Psikoanalisis Dan Behaviorisme
Psikoanalisis Dan Behaviorisme
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Bagus Takwin, Psikologi Naratif Membaca Mansia Sebagai Kisah, Yogyakarta:
2007), h. 4
2
Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, (Yoyakarta: Pustaka Belajar, 2001), h. 33
3
St. Rahmiah, Konsep Manusia Menurut Islam, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam,
Volume 2, Nomor 1, 2015 : 93
4
Ja’far, Struktur Kepridian Manusia Perspektif Psikologi dan Filsafat Psymathi, Jurnal
Ilmiah Psikolog, Volume 02, Nomor 02, 2015: 209-221
1
Ilmu psikologi sendiri terbagi ke dalam beberapa mazhab. Yaitu
psikoanalisa, behavioristik, kognitif, dan humanistik. Pada prinsipn, setiap aliran
tersebut memiliki perspekif yang berbeda dalam menjelaskan perilaku manusia.
Karena memiliki perspektif yang berbeda tentang manusia, maka masing-masing
mazhab tersebut tentunya memiliki konsep yang lebih spesifik tentang manusia.
Konsep-konsep yang lebih spesifik akan menghadirkan perspektifnya
masing-masing. Salah satunya teori psikoanalisis yang menyebut manusia sebagai
homo volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk
yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis, psikolgis, dan sosial.
Aliran-aliran seperti yang tentunya akan diperbincangkan menurut perspektifnya
masing-masing guna mengulas bagaimana konsep manusia yang sesungguhnya.
Melalui tulisan ini, penulis berusaha untuk menelah lebih dalam mengenai
konsep manusia menurut aliran psikologi. Sementara aliran yang menjadi fokus
pembahasan adalah aliran psikoanalisis dan behaviorisme. Tulisan ini berusaha
untuk menguraikan lebih lanjut bagaimana pangan kedua aliran tersebut dalam
memaham konsep manusia.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
3
berupaya merenungkan tentang hakikat manusia. Hasil perenungan tersebut
kemudian menghasilkan buah pemikiran filsafat tentang manusia.8
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu sampai zaman
modern sekarang ini nampaknya tidak akan pernah berakhir. Merenungkan dan
membicarakan tentang hakikat manusia membuat orang selalu bertanya-tanya
dalam benaknya tentang apa, darimana, dan ke mana manusia itu. Tentu jika
berbicara tentang tujuan diciptakannya maka akan digali dalam berbagai perspektf
yang berbeda.
Berbicara tentang manusia, menurut Ibnu Maskawaih, manusia merupakan
alam kecil (microcosmos) yang di dalam dirinya terdapat persamaan dengan
semua yang ada di alam besar (macrocosmos). Panca indra yang dimiliki manusia
selain dipandang memiliki daya-daya yang khas, juga mempunyai indra bersama
yang berperan sebagai pengikat sesama indra.9 Menurut Al-Farabi, Al-Ghazali
dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakikat manusia terdiri atas dua komponen
yang sangat penting yaitu sebagai berikut.
1. Komponen Jasad
Menurut Al-Farabi, komponen jasad merupakan komponen yang
berasal dari alam ciptaan, yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas,
berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas berbagai
organ.10
2. Komponen Jiwa
Menurut Al-Farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah (alam
kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini
dikarenakan jiwa merupakan roh perintah Tuhan walaupun tidak menyamai
Dzat-Nya.11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan rangkaian
utuh antara komponen jasmaniah dan komponen rohani. Komponen jasmani
8
Ismail Tholib, Wacana Baru Pendidikan Meretas Filsafat Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Genta Press, 2008), h. 3-4
9
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 58-59
10
Ibid.
11
Ibid.
4
adalah komponen yang berasal dari tanah sedangkan komponen rohani adalah
komponen yang ditiupkan oleh Allah SWT. Kedua unsur tersebut selalu
bersamaan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
5
membangun dan memelihara) dan tanatos (insting yang mengarah kepada
kematian – destruktif – merusak dan menghancurkan), motif-motif dasar ini
berkedudukan di dalam id. Selanjutnya Freud lebih konsen membahas libido
seksual, bahkan banyak teori-teorinya dilandaskan pada libido yang satu ini.
3. Alam kesadaran manusia terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu; alam pra
sadar (pre-conscious), alam tak sadar (unconscious) dan alam sadar
(conscious). Yang menjadi kedudukan dari masing masing struktur
kepribadian.
