Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kemacetan di Jalan Tengsaw .......................................................... 3


Gambar 2.2 Hubungan antara Kecepatan, Kepadatan, dan Volume .................. 4
Gambar 2.3 Lajur Lalu Lintas ............................................................................ 5
Gambar 2.4 Bagan Alir Analisa Bagian Jalinan .................................................. 9
Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik .................. 10
Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989) ................................ 11
Gambar 2.7 Bagan Alir Analisa Simpang Bersinyal .......................................... 18
Gambar 3.1 Simpang bersinyal fase 3 ................................................................ 19
Gambar 5.1 Grafik Prosentase Jenis Kendaraan Arah Bogor – Jl. Puncak ........ 39
Gambar 5.2 Grafik Fluktuasi Arus Lalu Lintas 1 Bogor – Jl. Puncak ............... 40
Gambar 5.3 Grafik Fluktuasi Arus Lain .............................................................. 40
Gambar 5.4 Grafik Persentase Arus Lalu Lintas 2 Jl. Puncak – Bogor .............. 43
Gambar 5.5 Grafik Fluktuasi Arus Lalu Lintas Jl. Puncak – Bogor ............................. 44
Gambar 5.6 Grafik Fluktuasi Arus Lalu Lintas Jl. Puncak – Bogor ............................. 44
Gambar 5.7 Grafik Persentase Perbandingan Jenis Kendaraan .......................... 45
Gambar 5.8 Perbandingan Fluktuasi Lalu Lintas 2 Arah ................................... 45

6
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ringkasan variable masukan untuk model kapasitas pada


bagian jalinan ....................................................................................... 6
Tabel 2.2 Ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk tipe pendekat................ 10
Tabel 3.1 Pengisian Formulir SIG I .................................................................... 20
Tabel 3.2 Pengisian Formulir SIG II ................................................................... 21
Tabel 3.3 Pengisian Formulir SIG III ................................................................... 22
Tabel 3.3 Pengisian Formulir SIG IV .................................................................. 23
Tabel 3.3 Pengisian Formulir SIG V ................................................................... 24
Tabel 4.1 Pengisian Formulir SIG I .................................................................... 25
Tabel 4.2 Pengisian Formulir SIG II ................................................................... 26
Tabel 4.3 Pengisian Formulir SIG III ................................................................... 27
Tabel 4.3 Pengisian Formulir SIG IV .................................................................. 28
Tabel 4.3 Pengisian Formulir SIG V ................................................................... 29
Tabel 5.1 Rekapitulasi Survey Volume Lalu Lintas Jalan Kapten Muslihat 1 .... 37
Tabel 5.2 Rekapitulasi Survai Pencacahan Lalu Lintas Gerakan Membelok
Terklasifikasi (smp) ............................................................................ 38
Tabel 5.3 Rekapitulasi Survai Pencacahan Lalu Lintas per jam (smp) ................ 38
Tabel 5.4 Prosentase Jenis Kendaraan Arah Bogor – Jl. Puncak ........................ 38
Tabel 5.5 Fluktuasi Arus Lalu Lintas 1 Arah Bogor – Jl. Puncak........................ 39
Tabel 5.6. Rekapitulasi Survey Volume Lalu Lintas Arah Puncak - Bogor ........ 41
Tabel 5.7 Rekapitulasi Survey Pencacahan Lalu Lintas Gerakan
Membelok Terklasifikasi (smp) .......................................................... 42
Tabel 5.8 Rekapitulasi Survey Pencacahan Lalu Lintas per jam (smp) .............. 42
Tabel 5.9 Prosentase Jenis Kendaraan Arah Bogor – Jl. Puncak ........................ 42
Tabel 5.10 Fluktuasi Arus Lalu Lintas 2 Arah Jl. Puncak – Bogor...................... 43
Tabel 5.11 Modal Split 2 Arah ............................................................................. 44
Tabel 5.12 Rekapitulasi Survai Pencacahan Lalu Lintas per jam (smp) ............. 45
Tabel 5.13 Pengisian Formulir UR-1 .................................................................. 47
Tabel 5.14 Pengisian Formulir UR-2 .................................................................. 51
Tabel 5.15 Pengisian Formulir UR-3 .................................................................. 52
iii
Tabel 5.16 Perhitungan LOS dengan Kapasitas 2996 smp/jam ........................... 54
Tabel 5.17 Perhitungan LOS dengan Kapasitas 6558 smp/jam ........................... 54
Tabel 5.18 Perhitungan LOS dengan Kapasitas 6558 smp/jam ........................... 54
Tabel 5.19 Analisis tingkat pelayanan 2 arah ...................................................... 55
Tabel 6.1 Rekapitulasi Survey Pencacahan Lalu Lintas Arah 1 Per Jam (Smp) .. 56
Tabel 6.2 Rekapitulasi Survey Pencacahan Lalu Lintas Arah 2 Per Jam (Smp) .. 56
Tabel 6.3 Total Pencacahan Lalu Lintas Arah 1 da Arah 2 Per Jam (Smp) ......... 56
Tabel 6.4 Rekayasa Data Kapasitas Ruas Jalan .................................................. 57
Tabel 6.5 Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan ....................................................... 57
Tabel 6.6 Rekayasa Data Kecepatan Ruas Jalan ................................................. 57
Tabel 6.7 Rekayasa ruas jalan dengan tipe jalan 4/2 UD dan
kapasitas dalam kota ............................................................................ 58
Tabel 6.8 Rekayasa Data Kapasitas Ruas Jalan ................................................... 63
Tabel 6.9 Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan ........................................................ 63
Tabel 6.10 Rekayasa Data Kecepatan Ruas Jalan ............................................... 63
Tabel 6.11 Analisis tingkat pelayanan 2 arah ...................................................... 63

