Anda di halaman 1dari 63

LOG BOOK KOMUNITAS II

KASUS 2

KONSEP DASAR ASKEP KOMUNITAS KELOMPOK


ANAK USIA SEKOLAH

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Kamariyah, S.Kep.,M.Kep.

DISUSUN OLEH :

Fira Dilla Zaskia G1B119012

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
Skenario 2

Mahasiswa profesi Ners Universitas Jambi sedang melakukan pengolahan data asuhan
keperawatan komunitas di Desa Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi, di fokuskan pada
permasalahan Anak sekolah dan PAUD dari hasil distribusi Frekuensi sebanyak 53 siswa SD
(65%), mengatakan menggosok gigi 1 x sehari. PAUD sebanyak 32 siswa (21,44%), mengatakan
menggosok gigi 1 x sehari. Sebanyak 30 siswa SD (35 %) dan PAUD (65%) mengatakan tidak
menggosok gigi. Saat dilakukan pengkajian pada gigi dan mulut siswa ternyata di temukan data
bahwa siswa SD sebanyak 26 siswa (75 %) dan PAUD sebanyak 26 siswa (80%) mengalami karies
gigi. Kemudian Dari hasil wawancara dengan ibu-ibu yang memiliki balita mengaku selalu rutin
melakukan imunisasi balita sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah di tetapkan. Dari data
pengkajian menunjukkan cakupan imunisasi 95% di wilayah tersebut dan 95% imunisasi
dilakukan di puskesmas. Mahasiswa Ners Universitas Jambi kemudian menentukan diagnosa
komunitas dan rencana tindakan hingga membuat plan of action (POA).

LO :

1. Buat Asuhan Keperawatan Komunitas

2. Buat Rencana tindakan dalam bentuk POA

3. Buat Inovasi terkait kasus tsb.


Moderator : Mita Amalia
Notulen : Okti maghfirawati

STEP 1
1. Diagnosa Komunitas ( Dina )
Diagnosa komunitas adalah kegiatan menggali permasalahan utama yang dihadapi oleh
komunitas berdasarkan fakta yang ada dan pengambilan strategi serta rencana tindak lanjut
untuk penyelesaian masalah tersebut.
Menurut definisi WHO, diagnosa komunitas adalah penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif
mengenai kondisi kesehatan di komunitas serta faktor faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatannya.
(Anisa)
2. Imunisasi ( Indah )
Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-
bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi (Mita)
3. Puskesmas ( Fira )
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau
wilayah kerja (Depkes, 2011).
Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya ( Mertisa )
4. Distribusi frekuensi ( Syafril )
Distribusi frekuensi adalah sebuah daftar, tabel, atau diagram yang menunjukkan frekuensi
berbagai kejadian dalam suatu sampel. Setiap butir atau baris dalam tabel menunjukkan
frekuensi atau jumlah terjadinya nilai dalam kelompok atau interval tersebut. (Fira )
5. POA ( Rini)
Plan Of Action ( POA ) adalah sebuah rencana yang disusun dengan sebaik-baiknya untuk
mewujudkan sasaran strategisnya sesuai dengan masalah yang terjadi di wilayah kerja ( Okti )
6. Distribusi ( Nanda )
Distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah
penyampaian barang dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaanya sesuai dengan
yang diperlukan jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan (Oentoro, 2010). (Anisa )
7. Karies gigi ( Erawati )
Karies gigi merupakan area gigi yang rusak permanen dan berkembang menjadi lubang kecil,
penyebabnya yaitu karena bakteri, ngemil, minuman manis dan kurangnya kebersihan gigi. (
RIKA )

STEP 2
1. Dampak negatif apa yang terjadi pada anak anak sekolah dan paud tersebut yang mana
sebagian besarnya tidak menggosok giginya dan mengalami karies gigi. dan tindakan apa yang
harus dilakukan oleh perawat dalam menghadapi hal tersebut? (Dina Indriani, G1B119056)
2. Bagaimana cara kita sebagai seorang perawat untuk menarik perhatian anak usia sekolah saat
kita melakukan upaya promotif karena seperti yang kita ketahui bahwa anak pada usia ini
cenderung lebih menikmati dunianya seperti sering bermain diluar rumah? (marini amaliya
muslim) G1B119076
3. Hal apa saja yang perlu diperhatikan pada saat pengolahan data dikomunitas? (RIKA FITRIA
G1B119080)
4. Bagaimana jika karies atau gigi berlubang yg dialami anak anak tersebut cukup parah, selain
edukasi cara mengosok gigi tindakan apa yg dapat dilakukan oleh perawat ? (Mita Amalia
G1B119088
5. Kendala apa yang mungkin dapat terjadi pada saat perawat mengatasi permasalahan yang
dialami oleh anak sekolah dan paud di daerah tersebut? (Indah)
6. Bagaimana mengolah pengolahan data komunitas dari kasus yang ada secara tepat dan efisien?
( Nanda )
7. Saat dilakukan pengkajian pada gigi dan mulut siswa ternyata ditemukan data bahwa siswa sd
sebanyak 26 siswa (75%) dan paud sebanyak 26 siswa (80%) mengalami karies gigi. Apa
promkes atau strategi yang tepat untuk kasus didesa tersebut? ( Okti )
STEP 3