4. Memandang bahwa gangguan mental disebabkan oleh ketidakmampuan ego
menyelaraskan pemenuhan id dengan nilai-nilai yang dianut super ego.12
Menurut pendekatan psikoanalisis, perilaku manusia adalah hasil interaksi
dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das Id),
psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Dalam rangka melihat bagaimana aliran ini
memandang manusia, penulis mencoba untuk mencontohkan satu kasus perilaku
manusia dan bagaimana aliran ini melihatnya.13
Sebagai contoh adalah ketika ada ibu-ibu yang mencuci pakaian di sungai
dan hal itu dapat membuat pencemaran. Dengan menggunakan pendekatan
psikoanalisis,
Perilaku yang dilakukan ibu-ibu tersebut dikendalikan oleh alam bawah
sadar yaitu Das Id, dorongan biologis, unsur hewani. Das Id bergerak berdasarkan
prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya,
bersifat egoistis (ego-enhacement) dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Dalam
kaitannya dengan alam bawah sadar dan perilaku menyampah, kiranya tepatlah
untuk mengemukakan tiga sifat dasar manusia yang menonjol.14
Berdasarkan kasus tersebut, menurut aliran psikoanalisis, dapat diamati
bahwa terdapat tiga kecenderungan manusia yaitu sebagai berikut.
12
Ema Yudiani, Komparasi Paradigma Psikologi Kontemporer Versus Psikologi Islam
tentang Manusia, h. 4-6
13
Marselius Sampe Tandok, 13 Juli 2008, Menyampah dari Perspektif Psikologi, Harian
Surabaya, h. 1
14
Ibid.
6
1. Manusia itu mau mencari enak, dan bahkan mencari enaknya sendiri.
Manusia pada dasarnya adalah pecandu kenikmatan dan bersifat egoistis.
Dalam perilaku ibu-ibu mencuci di sungai, sifat egoistis ini muncul dalam
NIMBY syndrome (Not In My Back Yard syndrome: terserah sungai itu
tercemar atau tidak, asal tidak di rumahku). Akan tetapi, sekiranya ada
orang lain yang mencuci pakaian kotor di sumur rumah mereka, mereka
pasti akan marah. Sekiranya hal yang sama terjadi di teritori kita, kita pun
pasti akan peduli, marah. Dalam NIMBY syndrome inilah egoisme.
2. Masih berkaitan dengan ciri manusia yang pertama, manusia itu malas atau
tidak mau repot. Dalam konteks perilaku ibu-ibu mencuci di sungai, pada
kasus di atas mereka enggan mencari tempat yang sesuai tanpa harus
mencemari aliran sungai, mereka bisa mengambil airnya dan mencuci di
tempat yang lain. Menurut prinsip kesenangan dari Das Id, perilaku
mencuci di sungai lebih menyenangkan dibandingkan dengan harus di
tempat lain karena akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan
perjuangan yang lebih ekstra. Ini merupakan cerminan kemalasan atau tidak
mau repotnya manusia.
3. Kebanyakan manusia juga pelupa. Meskipun telah berulang kali diingatkan
dan upanya penyadaran sudah dilakukan, tetap saja manusia perlu
diingatkan. Pada kasus di atas misalnya, meskipun ibu-ibu sudah
diperingatkan untuk tidak mencuci di sungai karena akan mencemari
lingkungan, tetapi masih saja dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan
manusia bahwa dirinya harus selalu diingatkan berulang kali.15
Menurut Teori Psikoanalisis struktur kejiwaan manusia dapat di bilang
sangat unik yaitu terdiri atas Id, Ego dan Super Ego. Stuktur kejiwaan pada
manusia tersebut oleh freud selanjutnya disebut kepribadian. Teori Psikoanalisis
bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran
dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat
15
Ibid., h. 2
7
menggejala.16 Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang
menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula
keraguan Freud pada kedokteran.17 Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya
adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan
yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna
O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada
manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran
dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi
keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka
keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak
(gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh
peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan
tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita
bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua
struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
1. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
2. Ego, adalah pengawas realitas. Ciri- ciri lapisan ego antara lain sebagai
berikut.
a. Semuanya disadari.
b. Hakikatnya bersifat logis, rasional.
c. Bertugas menghadapi kenyataan dalam lingkungan sekitar dan kondisi
lingkungan yang nyata.
d. Membedakan antara pengalaman subjektif dan hakikat benda- benda
(objek) di dunia luar.
16
Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa, terj. K. Bertens, (Jakarta: Gramedia,
1979), h. 4
17
Berry Ruth, Seri Siapa Dia? Freud, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), h. 15
8
3. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap
individu dari lingkungannya.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang
diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda:
“Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego
berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego
menegur:”Jangan lakukan!”.18
18
http://kangasepweb.blogspot.com/2015/04/konsep-manusia-menurut-teori.html, diakses
pada tanggal 6 Maret 2019 pukul 09.25 WIB
19
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”, SALAM, Jurnal Sosial &
Budaya Syar-i, Vol. 5 No.2 (2018), ISSN: 2356-1459, h. 104
9
Terakhir, substansi Nafsani. Dalam kebanyakan terjemahan ke dalam
bahasa Indonesia, nafs diartikan dengan jiwa atau diri. Namun dalam konteks ini
nafs yang dimaksud adalah substansi psikofisik (jasadi-ruhani) manusia, dimana
komponen yang bersifat jasadi (jismiyah) bergabung dengan komponen ruh,
sehingga menciptakan potensi-potensi yang potensial, tetapi dapat aktual jika
manusia mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya laten
yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs membentuk
kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.20
Di dalam aspek nafsiyah ini terdapat tiga dimensi yang memiliki peranan
yang berbeda satu sama lain, yaitu:
10
dan sosialnya, melainkan juga mampu mengenal lingkungan spiritual, ketuhanan
dan keagamaan.22
2. Akal (Ego)
3. Nafsu (id)
22
Hasymiyah Rauf, Psikologi Sufi untuk Transformasi: Hati diri, dan Jiwa, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2002), h. 129.
