Anda di halaman 1dari 22

i

MAKALAH
PENDIDIKAN MENURUT PANDANGAN HUMANISME

MATA KULIAH
LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

Dosen Pengampu

Dr. Riyanto, MM

Dr. Sutrisni Andayani, M.Pd.

Kelompok II

Arifin Yusuf 21720023


Efi Hardianto 21720016
Fiky Fajarudin 21720005
Srinatu Widayati 21720014
Suheri` 21720022

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
TAHUN 2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan Rahmat dan Nikmatnya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah tentang “Pendidikan Menurut Pandangan Humanisme” . Sholawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin terbaik di
dunia yang sekaligus menjadi inspirator bagi kita semua di dalam menjalani
kehidupan di dunia ini.
Makalah “Pendidikan Menurut Pandangan Humanisme “ ini penyusun
tulis sebagai bahan di dalam perkuliahan Pascasarjana dengan maksud membekali
para Mahasiswa di dalam memahami dan menelaah tentang teori humanisme
dalam Pendidikan. Makalah ini menjadi sumber bagi penulis untuk melakukan
presentasi di depan kelas sebagai wujud meningkatkan kemampuan mahasiswa
sebagai pendidik dan untuk meningkatkan kemampuan di dalam menyampaiakan
argumen yang di pegangnya.
Makalah ini sangatlah sederhana dan masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, untuk itu penulis memohon kepada para pembaca semua untuk
memberikan kritik dan sarannya demi sempurnanya makalah ini dan agar makalah
ini benar – benar bermanfaat di dalam dunia pendidikan.

Metro, 27 November 2021

Penulis

1. Arifin Yusuf
2. Efi Hardianto
3. Fiky Fajarudin
4. Srinatu Widayati
5. Suheri
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah....................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Aspek-Aspek Humanistik........................................................... 3

B. Aplikasi Teori Humanistik Dalam Pendidikan........................... 6

C. Peran Guru Dalam Teori Humanistik.......................................... 8

D. Kurikulum Humanis.................................................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 17

B. Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR LITERATUR
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakikat pendidikan humanis adalah upaya untuk memanusiakan

manusia. Didalam pengertian lain manusia adalah subjek atau pribadi yang

memiliki hak cipta, rasa, dan karsa. Oleh karena itu, pendidikan yang

memanusiakan manusia adalah sebuah keharusan yang terus menerus

digelar, karena ini menjadi prinsip-prinsip bagi keberhasilan pendidikan

sebagai upaya kecerdasan kehidupan bangsa. Pendidikan yang sesuai

dengan tujuan pendidikan humanis yang bertujuan untuk memanusiakan

manusia adalah teori belajar pendidikan humanis. Teori belajar humanis

pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia.

Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si

pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata

lain, si pembelajar dalam proses belajar harus berusaha agar lambat laun ia

mampu mencapai aktualitas diri dengan sebaik-baiknya.

Kita menyadari bahwa manusia memiliki dimensi humanitas yang

mencakup tiga unsur, Kognitif (Pengetahuan), afektif (Perasaan), dan

Konatif (Kehendak Karsa). Dengan menyadari semakin kuatnya tendensi

yang ada dalam pendidikan Indonesia yang lebih memfokuskan diri pada

aspek kognitif-intelektual dan aspek keahlian (skill), bahwa upaya

pendidikan humanis diarahkan pada pengembangan kepribadian yang

mencakup, olah piker, olah rasa, olah karsa, olah cipta, dan olah raga.
2

Dalam dunia pendidikan, guru dan siswa adalah dua komponen

yang tidak dapat dipisahkan. Jika guru tidak ada maka siswa akan sulit

berkembang, begitu juga sebaliknya jika siswa tidak ada maka guru tidak

dapat memberikan ilmunya dan ia tidak akan disebut guru. Setiap anak

memiliki kepribadian yang berbeda dengan yang lainnya, ada yang

memiliki watak yang lembut dan ada juga yang keras.Prilaku-prilaku

siswa yang seperti itu tidak dapat kita ketahui jika kita tidak mendekati

mereka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan:

1. Bagaimana aspek-aspek humanistik ?

2. Bagaimana aplikasi teori humanistik dalam Pendidikan ?

3. Bagaimanakah peran guru dalam teori humanistik ?

4. Bagaimana kurikulum humanis ?

C.  Tujuan

Dari uraian permasalahan di atas maka tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui aspek-aspek humanistik..

