sama sekali tidak mungkin
dilakukan (Setyawan, 2006).
3.3.3 Pejalan Kaki
Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan
kaki. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tahun 2014,
disebutkan bahwa seorang yang disebut pejalan kaki merupakan setiap
orang yang berjalan pada ruang lalu lintas jalan.
Peraturan Pemerintah (dalam Wiguna, A., 2014), menjelaskan
bahwa pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan yang diperuntukkan
bagi pejalan kaki, atau pada bagian pejalan kaki, atau pada bagian jalan
yang paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukan
bagi pejalan kaki.
1. Keragaman Pejalan Kaki
Menurut Dewar, R (dalam Mulyawati, E., 2016)
penyeberang jalan dengan kondisi fisik yang mendapat perhatian
khusus dapat dibagi menjadi 3, yaitu: a. Penyeberang yang cacat
fisik.
a. Penyeberang yang cacat fisik
Penyeberang yang cacat fisik adalah pengguna
jalan/penyeberang yang cacat fisiknya atau mempunyai
keterbatasan fisiknya, oleh karena itu perlu diberikan fasilitas
khusus.
32
b. Penyeberang anak-anak
Penyeberang anak-anak adalah penyeberang pada usia anak-
anak (0-12 tahun) yang sering terjadi kecelakaan dibanding
dengan golongan lainnya. Sebab dalam fakta yang ada
dilapangan, anak-anak banyak yang belum mengerti bagaimana
bahaya dalam menyeberangan di jalan raya.
c. Penyeberang usia lanjut
Penyeberang usia lanjut lebih cenderung mengalami kecelakaan
dari pada usia yang lainnya disebabkan oleh:
Kelemahan fisik
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyeberang
(karena faktor usia). Hal ini didudukung oleh kondisi
penglihatan yang tidak lagi berfungsi dengan baik oleh
pengguna jalan yang sudah lanjut usia.
2. Perilaku Pejalan Kaki
Karateristik pejalan kaki menurut Shane (dalam
Mulyawati, E., 2016) secara umum meliputi:
a. Kecepatan menyeberang, V (meter/detik).
b. Volume pejalan kaki, V (pejalan kaki/menit/meter).
c. Kepadatan, D (pejalan kaki/meter persegi).
3. Analisis Kelayakan Pejalan Kaki
Parameter yang digunakan dalam menganalisis kelayakan
pejalan kaki, secara umum adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan pejalan kaki
Kecepatan pejalan kaki merupakan kecepatan rerata pejalan kaki
yang dinyatakan dalam satuan m/detik.
33
b. Arus Rerata Pejalan Kaki
Arus rerata pejalan kaki merupakan jumlah pejalan kaki yang
melintasi suatu titik dalam suatu satuan waktu tertentu, biasanya
dinyatakan dalam pejalan kaki/15 menit (Ped/15menit).
Arus rerata pejalan kaki (Q) =Jumlah pejalan kaki tiap 15 dtk (ped)
15 menit
Kepadatan pejalan kaki (D) = Jumlah pejalan kaki tiap siklus (ped)
Luas trotoar dalam tinjauan (m²)
34
Perencanaan dan perancangan jalur pejalan kaki yang baik
akan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh penggunaanya
dengan aman dan nyaman. Jalur pejalan kaki juga merupakan ruang
bagi manusia melakukan kegiatan seperti berbelanja, berinteraksi,
dan menjadi ciri khas dari suatu lingkungan.
Jalur pejalan kaki dan perlengkapannya harus
direncanakan sesuai ketentuan. ketentuan tersebut secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Fasilitas pejalan kaki tidak dikaitkan dengan fungsi jalan.
b. Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai tujuannya ingin
menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar
dan aman dari gangguan.
c. Adanya kontinuitas jalur pejalan kaki, yang menghubungkan
antara tempat asal ke tempat tujuan, dan begitu juga sebaliknya.
d. Jalur pejalan kaki harus dilengkapi dengan fisilitas-fasilitasnya
seperti: rambu-rambu, penerangan, marka, dan perlengkapan
jalan lainnya, sehingga pejalan kaki lebih mendapat kepastian
dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat.
e. Jalur pejalan kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa
sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi
genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan
peneduh.
f. Untuk menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki,
sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan.
g. Pertemuan antara jenis jalur pejalan kaki yang menjadi satu
kesatuan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
memberikan keamanan dan kenyamanan serta pejalan kaki.
35
DAFTAR PUSTAKA
36