23
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”..., h. 106
24
Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din..., h. 3
11
kepribadiannya tidak akan mampu bereksistensi, baik di dunia apalagi di akhirat.
Manusia yang memiliki sifat ini pada hakikatnya memiliki kedudukan sama
dengan binatang bahkan lebih hina.25
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa di dalam diri manusia terdapat empat
potensi (1) potensi nafsu Hayawaniyyah, yaitu kecenderungan pada perilaku hewan
ternak. Nafsu ini identik dengan laku hidup binatang ternak dalam hal mencari kepuasan
lahiriah atau kepuasan seksual, seperti tamak, tidak punya rasa malu dan lain sebagainya.
(2) potensi nafsu Sabu’iyyah, yakni nafsu yang mendorong kepada perilaku binatang
buas. Contohnya adalah seorang yang senang menindas orang lain, senang memakan hak
orang lain, senang untuk menyerang orang lain, dan segala perilaku yang penuh dengan
kebencian, permusuhan, dengki, amarah dan saling hantam (3) potensi nafsu
Syaithaniyyah; nafsu yang mewakili tabiat syaitan yang mengajak manusia ke jalan
kesesatan. Nafsu ini mendorong manusia untuk membenarkan segala kejatahan yang
dilakukan.26
25
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”..., h. 107
26
Ibid., h. 107-108
12
yakni lingkungan. Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo
mechanicus, manusia mesin.27
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana
perilaku individu dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Individu bersifat
sangat plastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa, atau berperilaku apa saja
sesuai dengan lingkungan yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya. Dengan
kata lain, respon atau perilaku individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi
dan ditentukan oleh stimulus atau apa yang diterimanya dari lingkungan. Salah
satu prinsip perilaku menurut pendekatan behavioristik adalah perilaku organisme
terbentuk melalui pembiasaaan atau kondisioning. Prinsip lainnya, perilaku yang
mendapat hadiah (reward) cenderung diulangi. Sebaliknya, perilaku yang
mendatangkan hukuman (punishment) cenderung dihindari.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang
dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap
yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov
melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya
yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air
liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut
terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka
daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali
lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak
disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya
lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11
bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih
maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak
kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu
maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan
27
Marselius..., h. 3
13
setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing,
baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk
mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman
(counterconditioning).28
أَ ْو ُيم ّ سا ِنه، ْو ّرا ه9َ َفَأ َب َو ُاه ُي ه ه أ،م اَّل يَُولد ع َلى طرة ما من
ِ ن ِ ِن9ُي ِو َدا ا ْل ِف و9ُْول
ج ص ِن ٍد
Setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki
andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama
Majusi.30
Aliran Behaviourisme mempelajari terbentuknya perilaku manusia atas
dasar konsep stimulus respons yang berarti perilaku manusia sangat terkondisi
oleh lingkungan. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang
buruk, sebaliknya lingkungan yang baik menghasilkan manusia yang baik. Selain
itu aliran behaviourisme memandang bahwa perilaku manusia terbentuk karena
adanya pengaruh dari reinforcement. Dalam hal ini tidak diperbincangkan adanya
28
http://kangasepweb.blogspot.com/2015/04/konsep-manusia-menurut-teori.html, diakses
pada tanggal 6 Maret 2019 pukul 09.30 WIB
29
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 384
14
30
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj.
Amiruddin, Jilid XXIII, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 568
15
makna perilaku baik dan buruk, kecuali hasil dari reinforcement sebagai penguat
positif atau negatif. Konsep benar dan salah tidak diperhitungkan dalam kajian
tentang perilaku manusia.
Perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat, di mana sebab-sebab itu
sendiri dapat dikontrol dan diciptakan. Para ahli aliran behaviouristik berhasil
menemukan kaidah-kaidah belajar yang melandasi perubahan perilaku. Hal ini
dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, dan lain-lain.
Kaidah dan hukum belajar ini dapat dianggap sebagai keunggulan dari aliran
behavioristik dalam menelaah konsep manusia dikaitkan dengan salah satu
fenomena sunnatulah, yaitu bahwa manusia manusia dapat mengubah nasib
dirinya. Petun juk Tuhan bagi mereka yang ingin mengubah nasib dirinya
tentunya dapat menggunakan metode dan teknik belajar dengan memanfaatkan
temuan-temuan aliran behavioristik.31
31
Rifaat Syauqi Nawawi, Metodologi Psikologi Islami, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta,
2000), h. 61-62
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17