2. Untuk mengetahui aplikasi teori humanistik dalam Pendidikan.

3. Untuk mengetahui peran guru dalam teori humanistik.

4. Untuk mengetahui kurikulum humanis


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek-aspek humanistik

Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah

dari berbagai sudut pandang. Eduart Spranger (1950), melihat manusia

sebagai makhluk jasmani dan rohani. Yang membedakan manusia dengan

makhluk lain adalah aspek kerohaniannya. Manusia akan menjadi

sungguh-sungguh manusia kalau ia mengembangkan nilai-nilai rohani

(nilai-nilai budaya), yang meliputi: nilai pengetahuan, keagamaan,

kesenian, ekonomi, kemasyarakatan dan politik.

Howard Gardner (1983) menelaah manusia dari sudut kehidupan

mentalnya khususnya aktivitas inteligensia (kecerdasan). Menurut dia,

paling tidak manusia memiliki 7 macam kecerdasan yaitu:

1. Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah,

penalaran induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak.

2. Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan

kata/bahasa tertulis maupun lisan. (sebagian materi pelajaran di sekolah

berhubungan dengan kecerdasan ini)

3. Kecerdasan interpersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan

keterampilan berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi

4. Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu kemampuan mengatur gerakan

badan, memahami sesuatu berdasar gerakan


4

5. Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran berdasarkan

pola nada atau ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme

6. Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang mengandalkan

penglihatan dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan

menciptakan gambaran mental.

7. Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan

kesadaran kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal

rohani.

Kecerdasan inter dan intra personal ini selanjutnya oleh Daniel

Goleman (1995) disebut dengan kecerdasan emosional. Ternyata pula

bahwa sebagian besar kegiatan kecerdasan logis matematis dan kecerdasan

verbal bahasa dilakukan dibelahan otak kiri. Sedangkan kegiatan

kecerdasan lainnya dilakukan pada otak kanan (intra personal,

interpersonal, visual-ruang, gerak-badan, dan musik-ritme). Penting pula

dengan demikian bahwa nilai akademik dan tingkah laku dibedakan.

Hukuman akademik dan hukuman “kepribadian” dipisahkan. Sayang

bahwa hanya kecerdasan logis-matematis dan verbal-bahasa yang

dikembangkan di sekolah, sedangkan yang lainnya hanya sedikit sekali. Hal

ini tentu merugikan siswa sebab tidak semua bakat dan kemampuannya

dieksplorasi dan dikembangkan, dan juga fatal bagi sebagian siswa yang

memiliki kelebihan kecerdasan di otak kanan. Betapa pentingnya dalam

dunia pendidikan kita mengusahakan proses pembelajaran dan pendidikan

yang mengembangkan aktivitas baik otak kanan maupun otak kiri, yang

mengembangkan semua aspek kemanusiaan perseorangan.


5

Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih

pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya

jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya

menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan

semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan

pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan

sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan

pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari

masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya

menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan

pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan

manusia kurang humanis atau manusia.

Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang

membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu

berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu

cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah

dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam

masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku

pepatah:”Lain lading lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Manusia akan

benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri.

Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri

ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.


6

B. Aplikasi Humanistik Dalam Pendidikan

Mengenai aplikasi psikologi humanistik dalam pendidikan, Bagian ini

berisi informasi tentang bagaimana para psikoloigi humanistik berupaya

menggabungkan ketrampilan dan informasi kognitif dengan segi-segi

afektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu akan

dibicarakan tiga macam program, yaitu Confluent Education, Open

Education dan Cooperative Learning

1. Confluent Education

Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan atau

mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar

kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali

untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.

Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Indonesia memberikan tugas

kepada para siswa untuk membaca sebuah novel, katakanlah misalnya

tentang “keberanian”, sebuah novel perang. Melalui tugas itu, siswa-

siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan

baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar vpribadi yang lebih baik

dengan jalan membahas pengertian-pengertian mereka sendiri

mengenai keberanian dan rasa takut. 

2. Open Education

Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg

dan Tomas(1972), Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:


7

a. Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan

yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak

bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada

pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.

b. Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya

menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-

masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara

pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan

kelompok.

c. Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa

memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

d. Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun

buku kerja.

e. Penilaian, wujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara

individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.

f.   Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya

guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan

teman sekerjanya.

g. Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa

untuk memantau kegiatan mereka.

h. Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana

kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.

Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada


8

para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan

memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan

guru tetap diperlukan.