1. Dampak negatif dari tidak menggosok gigi dan mengalami karies pada anak yaitu
menyebabkan penyakit gingivitis yaitu peradangan dan pembengkakan gusi akibat infeksi.
yang harus dilakukan oleh perawat jika menghadapi hal seperti pada kasus yaitu dengan
melakukan sosialisasi seperti menjelaskan bahaya tidak gosok gigi dan melakukan demonstrasi
seperti mengajarkan teknik menyikat gigi yang benar, menyikat gigi bersama, gunakan media
visual supaya anak tetap semangat menyikat gigi dan tawarkan hadiah karena memberikan
reward pada anak bisa menjadi trik yg efektif ( Ira )
2. Membuat kondisi ruangan menjadi lebih nyaman, melakukan pendekatan dengan anak-anak
tsb, meminta bantuan guru atau orang-orang terdekat, membuat suasana menjadi menarik
mungkin seperti mengajak mereka bermain game, bernyanyi jangan terlalu serius agar mereka
tidak merasa bosan dan memberi hadiah agar anak menjadi lebih semangat (Erawati :
G1B119062)
3. Pengolahan data memiliki beberapa tahapan atau langkah yang perlu dilakukan secara
berurutan demi mendapatkan hasil analisis yang maksimal, antara lain:
• Perumusan masalah, mengajukan pertanyaan yang menjadi landasan penelitian
• Menentukan jenis informasi atau data, pastikan bahwa data relevan dengan permasalahan
yang akan diselesaikan
• Menentukan prosedur pengumpulan data, pemilihan prosedur pemilihan data yang efektif
dan sesuai dengan data yang digunakan
• Pengambilan keputusan, berdasarkan hasil data yang telah diolah
• Pemilihan teknik pengolahan data merupakan hal yang harus diperhatikan karena akan
berdampak kepada proses pengolahan data dan hasil analisis data. Terdapat beberapa faktor
yang menjadi pertimbangan ketika memilih teknik pengolahan data penelitian, antara lain:
a) Karakteristik permasalahan , terbagi menjadi tiga yaitu penelitian deskriptif,korelatif
dan komparatif
b) Karakteristik data yang dikumpulkan, terbagi menjadi 2 yaitu data diskrit dan kontinu.
Selain itu tingkat pengukurannya terbagi menjadi 4 skala yaitu skala nominal, ordinal, interval
dan rasio
• Karakteristik hubungan dan banyaknya variabel
• Karakteristik sampel atau cuplikan, jika data diambil dari sampel maka perlu lebih cermat
agar sampel yang dipilih benar-benar bisa mewakili populasi Di dalam metode
pengolahan data dijelaskan prosedur pengolahan dan analisis data sesuai dengan
pendekatan yang dilakukan. Secara umum metode pengolahan data akan melalui beberapa
tahap meliputi, pemeriksaan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying),
analisis (analyzing), dan pembuatan kesimpulan (concluding). Editing (Pemeriksaan
Data) Membersihkan dan mempersiapkan data-data yang telah dikumpulkan dari
kelengkapan jawaban, kejelasan, kesesuaian, dan relevansinya. Classifying (Klasifikasi)
Proses pengelompokan semua data dari berbagai sumber. Seluruh data tersebut ditelaah
secara mendalam, kemudian digolongkan sesuai dengan kebutuhan. (Mertisa)
4. Tindakan apa yg dapat dilakukan oleh perawat
• Berkumur menggunakan Larutan air garam
Perawat dapat menginformasikan kepada keluarga untuk membantu anak berkumur
dengan memanfaatkan larutan air garam untuk berkumur.
• Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis
Gula yang terkandung dalam makanan dan minuman manis bisa menghasilkan cairan asam
yang nantinya dapat merusak lapisan gigi. Dan sebaiknya orang tua membatasi jumlah
asupan makanan dan minuman manis.
• Rutin memeriksakan gigi
Memeriksakan gigi secara teratur dapat menjaga gigi tetap sehat.
• Jangan lupa untuk rutin mengonsumsi sayur dan buah dan serat yang terkandung dalam
sayur dan buah juga dapat membantu membersihkan gigi. Dan Selain itu, rutinlah
mengonsumsi makanan tinggi kalsium, agar jaringan gigi tetap kuat dan sehat. (Syafril
Manurung_G1B119052)
5. Kendala yang mungkin dapat terjadi pada saat perawat mengatasi permasalahan yang dialami
oleh anak sekolah dan paud di daerah tersebut adalah :
• Takut sama perawat baju putih" jadi kita sesuaikan lagi. Jangan menggunakan baju putih
agar anak tersebut tidak panik dan mau menerima kehadiran kita.
• Cara penyampaian dan pemilihan kata yang tidak dapat anak pahami dengan mudah. Jadi
gunakan kata yang mudah dipahami.
• Boring. Lakukan penyuluhan dengan menarik sesuai dengan sasaran pada anak. Tampilan
ppt yg menarik perbanyak gambar imajinasi yg menarik ttg gosok gigi. Ciptakan lagu yg
menarik ttg cara menggosok gigi dengan benar.
• Tidak aktiv. Pada saat melakukan penyuluhan selingkan dengan beberapa pertanyaan
mengenai tema dan berikan hadiah kepada anak yang mampu menjawab.
• Pada saat selesai penyuluhan berikan anak" sepasang sikat gigi kecil dan odol sebagai
motivasi mereka agar semangat melakukan sikat gigi yang benar di rumah. (Silvi Salsabila)
6. Cara pengolahan data komunitas dari kasus yang ada secara tepat dan efisien adalah :
a) Mengumpulkan data primer
• Wawancara kepada masyarakat, tokoh masyarakat, kader, aparat kelurahan/desa, dan
pemerintah daerah setempat.
• Observasi norma, nilai keyakinan, struktur kekuatan, proses penyelesaian masalah,
dinamika kelompok masyarakat, situasi/kondisi lingkungan wilayah pola komunikasi,
b) Mengumpulkan data sekunder
Dilakukan dengan cara mencatat data dan informasi dari sumber yang relevan untuk
wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.misalnya catatan kelahiran, kematian, cakupan
pelayanan.
c) Membahas data yang terkumpul
Kegiatan yang dilakukan yaitu pertemuan khusus pada forum koordinasi. Melalui
pembahasan ini dirumuskan masalah serta mencari penyebabnya. ( Ira )
7. Iya, Seharusnya ketika ibu membawa balitanya untuk di imunisasi petugas puskesmas
berkewajiban memberikan penkes kepada ibunya spya anakny dirumah nnti gosok gigi. soalny
sudah terdata 95% para ibu balita rajin me lakukan imunisasi lengkap tu. Jadi tindakan
inovatifny smestiny pada saat imunisasi sklian diberikan penkes mengenai sikat gigi. Karna
pada kasus dinyatakan bahwa permasalahan ini ditemukan pada mahasiswa profesi ners unja
yang sedang melakukan tugas pengolahan data dan askep komunitas di mendalo, maka
tindakan yang tepat yg dilakukan mahasiswa tersebut adalah membuat team untuk melakukan
penkes menggosok gigi yang baik dan benar dengan sasaran nya adalah untuk anak paud dan
sd tersebut. (Silvi Salsabila)
STEP 4
Mahasiswa profesi ners UNJA

Pengolahan data ASKEP di Desa


Mendalo Darat Kab. Muaro Jambi

Data Premier : Data Sekunser :

Ibu yang memiliki balita 1. Hasil distribusi Frekuensi sebanyak 53 siswa


mengaku selalu rutin SD (65%), mengatakan menggosok gigi 1 x
melakukan imunisasi balita sehari. PAUD sebanyak 32 siswa (21,44%),
sesuai dengan jadwal imunisasi mengatakan menggosok gigi 1 x sehari.
yang telah ditetapkan Sebanyak 30 siswa SD (35 %) dan PAUD
(65%) mengatakan tidak menggosok gigi.
2. Saat dilakukan pengkajian pada gigi dan
mulut siswa ternyata di temukan data bahwa
siswa SD sebanyak 26 siswa (75 %) dan
PAUD sebanyak 26 siswa (80%) mengalami
karies gigi.
3. Dari data pengkajian menunjukkan cakupan
imunisasi 95% di wilayah tersebut dan 95%
imunisasi dilakukan di puskesmas.

Mahasiswa Ners Universitas Jambi kemudian menentukan diagnosa komunitas dan rencana
tindakan hingga membuat plan of action (POA).

Konsep Dasar ASKEP Komunitas Kelompok Anak Usia Sekolah


STEP 5 ( Learning Objective)

1. Buat Asuhan Keperawatan Komunitas


A. Pengkajian
1) Data sosial : Data tidak terkaji
2) Data perilaku dan Lingkungan
• Perilaku gosok gigi anak
- Pernah sakit gigi : Data tidak terkaji
- Berapa kali anak sikat gigi dalam sehari
Distribusi frekuensi dimensi perilaku anak berapa kali sikat gigi di Desa
Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi.

PERILAKU MENYIKAT GIGI


SISWA SD

35%
Tidak menyikat gigi
1x
65%

Pada diagram menunjukkan bahwa sebanyak 53 siswa SD (65%), mengatakan


menggosok gigi 1 x sehari dan Sebanyak 30 siswa SD (35 %) mengatakan
tidak menyikat gigi.
PERILAKU MENYIKAT GIGI
ANAK PAUD

21,44%
tidak menyikat gigi
1x
65%

Pada diagram menunjukkan bahwa sebanyak 32 anak PAUD (21,44%),


mengatakan menggosok gigi 1 x sehari dan Sebanyak (65 %) mengatakan
tidak menyikat gigi.
- Kapan saja anak menyikat gigi : Data tidak terkaji
• Lingkungan anak terdapat penjual makanan manis : Data tidak terkaji
• Perilaku orang tua : ibu yang memiliki balita mengaku selalu rutin melakukan
imunisasi balita sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah di tetapkan dan
menunjukkan cakupan imunisasi 95% di wilayah tersebut dan 95% imunisasi
dilakukan di puskesmas.

IMUNISASI BALITA

cakupan
imunisasi
95%

Pada diagram menunjukkan bahwa cakupan imunisasi pada balita di Desa


Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi. Sudah 95% dan dilakukan di
puskesmas.
3) Data Epidemiologi
• Pemeriksaan fisik gigi
Distribusi frekuensi dimensi epidemiologi pemeriksaan fisik gigi siswa SD dan
PAUD di Desa Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi.