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas. Jalan raya merupakan sarana penting yang berpengaruh dalam
segala aspek kehidupan. Seringkalinya kita melihat permasalahan lalu lintas yang
ada disekitar kita seperti arus kendaraan pada jam-jam puncak yang terlalu banyak
sehingga terjadi macet. Sehingga kita merasa kurang nyaman memakai atau melalui
jalan tersebut.

Untuk mengatasi kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas tersebut


diperlukan suatu sistem penentuan fase dan pengaturan lalu lintas yang baik dan
berpengaruh pada kelancaran, kenyamanan, dan keselamatan bagi kendaraan yang
melewati jalan tersebut. Sistem penentuan fase dan pengaturan lalu lintas biasanya
lebih ditekankan pada lokasi-lokasi dimana terjadi pertemuan jalan atau
persimpangan jalan. Karena pada pertemuan dua jalan atau lebih ini mengakibatkan
adanya titik konflik yang akhirnya terjadi kemacetan lalu lintas.

Sehubungan dengan telah berakhirnya materi Kecepatan serta Kapasitas


dan Tingkat Pelayanan (LOS) pada mata kuliah Rekayasa Lalu Lintas maka
diadakan Tugas Wajib berhubungan dengan Materi yang telah di pelajari.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana memperoleh data dasar untuk Simpang Bersinyal dan Ruas
Jalan
2. Bagaimana mengevaluasi simpang bersinyal dan ruas jalan.
3. Berapa Tingkat Pelayanan di Simpang Bersinyal dan Ruas Jalan
5. Bagaimana cara menghitung Panjang Antrian dan Tundaan
6. Bagaimana cara menghitung kecepatan kendaraan

1
7. Bagaimana cara menghitung dan merekayasakan lalu lintas simpang
bersinyal dan ruas jalan

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah dapat menghitung dan meng-
evaluasi kinerja simpang bersinyal dan ruas jalan serta merekayasakan kinerja
lalu lintas menjadi lebih baik lagi.