3. Cooperative Learning

Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang

baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin

(1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:

a. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang

anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.

b. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan

yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.

c. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

C. Peran Guru dalam teori humanistik

Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris

kebudayaan,pertanggung jawab social dan bahan pengajaran yang khusus.

Mereka percaya bahwa masalah ini tak dapat diserahkan begitu saja

kepada siswa, pada tipe ini guru memberikan tekanan akan perlunya

sesuatu rencana pelajaran yang telah disiapkan dengan baik,materi yang

tersusun dengan logis, dan tujuan instruksional yang tertentu dan mereka

mempunyai kecendrungan untuk memperoleh jawaban yang benar Guru

senang pada suatu pendekatan sisitematik yang memanfaatkan

pengetahuan hasil penelitian pada kondisi-kondisi belajar yang diperlukan


9

bagi siswa untuk mencapai hasil yang telah ditentukan, Psikologi

humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator, yang berikut in

adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai

kualitas bagi fasilitator, ini merupakan iktisar yang sangat disingkat dari

beberapa petunjuk.

1) Fasilitator sebaiknya member perhatian kepada pencintaan suasana

awal,situasi kelompok, atau penmgaman kelas.

2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-

tujuan perorangan didalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok

yang bersifat lebih umum

3) Guru  mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa

untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi sendirinya,

sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajr

yang bermakna tadi.

4) Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk

belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk

membantu mencapai tujuan mereka.

5) Guru merupakan dirinya-sendiri sebagai suatu sumber  yang

fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok

6) Didalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok

kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-

sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang

sesuai baik bagi individual ataupun bagi kelompok.


10

7) Bila mana cuaca penerimaan kelas telah mantap,fasilitator

berangsur-rangsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang

turut berpastisipasi seorang anggota kelompok,dan turut

menyatakan pandangannya sebagai seorang individu,seperti sifat

yang lain.

8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok

perasaannya danjuga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga

tidak memaksakan, tetapi sebagi suatu andil secara pribadi yang

boleh saja digunakan atau ditolak siswa

9) Guru tetap harus waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang

menandakan adanya paksaan yang dalam dan kuat selama belajar.

10) Didalam berperan sebagai seorang fasilitator,pimpinan harus

mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan

sendiri.

D.  Kurikulum humanis.

Kurikulum secara etimologis berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari

atau kereta dalam perlombaan (Kamus Webster 1955). Sedangkan secara

terminologis kurikulum adalah keseluruhan pengalaman yang ditawarkan

kepada anak peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah

(Ronald C. Doll). Berdasarkan dari rumusan pengertian diatas baik secara

etimologis maupun secara terminologis menunjukan bahwa dalam

kurikulum terdapat tiga konsep utama yaitu rencana, proses dan tujuan.

Rencana adalah upaya pengorganisasian berbagai stakeholder untuk


11

melakukan proses. Kedua, Proses mengacu pada usaha sadar seseorang

atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Sedangkan yang ketiga

tujuan yaitu road of finish yang ingin dicapai setelah mengikuti proses.

Kurikulum sebagai sebuah rencana, proses dan tujuan harus diarahkan

pada kepentingan stakeholder dalam hal ini yang akan dibahas adalah guru

dan siswa.

1. Kurikulum Humanis Diarahkan Pada Guru.

Guru adalah aspek terpenting dalam sebuah proses pendidikan. Tanpa

guru proses pendidikan tidak bias berjalan jadi guru adalah tokoh

kunci bagi suatu kurikulum. Kurikulum yang diarahkan pada

kepentingan dan menjadikan guru sebagai tokoh kunci menjadi syarat

utama bagi keberlanjutan organisasi sekolah.Pendidikan yang humanis

adalah pendidikan yang mampu mengakomodasi semua kepentingan

stakeholder dalam dunia pendidikan.Inilah pendidikan humanis yang

penulis tafsirkan sebagai kurikulum pendidikan yang diarahkan untuk

kepentingan semua komponen pendidikan, yang tidak hanya

berorientasi pada humanisme siswa tetapi juga pada para guru.