SISWA SD

ada karies gigi


tidak ada karies gigi
75%

Pada diagram menunjukkan bahwa sebanyak 26 siswa SD (75%)


mengalami karies gigi

ANAK PAUD

ada karies gigi


tidak ada karies gigi
80%

Pada diagram menunjukkan bahwa sebanyak 26 anak PAUD (80%)


mengalami karies gigi
• Jenis kelamin anak : Data tidak terkaji
• Usia anak : Data tidak terkaji
• Pekerjaan orang tua : Data tidak terkaji
• Pendidikan terakhir orang tua : Data tidak terkaji
• Penghasilan orang tua : Data tidak terkaji
4) Data pendidikan dan organisasi
• Pengetahuan orang tua tentang karies gigi anak : Data tidak terkaji

B. Analisa Data
DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
Perilaku dan Kurangnya kesadaran Ketidakefektifan
Lingkungan tentang perilaku hidup pemeliharaan kesehatan
1. sebanyak 53 siswa SD sehat: dengan masalah gigi pada anak usia sekolah
(65%), mengatakan gigi berlubang (karies)
menggosok gigi 1 x
sehari dan Sebanyak
30 siswa SD (35%)
mengatakan tidak
menyikat gigi.
2. sebanyak 32 anak
PAUD (21,44%),
mengatakan
menggosok gigi 1 x
sehari dan Sebanyak
(65%) mengatakan
tidak menyikat gigi.
3. Ibu yang memiliki
balita mengaku selalu
rutin melakukan
imunisasi balita sesuai
dengan jadwal
imunisasi yang telah
ditetapkan. Cakupan
imunisasi 95% di
wilayah tersebut dan
imunisasi dilakukan di
puskesmas.

Epidemiologi
1. sebanyak 26 siswa SD
(75%) mengalami
karies gigi
2. sebanyak 26 anak
PAUD (80%)
mengalami karies gigi

Perilaku dan Kurangnya kesadaran Kesiapan meningkatkan


Lingkungan tentang perilaku hidup manajemen kesehatan
1. sebanyak 53 siswa SD sehat: dengan masalah pada anak usia sekolah
(65%), mengatakan menyikat gigi
menggosok gigi 1 x
sehari dan Sebanyak
30 siswa SD (35%)
mengatakan tidak
menyikat gigi.
2. sebanyak 32 anak
PAUD (21,44%),
mengatakan
menggosok gigi 1 x
sehari dan Sebanyak
(65 %) mengatakan
tidak menyikat gigi.
3. Ibu yang memiliki
balita mengaku selalu
rutin melakukan
imunisasi balita sesuai
dengan jadwal
imunisasi yang telah
ditetapkan cakupan
imunisasi 95% di
wilayah tersebut dan
imunisasi dilakukan di
puskesmas.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan gigi pada anak usia sekolah dengan
masalah karies gigi di Desa Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi
2. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan pada anak usia sekolah dengan
masalah perilaku menyikat gigi di Desa Mendalo Darat Kabupaten Muaro
Jambi
D. Prioritas diagnosa keperaawatan

No Masalah A B C D E F G H I J K L Jumlah
Kesehatan
1. Ketidakefektifan pemeliharaan 4 5 5 4 5 2 3 4 4 3 4 4 47
kesehatan gigi pada anak usia
sekolah dengan masalah karies gigi
2. Kesiapan meningkatkan manajemen 4 5 5 4 4 2 3 4 4 3 3 4 45
kesehatan pada anak usia sekolah
dengan masalah perilaku menyikat
gigi

Keterangan Huruf: Keterangan angka:

A= sesuai dengan peran CHN H= tempat 1=Sangat rendah

B= sesuai dengan program pemerintah I= dana 2= Rendah


C= sesuai dengan intervensi pendidikan kesehatan J= Waktu 3= Cukup
D= Risiko terjadi K= fasilitas 4= Tinggi
E= Risiko parah L= petugas 5=Sangat tinggi
F= Minat masyarakat
G= kemudahan untuk diatasi
2. Buat Rencana tindakan dalam bentuk POA

Plan Of Action / Poa Asuhan Keperawatan Komunitas


Pada Agregat Anak Paud Dan Anak Usia Sekolah Sd
Dengan Masalah Karies Gigi Di Desa Mendalo Darat
Kabupaten Muaro Jambi

Diagnosa Kegiatan Tujuan Sumber Data


Penanggung Waktu/ Sasaran Sumber Kelanjutan
Jawab Tempat Dana
1. Ketidakefektifan Kegiatan Primer : Meningkatkan Mahasiswa Jumat,18 Anak Kelompok 3 Bulan sekali
Pemeliharan 1. Penyampaian Pengetahuan februari PAUD dan 1B
Pendidikan Masyarakat 2022. Anak Usia
Kesehatan Gigi Pada
Kesehatan Terkait Khususnya Sekolah Sekolah Di
Agregat Anak Paud Karies Gigi Anak Paud Anak Paud Desa
Dan Anak Usia Dan Anak Dan Usia Mendalo
Sekolah Sekolah Di Darat
Sekolah Sd Dengan
Mengenai Desa Kabupaten
Masalah Karies Gigi Penyakit Mendalo Muaro
Di Desa Mendalo Karies Gigi Darat Jambi
Kabupaten
Darat Kabupaten
Muaro
Muaro Jambi Jambi
2. Penyebaran Untuk Mahasiswa
Informasi Kesehatan Pemerataan
Melalui Media Informasi Dan
(Leaflet Dan Banner) Pemahaman
Tentang
Penyakit
Karies Gigi
Kepada Anak
Paud Dan Usia
Sekolah Dan
Masyarakat
Di Desa
Mendalo
Kabupaten
Muaro Jambi

Kegiatan sekunder : Untuk


1. Kontrol meneambah
resiko kesehatan pengetahuan
pemeriksaan gigi
cara
pada anak dengan
mengajarkan penanganan
penanganan karies karies gigi
gigi

Kegiatan tersier :
1. Melibatkan Untuk
keluarga dalam hal menambah
pemeliharaan pengetahuan
kesehatan gigi
keluarga
dengan
memperhatikan anak dalam
menggosok pemeliharaan
gigi
dengan baik 3 kali kesehtan gigi
/sehari danpada anak
mengurangi makanan yang memiliki
yang manis gejala karies
gigi atau
memiliki
riwayat karies
gigi
Kesiapaan Kegiatan primer : Meningkatkan mahasiswa Jumat , Disekolah Kelompok 3 bulan sekali
meningkatkan 1. Memberikan pengetahuan 18 februari Paud dan1 B
manajemen kesehatan penyuluhan tentang anak paud dan 2022 Usia Sekolah
pada agregat anak cara merawat gigi usia sekolah di Desa
yang baik dan benar
paud dan usia sekolah mengenai Mendalo
dengan masalah perawatan gigi Darat
perilaku menggosok Kabupaten
gigi di Desa Mendalo Muaro Jambi
Kabupaten Muaro
Jambi
Kegiatan sekunder : Untuk
1. Melakukan meningkatkan
penyuluhan dan pengetahuan
demonstrasi cara
anak paud dan
menyikat gigi yang
baik dan benar usia sekolah
dan
mempraktekk
an secara
langsung cara
gigi yang baik
dan benar

Kegiatan tersier : Untuk


1. Melibatkan Meningkatkan
orang tua anak untuk
pengetahuan
memotivasi anak
agar menggosok gigi orang tua
secara rutin yang dalam upaya
baik dan benar pemeliharan
kesehatan gigi
pada anak
paud dan usia
sekolah
3. Buat Inovasi terkait kasus tsb.

