Dosen Pengampu
Dra. Nise Samudra Sasanti, M.Hum.
Nip: 0027126902
Disusun Oleh
● Adinda Aristawati (23020104022)
● Cornelia Santadominic (23020104067)
● Firosya Aden (23020104110)
CLASS - INTERNATIONAL
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya, kami
sekelompok dapat menyelesaikan tugas makalah teori belajar tepat waktu. Sholawat serta
salam tidak lupa kami panjatkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang syafaatnya kita
nantikan diakhir kelak.
Makalah dengan judul “Konsep Belajar Humanisme” yang membahas tentang konsep-konsep
belajar humanisme.Humanisme adalah pandangan dunia yang menekankan pada martabat
manusia, potensi kreatif, dan kemampuan intelektual individu
Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah teori belajar. Penulis
tidak hanya membahas konsep-konsep belajar humanisme saja, akan tetapi penulis juga
membahas tentang macam-macam kecerdasan, redefinisi kecerdasan serta experiental
learning dari konsep belajar humanisme yang akan diuraikan lebih lanjut.
Dengan ini kami menantikan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wasalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
.1
KATA PENGANTAR………………………………………..…………………
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………….……….
…..3
A. Kajian
Teoritis…………………………………………………………………………………………….4
B. Pembahasan……………………………………………………………………….………..
……………..4
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………..……14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..…
15
.2
BAB I
PENDAHULUAN
Psikologi pendidikan selalu memiliki dua prinsip dalam proses pembelajaran sekolah.
Pertama, memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan siswa. Kedua, lebih memfokuskan pada hasil afektif, belajar bagaimana belajar
dan meningkatkan kreativitas dan potensi manusia. Inilah yang disebut dengan gerakan
pendidikan humanistik.
BAB II
.3
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI
Sehingga tujuan nyang ingin dicapai dalam proses belajar tidak hanya dalam domain
kognitif saja, tetapi juga bagaimana siswa menjadi individu yang bertanggu jawab, penuh
perhatian terhadap lingkungannya, mempunyai kedewasaan emosi dan spiritual.
B. PEMBAHASAN
Open school merupakan salah satu program pembelajaran yang sangat erat kaitannya dengan
pandangan humanistik. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Peran guru dan murid. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa unruk
secara aktif membimbing siswa dalan proses belajar, dan siswa aktif dalam memilihn
materi, metode, dan lamgkah-langkah dalam belajar.
2. Evaluasi diagnostik. Tujuannya sebagai bimbingan pengajaran untuk memberikan
feedback terhadap kinerja siswa dalam belajar.
3. Materi, sebagai stimulus bagi siswa agar dapat melakukan eksplorasi dalam belajar.
4. Pengajaran individual. Dalam hal ini pengajaran didasarkan pada kebutuhan dan
kemampuan individual, sesuai dengan kemampuan siswa tersebut.
5. Kelompok dengan berbagai tingkat usia, tingkatan yang dibentuk tidak didasarkan
pada tingkatan tetapi pada aktivitas yang akan dilakukan
6. Ruangan terbuka, ruangan terbuka belajar tidaklah ruangan yang selalu dibatasi oleh
tembok dan berbagai perabotan, tapi juga ruangan terbuka diluar kelas.
7. Team teaching, sistem pengajaran yang direncanakan.
Teori intelegensi ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang
psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Havard
University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi ganda sebagai kemampuan
untuk memecahkan persoalan dan menghsilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-
macam dan dalam situasi yang nyata. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang diukur bukan
dengan tes tertulis, tetapi bagaimana seseorang dapat memecahkan problem nyata dalam
.4
kehidupan. Misalnya, kemampuan interpersonal, suatu kemampuan untuk menjalin relasi
dengan orang lain. Kemampuan interpersonal akan dapat memecahkan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan orang lain. Jadi, dalam kemampuan itu ada dua unsur yaitu
pengetahuan dan keahlian (Suparno.2004).
Merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat, seperti
yang dimiliki oleh para navigator, dekorator, pemburu, dan arsitek. Yang termasuk dalam
kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan
perubahan bentuk benda dalam pikiran dan mengenali perubahan tesebut, menggambarkan
hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata serta mengungkapkan data
dalam satuan grafik. Orang yang memiliki kecerdasan ini mudah membayangkan benda
dalam ruang berdimensi tiga.
.5
f. Intelegensi interpersonal (interpersonal intellegence)
Kemampuan ini berkaitab dengan pengetahuan tentang diri sendiri dan mampu
bertindak secara adaptif bedasarkan pengenalan diri dan mempunyai kesadaran ringgi akan
gagasan-gagasan, mempu mengambil keputusan pribadi, sadar akan tujuan hidup, dapat
mengendalikan emosi, sehingga kelihatan sangat tenang. Orang yang memiliki kecerdasan ini
akan dapat berkonsentrasi dengan baik, memiliki kecerdasan realitas, suka bekerja sendirian,
pendiam, dan kurang tertarik bekerja sama.
Merupakan kecerdasan dalam mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami
dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu, dan
mengembangkan pengetahuan terhadap alam. Orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki
kemampuan untuk tinggal diluar rumah, dapat berhubungan dengan alam secara baik,
memiliki kemampuan mengenal dan mengklasifikasikan tanaman, hewan, bebatuan, dsb.
.6
Daniel Goleman (Maksum, 2004), seorang psikolog dari Havard University,
menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa tingkat intelegensi yang tinggi tidak menjamin
gengsi, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kesuksesan hidup. Ada kecerdasan lain yang lebih
penting yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan Intelektual (IQ) sedikit saja kaitannya
dengan kehidupan emosional. Inilah argumen epistemologis Goleman untuk menggeser
paradigma IQ. Goleman memperlihatkan faktor-faktor yang terkait mengapa orang yang ber
iq tinggi gagal dan orang yang ber iq sedang menjadi sukses.
Sekitar abad ke-20 IQ menjadi isu besar, yang membidik cerdas atau tidaknya otak
kita melalui sebuah tes bernama School Aptidute Test (SAT). Kekhasan pola pikir IQ terletak
pada pemikiran rasional dan logis. Cara berpikir IQ cenderung linier dan merupakan derivasi
aspek formal, berlogika, aristotelian, dan matematis, seperti 2+2=4. Model kecerdasan ini
memang banyak diilustrasikan dengan komputer yang memiliki tingkat IQ yang tinggi karena
dapat beroprasi hampir tanpa kesalahan. Pola pikir IQ mengindikasikan dominasi rasionalitas.
Rasionalitas dapat berbenturan dengannilai-nilai tradisi yang emosional, termasuk nilai-nilai
agama. Rasionalitas juga mengimplikasikan dominasi rasio atau nalar dalam kehidupan.
Dominasi rasio menyebabkan melemahnya kehidupan beragama, sebagaimana dapat dilihat
dari perkembangan sekularisme di dunia barat yang memisahkan agama dari kehidupan
bernegara.