Berbagai kasus pelecehan terhadap guru dalam berbagai sub

pendidikan (sekolah) merupakan contoh kecil dari kesalahan

pemahaman terhadap arti kurikulum sebagai kerikulum pendidikan

humanis. Kurikulum pendidikan yang humanis akan menjadi humanis

manakala dalam konsep dan alur keberpihakannya tidak hanya

diarahkan pada kepentingan siswa sebagai manusia tetapi harus juga

diarahkan pada guru sebagai manusia yang harus dihargai dan


12

dihormati. Kesalahan pemahaman terhadap konsep berpikir para guru

tradisional yang menjadikan siswa sebagai obyek pendidikan yang

harus mengikuti cetak biru yang diinginkan oleh guru menjadi sebab

yang determinan bagi penerapan konsep pendidikan humanis yang

kebablasan.Guru yang seharusnya dijadikan tokoh kunci menjadi

tersubordinasi oleh kepentingan siswa sebagai manusia yang

dimanusiakan.Hal inilah yang menjadi sebab utama bagi siswa

melemahkan peran guru sebagai seorang yang digugu dan ditiru. Dunia

pendidikan di Negara-negara muslim telah termakan oleh hasutan

Paulo Freud yang mengatakan bahwa “guru memposisikan dirinya

sebagai dewa suci, sesuci lembaga sekolah itu sendiri, sering kelihatan

sebagai seorang yang tak tersentuh baik keilmuan maupun fisiknya

(Paulo Freud: 2007:196).”

Konsep Freud terkait dengan guru akan sangat berbeda bila kita

bandingkan dengan konsep yang diterapkan didunia islam. Salah

seorang tokoh dan ulam besar islam al Imam Ghazali dalam bukunya

Ihya Ulumuddin, Menghidupkan Ajaran Agama. Mengatakan bahwa

antara guru dan murid harus memiliki akhlak, akhlak guru adalah

menghargai murid sebagai manusia yang perlu bimbingan  dan arahan

sedangkan murid menghormati guru untuk memperoleh ilmu dan

hikmah. Namun demikian ada beberapa nilai positif yang patut di

terapkan oleh guru dalam pendikan humanis yaitu:

a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan

suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas


13

b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas

tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan

kelompok yang bersifat umum.

c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa

untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya,

sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam

belajar yang bermakna tadi.

d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber

untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para

siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang

fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok

kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan

sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan

cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.

g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator

berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang

turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut

menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti

siswa yang lain.

h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok,

perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan


14

juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara

pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.

i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang

menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama

belajar

j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus

mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-

keterbatasannya sendiri.

Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa

humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan

dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka

dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang

tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah,

mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan

komentsr ysng menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang

peka terhadap perubahan yang ada.

2. Kurikulum Humanis Diarahkan Pada Siswa

Pendapat Freud tentang pendidikan humanis tidak selamanya benar

dan juga sepenuhnya salah. Namun kita harus melihat kapan

kurikulum pendidikan yang bersifat humanis ini akan diarahkan.

Berdasarkan analisa penulis terhadap salah satu bukunya yang

berjudul Politik Pendidikan: Kebudayaan Kekuasaan Dan


15

Kebebasan terlihat bahwa arus utama pemikirannya diarahkan pada

kritiknya terhadap prakek pendidikan yang dilakukan oleh gereja yang

tidak memberikan ruang yang representative bagi perkembangan

pemikiran keagamaan. Pola pendidikan yang bersifat doktrinasi oleh

gereja ini mengundang berbagai kritikan yang tidak hanya datang dari

seorang Paulo Freud tetapi juga berbagai tokoh-tokoh lain

seperti Erich Fromm dalam bukunya The Heart of Man.

Kebebasan yang di usung dalam pendidikan humanis adalah kebebasan

yang bebas nilai.Kebebasan dalam segala aspek kehidupan. Ketika

seorang guru menegur siswa malah siswa mengejek dan mengolok-

olok sang. Dan bahkan Yang tragisnya lagi ketika para murid

memukul gurunya itu pun dianggap sebagai kebebasan yang wajar.

Pendidikan bertujuan untuk mengajar, memanusiakan, dan

mengarahkan anak didik agar mencapai akhir sempurna (A. Sudiarja

dalam Muh. Yamin, 2010:155). Yang menjadi pertanyaan adalah 

apakah pendidikan humanis yang di pelopor oleh “Barat” mampu

memenuhi tuntutan tersebut? Sedangkan menurut Yamin Pendidikan

adalah gambaran umum atas apa yang harus dijalankan, sedangkan

kurikulum merupakan wilayah konsep dan teknik yang sudah menjadi

sebuah kontruksi sebuah praktek pendidikan (Muh. Yamin, 2010:

156).