Dalam bidang kesehatan ini ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat yaitu salah satunya yang sesuai dengan kasus tentang frekuensi siswa SD
dan PAUD yang mengatakan menggosok gigi 1x sehari, dan frekuensi siswa SD dan PAUD yang
tidak menggosok gigi, serta frekuensi siswa SD dan PAUD yang diketahui mengalami karies gigi.
Karies gigi umumnya disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan yang manis
atau jarang sikat gigi, bakteri di mulut akan mengubah kandungan gula dari sisa-sisa makanan
menjadi asam. Bila malas menyikat gigi, timbunan asam tersebut dapat berubah menjadi plak
berwarna putih, kuning, cokelat, atau kehitaman pada gigi. Dan jika karies gigi ini tidak segera
diatasi, maka kerusakan gigi bisa jadi lebih parah dan menyebabkan gigi berlubang.
Inovasi yang dapat dilakukan perawat adalah mengajarkan kepada siswa SD dan PAUD
yang tidak menggosok gigi, bisa melakukan pembersihan gigi dari bakteri agar tidak mengalami
karies gigi dengan cara melakukan perawatan yang disebut fluoride treatment. Prosedur ini
dilakukan dengan cara mengoleskan fluoride pada gigi anak. Pertama-tama, membersihkan gigi
terlebih dahulu, kemudian mengeringkannya dengan semprotan udara. Selanjutnya, perawat akan
mengoleskan fluoride berbentuk gel pada lapisan terluar gigi, ini dapat dilakukan dua kali dalam
setahun sampai anak mencapai usia remaja dan pengolesan fluoride ini sangat dianjurkan pada
gigi anak yang baru tumbuh untuk memperkuat lapisan terluar giginya.
Selain mengoleskan fluoride, bisa juga perawat mengajarkan siswa SD dan PAUD
membersihkan gigi nya dengan cara mengajarkan berkumur larutan Listerine secara rutin agar
menghindari terjadinya karies gigi.
STEP 6

2.1 Definisi Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan
menurut (Yusuf, 2016) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang
sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-tugas
belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif
(seperti: membaca, menulis, dan menghitung).
Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan
demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan
dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di
lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai
masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-
anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di
sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang
diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu
anak usia sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah
banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta
beresiko terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak sehat. Secara
fisik dalam kesehariannya anak akan sangat aktif bergerak, berlari, melompat,
dan sebagainya. Akibat dari tingginya aktivitas yang dilakukan anak, jika tidak
diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang dapat menimbulkanbeberapa
masalah gizi yaitu di antaranya adalah malnutrisi (kurang energi dan protein),
anemia defisiensi besi, kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium
(Supariasa & Hardiansyah, 2016).

2.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatalmulai
embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai
lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa
bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-
6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah
(6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).
3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah

Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ


seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis
kelamin maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian tahapan
perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah,
19 yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia
10-12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak-
kanak akhir, anak akan memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, anak
memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih
muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan sosial-
emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah tidak secepat pada
masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya.
Pada masa ini, terdapat perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-
laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan
menyusul ketertinggalan mereka. Perbedaan lain yang akan terlihat pada
aspek fisik antara anak laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk otot
yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan anak perempuan
yang memiliki otot lentur (Gunarsa, 2016).
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi
perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak menjadi
matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh
karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode tenang”
sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja, meskipun
merupakan masa tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa
ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang berarti.

2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah


Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal
konkret, anak-anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk
melakukan manipulasi logis lainya. Misalnya, mereka dapat menyusun
benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat. Mereka juga dapat
membentuk penyajian mental mengenai serangkain tindakan. Anak-anak
yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn sendiri ke rumah temenya
tetapi tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau
menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena
mereka tahu harus membelok pada tempat- tempat tertentu, tetapi mereka
tidak mempunnyai gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-
anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan peta rute itu.
Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun
anak- anak memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam
hubungannya dengan objek yang konkret. Sebelum mencapai tahapan
akhir perkembangan kogniti, pada tahapan operasional formal, yang
dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup berfikir
logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma & Andryanto,
2010).
Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu
ini. Anak mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan
sosial- persetujuan bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan
di ubah jikan semua setuju. Realismemoral anak moral anak juga
menyatakan: saat membuat pertimbangan moral, anak sekarang
memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti maksuk
seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan
manusia, bukan retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan
stadium keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan
moral. Anak kecil menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan
bahkan untuk menghadapi situasi yang belum yang belum pernah mereka
jumpai. Stadium ini
ditandai oleh model ideologis penalaran moral, yang menjawab
masalah sosiol yang lebih luas ketimbang hanya situasi personal dan
interpersonal.
1. Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang
menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti:
membaca, menulis dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih
bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD
daya pikirnya sudah berkembang kearah berfikir konkret dan rasional
(dapat diterima akal). Pieget menamakannya sebagai masa operasi
konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa
berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret (berkaitan dengan
dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru,
yaitu mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau
mengasiosikan (menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau
bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka),
seoerti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di samping
itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan
masalah (problem solving) yang sedarhana.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi
dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola
pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar- dasar
keilmuan, seprti membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada
anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan
lingkungan alam sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya
nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat,gagasan
atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun
peristiwa yang terjadi

dilingkunganya.

Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah


dalam hal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau
pendapatnya tentang materi pelajaaran yang dibacanya atau yang
dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil study tour
atau diskusi kelompok).
2. Perkembangan Bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam


pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana
pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau
gerak menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan
bahasa, semua manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai
moral atau agama.
Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya
kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata
(vocabulary). Pada awal masa ini, anak suadah menguasai sekitar 2.500
kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai
sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar membaca atau
mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan /
petualagan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada masa ini tingkat berfikir
anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab
akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang semula
hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan :”dimana”,
“darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan
bahasa, yaitu sebagai berikut:
a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu
menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk
berkata- kata.

b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang


untuk berbicara lalu mempelajari bahasaorang lain dengan jalan
mengimitasikan atau meniru ucapa/kata-kata yang didengarnya.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja
menambah pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur
kalimat, peribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan
dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai
dan mempergunakan sebagai alat untuk:
a. Berkomunikasi dengan orang lain,

b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),

c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang


diterimanya,

d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),

e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan


sikap dan kenyakinan.
3. Perkembangan sosial

Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan


dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan
moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar
ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan
keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya
(peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan
sosialnya telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-
sendri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadapat kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah
kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia
merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya
dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan

masyarakat sekitarnya. Dalm proses belajar di sekolah, kematangan


perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan
memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas
yang membutuhkan pikiran (seperti: merencanakan kegiatan camping,
membuat rencana study tour).
4. Perkembangan Emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa


pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh
karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol
ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak
melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses peniruan,
kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya sangat
berpengaruh. Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap
perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri hati, kasih
sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng, nikmat, atau
bahagia).
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku
individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang
positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangt atau rasa ingin
tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya
terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru,
membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin
dalam belajar.
5. Perkembangan Moral

Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik-
buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin
anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan
memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini
(prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang
diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau
tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,
anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di
samping itu , anak sudah dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku
dengan konsep benar-benar atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang
atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada
orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Seadangkan perbuatan
jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu
yang benar/baik.
6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan

Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai


dengan ciri-cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.

b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara


rasional berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada
indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam,
pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai
agama sebagai kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan
anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembetukan atau pendidikan
yang diterimanya. Berkaitan denag hal tersebut, pendidikan disekolah
dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu,
pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai)
di sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat
dalam pendidikan di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah
dan guru-guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang terlibat.
7. Perkembangan Motorik

Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka


perkembangan motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa
ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang

lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk
belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis,
menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan
atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor
penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan
maupun keterampilan. Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat
menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah
dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya,
karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan (Yusuf,
2016).
Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan
sangat tepat diajarkan :
a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.

b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga


(menerima, menendang, dan memukul).
c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari,
berenang, dan sebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan
kebiasaan, ketertiban, dan kedisiplinan.
8. Perkembangan fisik

Perkembangan fiusik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum


memasuki masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang
tenang ini diperlukan oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan
akademik. Anak lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar berbagai
keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak satu
dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak.
9. Perkembangan Bicara

Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam


berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya kosakata yang berasal

dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak


pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa
komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti
apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak untuk
meningkatkan pengertiannya.
10. Kegiatan Bermain

Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan


secara kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di
kelompoknya dan cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang
sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang belum pernah dikunjungi
baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak. Permainan
konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk
permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas
anak. Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu
bentuk permainan kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh
raga seperti basket, sepak bola, voleydan sebagainya. Jenis permainan ini
membantu perkembangan otok dan perkembangan tubuh.
11. Usia 10-12

Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi


bacaan semakin luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya
menggemparkan, misterius, dan kisah-kisah pertualangan. Anak
perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar rumah tangga. Teman
sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di luar
sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arahperkembangan
anak baik yang bersifat positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat
pada pengembanagan konsep diri dan pertumbuhan harga diri. Hanya
ditengah-tengah teman sebaya anak bisa merasakan dan menyadari
bagaimana dan dimana kedudukan atau posisidirinya. Keinginan untuk
berada ditengah-tengah temannya membawa anak untuk keluar rumah
menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan kesepian dirumah, tiada
teman. Kegiatan denag teman sebaya ini meliputi belajar bersama,
melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan sebagainya.