2
BAB II

DASAR TEORI

Rekayasa lalu lintas adalah ilmu yang berhubungan dengan perencanaan,


perancangan geometri dan operasional lalu lintas dan hubungannya dengan moda
transportasi lain. Cakupan rekayasa lalu lintas sendiri meliputi sistem lalu lintas,
komponen jalan, lingkungan lalu lintas jalan, dan peran dari ahli lalu lintas. Sistem
lalu lintas sendiri memiliki tiga komponen yaitu jalan, kendaraan dan manusia
dimana harus kompatibel atau adanya keserasian. Namun pada kenyataannya hal
ini menimbulkan ketidakserasian antara lain kemacetan, kecelakaan, maupun
gangguan lalu lintas.

Gambar 2.1 Kemacetan di Jalan Tengsaw (sumber : google)

Jalan memiliki 4 fungsi yaitu melayani kendaraan bergerak, kendaraan


parkir, pejalan kaki dan kendaraan tak bermotor, serta pengembangan wilayah dan
akses ke satu daerah dengan daerah lain. Agar ke-empat fungsi tersebut berjalan
dengan baik, maka harus ada peraturan khusus, misalnya adanya rambu lalu lintas
pada setiap titik yang ditentukan.

Karakteristik dasar arus lalu lintas yaitu kecepatan, arus/volume dan


kerapatan/kepadatan yang dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan
Makroskopik. Hubungan antara kecepatan, kepadatan, dan volume/arus dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

3
Gambar 2 Hubungan antara Kecepatan, Kepadatan, dan Volume

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa :


1. Pada kondisi kerapatan mendekati harga nol, arus lalu lintas juga mendekati
harga nol, dengan asumsi seakan-akan tidak terdapat kendaraan bergerak.
Sedangkan kecepatannya akan mendekati kecepatan rata-rata pada kondisi arus
bebas.
2. Apabila kerapatan naik dari angka nol, maka arus juga naik. Pada suatu
kerapatan tertentu akan tercapai suatu titik dimana bertambahnya kerapatan akan
membuat arus menjadi turun.
3. Pada kondisi kerapatan mencapai kondisi maksimum atau disebut kerapatan
kondisi jam (kerapatan jenuh) kecepatan perjalanan akan mendekati nilai nol,
demikian pula arus lalu lintas akan mendekati harga nol karena tidak
memungkinkan kendaraan untuk dapat bergerak lagi.
4. Kondisi arus di bawah kapasitas dapat terjadi pada dua kondisi, yakni :
a. Pada kecepatan tinggi dan kerapatan rendah (kondisi A).
b. Pada kecepatan rendah dan kerapatan tinggi (kondisi B).

Geometrik jalan ialah suatu bangun yang menggambarkan jalan, yang


meliputi tentang penampang melintang, penampang memanjang, maupun aspek
lain yang berkaitan dengan bentuk fisik dari jalan. Desain geometrik sendiri terdiri
dari alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal. Kondisi geomtrik jalan juga
mempengaruhi dalam penentuan dan analisa perhitungan kapasitas, kecepatan, dan
lain – lain, berikut adalah gambar lajur lalu lintas yang menunjukan kondisi
geometrik jalan.

4
Gambar 3 Lajur Lalu Lintas

2.1. Ruas Jalan


Ruas jalan adalah bagian atau penggal jalan di antara dua
simpul/persimpangan sebidang atau tidak sebidang baik yang dilengkapi dengan
ada atau tidaknya alat pemberi isyarat lalu lintas.