Kurikulum pendidikan humanis adalah pola pedidikan yang

menghargai murid sebagai manusia yang bebas. Bebas dari campur

tangan politik pemerintah, bebas dari kekangan guru dan bebas segala-
16

galanya. pendidikan Konsientisasi tanpa sekolah artinya dia

berpandangan pesimis terhadap dunia pendidikan, dan mempercayakan

pendidikan diluar sekolah tanpa harus terkungkung oleh stakeholder

sekolah.

Setiap kurikulum pasti memiliki tujuan yang terkait yang terkait

dengan kehendak yang akan dicapai. Kurikulum pendidikan humanis

bertujuan agar dalam proses pembelajaran menjadikan siswa dan

menempatkan siswa sebagai manusia yang bebas. Bebas menentukan

dan bebas melakukan. Termasuk kebebasan tidak ikut pelajaran, dan

mimbar kebebasan-kebebasan yang yang lain. Apapun yang dilakukan

oleh siswa dalam pandangan pendidikan bersifat humanis itu dapat

dibenarkan sepanjang tidak mengekang hak siswa sebagai individu

yang bebas.Dan siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,

berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya

sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain

atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.


17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari

berbagai sudut pandang. Eduart Spranger (1950), melihat manusia

sebagai makhluk jasmani dan rohani. Yang membedakan manusia

dengan makhluk lain adalah aspek kerohaniannya. Manusia akan

menjadi sungguh-sungguh manusia kalau ia mengembangkan nilai-

nilai rohani (nilai-nilai budaya), yang meliputi: nilai pengetahuan,

keagamaan, kesenian, ekonomi, kemasyarakatan dan politik.

2) Mengenai aplikasi psikologi humanistik dalam pendidikan,Bagian ini

berisi informasi tentang bagaimana para psikoloigi humanistik

berupaya menggabungkan ketrampilan dan informasi kognitif dengan

segi-segi afektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi

3) Peran seorang guru dalam Psikologi humanistik yaitu memberi

perhatian atas guru sebagai fasilitator

4) Kurikulum pendidikan humanis yang digagas Paulo Freud adalah pola

pedidikan yang menghargai murid sebagai manusia yang bebas.Bebas

dari campur tangan politik pemerintah, bebas dari kekangan guru dan

bebas segala-galanya.Sehingga Freud memberikan solusi pendidikan

Konsientisasi tanpa sekolah artinya dia berpandangan pesimis terhadap

dunia pendidikan, dan mempercayakan pendidikan diluar sekolah

tanpa harus terkungkung oleh stakeholder sekolah.Setiap kurikulum


18

pasti memiliki tujuan yang terkait yang terkait dengan kehendak yang

akan dicapai. Kurikulum pendidikan humanis bertujuan agar dalam

proses pembelajaran menjadikan siswa dan menempatkan siswa

sebagai manusia yang bebas. Bebas menentukan dan bebas melakukan.

Termasuk kebebasan tidak ikut pelajaran, dan mimbar kebebasan-

kebebasan yang yang lain. Apapun yang dilakukan oleh siswa dalam

pandangan pendidikan bersifat humanis itu dapat dibenarkan

sepanjang tidak mengekang hak siswa sebagai individu yang bebas.

Dan siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak

terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri

secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau

melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

B. Saran

Dengan mengucapkan Alhamdulillah pemakalah patut bersyukur dengan

selesainya makalah ini dan saya meminta kepada teman-teman agar

memberikan masukan dan kritikan dalam makalah ini agar menambah

wawasan saya sebagai pemakalah.


19

DAFTAR PUSTAKA

M. Sukardjo, Landasan Pendidikan (konsep dan Aplikasinya), Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2009.

Bambang Sugiarto,  Humanisme dan Humaniora (Relevansinya dengan

Pendidikan), Yogyakarta-Bandung: Jalasutra, 2008.

Howard Gardner (1983), Manusia memiliki 7 macam Kecerdasan.

Paulo Freud, 2007. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan,

Pen: Pustaka Pelajar.

Moh.Yamin, 2010. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan: Panduan

Menciptakan Mutu Pendidikan Berbasis Kurikulum Yang Progresif Dan

Inspiratif, Diva Press.

Mohammad Ali, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: Pedagogiana, 2007.

(Ronald C. Doll) dari (Kamus Webster 1955)  Pengertian Kurikulum Secara

Epistomologi dan Secara Terminologi.

Anda mungkin juga menyukai