Mereka sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang


dewasa.

2.4 Perilaku Menyimpang


a. Pengertian Perilaku Menyimpang
Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikan sebagai
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri
karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/ populasi. Dalam bukunya
yang lain, Kartini Kartono menyebutkan juvenile delinquency ialah
perilaku kenakalan anak-anak; merupakan gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang menyimpang. Juvenile deliquency menekankan sebab-sebab
tingkah laku yang menyimpang/ delinkuen anak-anak dari aspek
psikologis atau sisi kejiwaannya.
Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000

;182) penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar


orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
Perilaku yang dimaksud yaitu perilaku yang sebaiknya tidak dilakukan
oleh anak usia sekolah. Anak yang menunjukkan tindakan yang diluar
batas toleransi dapat dikenai hukuman.
Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan
perilaku dalam arti kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251)
merupakan tindakan oleh seseorang yang belum dewasa dengan sengaja
melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika
perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum maka anak
tersebut bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak melakukan tindakan
menyimpang secara sembunyi-sembunyi.
Terdapat penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim.
Penyimpangan perilaku yang sederhana semisal: mengantuk, suka
menyendiri, kadang terlambat datang. Sedangkan penyimpangan ekstrim

ialah semisal sering membolos, memeras teman-temannya, ataupun


tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya (Mustaqim dan
Abdul Wahib, 1991:138).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
semua penyimpangan terkait dengan istilah-istilah perilaku negative
seperti tindak pidana dan kebrutalan. Akan tetapi, orang yang bertindak
terlalu jauh dari patokan umum lingkungan sekitar bisa juga disebut
sebagai penyimpangan. Penyimpangan kini tidak hanya orangtua, orang
muda, bahkan anak-anak usia sekolah menengah dan anak usia sekolah.
Anggota masyarakat yang melakukan penyimpangan terhadap norma
Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut
dapat mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun terhadap
oranglain. Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya
pelanggaran terhadap norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan
bahkan hukum yang berlaku.
b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah
Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentuk-
bentuk perilaku menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk
penyimpangannya meliputi penyimpangan primer, penyimpangan
sekunder, penyimpangan individu, penyimpangan kelompok,
penyimpangan situasional, serta penyimpangan sistematik. Berikut
penjelasan dari berbagai bentuk penyimpangan:
a) Penyimpangan Primer
Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifat
temporer atau sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagian
kecil kehidupan seseorang. Seorang yang menunjukkan tindakan
penyimpangan temporer ini masih dapat ditolerir. Misalnya seorang
siswa membolos atau mencontek pekerjaan temannya.
Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain:
a) Bersifat sementara

b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang


c) Kesalahannya masih dapat ditolerir

b) Penyimpangan Sekunder
Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpangan yang
dilakukan oleh seorang anak secara khas. Anak ini disebut melakukan
penyimpangan sekunder karena anak ini sudah terbiasa menunjukkan
tindakan menyimpang di sekolah.
Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu:
a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang
b) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku
menyimpang yang dilakukan siswa
c) Penyimpangan Individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan secara
perorangan. Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak dengan
melakukan perbuatan yang menyimpang dari aturan yang sudah dibuat.
Misalkan seorang siswa mencuri uang milik temannya.
d) Penyimpangan Kelompok
Penyimpangan kelompok merupakan tindakan menyimpang yang
dilakukan secara berkelompok. Siswa yang berkelompok dan melakukan
tindakan menyimpang biasanya ingin dianggap jagoan di sekolah, hanya
saja sekelompok siswa ini menunjukkan dengan cara yang salah.
Biasanya penyimpangan kelompok ini dilakukan oleh siswa yang
membentuk sebuah gank.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya sekelompok siswa
yang membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan perbuatan
yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia sekolah. Sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas siswa selama berada di sekolah.

e) Penyimpangan Situasional

Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-


macam situasi yang sedang terjadi. Situasi yang dimaksud yaitu situasi
atau keadaan di luar kendali seorang siswa. Siswa terpaksa melakukan
tindakan menyimpang karena situasi yang memaksa siswa tersebut
melakukan tindakan menyimpang.
Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria
penyimpangan situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar
aturan sekolah karena keadaan yang memaksa siswa tersebut bertindak
melawan aturan sekolah yang sudah ditetapkan. Siswa yang melakukan
tindak pemalakan terhadap temannya. Siswa melakukan pemalakah
karena siswa tidak mendapat uang saku dari orang tuanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan menyimpang yang
ditunjukkan seorang siswa tidak hanya dilakukan secara mandiri, akan
tetapi dapat dilakukan secara berkelompok. Siswa menunjukkan bentuk
tindakan menyimpak dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena
situasi yang memaksa siswa untuk melakukan tindakan menyimpang.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
perilaku menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam
diri seseorang itu sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri seseorang
atau yang disebut berasal dari lingkungan. Menurut Jensen (Sarlito W.
Sarwono, 2011: 255) banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan
remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya. Faktor-faktor
tersebut digolongkan sebagai berikut:
1) Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu
daripada faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah
pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak
yang percaya pada teori ini,misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai
kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau

dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang menganggap remaja


yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.
2) Social disorganization: kaum positivis pada umumnya lebih
mengutamakan faktor budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah
berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang
selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat.
Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan
penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata
kontrol.
3) Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam
masyarakat, misalnya kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota
masyarakat yang memilih jalan rellibion melakukan kejahatan
melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
4) Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja
adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya
dengan anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut orang tua
di Indonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya untuk berkawan
dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar.
5) Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal
selalu dianggap atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak
orangtua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa-basi dengan tamunya,
sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia mengatakan pada
tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi,
tetapi nakalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak diberi label
seperti itu, maka ia akan jadi betul- betul nakal.
Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih
nakal daripada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah
sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar
kalau laki-laki nakal.
Willis (2012: 93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadi

karena faktor dari dalam diri sendiri, dimana faktor-faktor tersebut


yaitu:
a) Predisposing factor
Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang bersumber dari
kelainan otak. Hal ini dapat terjadi akibat luka di kepala ketika bayi
ditarik dari perut sang ibu.
b) Lemahnya pertahanan diri
Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diri terhadap pengaruh-
pengaruh negatif. Anak yang kurang memiliki pertahanan diri akan
mudah terpengaruh ajakan temannya yang kurang baik.
c) Kurangnya kemampuan penyesuaian diri
Keadaan ini amat sangat terasa dalam pergaulan anak. Anak yang
mengalami hal demikian disebut dengan anak kuper atau kurang
pergaulan. Inti persoalannya adalah ketidakmampuan penyesuaian diri
terhadaplingkungan sosial.
d) Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak
Masalah agama belum diupayakan secara sungguh- sungguh dari
orang tua dan guru. Padahal agama merupakan benteng diri remaja dari
segala godaan dan cobaan.
Menurut Taufiq Rohman D., dkk (2006: 102), ada beberapa faktor
penyebab terjadinya perilaku menyimpang antara lain sebagai berikut:
a) Sikap mental yang tidak sehat
Perilaku menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap mental
yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa bersalah
atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa senang.
Mental yang tidak sehat akan berdampak pada sikap yang dilakukan
oleh seseorang. Sikap tersebut biasanya muncul tidak sesuai dengan
kondisi yang sedang terjadi.