2.1.1. Jaringan Jalanan Perkotaan


Indikasi penting daerah perkotaan adalah karakteristik arus lalu-lintas
puncak pada pagi dan sore hari secara umum lebih tinggi dan terdapat perubahan
komposisi lalu-lintas (dengan presentase kendaraan sepeda motor dan kendaraan
pribadi yang lebih tinggi, dan presentase truk berat yang lebih rendah dalam arus
lalu lintas). Peningkatan arus yang berarti pada jam puncak menunjukan
perubahan distribusi arah lalu-lintas (tidak seimbang), dan karena itu batas
segmen jalan harus dibuat antara segmen jalan luar kota dan jalan semi perkotaan.
Dengan cara yang sama, perubahan arus yang berarti biasanya juga menunjukan
batas segmen. Indikasi lain yang membantu yaitu keberadaan kereb : jalan luar
kota jarang dilengkapi kereb. Tipe jalan perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD)
2. Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD)
3. Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (median) (4/2 UD)
4. Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)
5. Jalan satu-arah (1-3/1)

5
2.1.2. Metodologi
Metode memperkirakan pengaruh terhadap kapasitas dan ukuran terkait
lainnya akibat kondisi lapangan sehubungan dengan geometri, lingkungan dan
kebutuhan lalu-lintas.
a) Kapasitas
Kapasitas total bagian jalinan adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar
(CO) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor penyesuaian (F),
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan sesungguhnya terhadap
kapasitas. Model kapasitas adalah sebagai berikut:
C = 135 x WW1,3 x (1+WE/WW)1,5 x (1-pw/3)0,5 x (1+WW/LW)-1,8 x FCS x FRSU
Variabel masukan ke dalam model untuk menentukan kapasitas (smp/jam) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1. Ringkasan variable masukan untuk model kapasitas pada bagian
jalinan

Kapasitas bundaran pada keadaan lalu-lintas lapangan (ditentukan oleh


hubungan antara semua Gerakan) dan kondisi lapangan, didefinisikan sebagai
arus lalu-lintas total pada saat bagian jalinan yang pertama mencapai
kapasitasnya.
b) Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan bagian jalinan, dihitung sebagai:
DS = BQsmp / C
di mana :
Qsmp = Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut:
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = factor smp; Fsmp = (LV% + HV% x empHV + MC%empMC)/100

6
C = Kapasitas (smp/jam)

Derajat kejenuhan bundaran ditentukan sebagai berikut :


DS = maks.dari (DS). ; i = 1 ... n.
di mana
DSi = Derajat kejenuhan bagian jalinan i
n = jumlah bagian jalinan pada bundaran tersebut.
c) Tundaan pada bagian jalinan bundaran
Tundaan pada bagian jalinan dapat terjadi karena dua sebab:
1) TUNDAAN LALU-LINTAS (DT) akibat interaksi lalu-lintas dengan
gerakan yang lain dalam persimpangan.
2) TUNDAAN GEOMETRIK (DG) akibat perlambatan dan percepatan
lalu-lintas.
Tundaan lalu-lintas pada bagian jalinan ditentukan berdasarkan kurva
tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel masukan Tundaan rata-
rata bagian jalinan dihitung sebagai berikut:
D = DT + DG
di mana:
D = tundaan rata-rata bagian jalinan (det/smp )
DT = tundaan lalu-lintas rata-rata bagian jalinan (det/smp )
DG = tundaan geometrik rata-rata hagian jalinan (det/smp)

Tundaan Geometrik pada bagian jalinan ditentukan sebagai berikut:

DG = (1-DS) x 4 + DS x 4 = 4
Tundaan rata-rata bundaran dihitung sebagai berikut:

DR = ∑ (Qi x DTi) / Qmasuk + DG ; i = 1 … n


di mana:
Dr = tundaan bundaran rata-rata (det/smp).
i = bagian jalinan i dalam bundaran.
n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran.
Qi = arus total lapangan pada bagian jalinan i (smp/jam ).
DTi = tundaan lalu-Iintas rata-rata pada bagian jalinan i (det/smp).
QMASUK = jumlah arus total yamg masuk bundaran (smp/jam)