Salah satu perbedaan dasar antara masyarakat barat dan masyarakat timur adalah,
bahwa masyarakat cenderung lebih mendengarkan kata kepala, sedangkan masyarakat timur
lebih mendengarkan kata hati. Pada tahun 90 an ditemukan kecerdasan emosional (EQ) oleh
psikolog. EQ meunjuk kepada suatu kemampuan untuk mengendalikan, mengorganisasi, dan
mempergunakan emosi kearah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal. Berikut lima ciri
kecerdasan emosi:
1. Kesadaran diri (self awarness), mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan berdasarkan kemampuan
dan kepercayaan diri. Unsur-unsur self-awarness terdiri dari:
● Kesadaran emosi (emotional awarness)
● Penilaian diri secara teliti (accurate self-awarness)
● Percaya diri (self-confidence)
2. Pengaturan diri (self-regulation), menangani emosi diri sedemikian rupa sehingga
berdampak positif pada pelaksanaan tugas. Unsur-unsur self-regulation terdiri dari:
● Kendali diri (self-control)
● Sifat dapat dipercaya (trustworthiness)
● Kehati-hatian (conscientiousness)
● Adaptabilitas (adaptability)/keluwesan
● Inovasi (innovation)
3. Motivasi (motivation), menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan
dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif, serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Unsur-unsur
motivationterdiri dari:
● Dorongan prestasi (achievement drive)
● Komitmen (commitment)
● Inisiatif (initiative)
● Optimisme (optimism)
.7
4. Empati (empathy), merasakan apa yang dirasakan oarang lain, mampu mengetahui
perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelarahkan diri
dengan bermacam-macam orang. Unsur-unsur empathy terdiri dari:
● Memahami orang lain (understanding others)
● Mengembangkan orang lain (developing others)
● Orientasi pelayanan (service orientation)
● Memanfaatkan keragaman (leveraging diversity)
● Kesadaran politis (political awareness)
5. Keterampilan sosial (social skill), menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
dengan orang lain dan denagn cermat membaca situasi dan jaringan sosial,
berinteraksi dengan lancar, bermusyawarah, dan bekerjasama dalam tim. Unsur-unsur
social skill adalah:
● Pengaruh (social skill)
● Komunikasi (communication)
● Manajemen konflik (conflict management)
● Kepemimpinan (leadership)
● Katalisator perubahan (change catalyst)
● Membangun hubunga (building bonds)
● Kolaborasi dan kooperasi (collaboration and cooperation)
● Kemampuan tim (team capabilities)
Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik, menurut Zohar dan
Marshall, mengcangkup hal-hal berikut:
.8
● Keengganan untuk menyebabkan keruguian yang tidak perlu.
● Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagi hal.
● Kecenderungan untuk bertanya “mengapa?” dan “bagaimana jika?” untuk mencari
jawaban mendasar.
Seseorang yang tinggi SQnya juga cederung menjadi seorang pemimpin yang yang
penuh dengan pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi
dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya.
Dengan kata lain, seseorang yang memberi inspirasi, membantu, dan memberi motivasi untuk
kesuksesan orang lain.
Salah satu aspek penting dalam proses belajar dan mengajar adalah metode
pengajaran yang dipakai oleh guru. Metode pengajaran yang dipilih hendaknya mengandung
unsur-unsur yang terdiri dari unsur afektif, kognitif, dan konasi, Unsur-unsur tersebut akan
membentuk pemahaman yang integral dalam diri pelajar terhadap materi yang diajarkan.
Tujuan akhir dari proses belajar dan mengajar adalah siswa memiliki keterampilan transfer of
learning, sehingga diharapkan mereka dapat mentransfer pengetahuan yang mereka dapatkan
kesituasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Transfer of learning adalah keterampilan
individu dalam mengontrol pengetahuan yang diperoleh untuk diaplikasikan dalam masalah
baru atau situasi nyata. Individu yang memiliki keterampilan ini memiliki strategi kognitif.
Yaitu kemampuan internal seseorang yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam
proses belajar, berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Metode ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses
belajar. Dalam experiental learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses
belajar. Istilah “experiental” disini untuk membedakan antara teori belajar kognitif dan teori
belajar behavor. Teori ini mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi pengalaman (experience). Pengetahuan merupakan hasil
perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Tujuan dari model ini adalah untuk memengaruhi siswa dengan tiga cara yaitu:
.9
Experiental learning menekankan pada keinginan kuat diri siswa untuk berhasil dalam
belajarnya. Motivasi ini didasarkan pula pada tujuan yang ingin dicapai dan metode belajar
yang dipilih.
Menurut experiential learning theory, agar proses belajar mengajar efektif, seorang
siswa harus memiliki 4 kemampuan (Nasution, 2005), yaitu:
Reflection Observation atau disebut juga dengan pada satu pihak dan
observasi reflektif pada pihak lain. disini siswa mengobservasi dan
merefleksikan atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi. Reflection
Observation mengutamakan untuk mengamati atau watching.
● Abstract Conceptualization
● Active Experimentation
.10
Active Experimentation bisa disebut juga dengan eksperimen aktif.
pada Active Experimentation siswa menggunakan teori untuk memecahkan
masalah masalah dan mengambil keputusan. Active Experimentation
mengutamakan Doing atau berbuat.