b) Ketidakharmonisan dalam keluarga

Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab


terjadinya perilaku menyimpang. Keadaan keluarga yang penuh dengan
masalah akan menjadikan seorang anak merasa tertekan.
Salah satu ketidakharmonisan dalam keluarga yaitu sering terjadinya
pertengkaran orang tua. Pertengkaran orang tua dapat membuat anak
tertekan dan takut. Efek yang ditimbulkan dari pertengkaran orang tua
yakni dapat membuat anak melakukan tindakan-tindakan yang
semestinya tidak dilakukan.
c) Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak
mengalihkannya ke hal positif, maka ia akan berusaha mencari pelarian
untuk memuaskan rasa kecewanya.
Seorang anak dapat dengan mudah merasakan kecewa, akan tetapi
tidak mudah untuk seorang anak mengontrol rasa kecewanya. Sehingga
pelampiasan rasa kekecewaan seorang anak biasanya ke dalam hal-hal
yang kurang baik seperti mengamuk, memaki, dan lain sebagainya.
d) Dorongan kebutuhan ekonomi
Perilaku menyimpang juga terjadi karena dorongan kebutuhan
ekonomi. Perilaku menyimpang terjadi di kalangan keluarga yang
memiliki tingkat perekonomian tergolong rendah.
Seorang anak biasanya tidak mau tahu bagaimana kondisi
keluarganya. Terkadang anak ingin memiliki barang-barang yang sama
dengan yang telah dimiliki temannya. Akan tetapi orang tua anak
tersebut tidak dapat memenuhi seperti apa yang dimiliki temannya.
Kemungkinan negatif yang dapat terjadi dari dorongan ekonomi seperti
ini yaitu perbuatan mencuri atau merampok.
e) Ketidaksanggupan menyerap norma
Ketidaksanggupan menyerap norma ke dalam kepribadian

seseorang diakibatkan karena anak menjalani proses sosialisasi yang


tidak sempurna, sehingga tidak sanggup menjalankan peranannya sesuai
dengan perilaku yang diharapkan. Seorang siswa tidak jarang
menunjukkan tingkah laku yang bertentangan dengan aturan atau norma
yang berlaku. Anak yang menunjukkan tingkah laku yang menyimpang
dari aturan biasanya mendapat cibiran dari temannya.
f) Adanya ikatan sosial yang berlain-lainan
Seorang anak cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan
kelompok yang paling dihargai, dan akan lebih senang bergaul dengan
kelompok itu daripada dengan kelompok lainnya. Dengan
pengelompokkan tersebut individu akan memperoleh pola- pola sikap
dan perilaku kelompoknya. Jika kelompok yang digauli memiliki pola
perilaku yang menyimpang, kemungkinan besar individu tersebut akan
berperilaku menyimpang.
g) Keluarga broken home
Dilihat dari keluarga seperti ini tentunya aktivitas, pengawasan, dan
perhatian orang tua sangat kurang sehingga tak heran di era globalisasi
saat ini banyak tindakan-tindakan yang dilakukan anak di luar batas
normal.
Seorang anak yang memiliki keluarga tidak utuh merasa kurang
mendapat perhatian yang sempurna. Anak akan terus mencari perhatian
dari orang tuanya dengan berbagai cara. Seringkali anak menunjukkan
tindakan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang anak hanya untuk
mendapat perhatian dari orang tuanya.
h) Orang tua bekerja di luar negeri
Kurang perhatian orang tua yang bekerja di luar negeri semakin
menambah beban mental anak terutama rasa sayang yang kurang dari
orang tuanya. Sering kita jumpai anak-anak tinggal dan

dititipkan bersama nenek, kakak, atau sanak saudara lain sehingga


aktivitas mereka kurang terawasi secara maksimal.
Orang tua yang bekerja di luar negeri terkadang hanya memikirkan
untuk memenuhi kebutuhan anak secara maksimal. Padahal anak tidak
hanya membutuhkan moril saja, akan tetapi juga membutuhkan
pengawasan langsung dari orang tua. Anak akan lebih terarah jika di
bawah pengawasan orang tuanya sendiri.
i) Kegagalan dalam proses sosialisasi di sekolah
Proses sosialisasi dianggap tidak berhasil jika anak tidak berhasil
bergaul dengan teman sebayanya di sekolah. Guru adalah orang tua
pengganti di sekolah, sehingga guru memegang peranan dalam adaptasi
anak di sekolah.
Menurut Kartini Kartono (2011: 21) kejahatan anak yang merupakan
gejala penyimpangan dan patologis secara sosial itu juga dapat
dikelompokkan dalam satu kelas defektif secara sosial dan mempunyai
sebab-musabab yang majemuk, jadi sifatnya multi- kausal. Terdapat
penggolongan gejala penyimpangan anak menurut beberapa teori
sebagai berikut:
1. Teori biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinquen pada anak- anak dan remaja
dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah
seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir.
Kejadian ini berlangsung:
(a) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan,
atau melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen
tertentu, yang semuanya bisa memunculkan penyimpangan tingkah laku,
dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial.

(b) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa


(abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.
(c) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah
tertentu yang menimbulkan tingkah laku delinkuen atau sosiopatik.
Misalnya cacat jasmaniah bawaan brachydactylisme (berjari-jari
pendek) dan diabetes insipidius (sejenis penyakit gula) itu erat
berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
2. Teori psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak
dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi,
ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi,
internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial,
kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain.
3. Teori sosiogenesis
Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku delinkuen pada
anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial- psikologis
sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang
deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh
internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial
itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-
lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat,
status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan
pendefinisian diri atau konsep dirinya.

4. Teori subkultur delinkuensi


Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenesis dan sosiologis)
sangat populer sampai tahun-tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak
terdapat perhatian pada aktivitas-aktivitas gang yang terorganisir dengan
subkultur- subkulturnya. Adapun sebabnya sebagai berikut:
a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan
meningkatnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh
anak-anak remaja yang memiliki subkultur delinkuen.
b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat
besarnya kerugian dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di
negara-negara industri yang sudah maju disebabkan oleh meluasnya
kejahatan- kejahatan anak remaja.
Dari faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang yang telah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang muncul
disebabkan karena berbagai faktor dimana faktor internal lebih
berpengaruh terhadap perilaku menyimpang. Faktor internal yang
dimaksud disini tidak hanya yang berasal dari dalam diri sendiri
melainkan juga dampak dari lingkungan keluarga. Akibat dari
ketidakharmonisan hubungan anak dengan orang tua menimbulkan
dorongan-dorongan dalam diri anak yang dilampiaskan dalam hal yang
negatif. Sehingga anak kurang dapat mengontrol diri di dalam hubungan
sosial. Didukung dengan penilaian lingkungan sekitar yang kurang baik
mengakibatkan anak semakin meluapkan rasa kesalnya dalam perilaku
yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.

d. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang


Berger (Taufiq Rohman D., dkk 2006: 109) menyatakan
pengendalian sosial adalah cara yang digunakan untuk menertibkan
anggota masyarakat yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek,
pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak tempat
individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri
pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Untuk menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah.
Kenakalan pda anak memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam
dan penyebabnya. Menurut Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam
penanggulangan kenakalan, yaitu:
a) Upaya Preventif
Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara sistematis,
berencana dan terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar kenakalan
itu tidak timbul.
b) Upaya Kuratif
Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak ialah
upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya
kenakalan tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat. Apabila
seorang anak melakukan tindak kejahatan, maka kemungkinan tindakan
negara yaitu sebagai berikut:
(a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
(b) Anak itu dijadikan anak negara.
(c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengan
sepertiganya.
c) Upaya Pembinaan
Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah:
(a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan,
dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini
telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan
sampai terjadi kenakalan remaja.