7
DG = tundaan rata-rata geometrik pada bagian jalinan (det/smp).
Nilai-nilai tundaan yang didapat dengan cara ini dapat digunakan bersama
dengan nilai tundaan dan waktu tempuh yang didapat dengan cara lain untuk
menentukan waktu tempuh sepanjang rute didalam jaringan jalan. Selanjutnya
tundaan geometrik pada persimpangan harus disesuaikan bagi kecepatan ruas
jalan sesungguhnya. Nilai normal kecepatan yang digunakan adalah 40 km/jam,
tundaan geometrik kendaran yang tidak terhambat 4 detik, dan
2
percepatan/perlambatan 1,5 m/s

d) Peluang antrian pada bagian jalinan bundaran


Peluang antri QP% pada bagian jalinan ditentukan berdasarkan kurva antrian
empiris, dengan derajat kejenuhan sebagai variabel masukan. Peluang antri
bundaran ditentukan sebagai berikut:

di mana :
QP% = peluang antrian bagian jalinan i,
n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran.
e) Kecepatan tempuh pada bagian jalinan tunggal
Kecepatan tempuh (km/jam) sepanjang bagian jalinan dihitung dengan rumus
empiris berikut:

di mana :
V0 = Kecepatan arus bebas (km/jam), dihitung sebagai :
VO = 43 x (1-Pw/3)
di mana Pw = rasio jalinan
DS = Derajat kejenuhan
f) Waktu tempuh pada bagian jalinan tunggal
Waktu tempuh (TT) sepanjang bagian jalinan dihitung sebagai:
TT = LW x 3,6 / V (det.)
di mana:
LW = Panjang bagian jalinan (m)
V = Kecepatan tempuh (km/jam)

8
Waktu tempuh dari metode ini dapat digabung dengan nilai tundaan dan
waktu tempuh dari metode untuk fasilitas lainnya untuk mendapatkan waktu
tempuh sepanjang rute pada jaringan jalan.

2.2.3. Prosedur Perhitungan


Kapasitas dan ukuran kinerja (ruas jalan) berupa Derajat kejenuhan, Tundaan
dan Peluang antrian untuk bagian jalinan bundaran; dan kecepatan tempuh dan
waktu ternpuh untuk bagian jalinan tunggal dihitung untuk suatu keadaan
geometrik, lingkungan dan kondisi lalu-lintas tertentu mengikuti prosedur yang
ditunjukkan.

Gambar 2.4 Bagan Alir Analisa Bagian Jalinan

2.2. Simpang Bersinyal

2.2.1. Persimpangan

Persimpangan merupakan tempat yang rawan terhadap kecelakaan


karena dapat terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya
atau antara kendaraan dengan pejalan kaki. Persimpangan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan
jalan, khususnya di daerah perkotaan. Masalah-masalah yang saling terkait pada
persimpangan adalah:
a. Volume dan kapasitas (secara langsung mempengaruhi hambatan)
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang
c. Perilaku lalu lintas dan panjang antrian
9
d. Kecepatan
e. Pengaturan lampu jalan
f. Kecelakaan dan keselamatan
g. Parkir
h. Jarak antar persimpangan
i. Persimpangan dapat dibagi atas 2 (dua) jenis (Morlok, 1991), yaitu:
Persimpangan sebidang (at gradeintersection)
j. Persimpangan tak sebidang (grade separated intersection)

2.2.2. Metodologi
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini,
didasarkan pada prinsipprinsip utama sebagai berikut :
a) Geometri
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan
simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau
lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri
mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau
jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.
Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (W e)
ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu
simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.
b) Arus lalu-lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan
belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang
(emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:
Tabel 2.2. Ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk tipe pendekat
Emp untuk tipe pendekat :
Jenis Kendaraan
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0

10
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4

Contoh : Q = QLV + QHV + empHV + QMC + empMC


c) Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut:
C = S × g/c .............................................................................. (1)
di mana:
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang
lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang
sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang
agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.

Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau.
Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal
waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan
menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.1:1 di bawah. Arus
berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga
turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah

11
Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai
'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu
hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar
2.5. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus
berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:

Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan


akhir ......................................................................................... (2)

Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)


Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvai telah ditarik
kesimpulan bahwa rata-rata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir,

12
keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (1a) di atas,
untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu
hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu
hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing
lokasi, dapat digunakan pada rumus (1) di atas, untuk menghitung kapasitas
pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar
(S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk
penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi
(ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya

S = S0 × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn .............................................. (3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari
lehar efektif pendekat (We):

So = 600 × We ......................................................................................(4)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:


- Ukuran kota CS, jutaan penduduk
- Hambatan samping SF, kelas hambatan samping dari lingkungan
jalan dan kendaraan tak bermotor
- Kelandaian bermotor G, % naik(+) atau turun (-)
- Parkir P, jarak garis henti - kendaraan parkir
pertama.
- Gerakan membelok RT, % belok-kanan
LT, % belok-kiri
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh
kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan"
dari sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-
lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat tentang
keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap -
acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada
pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam manual

13
ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya
menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model Barat yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan
juga digunakan seperti diuraikan diatas.

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (W e)
dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat
yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linier.
Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan
Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat
dalam rumus 2 di atas.

d) Penentuan waktu sinyal.


Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada
suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau
(gi) pada masing-masing fase (i).

WAKTU SIKLUS

C = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ∑FRcrit) (5)


di mana:
C = Waktu siklus sinyal (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat
pada suatu fase sinyal.
E(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada
siklus tersebut.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan
terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang
akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FR crit) mendekati
atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan
menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

14
WAKTU HIJAU

gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit) ................................................ (6)

di mana:
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap


kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu
panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang
ditentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan
rata-rata pada simpang tersebut.
e) Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau
(g/c) pada masingmasing pendekat, lihat Rumus (1) di atas. Derajat kejenuhan
diperoleh sebagai:

DS = Q/C = (Q×c) / (S×g) .................................................... (7)

f) Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)


Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu-
Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana
diuraikan di bawah

PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai
jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp
yang datang selama fase merah (NQ2)
NQ = NQ1 +NQ2 ......................................................................................................... (8)

Dengan
( , )
NQ1 = 0,25 x C x (DS-1) + (𝐷𝑆 − 1) + ............. (8.1)

jika DS > 0,5; selain dari itu NQ1 = 0


NQ2 = 𝑐 𝑥 𝑋 ................................................................. (8.2)

di mana:
NQ1 jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.

15
NQ2 jumlah smp yang datang selama fase merah.
DS derajat kejenuhan
GR rasio hijau
c waktu siklus (det)
C kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S × GR)
Q arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian


dari nilai rata-rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang
dipergunakan per smp (20m2 ) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL = NQMAX 𝑥 ................................................................. (9)

ANGKA HENTI
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk
berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai

NS = 0,9 𝑥 𝑥 3600 .................................................................... (10)

di mana c adalah waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat
yang ditinjau.

RASIO KENDARAAN TERHENTI


Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti
akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:
PSV = min (NS,1) ........................................................................... (11)
di mana NS adalah angka henti dan suatu pendekat.
TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan
gerakan lainnya pada suatu simpang.
2) TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat
membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:

Dj=DTj+DGj ..................................................................................... (12)


16
di mana:
Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Berdasarkan pada Akcelik 1988Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu
pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut :
, ( )
𝐷𝑇 = 𝑐 𝑥 + ................................................................ (13)
( )

di mana:
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
(Rumus 8.1 diatas).

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang


dipengaruhi oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat
kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.

Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai


berikut
DGj = (1-psv) × PT × 6 +(psv×4) ........................................................ (14)
di mana:
DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk
yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan:
1) kecepatan = 40 km/jam;
2) kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam;
3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2;

17
4) kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan,
sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.

2.2.3. Prosedur Perhitungan


Prosedur yang dipergunakan untuk perhitungan waktu sinyal, kapasitas
dan ukuran kinerja sebagai berikut:

Gambar 2.6 Bagan Alir Analisa Simpang Bersinyal

18

Anda mungkin juga menyukai