● Converger
Pelajar tipe ini lebih suka belajar melalui soal soal latihan yang
mempunyai jawaban tertentu. Kemampuan utama mereka adalah AC
dan AE. Orang dengan tipe Coverger tidak emosional dan lebih suka
menghadapi benda daripada manusia. Minat mereka dikhususkan
dalam ilmu pengetahuan alam dan teknik.
● Diverger
● Assimilation
● Accomodator
Tipe ini lebih berminat pada hal hal yang konkret dan
eksperimen aktif. Kelebihan dari kelompok ini adalah kemampuan
dalam menyusaikan diri dengan berbagai situasi yang baru, memiliki
intuitif dan sering menggunakan trial and error dalam memecahkan
masalah, kurang sabar dan segera bertindak jika dihadapkan dengan
teori yang tidak sesuai dengan fakta mereka cenderung
mengabaikannya. Pekerjaan yang sesuai dengan tipe ini adalah
penjualan dan pemasaran.
Dari keempat gaya belajar tersebut, bukan berarti manusia harus digolongkan secara
permanen dalam masing masing kategori. Menurut Kolb belajar merupakan suatu
perkembangan. Proses perkembangan sendiri melalui 3 fase, yaitu mengumpulkan
.11
pengetahuan (acquisition), kemudian fase yang memusatkan perhatian pada bidang tertentu
(specialization), dan akhirnya menaruh minat pada bidang yang kurang diminati.
● Experiential learning yang efektif akan memengaruhi cara berpikir siswa, sikap dan
nilai nilai, persepsi, dan perilaku siswa. Misalnya, belajar tentang berbuat baik pada
orangtua. Seorang pelajar harus mengembangkan konsep tentang apakah dan
bagaimana sikap dan perbuatan yang baik kepada orang tua.
● Siswa lebih memercayai pengetahuan yang mereka temukan sendiri. Menurut Lewin,
pendekatan belajar yang didasarkan pada pencarian (inquire) dan penemuan
(discovery) dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan komitmen mereka
untuk mengimplementasikan penemuan tersebut pada masa yang akan datang.
● Belajar akan lebih efektif bila merupakan sebuah proses yang aktif. Siswa akan
memahami lebih sempurna dan mengingat materinya lebih lama jika mempelajari
sebuah teori, konsep atau mempraktikan dan mencobanya. Contohnya pada pelajaran
matematika, fisika, dan lain sebagainya.
● Perubahan hendaknya tidak terpisah pisah antara kognitif, afektif, dan perilaku, tetapi
secara holistik. Ketiga elemen tersebur merupakan sebuah sistem dalam proses belajar
yang saling berkaitan satu sama lain, mengubah salah satu dari ketiga elemen tersebut
menyebabkan hasil belajar tidak efektif.
● Experiential learning lebih dari sekedar memberi informasi untuk pengubahan
kognitif, afektif, maupun perilaku. Mengajarkan dan memberikan alasan siswa untuk
berubah bukan berarti mereka mau berubah. Experiential learning merupakan proses
belajar yang menumbuhkan minat belajar pada siswa terutama untuk melakukan
perubahan yang diinginkan.
● Pengubahan persepsi tentang diri sendiri dan lingkungan sangat diperlukan sebelum
melakukan pengubahan pada kognitif, afektif, dan perilaku. menurut lewin, tingkah
laku, sikap, dan cara berpikir ditentukan oleh persepsi mereka.
● Perubahan perilaku tidak akan bermakna bila kognitif, afektif, dan perilaku itu sendiri
tidak berubah. keterampilan - keterampilan baru mungkin dapat dikuasai atau
dipraktikkan, tetapi jka tidak belajar atau melakukan perubahan, maka keterampilan
tersebut akan luntur atau hilang.
.12
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
.13
[1] Prof. Dr. H. Baharuddin. M. Pd. I (2015) Teori Belajar dan Pembelajaran
[2] Dr. Esa Nur Wahyuni, M. Pd. (2015) Teori Belajar dan Pembelajaran
.14