(b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah


laku

kenakalan atau yang telah menjalani suatu hukuman karena


kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi
lagi kenakalannya. Pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek,
yaitu:
(1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama.
(2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar
menjadi warga negara yang baik.
(3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi
yang stabil dan sehat.
(4) Pembinaan ilmu pengetahuan.
(5) Pembinaan keterampilan khusus.
(6) Pengembangan bakat-bakat khusus.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Taufiq RD., dkk (2006: 112)
berpendapat bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif, represif,
gabungan, persuatif serta koersif. Berikut uraiannya:
1) Pengendalian Preventif
Pengendalian yang bersifat pencegahan. Dilakukan untuk
memperingatkan hal-hal yang mungkin akan membahayakan. Langkah
yang ditempuh dengan memberikan nasehat atau memperingatkan akan
kemungkinan bahaya.
2) Pengendalian Represif
Pengendalian yang bersifat denda atau sangsi. Seseorang yang
melanggar akan dikenai hukuman dan harus menjalani hukuman tersebut
sebagai bagian dari kesalahan yang telah dilakukannya.
3) Pengendalian Gabungan
Penggabungan diantara pengendalian preventif dan represif.
Dimaksudkan dengan memberikan nasehat atau aturan akan dapat
terhindar dari kesalahan atau penyimpangan agar tidak merugikan semua
pihak.

4) Pengendalian Persuasif
Dilakukan dengan pendekatan secara tidak memaksa,
memberitahukan melalui ucapan atau perkataan dengan memberikan
aturan atau norma yang berlaku.
5) Pengendalian Koersif
Pengendalian yang dilakukan bersifat memaksa. Dilakukan jika
langkah preventif, persuasif dan sebagainya tidak menimbulkan efek
jera.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengendalian perilaku menyimpang terhadap anak dapat dilakukan
dengan berbagai upaya. Usaha yang dilakukan tidak hanya diupayakan
oleh salah satu pihak saja, melainkan dibarengi dengan upaya yang
dilakukan oleh pihak-pihak lain seperti sekolah dan masyarakat.

2.5 Masalah Anak Usia Sekolah


Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi
bahaya fisik dan psikologi antara lain:
1) Bahaya fisik

a. Penyakit

Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang
sering ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri
anak.
b. Kegemukan

Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar


tapi akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak
kesulitan mengikuti kegiatan bermain, sehingga kehilangan kesempatan
untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk keberhasilan sosial.
c. Kecelakaan

Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang


menghasilkan ketrampilan tertentu.

d. Kecanggungan

Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan


teman sebaya bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar
untuk rendah diri.
e. Kesederhanaan

Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun.


Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang
menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat
mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak.
2) Bahaya Psikologi

a. Bahaya dalam berbicara

Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa,


cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi
sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja.
b. Bahaya emosi

Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang


menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga
kurang disenangi orang lain.

c. Bahaya bermain
d. Bahaya konsep diri

Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas
pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung
berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan orang
lain.
e. Bahaya moral
f. Bahaya yang menyangkut minat

Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya
dan mengembangkan.
g. Bahaya dalam penggolongan peran seks

2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat


Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak
mulai masuk sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru,
anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya
dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang
dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah
akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan
merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di
sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan
yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik
dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif,
gembira, makannya teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Ciri-ciri anak sehat adalah tumbuh dengan baik, yang
dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara teratur dan
proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya;
tampak aktif/gesit dan gembira; Mata bersih dan bersinar; Nafsu makan
baik; Bibir dan lidah tampak segar; Pernapasan tidak berbau; Kulit dan
rambut tampak bersih dan tidak kering; dan Mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Menurut (Andriyani,2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun
dijabarkan sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik/jasmani : anak memiliki pertumbuhan
yang lambat namun teratur, BB dan TB anak perempuan lebih besar
dibandingkan anak laki-laki pada usia yang sama, terjadi pertumbuhan
tulang yang cepat, pertumbuhan gizi permanen, nafsu makan mengalami
peningkatan, dan timbul haid pada anak akhir masa usia sekolah ini.
2. Karakteristik emosi : pada masa ini anak mulai memiliki rasa
ingin tahu yang kuat, suka menambah pertemanan, dan kurang
kepedulian terhadap lawan jenis.
3. Karakteristik sosial : anak mulai suka bermain dan
mempererat hubungan pertemanan dengan teman sebayanya.

4. Karakteristik intelektual : anak mulai berani menyuarakan


pendapatnya, memiliki minat besar terhadap belajar, mulai terlihat
memiliki keterampilan, rasa ingin tahu yang kuat, dan memiliki perhatian
terhadap sesuatu yang singkat.

2.7 Program Pemerintah untuk anak usia sekolah


Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah,
namun masalah yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum.
Masalah kesehatan umum yang terjadi pada anak usia sekolah biasanya
berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok
gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan
pakai sabun (Permata, 2010).
Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan
yaitu dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1193/Menkes/SK/ X/2004 tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah
“Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS 2010”. PHBS terdiri
dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu mencuci
tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi
jajanan di warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih &
sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk,
tidak merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
setiap bulan, dan membuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005).
Salah satu wadah untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia
sekolah adalah layanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS
di tinjau dari segi sarana dan prasarana, pengetahuan, sikap peserta didik
di bidang kesehatan, warung sekolah, makanan sehari- hari/gizi.
Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS
adalah meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik
dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat
kesehatan peserta didik maupun warga belajar, dan menciptakan
lingkungan sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.

Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari


keberhasilan masing-masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan
Chayatin (2009), program kerja UKS meliputi tiga unsur yaitu
pendidikan kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah dan
pembinaan lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam Trias
UKS. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung terhadap
pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat
berdampak terhadap meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai
oleh siswa.

2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a. Data Komunitas
1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah
anak usia sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.
2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.

3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang


dianut oleh anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang
dianut, fasilitas ibadah yang ada, adanya organisasi keagamaan,
kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah.
b. Data Subsystem

Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :

1) Lingkungan Fisik

Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan


lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia
sekolah dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui
wawancara.

Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang


kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk


pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi
anak usia sekolah melalui wawancara.
3) Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua siswa,
jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan melihat data di staff
tata usaha sekolah.
4) Keamanan dan transportasi.

• Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebarang


jalan.
• Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak
usia sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa
5) Politik dan pemerintahan

Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib


sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa.
6) Komunikasi

• Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan oleh


anak usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang
kesehatan melalui buku dan sosialisasi dari pendidik.
• Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan
anak usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua
dalam menyelesaikan dan

mencegah masalah anak sekolah, keterlibatan guru dan orang tua dan
lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak usia sekolah.
7) Pendidikan

Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang


digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di sekolah.
8) Rekreasi

Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana


penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni,
pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan
c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah

1) Identitas anak.

2) Riwayat kehamilan dan persalinan.

3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.

4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari).

5) Pertumbuhan dan perkembangannya saat ini


(termasuk kemampuan yang telah dicapai).
6) Pemeriksaan fisik.

7) Lengkapi dengan pengkajian fokus

• Bagaimana karakteristik teman bermain.

• Bagaimana lingkungan bermain.

• Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.

• Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan


adakah sarana yang dimilikinya.
• Bagaimana temperamen anak saat ini.

• Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.

• Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.


• Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.

• Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.

• Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.

• Pernahkah mendapat kecelakaan selama


disekolah atau dirumah saat bermain.
• Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa
ini.
• Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa
jenisnya.
• Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.

• Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.


2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu


:

1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat


tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai usia anak.
2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman
pada lima tugas keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan
memfasilitasi perkembangan anak

b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa


keperawatan yaitu :
1) Masalah aktual/risiko
• Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari
kebutuhan tubuh.
• Menarik diri dari lingkungan sosial.

• Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.

• Mudah dan Sering marah.

• Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas


sekolah yang dibebankan.
• Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.

• Keengganan melakukan kewajiban agama.

• Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.

• Gangguan komunikasi verbal.

• Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat


banyak waktu yang digunakan untuk bermain).
2) Potensial atau sejahtera

• Meningkatnya kemandirian anak.

• Peningkatan daya tahan tubuh.

• Hubungan dalam keluarga yang harmonis.

• Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas


perkembangannya.
• Pemeliharaan kesehatan yang optimal
3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Aktual

Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga merawat anak
yang sakit
Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan
dukungan yang adekuat.
Intervensi:

1) Diskusikan tentang tugas keluarga.

2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis

saat anggota keluarga sakit.


3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga.

4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap


upaya pertolongan yang telah dilakukan.
5) Ajarkan cara merawat anak dirumah.

6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan


keluarga

b. Resiko/resiko tinggi

Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada
anaknya. Tujuan: ketidakharmonisan keluarga menurun
Intervensi:

1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga.

2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga.

3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus


dijalani.

4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak.

5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau


menyelesaikan masalah.
6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah.

7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau


mampu membaut alternatif.
c. Potensial atau sejahtera

Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.


Tujuan: dipertahankanya hubungan yang harmonis.
Intervensi:

1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka


pada keluarga.
2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian

atas kemampuannya
3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak
usia sekolah)
4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga
tanpa menimbulkan maslaah.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada komunitas atau


kelompok adalah (Mubarak, 2005):

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis terhadap mesyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga
masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu,
keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalah pada fisiologis,
psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapan ditentukan.
a. Pengumpulan Data Hal yang perlu dikaji pada komunitas
atau kelompok antara lain :
1) Inti (Core) meliputi : Data demografi kelompok atau
komunitas yang terdiri atas usia yang beresiko, pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta riwayat
timbulnya kelompok atau komunitas.
2) Mengkaji 8 subsistem yang mempengaruhi komunitas, antara
lain:
a) Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi, bagaimana
kepadatannya karena dapat menjadi stresor bagi penduduk
b) Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
c) Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan dan
keamanan tempat tinggal, apakah masyarakat merasa nyaman atau tidak,
apakag sering mengalami stres akibat keamanan dan keselamatan yang
tidak terjamin
d) Kualiti dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan, apakah
cukup menunjang, sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan
pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan
e) Pelayanan kesehatan yang tesedia, untuk diteksi dini atau
memantau gangguan yang terjadi

f) Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan deteksi


dini dan merawat atau memantau gangguan yang terjadi
g) Sistem komunikasi, serta komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan yang terkait
dengan gangguan penyakit
h) Sistem ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyarakat secara
keseluruhan, apakah pendapatan yang terima sesuai dengan Upah
Minimum Registrasi (UMR) atau sebaliknya
i) Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja dibuka,
apakah biayanya dapat dijangkau masyarakat
b. Jenis Data Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data
subjektif dan data objektif (Mubarak, 2005):
1) Data Subjektif Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau
masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.
2) Data Objektif Data yang diperoleh melalui suatu
pemeriksaan, pengamatan dan pengukuran
c. Sumber Data
1) Data primer Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dari
individu,keluarga, kelompok, masyarakat berdasarkan hasil pemeriksaan
atau pengkajian.
2) Data sekunder Data yang diperoleh dari sumber lain yang
dapat dipercaya, misalnya: kelurahan, catatan riwayat kesehatan pasien
atau medical record.
3) Cara Pengumpulan Data
a) Wawancara yaitu: kegiatan timbale balik berupa Tanya
jawab
b) Pengamatan yaitu: melakukan observasi dengan panca indra
c) Pemeriksaan fisik: melakukan pemeriksaan pada tubuh
individu
4) Pengelolaan Data
a) Klasifikasi data atau kategorisasi data
b) Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan telly
c) Tabulasi data d. Interpretasi data

5) Analisa Data Kemampuan untuk mengkaitkan data dan


menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang
dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah
keperawatan.
6) Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan dan masalah
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat sehingga dapat dirumuskan
masalah kesehatan.
7) Prioritas Masalah Prioritas masalah dapat ditentukan
berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham H Maslow:
a) Keadaan yang mengancam kehidupan
b) Keadaan yang mengancam kesehatan
c) Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

2. Diagnosa Keperawatan
Kesehatan Diagnosis keperawatan ialah respon individu pada
masalah kesehatan baik yang actual maupun potensial. Diagnose
keperawatan komunitas akan memeberikan gambaran tentang masalah
dan status kesehatan masyarakat baik yang nyata dan yang mungkin
terjadi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan tingkat rekreasi komunitas
terhadap stresor yang ada. Selanjutnya dirumuskan dalam tiga
komponen, yaitu problem/masalah (P), etiology atau penyebab (E), dan
symptom atau manifestasi/data penunjang (S) (Mubarak, 2005).
a. Problem : merupakan kesenjangan atau penyimpangan dari
keadaan normal yang seharusnya terjadi.
b. Etiologi : penyebab masalah kesehatan atau keperawatan
yang dapat memeberikan arah terhadap intervensi keperawatan.
c. Symptom : tanda atau gejala yang tampak menunjang
masalah yang terjadi.

3. Perencanaan/ Intervensi Perencanaan keperawatan


merupakan penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keprawatan yang sudah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Perencanaan intervensi yang dapat dilakukan
berkaitan dengan diagnosa keperawatan komunitas yang muncul diatas
adalah (Mubarak, 2005):

a. Lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit


b. Lakukan demonstrasi ketrampilan cara menangani penyakit
c. Lakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan penyakit
d. Lakukan kerja sama dengan ahli gizi dalam mennetukan diet
yang tepat
e. Lakukan olahraga secara rutin
f. Lakukan kerja sama dengan pemerintah atau aparat setempat
untuk memperbaiki lingkungan komunitas
g. Lakukan rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

4. Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya tindakan asuhen
keperawatan harus bekerjasama dengan angoota tim kesehatan lain
dalam hal melibatkan pihak puskesmas, bidan desa, dan anggota
masyarakat (Mubarak, 2005). Perawat bertanggung jawab dalam
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang bersifat (Efendi,
2009), yaitu:
a. Bantuan untuk mengatasi masalah gangguan penyakit
b. Mempertahankan kondisi yang seimbang dalam hal ini
perilaku hidup sehat dan melaksanakan upaya peningkatan kesehatan
c. Mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah
gangguan penyakit
d. Advocat komunitas yang sekaligus memfasilitasi
terpenuhinya kebutuhan komunitas

5. Penilaian/Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan
tingkat kemandirian masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari
dan tingkat kemajuan masyarakat komunitas dengan tujuan yang sudah
ditentukan atau dirumuskan sebelumnya (Mubarak, 2005). Adapun
tindakan dalam melakukan evaluasi adalah:
a. Menilai respon verbal dan nonverbal komunitas setelah
dilakukan intervensi
b. Menilai kemajuan oleh komunitas setelah dilakukan
intervensi keperawatan

c. Mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit


DAFTAR PUSTAKA

Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi . Jakarta: Erlangga. Gunarsa,

D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta:


PT. BPK Gunung Mulia.

Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti Papas.

Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta: Book EGC
Medicine.

Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development. Bandung: PT. Teen
Rosdakarya.

Kartono, Kartini, 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Sunarto,Kamanto,2000, Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Jakarta. Sarwono.

2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Abdul .Wahib Dan Mustaqim, 1991. Psikologi Pendidikan,.Jakarta: Rineka Cipta.

Wilis, S.S. 2012. REMAJA DAN MASALAHNYA mengupas Berbagai Bentuk


Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung : Afabeta

Fitri D, N, A. (2018). “SELF ESTEEM PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR


UNTUK PENCEGAHAN KASUS BULLYING”. Malang. Jurnal Pemikiran dan
Pengembangan SD.

Prasetyo, Y.B. dkk. 2014. Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah Dalam Upaya
Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Lombok
Timur. Jurnal Kedokteran Yarsi 22 (2) : 102-113

http://scholar.unand.ac.id/41305/5/kti%20full%20isny.pdf

Anda mungkin juga menyukai